Anda di halaman 1dari 48

INFEKSI GINEKOLOGI &

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Oleh :
Rizki Ismi Arsyad 1110313014

Preseptor :
Dr. Firman Abdullah, SpOG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RS ACHMAD MOCHTAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVESITAS ANDALAS
PADANG
2016

0
BAB 1
PENDAHULUAN

Infeksi alat genitalia, termasuk infeksi menular seksual, masih merupakan


masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara-negara. Infeksi Chlamydia
trachomatis merupakan infeksi menular seksual yang paling sering terjadi, namun
sebagian besar infeksi ini tidak menunjukkan gejala sama sekali (asimptomatik)
sehingga infeksi ini tidak diketahui maupun disadari oleh penderita.
Keluhan yang paling sering dari infeksi ini adalah adanya cairan yang
keluar dari vagina yang disebut vaginal discharge. Keluhan vaginal discharge
inilah yang paling sering menyebabkan wanita datang berobat atau memeriksakan
dirinya. Sekitar 20-30% wanita yang datang berobat ke poli ginekologi memiliki
keluhan vaginal discharge dan leukorrhoe. Beberapa infeksi genital lainnya yang
juga dapat menyebabkan adanya keluhan vaginal discharge yang patologis ini,
antara lain bacterial vaginosis, candidiasis, trichomoniasis, dan gonorrhoeae .
Infeksi Chlamydia dan gonorrhoea dapat menyebabkan gangguan saat kehamilan
(Romoren, et al, 2007). Di negara-negara maju hampir seluruh populasi wanita
yang diteliti menunjukkan bahwa prevalensi infeksi Chlamydia lebih banyak
daripada infeksi gonorrhoe. Pada wanita tempat infeksi Chlamydia yang paling
sering adalah pada endocerviks.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Traktus Genitalia Wanita


A. Genitalia Eksterna
Genitalia eksterna terdiri dari :1
a. Vulva
 Mons Pubis
Mons pubis atau mons veeneris merupakan bantalan lemak yag terletak
diatas simfisis pubis. Pada wanita yang telah pubertaskulit mons pubis dditumbuhi
rambut.
 Labia Mayor
Labia mayor menyatu dengan mons pubis di superior, diposterior labia
mayor meruncing dan menyatu di daerah perineum membentuk komisura
posterior. Pada permukaan luar labia mayor ditutupi rambut, sedangkan bagian
dalamnya tidak. dibawah kulit, terdapat lapisan jaringan ikat padat, tidak ada otot,
dan kaya akan serat elastik dan jaringan lemak. Didarahi oeh banyak pleksus
vena.
 Labia Minor
Terletak di sebelah medial dari masing-masing labia mayor. Labia minor
meluas ke superior terbagi menjadi dua lamela. Dibagian bawah menyatu
membentuk frenulum klitoris, yang diatas menyatu membentuk preputium
klitoris. Di inferior labia minor meluas sampai garis tengah membentuk
fourchette. Terdiri dari jaringan ikat yang kaya pembuluh darah, serat elastin, dan
beberapa serat otot polos yang disarafi oleh berbagai ujung saraf dan sangat
sensitif. Epitel berlapis gepeng berkeratin menutupi permukaan luar, bagian lateral
permukaan dalam bagian lateral dilapisi epitel gepeng berkeratin sampai batas
garis Hart, sedangkan permukaan dalam bagian medial dilapisi epitel gepeng yang
tidak berkeratin. Sedikit mengandung folikel rambut, kelenjar ekrin, dan apokrin
namun banyak kelenjar sebasea.

 Klitoris

2
Organ sensitif wanita utama ini merupakan badan erektil yang terdiri dari
glans, korpus, dan dua krura. Glans merupakan bagian yang kaya persarafan.
Badan klitoris mempunyai dua korpora kavernosa kemudian akan menyatu
dengan korpora spongiosa membentuk komisura di bawah permukaan ventralnya.
 Vestibulum
Pada wanita dewasa dibatasi oleh garis Hart di sebelah lateral, permukaan
luar hymen disebelah medial, frenulum klitoris dibagian anterior, dan fourchette di
bagian posterior. Pada vestibulum vagina terdapat enam ostium : uretra, vagina,
dua duktus Bartholin, dan dua duktus Skene. Bagian posterior vestibulum vagina
diantra fourchette dan ostium vagina terdapat fosa navikulare yang biasa terlihat
hanya pada wanita nullipara.
 Ostium vagina dan Hymen
Ostium vagina dikelilingi oleh hymen atau sisanya. Hymen adalah
membaran dengan berbagai ketebalan yang mengelilingi ostium vaginae secara
engkap atau sebagian. Terdiri dari jaringan ikat kolagen an elastik dan dilapis oleh
epitel gepeng berlapis.
 Ostium uretra
Dua pertiga bawah ureetra terletak tepat diatas dinding anterior vagina.
Ostium terletak di garis tengah vestibulum, 1-1,5 cm di bawah arkus pubis dan
sedikit di atas ostium vagina.
 Kelenjar vestibular
Terdiri dari sepasang kelenjar Bartholin dan sepasang kelenjar skene.
 Bulbus Vestibular
b. Vagina
Vagina merupakan struktur muskulomembranosa berugae yang memanjang
dari vulva ke uterus dan terletak daiantara kandung kemih dan rektum. Di anterior
vagina dipisahkan dari traktus urinarius dengan jaringan ikat yang membentuk
septum vesiko-vaginal. Di posterior, dipisahkan dari traktus gastrointestinal
dengan septum rekto-vagina. Seperempat atas vagina dipisahkan dari rektum oleh
cul-de-sac Douglas. Pnjang vagina bervariasi tetapi umunya panjang dinding
anterior dan posterior vagina berturut-turut adalah 6-8 cm an 7-10 cm.

3
c. Perineum
Daerah antara tepi baawah vulva dengan tepi anus. Batas-batas otot
daifragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversusproffunda, m.constrictor urethra). Perineal body adaah
raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada
persainan, kadang perlu di potong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan
mencegah ruptur.

