Otot Femur
Otot Anterior
1
Rektus femur: bagian tengah di depan paha anterior; merentang dari
pelvis bagian bawah melewati persendian pangul dan femur.
Berfungsi untuk ekstensi tungkai di lutut dan fleksi paha di panggul.
Vastus lateralis: otot terbesar dari keempat vastus lainnya, terletak
di sisi lateral paha; merentang dari sisi proksimal paha ke superior
tibia. Berfungsi untuk ekstensi tungkai pada lutut.
Vastus medialis: otot tebal yang terletak pada permukaan medial
paha; membentuk tonjolan yang besar di sisi inferior medial paha.
Berfungsi untuk ekstensi tungkai pada lutut.
Vastus intermedius: terletak pada bagian anterior tulang femur di
antara vastus lateralis dan vastus medialis, lebih dalam dari rektus
femur. Berfungsi untuk ekstensi tungkai pada lutut.
Sartorius: otot superfisial yang panjang berbentuk pita yang berasal dari
bahian atas sisi lateral pelvis, melewati paha secara melintang. Berfungsi
untuk fleksi tungkai pada paha; fleksi paha pada pelvis.
Grasilis: otot superfisial tipis yang panjang pada paha bagian dalam;
terletak di antara sisi medial bawah pelvis dan sisi medial atas (tibia).
Berfungsi untuk fleksi dan rotasi tungkai kearah medial; aduksi paha.
Otot Posterior
Biseps femur: otot berkepala dua yang melapisi sisi posterior dan lateral
paha terletak di antara pelvis interior dan tiia superior. Berfungsi untuk
fleksi dan rotasi secara lateral tungkai pada lutut.
Semitendinosus: terletak di bagian belakang di antara pelvis bagian
bawah dan tungkai bagian atas (tibia). Berfungsi untuk fleksi dan rotasi
secara medial tungkai pada lutut; ekstensi paha pada panggul.
Semimembranosus: otot dengan tendon membranosus yang origo nya
terletak elbih dalam dari semitedinosus. Berfungsi untuk fleksi dan rotasi
secara medial tungkai pada lutut; ekstensi paha pada panggul.
B. Patologi
1. Definisi
Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu
rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al,
1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi
bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan
nekrotik dan SDP).) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang
terbentuk akibat kerusakan jaringan.
2. Etiologi
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya abses rectus femoralis yaitu:
a. Infeksi mikrobial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang ialah
infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi
intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis
kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan
endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.
3
b. Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi
mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan
merusak jaringan.
c. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma
fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).
d. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa)
akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses
radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan
kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
e. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya
pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan
mengakibatkan terjadinya kematian jaringan, kematian jaringan sendiri
merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark
sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.
4. Gambaran Klinik
Smeltzer, S.C et al mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri
tekan, nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Sedangkan tanda-tanda
infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak
insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah jelas
5
pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam
(lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer, S.C et al, 2001: 497).