Gambar Anatomi Genitalia Eksterna


Perdarahan berasal dari arteri pudendus interna yaitu cabang terminal bagian
depan arteri iliaka yang berakhir menjadi arteri dorsalis klitoris. Cabang-cabang
arteri pudenus interna juga mendarahi perineum, yaitu arteri rektalis inferior dan
labialis posterior. Cabang arteri femoral menyuplai bagian anterior dari vulva.
Selain itu arteri pudendus superfisial dan profunda juga memberikan suplai darah
untuk organ genitalia eksterna. Peksus vena yang luas mengelilingiorgan genitalia
eksterna dan mengikuti perjalanan arteri.
Pembuluh limfe dari sepertiga bawah, bersama berasal dari vulva, mengalir
utama ke nodi lymphoidei inguinale. Yang berasal dari sepertiga tengah mengalir
ke nodi iliaci interni, dan yang berasal dari sepertiga atas mengalir ke nodi iliaci
communes, interni, dan externi.
Persarafan genitalia eksterna yaitu terdiri dari:
a. N. pudendus, yaitu cabang n.spinalis S2, S3, dan S4

4
b. Selain itu persarafan sensorik tambahan yaitu dari n.illioinguinal (L1), n.
genitofemoral (L1 dan L2), n. cutaneus posterior

B. Genitalia Interna1

Gambar Organ dalam Panggul


a. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum
(serosa). Uterus terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian segitiga atas (corpus
uteri), dan bagian selindris bawah (serviks). Isthmus dalah bagian ostium uteri
interna yang merupakan bagian tersempit dan menghubungkaan corpus uteri
dengan serviks. Uterus nulipara berukuran 6-8 cm dengan berat sekitar 50-70 gr
dan multipara berukuran 9-10 cm dengan berat sekitar 80 gr. Pada nulipara
panjang fundus dan serviks sebanding namun pada multipara panjang serviks
hanya sepertiga dari panjang total uterus. Terus terdiri dri tiga lapis yaitu
endometrium, miometrium, dan perimetrium.
Uterus digantung oleh beberapa ligamentum yaitu ligamentum teres uteri
kiri dan kanan, ligamentum latum uteri kiri dan kanan, ligamentum suspensorium
iovarii kiri dan kanan, ligamentum kardinale, dan ligamentum uterosakralis.
Uterus didarahi oleh arteri uterina (cabang utama aarteri iliaca interna) dan
ovarica (cabang langsung dari aorta). Persarafan uterus terutama dari sistem saraf

5
simpatik (pleksus iliaka interna, namun sebagian juga berasal dari sistem
serebrospinal dan parasimpatik (S2, S3, dan S4).
b. Serviks
Bagian terbawah uterus, terdiri dar pars vaginalis (berbatasan/menembus
dinding dalam vagina) dan pars supravaginais. Terdiri dari 3 komponen utama :
otot polos, jalinan jarngan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar
di dalam rongga vagina yaitu portio serviks dengan lubang ostium uteri eksternum
(luar, arah vagina) dilapisi eptel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium
uteri internum. Sebelum melahirkan lubng ostium eksternum bulat kecil, setelah
melahirkan berbeentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-
posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukoserviks menghasilkan lendir
getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan
larutan berbagai garam, peptida, dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir
serviks dipengaruhi siklus haid.
c. Tuba falopii/Salping
Sepasang tuba kiri-kanan , panjang 8-14 cm berfungsi sebagai jalan
transportasi ovum dariovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri dari tida
lapisan: serosa, muskularis (longutidina dan sirkular), serta mukosa dengan epitel
bersilia.
Tuba terdiri dari :
 Pars isthmica
 Pars ampularis
 Pars infundibulum
d. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).
e. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval berbentuk oval, terletak didalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat an
jalan pembuluh darah dan saraf. Ovarium terdiri dari korteks an medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum,
siintesis dan sekresi hormon-hormon steroid. Berhubungan dengan pars

6
infundibulum tuba falopii melalui perekatan fimbriae menangkap ovum yang
dilepaskan saat ovulasi.
Ovarium terfiksir oleh ligamentum ovarii propium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan iat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta
abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

Gambar Genitalia Interna

2.2 Infeksi Traktus Genitalia Wanita


Vagina  merupakan   ekosistem   di   mana   epitel   vagina   berfungsi   sebagai   habitat

flora mikroba, terutama terdiri dari Gram­negatif, Gram­positif, anaerobik, dan spesies

fakultatif   anaerob.   Dominan   flora   norma   vagina   terdiri   dari   spesies   Lactobacillus

fakultatif.   Struktur   bakteri   adalah   berbentuk   batang,   Gram­positif   yang   memberi   efek

protektif dalam vagina dengan memproduksi hidrogen peroksida, bakteriosin sehingga

pH   di   sekitar   vagina   rendah   yang   dapat   menghambat   kolonisasi   atau   pertumbuhan

berlebih   dari   patogen   potensial   yang   menyebabkna   penyakit.   Sekret   fisiologis   atau

normal biasanya jernih atau putih, kental, dan menumpuk pada bagian forniks vagina.

Sekret vagina berisi sel sloughed vagina dan serviks epitel, sekresi endoserviks berlendir,

dan bakteri. PH cairan vagina yang normal pada wanita usia subur adalah antara 3,8­4,5.

Keputihan yang normal tidak menimbulkan gejala terbakar atau gatal.

7
Table 3­1 Lower Reproductive Tract Bacterial Flora

Species or Group of Organism

Aerobes

  Gram­positive

     Lactobacillus spp

     Diphtheroids

     Staphylococcus aureus

     Staphylococcus epidermidis

     Group B Streptococcus

     Enterococcus faecalis

     Staphylococcus spp

  Gram­negative

     Escherichia coli

     Klebsiella spp

     Proteus spp

     Enterobacter spp

     Acinetobacter spp

     Citrobacter spp

     Pseudomonas spp

Anaerobes

  Gram­positive cocci

     Peptostreptococcus spp

8
     Clostridium spp

  Gram­positive bacilli

     Lactobacillus spp

     Propionibacterium spp

     Eubacterium spp

     Bifidobacterium spp

  Gram­negative

     Prevotella spp

     Bacteroides spp

     Bacteroides fragilis group

     Fusobacterium spp

     Veillonella spp

  Yeast

     Candida albicans and other spp

2.2.1 Vulvovaginitis3,4,5
A. Definisi
B. Jenis-jenis vulvovaginitis
a. Vulvovaginal candidiasis
Vulvovaginal candidiasis (VVC) sering terjadi pada wanita. Rata-rata 75%
wanita pernah mengalami VVC minimal sekali dalam hidupnya. Faktor risiko
terjadinya VVC adalah aktivitas seksual, penggunaan antibiotik sebelumnya,
kehamilan, oral seks dan kondisi imunosupresi seperti pasien HIV atau diabetes
melitus. Organisme penyebab tersering adalah Candida albicans, namun spesies
lain dari Candida sp. saat ini juga ditemukan sebagai penyebab VVC.

9
Tanda dan gejala VVC tanpa komplikasi adalah discharge putih
menggumpal seperti keju, gatal pada vulva dan vagina, nyeri, rasa panas terbakar,
kemerahan, dan atau edema. Disuria dan dispareunia bisa juga terjadi. VVC
dengan kompilkasi bisa terjad apabila adanya VVC rekuren (4 episode atau lebih
dalam periode 12 bulan). Kondisi ini biasanya dengan tampilan yang sangat parah
dan biasanya terjadi pada orang dengan imunosupresi (HIV dan atau diabetes
melitus). Pemeriksaan HIV diperlukan jika ada kecurigaan.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Temuan
discharge putih menggumpal seperti keju disertai dengan gatal cukup untuk
memikirkan adanya kandidiasis. Eritema dan edema semakin menguatkan ke arah
diagnosis. Pemeriksaan sekret vagina diperlukan untuk menilai pH, dan
mikroskopik. Whiff test biasanya negatif, pewarnaaan gram menunjukkan adanya
sel PMN, sel ragi dengan pseudohifa dan blastospora. Jika sudah berkomplikasi
dilakukan kultur sekret vagina untuk menentukan terapi yang tepat.
Terapi VVC dapat dilihat pada Tabel dibawah ini pada wanita hamil adalah
imidazole krim dan intravaginal ovules selama 14 hari. Hindari penggunaan
fluconazole oral pada wanita hamil trimester dua dan tiga karena meningkatkan
terjadinya tetralogy of Fallot.
Tabel pilihan terapi VVC 3

10
b. Trichomonas vaginalis
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa flagelata anaerobik yang
menempel ke sel epitel traktus urogenital. Kejadian infeksi T.vaginalis dilaporkan
3,1% pada populasi wanita usia reproduktif (14-49 tahun). 64-90% wanita
terinfeksi adalah asimtomatik dan menetap selama beberapa bulan sampai
bertahun-tahun. Gejalanya adalah discharge yang banyak berwarna kuning
kehijauan, dan berbusa. Selain itu gatal, disuria, vulvitisdan vaginitis, dan
dispareunia bisa terjadi. Terkadang bisa terbentuk strawberry cervix.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik disertai
hasil pemeriksaan mikroskopik ditemukan adanya protozoa yang bergerak pada
sampel sekret vagina. Sampel harus diperiksa dalam 10 menit setelah
pengambilan sampel.

11
Terapi yang diberikan adalah metronidazol oral 1x 2 gr atau 2x 500 mg
selama 7 hari. Jika belum ada perbaikan, berikan dengan dosis yang lebih tinggi
dan dberikan dalam waktu lebih lama. Atau berikan Tinidazol oral 1x 2 gr untuk
pasien dengan reesisten metronidazol. Lakukan terapi juga untuk pasangan.
Penggunaan metronidazol oral aman untuk wanita hamil.

c. Bacterial Vaginosis
Bacterial vaginosis merupakan infeksi polimikrobial yang menyebabkan
berkurangnya jumah lactobacillus sp dan meningkatnya kuman patogen di vagina.

Lactobacilli memproduksi hydrogen untuk mengatur keseimbangan ph asam di

sekitar vagina. Apabila kadar Lactobacilus kurang, produksi hydrogen berkurang,

sehingga   ph   vagina   menjadi   lebih   basa   dan   memungkinkan   kuman   komensal

untuk berkembang biak di vaginaBakteri penyebab biasanya adalah Gradnerella


vaginalis, Mobiluncus sp., Bacterioides sp., Provetella sp. dan Mycoplasma sp.
Gejala adalah discharge yang banyak dan berbau. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan kriteria diagnostik,
dikatakan vaginosis bakterialis jika ditemukan 3 dari 4 kriteria : discharge vagina
yang homogen dan lengket; pH vagina > 4,5; ditemukan clue cell dari
pemeriksaan mikroskopik; whiff test positif. Pilihan terapi dapat dilihat dari tabel
berikut :
Tabel Rekomendasi Pengobatan Vaginosis Bakteriais3

Jenis-Jenis Vulvovaginitis

12
2.2.2 Servisitis2,5
Servisitis adalah peradangan pada serviks. Ditandai dengan adanya eksudat
endoserviks yang purulen atau mukopurulen di kanalis endoservikalis.
Servisitis dapat dibagi dua :
a. Servisitis non infeksi, dapat disebabkan oleh trauma lokal (iritasi
karena tampon dan alat kontrasepsi)
b. Servisitis infeksi, seperti infeksi Clamidya trachomatis dan Neisseria
gonorrhoea. Etiologi lainnya adalah T.vaginalis dan HSV.
Seringnya servisitis asimptomatik, jika menimbulkan gejala sering tidak
khas dan biasanya berupa discharge vagina, disuria, sering BAK, dan perdarahan
dalam siklus mens dan post koitus. Jika infeksi terjadi dalam waktu yang lama
akan terasa nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah.
Servisitis Klamidia trakomatis mengeluhkan keluhan keluar cairan vagina,
bercak darah, atau perdarahan pasca senggama. 30-50% penderita servisitis
trakomatis tidak bergejala. Pada pemeriksaan serviks akan tampak erosi dan
rapuh, disertai cairan mukopurulen berwarna kuning-hijau. Pewarnaan gram
memperlihatkan adanya PMN > 10 leukosit per lapang pandang. Terapi yang
dianjurkan adalah Azitromisin 1gr per oral (dosis tunggal) atau Doksisiklin 100

13
mg per oral 2x sehari selama 7 hari. Pasangan sex harus diobati juga. Alternatif
antibiotik lainnya aalah eritromisin 4x500 mg selama 7 hari atau eriromisin
etilsuksinan 4x800 mg selama 7 hari atau Ofloksasin 2x300 mg seama 7 hari atau
Levoflosasin 1x500 mg selama 7 hari.
Servisitis Gonorea didiagnosis dari hasil pemeriksaan pewarnaan gram
ditemukan diplokoki intraseluler dan ekstraseluler disertai dengan banyaknya
PMN. Selain itu kultur dengan agar coklat menjadi pilihan terbaik untuk
memastikan namun memakan waktu yang lama. Terapi anjuran adalah Seftriakson
125 mg i.m (dosis tunggal) atau Sefiksim 400 mg pr oral (dosis tunggal), atau
Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal), atau ofloksasin 400 mg per oral
(dosis tunggal) atau levofloksasin 250mg per oral (dosis tunggal).

2.2.3 Penyakit Radang Panggul2,5,6


Penyakit radang panggul atau Pelvic Inflamatory Disease (PID) adalah
infeksi pada alat genitalia yang meliputi endometrium, tuba falopii, ovarium,
miometrium, parametria, dan eritoneum panggul. Biasanya adalah komplikasi dari
infeksi menular seksual atau lanjutan dari servisitis.
Faktor risiko PID adalah:
 Riwayat PID sebelumnya
 Banyak pasangan sex
 Infeksi menular seksual
 Pemakaian AKDR
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri abdominopelvik, keluar
cairan vagina atau perdarahan, demam, dan menggigil, serta mualdan disuria.
Diagnosis ID sulit karena keluhan dan gejala tidak khas dan sangat bervariasi.
Kriteria diagnostiknya adalah sebagai berikut :
a. Kriteria minimum:
 Nyeri gerak serviks
 Nyeri tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa
b. Kriteria tambahan:
 Suhu oral >38,3 0C

14
 Cairan serviks atau vagina tidak normal
 Leukosit dalam jumlah yang banyak pada pemeriksaan sekret vagina
 Kenaikan LED
 Protein C- Reaktif meningkat
 Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh Gonorea atau
C.trachomatis
c. Kriteria spesifik:
 Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis
 USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh berisi
cairran dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo-
ovarial atau daari doppler tampak hiperemia tuba
 Hasil pemeriksaan laparaskopi yang menunjukkan PID

Terapi yang diberikan adalah terapi parenteral selama 48 jam dilanjutkan


terapi oral sampai 24 jam setelah ada perbaikan klinis. Terapi parenteral yang
direkomendasikan adalah Sefotan 2 gr i.v setiap 12 jam atau Sefoksitin 2 gr i.v
setiap 6 jam atau Doksisiklin 100 mg oral atau pareenteral setap 12 jam. Terapi
oral dengan Levofloksasin 1x500 mg atau ofloksasin 2x400 mg selama 14 hari
dengan atautanpa metronidazol 2x500 mg selama 14 hari, dipertimbangkan untuk
penderita ringan atau sedang.jika engan terapi oral tidak membaikdalam 72 jam
harus dire-evaluasi.
Komplikasi dari PID adallah infertilitas, KET, nyeri panggu kronik,
dispareunia, sindrom Fitz-Hugh-Curtis (nyeri akut dan nyeri tekan kuadran kanan
atas) karena perlengketan fibrosa perihepatik akibat perdangan PID.

2.2.4 Gonore
Definisi
Gonore adalah suatu penyakit menular seksual yang bersifat akut dan
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae suatu kuman gram negatif berbentuk
seperti biji kopi dan letaknya dapat intra maupun ekstraseluler.7,9,10

15
Gonore merupakan penyakit kelamin yang pada permulaan keluar nanah
dari OUE ( Orifisium Uretra Eksternum ) sesudah melakukan hubungan
kelamin.12

Etiologi
Penyebab gonore adalah kuman gonokokus yang ditemukan oleh Neisser
pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Neisseria gonorrhoeae
adalah kokus gram negatif, diameter 0,6 sampai 1,5 μm, biasanya terlihat
berpasangan dengan sisi datar yang berdekatan. Organisme ini sering kali
ditemukan intraseluler dalam leukosit polimorfonuklear ( neutrofil ) dari bahan
eksudat pustular. Fimbriae, yang memainkan peranan yang penting pada proses
perlekatan, memanjang beberapa mikrometer dari permukaan sel.7

Gambar Neisseria Gonorrhoeae


Epidemiologi
Di dunia diperkirakan terdapat 200 juta kasus baru gonore setiap tahunnya.
Dimana pria 1,5 kali lebih banyak daripada wanita.Di Amerika Serikat
diperkirakan terdapat 600.000 kasus baru gonore setiap tahunnya, kira-kira 240
kasus per 100.000 populasi. Insiden gonore tertinggi terjadi di negara-negara
berkembang. Lebih banyak mengenai penduduk dengan sosial ekonomi rendah.
7,10

Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan


kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan

16
rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35
tahun pada populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia
15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata
tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000).7,10

Patofisiologi

Manusia adalah satu-satunya reservoar untuk Neiserria gonorrhoeae.


Organisme ini cepat berkembang biak, dan infeksi menyebar melalui kontak
langsung dengan mukosa yang terinfeksi, biasanya sewaktu berhubungan kelamin.
Bakteri ini mula-mula melekat ke epitel mukosa, terutama tipe kolumnar atau
transisional, menggunakan beragam molekul perekat di membran dan struktur
yang di namai pili .Perlekatan ini mencegah organisme terbilas oleh cairan tubuh,
misalnya urine atau mukus endoserviks. Karena adanya perlekatan dari bakteri ini
mengakibatkan timbulnya respon dari host dengan adanya invasi dari neutrofil,
pengelupasan epitel, pembentukan mikroabses submukosal dan discharge
purulent.9

Patogenesis

Gonokokus (Neiserria gonorrhoeae) dapat bertahan didalam uretra


meskipun proses hidrodinamik akan membilas organisme dari permukaan
mukosa. Oleh karena itu gonokokus harus dapat melekat dengan efektif pada
permukaan mukosa. Perlekatan gonokokus dengan perantaraan pili, dan mungkin
permukaan epitel lainnya. Hanya mukosa yang berlapis epitel silindris dan kubis
yang peka terhadap infeksi gonokokus.7,10
Gonokokus akan melakukan penetrasi permukaan mukosa dan
berkembang biak dalam jaringan subepitelial. Gonokokus akan menghasilkan
berbagai produk ekstraseluler seperti fosfolipase, peptidase yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel. Adanya infeksi gonokokus akan menyebabkan
mobilisasi leukosit PMN (Polymorpho nuclear), menyebabkan terbentuknya
mikro abses subepitelial yang pada akhirnya akan pecah dan melepaskan PMN
dan gonokokus.7,10

17
Kuman ini mempunyai pili dan beberapa protein permukaan, sehingga dapat
melekatpada sel epitel kolumner dan menuju ruang subepitelial. Dengan adanya
lipooligosakaridaakan menimbulkan invasi dan destruksi sel epitel mukosa dan
lapisan submukosa secara progresif, disertai dengan respons dari leukosit
polimorfonuklear yang hebat. Peradangan dandestruksi sel epitel tersebut
menimbulkan duh tubuh mukopurulen.7,10

Manifestasi Klinis

Penularan terjadi melalui kontak seksual dengan penderita gonore. Masa


tunas penyakit berkisar antara 2-5 hari. Sesudah lewat masa tunas penderita
mengeluh nyeri dan panas pada waktu kencing. Kemudian keluar nanah yang
berwarna putih susu dari uretra dan muara uretra membengkak. Pada wanita dapat
timbul fluor albus. 7,8,9,10

Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada, karena uretra pada
wanita selain pendek, juga kontak pertama pada cervix sehingga gejala yang
menonjol berupa servisitis dengan keluhan berupa keputihan. Karena gejala
keputihan biasanya ringan, seringkali disamarkan dengan penyebab keputihan
fisiologis lain, sehingga tidak merangsang penderita untuk berobat. Dengan
demikian wanita seringkali menjadi carrier dan akan menjadi
sumberpenularanyangtersembunyi.7,8,9,10

Masa tunas pada wanita sulit ditentukan karena biasanya asimptomatis.


Gejala utama meliputi duh tubuh vagina yang berasal dari endoservisitis dimana
bersifat purulen, tipis dan agak berbau. Beberapa pasien dengan servisitis gonore
kadang mempunyai gejala yang minimal. Disuria atau keluar sedikit duh tubuh
dari uretra yang mungkin disebabkan oleh uretritis yang menyertai servisitis.
Dispareunia dan nyeri perut bagian bawah. Jika servisitis gonore tidak diketahui
atau asimptomatis maka dapat berkembang menjadi PID. Nyeri ini bisa
merupakan akibat dari menjalarnya infeksi keendometrium, tuba fallopi, ovarium
dan peritoneum. Nyeri bisa bilateral, unilateral dan tepat pada garis tengah. Dapat
disertai panas badan, mual dan muntah. Nyeri perut bagian kanan atas dari

18
perihepatitis ( Fitz-Hugh-Curtis syndrome) bisa terjadi melalui penyebaran bakteri
keatas lewat peritoneum. 7,8,9,10

Pada kasus-kasus yang simtomatis dengan keluhan keputihan harus


dibedakan dengan penyebab keputihan yang lain seperti trichomoniasis,
vaginosis, candidiasis maupun uretritis non gonore yang lain. Pada wanita, infeksi
primer tejadi di endocerviks dan menyebar kearah uretra dan vagina,
meningkatkan sekresi cairan yang mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba
uterine, menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidak suburan
( infertilitas ) terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena gonococci. 7,8,9,10

Gambar 2.7. Gonore pada wanita

19
Gambar 2.8. Gonore pada pria dan wanita

Diagnosis

a. Anamnesa
a. Adanya coitus suspectus
b. Fellatio
c. Cunilingus
b. Pemeriksaan Fisik
Saluran Urogenital Bawah
 Sekret mukopurulen atau purulen dari serviks
 Sekret atau perdarahan dari vagina9,10,12
Saluran Urogenital Atas
 PID (Pelvic Inflammatory Disease)
 Nyeri abdomen bagian bawah dengan atau tanpa penyebaran rasa nyeri
 Nyeri pada waktu serviks digerakkan
 Nyeri tekan adneksa
 Panas badan
 Nyeri tekan abdomen bagian kanan atas9,10,12

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

Cara pengambilan spesimen

20
 Spesimen pada penderita servisitis gonore diambil dari endoserviks,
digunakan pada pemeriksaan Gram dan kultur.
 Pengambilan duh tubuh endoserviks dilakukan denganmemakai alat
spekulum yang telah dibasahi air, kemudian dimasukkan kedalam vagina.
 Swab (lidi kapas) steril dimasukkan kedalam kanalis servikalis sedalam 2-3
cm,kemudian swab diputar selama 10 detik dan diangkat.7,9,10
1. Sediaan Langsung ( Pengecatan Gram )

 Pengecatan gram adalah test yang cepat dan tidak mahal.


 Sediaan diwarnai dengan pewarnaan gram untuk melihat adanya kuman
Diplokokus gram negatif, berbentuk biji kopi yang terletak intra dan
ekstraseluler.
 Bahan pemeriksaan diambil dari pus diuretra yang keluar spontan ataupun
melalui pemijatan, sedimen urin, secret dari massase prostat ( pada pria ),
muara uretra , muara kelenjar bartolin, serviks, rectum ( pada wanita ) dan
sekret mata ( pada bayi )
 Pada wanita dengan hasil kultur serviks yang positif, hasil pengecatan
gram dari endoserviks mempunyai sensitivitas 50-60% dan spesifisitas
82-97%. Adanya lebih dari 30 sel PMN ( Polymorphonuclear) per high-
power field dari hapusan endoserviks mencerminkan adanya servisitis.
 Sensitifitas dan spesifisitas pengecatan gram lebih rendah pada spesimen
endoservikal dan rektal.7,9,10

21
Gambar Pengecatan gram

2. Kultur

 Pemeriksaan kultur pada gonore mempunyai sensitivitas sekitar 80-


90%. Terdapat beberapa macam media untuk isolasi Neiserria
gonorrhoeae yaitu media transport dan mediapertumbuhan. Media
transport digunakan jika letak pengambilan spesimen jauh
darilaboratorium. Spesimen dalam media transport yang disimpan dalam
lemari es dapat tahan selama 24 jam. 7,9,10
Pengobatan yang benar meliputi : pemilihan obat yang tepat serta dosis yang
adekuat untuk menghindari resistensi kuman. Melakukan tindak lanjut secara
teratur sampai penyakitnya dinyatakan sembuh. Sebelum penyakitnya benar-benar
sembuh dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual. Pasangan seksual
harus diperiksa dan diobati agar tidak terjadi “ fenomena pingpong “.7,9

Terapi gonore tanpa komplikasi :

 Cefixime 400 mg per oral dosis tunggal


 Ceftriaxone 250 mg im dosis tunggal
 Ciprofloxacine 500 mg per oral dosis tunggal
 Ofloxacin 400 mg per oral dosis tunggal
 Spectinomycin, 2 g im injeksi, dosis tunggal
 Bila diduga ada infeksi campuran dengan Chlamydia dapat ditambahkan :
o Erytromycine 500 mg sehari 4 kali peroral selama 7 hari
o Doxycycline 100 mg/ sehari 2 kali peroral selama 7 hari7,9
Untuk Ciprofloxacin CDC menganjurkan untuk tidak diberikan pada area
geografi tertentu karena sudah resisten seperti Inggris, Wales, Kanada sedangkan
Asia,Kepulauan Pasifik, California dilaporkan masih peka dan sensitif.
Ciprofloxacin kontraindikasi untuk ibu hamil dan tidak dianjurkan untuk anak-
anak.7,9

Terapi gonore pada wanita hamil

 Ceftriaxone 250 mg dosis tunggal


 Amoxicilline 3g + probenesid 1 g
 Cefixime 400 mg dosis tunggal7,9

22
2.2.5 Sifilis2

Definisi

Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi Treponema


pallidum, menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal. Sifilis
bersifat kronik, sistemik, menyerang hampir semua alat tubuh dan dianggap
sebagai peniru akbar (the great imitator) dalam bidang kedokteran (terutama
sebelum ada AIDS) karena banyaknya manifestasi klinis. Merupakan penyakit
menular sedang dengan angka infektifitas 10% untuk setiap kali hubungan seksual
dengan pasangan yang terinfeksi. Individu dapat menularkan penyakit pada
stadium primer dan sekunder sampai tahun pertama stadium laten.

Gejala dan Tanda

Lesi primer (Chancre ulcus durum) biasanya muncul 3 minggu setelah


terpajan. Lesi biasanya keras (indurasi), tidak sakit, terbentuk ulkus dengan
mengeluarkan eksudat serosa di tempat masuknya mikroorganisme. Masuknya
mikroorganisme ke dalam darah terjadi sebelum lesi primer muncul, biasanya
ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar limfe (bubo) regional, tidak sakit,
keras non fluktuan. Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya ulkus durum
yang jelas, misalnya infeksi terjadi di rectum atau cervik. Walaupun tidak diberi
pengobatan ulcus akan hilang sendiri setelah 4-6 minggu. Sepertiga dari kasus
yang tidak diobati akan mengalami stadium generalisata, stadium dua, di mana
muncul erupsi kulit yang kadangkala disertai dengan gejala kontitusional tubuh.
Timbul makolo popular biasanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti
dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini merupakan gejala klasik dari Sifilis
yang akan hilang spontan dalam beberapa minggu atau sampai 12 bulan
kemudian. Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang tidak

23
diobati akan masuk ke dalam fase laten selama berminggu-minggu bahkan selama
bertahun-tahun.

Pada awal fase laten sering muncul lesi infeksius yang berulang pada
selaput lendir. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan gejala
meningitis sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan
akhirnya timbul paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadangkala
berlangsung seumur hidup. Pada kejadian lain yang tidak dapat diramalkan, 5-20
tahun setelah infeksi terjadi lesi aorta yang sangat berbahaya (sifilis
kardiovaskuler) atau guma dapat muncul di kulit, saluran pencernaan tulang atau
pada permukaan selaput lendir.

Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau disabilitas


yang serius, sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek umur, menurunkan
kesehatan dan menurunkan produktivitas dan efisiensi kerja. Mereka yang
terinfeksi sifilis dan pada saat yang sama juga terkena infeksi HIV cenderung
akan menderita sifilis SSP.

Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal
pada saat mengandung bayinya dan ini sering sekali terjadi sedangkan
frekuensinya makin jarang pada ibu yang menderita stadium lanjut sifilis pada
saat mengandung bayinya. Infeksi pada janin dapat berakibat aborsi, stillbirth,
atau kematian bayi karena lahir prematur atau lahir dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) atau mati karena menderita penyakit sistemik. Infeksi congenital
dapat berakibat munculnya manifestasi klinis yang muncul kemudian berupa
gejala neurologis terserangnya SSP.

Dan kadangkala infeksi konginital dapat mengakibatkan berbagai kelainan fisik


yang dapat menimbulkan stigmasasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson,
saddlenose (hidung pelana kuda), saber shins (tulang kering berbentuk pedang),
keratitis interstitialis dan tuli. Sifilis congenital kadangkala asimtomatik, terutama
pada minggu-minggu setelah lahir6.

Cara Penularan

24
Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung. Sifilis infeksius
dari lesi awal kulit dan selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual
dengan penderita sifilis. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat jelas.
Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual. Penularan karena
mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis konginetal jarang sekali
terjadi. Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada dalam kandungan ibu
menderita sifilis.

Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor menderita sifilis pada
stadium awal. Penularan melalui barang-barang yang tercemar secara teoritis bisa
terjadi namun kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Petugas
kesehatan pernah dilaporkan mengalami lesi primer pada tangan mereka setelah
melakukan pemeriksaan penderita sifilis dengan lesi infeksius2.

Terapi Rekomendasi terapi sifilis oleh CDC adalah sebagai berikut1:

 Sifilis Primer dan Sekunder


Benzatin penisilin G 24 juta unit im dalam dosis tunggal. Alergi penisilin
(tidak hamil) diberikan doksisiklin 10 mg po 2x1 selama 2 minggu atau
tetrasiklin 500 mg po 4x1 selama 2 minggu.
 Sifilis Laten
Sifilis laten awal (<1 tahun) : Benzatin penisilin G 2,4 juta unit im dalam
dosis tunggal.
Sifilis laten akhir (>1 tahun) atau tidak diketahui lamanya: Benzatin
penisilin G total 7,2 unit diberikan dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta
unit im dengan interval 1 minggu.
 Sifilis Tersier
Benzatin penisilin G total 7,2 juta unit diberikan dalam 3 dosis masing-
masing 2,4 juta unit im dengan interval 1 minggu. Alergi penisilin
diberikan sama seperti untuk sifilis laten akhir.
 Neurosifilis
Penisilin G kristalin aqua 18-24 juta unit setiap hari diberikan dalam 3x4
juta unit iv tiap 4 jam atau infus berkelanjutan selama 10-14 hari.
 Sifilis dalam kehamilan
Terapi penisilin sesuai dengan stadium sifilis perempuan hamil. Beberapa
pakar merekomendasikan terapi tambahan (misal dosis kedua benzatin

25
penisilin 2,4 juta unit im) 1 minggu setelah dosis inisial, terutama untuk
perempuan pada trisemester ketiga, dan untuk mereka yang menderita
sifilis sekunder selama kehamilan. Alergi penisilin: seorang perempuan
hamil dengan riwayat alergi penisilin harus diterapi dengan penisilin
setelah desensitisasi.
 Sifilis pada pasien yang terinfeksi virus HIV
← Sifilis primer dan sekunder: Benzatin penisilin 2,4 juta unit im. Pasien
yang alergi dengan penisilin harus didesensitisasi dan diberi terapi dengan
penisilin. Sifilis laten (pemeriksaan cairan serebrospinal normal): benzatin
penisilin G 7,2 juta unit dibagi dalam 3 dosis mingguan masing-masing
2,4 juta unit.
Tindak lanjut setelah terapi sifilis awal maka perlu diperiksa VDRL atau titer
reagen plasma cepat setiap 3 bulan selama 1 tahun (uji sebaiknya dikerjakan oleh
laboratorium yang sala). Titer harus turun empat kali dalam setahun. Jika tidak
maka diperlukan pengobatan kembali. Bila pasien telah terinfeksi lebih dari satu
tahun maka titer harus diikuti selama 2 tahun. Uij FTA-ABS yang spesifik akan
tetap positif selamanya2.

2.2.6 Chancroid (Ulkus Mole)


Definisi
Ulkus mole adalah penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat,
disebabkan oleh Streptobacillus ducrey (Haemophilus ducrey) dengan gejala
klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dengan
sering disertai pernahanan kelenjar getah bening regional.13,14
Gejala Klinis
Masa inkubasi berkisar antara 1-14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari.
Lesi kebanyakan multipel, jarang soliter, biasanya pada daerah genital, jarang
pada daerah ekstragenital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul, dalam 24-48
jam papula akan berubah menjadi pustul, kemudian mengalami erosi dan
ulserasi.13,14
Ulkus berukuran kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat indurasi,
berbetuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi halo
eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik, dasar ulkus berupa jaringan

26
granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi
pada wanita ialah labia, klitoris, fourchette, vestibuli, anus, dan serviks.13,14

Ulkus Mole pada wanita


Berdasarkan gambaran klinis dapat disingkirkan penyakit kelamin yang lain.
Sebagai pendukung diagnosis ialah:13,14
a. Pemeriksaan sediaan hapus
Bahan pemeriksaan diambil dari tepi ulkus yang bergaung, dibuat hapusan
pada gelas alas, kemudian dibuat pewarnaan Gram, Unna-Pappenhein, Wright
atau Giemsa. Basil biasanya didapatkan dalam kelompok kecil atau rantai yang
paralel dari 2 atau 3 organisme yang tersebar sepanjang untaian mukos. Gambar
ini diungkapkan sebagau school of fish atau railroadtrack. Organisme dapat
terlihat pada kira-kira 50% kasus.13
b. Biakan kuman
Bahan diambil dari pus bubo atau lesi kemudian ditanam pada pelat agar
khusus yang ditambahkan darah kelinci yang sudah didefibrinasi. Inkubasi
memerlukan waktu 48 jam. Medium yang mengandung gonococcal medium base,
ditambah dengan hemoglobin 1%, Iso-Witalex 1%, dan vankomisin 3 mcg/ml
akan mengurangi kontaminasi yang timbul.13,14

Pengobatan

27
Center of disease control (1998) merekomendasikan pengobatan chancroid
pengobatan chancroid dengan:13,14
1) Azythromycin 1 g PO dosis tunggal atau

2) Seftriakson 250 mg IM dosis tunggal atau

3) Siprofloksasin dosis 500 mg PO 2x sehari selama 3 hari atau

4) Eritromisin 500 mg 4x sehari selama 7 hari

2.2.7 Granuloma Inguinale


Definisi
Granuloma inguinale adalah suatu penyakit infeksi bakteri kronis/ destruktif
yang bersifat progresif, disertai pembentukan granuloma di kulit dan jaringan
subkutan di daerah genital dan perigenital, umumnya ditularkan melalui hubungan
seksual, disebabkan oleh Calymmatobacterium granulomatis, suatu bakteri gram
negatif dengan ukuran 1,5 x 0,7 mm, pleomorphic, berada dalam histiosit yang
berukuran 80-90 μm, bipolar densities, dan suatu kapsul sering terlihat,serta
nonmotil.13,14
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi pasti. Perkiraan berkisar antara 1-360 hari, 3-40 hari,14-28
hari, dan 17 hari. Lesi dapat dimulai pada daerah genitalia eksterna, paha, lipatan
paha, atau perineum. Pada permulaan penyakit ini berbentuk papul atau nodul
subkutan tunggal atau multipel yang tidak nyeri yang kemudian secara perlahan-
lahan menjadi ulkus granulomatosa berbentuk bulat, menimbul seperti blundru.
Gambaran klinis yang paling utama adalah lesi kulit yang fleshy, merah daging,
exuberant granulation tissue yang lunak, tanpa nyeri tekan dan mudah berdarah.
Gambaran klinis yang umum berupa lesi primer meluas perlahan melalui
penyebaran lansung; autoinkulasi, yang mengakibatkan lesi baru pada kulit yang
berdekatan (“Kissing” lesion).13,14
Daerah genital terkena 90% kasus dan daerah inguinal terkena 10%. Daerah
anatomi yang terkena dampak paling sering pada wanita adalah labia minora,
fourchette, dan kadang-kadang di leher rahim dan saluran kelamin bagian
atas.7,13,14

28
Pengobatan
Ulsers diobati tidak sembuh secara spontan . Sebaliknya akan memburuk
dengan waktu , dan pengobatan antibiotik yang lebih baik dimulai sejak dini .13,14

Azithromycin 500 mg 1x1 selama 1


Pertama
minggu
Doxycycline 100 mg 2x1 selama
minimal 3 minggu
Trimethoprim/sulfamethoxazole 800 mg atau 160 mg
2x1 selama 3 minggu
Kedua
Ciprofloxacin 750 mg 2x1 selama 3
minggu
Erytromycin 500 mg/oral 4x1
selama 3 minggu

Pasien harus melanjutkan pengobatan sampai semua gejala klinis terlihat


telah benar-benar sembuh . Spesimen biopsi Serial mungkin diperlukan . Jika
pasien tidak membaik dalam beberapa hari pertama pengobatan, penambahan
gentamisin 1 mg / kg intravena setiap 8 jam perlu dipertimbangkan .

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Obstetri William Edisi 23 Volume 1
2. Wiknjosastro,   H,   Saifuddin,   B,   Rachimhadi,   Trijatmo.   Radang   dan   Beberapa

penyakit lain pada alat genital wanita in Ilmu Kandungan. 2011. Edisi ketiga ,

Cetakan pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta
3. Schalkwyk J, Vancouver BC, Yudin MH, Toronto ON.  Sogc Clinical  Practice

Guideline.   Vulvovaginitis:   Screening   for   and   Management  of   Trichomoniasis,

Vulvovaginal   Candidiasis,  and   Bacterial   Vaginosis.   J   Obstet   Gynaecol   Can

2015;37(3):266–274
4. Sherrard   J,   Donders   G,   White   D  European   (IUSTI/WHO)   Guideline   on   the

Management   of   Vaginal   Discharge.   2011.   Diunduh   dari   http://www.iusti.org/

diakses 21 Maret 2016. 
5. Direktorat Jenral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes

RI.   Pedoman   Nasional   Penanggulangan   Infeksi   Menular   Seksual.   Kementrian

Kesehatan RI. Jakarta: 2011.
6. European Guideline for the Management of Pelvic Inflammatory Disease. 2012

Diunduh   dari

http://www.iusti.org/regions/europe/pdf/2012/PID_Treatment_Guidelines­

Europe2012v5.pdf diakses 21 Maret 2016.
7. Djuanda,   A.  2007.  Ilmu  penyakit   Kulit   dan  Kelamin,  Edisi  lima.  Bagian   Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI: Jakarta.
8. Wolf, K. 2008. Fitzpatrick’s in General Medicine Seventh Edition. Mc Graw Hill:

New York.
9. Listawan   Yulianto,   Indropo   Agusni,   Sunarko   Martodiharjo.  2005.  Pedoman

Diagnosis   dan   Terapi   Bag/SMF   Ilmu   Kulit   dan   Penyakit   Kelamin   Edisi   III.

Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
10. Murtiastutik,Dwi.2008.  Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.Surabaya. Airlangga

University Press.

30
11. Murtiastutik,Dwi,   dkk.   2011.  Atlas   Penyakit   Kulit   dan   Kelamin.   Edisi   II.

Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
12. Siregar,   Prof.Dr.R.S.Sp.KK.   2005.  Saripati   Penyakit   Kulit.  Edisi   II.   Jakarta.

Penerbit Buku Kedokteran.
13. Amiruddin,   Dali.   2004.  Penyakit   Menular   seksual.  Makassar:   Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal: 111­122. 
14. Murtiastitik, Dwi. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga

University Press. 

31
2.2 PEMERIKSAAN IVA

2.2.1 DEFINISI IVA

IVA   (inspeksi   visual   dengan   asam   asetat)   merupakan   cara   sederhana   untuk

mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin. IVA merupakan pemeriksaan leher rahim

(serviks)   dengan   cara   melihat   langsung   (dengan   mata   telanjang)   leher   rahim   setelah

memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3­5%.  Pemeriksaan IVA pertama kali

diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas leher rahim dengan kapas
 
yang   telah   dicelupkan   dalam   asam   asetat   3­   5%. Pemberian   asam   asetat   itu   akan

mempengaruhi   epitel   abnormal,   bahkan   juga   akan   meningkatkan   osmolaritas   cairan

ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari

intraseluler   sehingga   membran   akan   kolaps   dan   jarak   antar   sel   akan   semakin   dekat.

Sebagai   akibatnya,   jika   permukaan   epitel   mendapat   sinar,   sinar   tersebut   tidak   akan

diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan
 
berwarna   putih,   disebut   juga   epitel   putih   (acetowhite). Daerah   metaplasia   yang

merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah pemulasan dengan asam

asetat   tetapi   dengan   intensitas   yang   kurang   dan   cepat   menghilang.   Hal   ini

membedakannya dengan proses   prakanker  yang epitel  putihnya   lebih tajam  dan  lebih

lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi

protein  lebih  banyak.   Jika  makin  putih  dan  makin  jelas,   main  tinggi   derajat   kelainan

jaringannya.Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi

lesi tingkat pra kanker (high­Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66­

96% dan spesifitas 64­98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value)

dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masing­masing antara 10­20% dan

92­97%.1 

Pemeriksaan   IVA   merupakan   pemeriksaan   skrining   alternatif   dari   pap   smear

32
karena   biasanya   murah,   praktis,   sangat   mudah   untuk   dilaksanakan   dan   peralatan

sederhana serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.  Pada

pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah diberi

asam   asetat   3­5%   secara   inspekulo.   Setelah   serviks   diulas   dengan   asam   asetat,   akan

terjadi   perubahan   warna   pada   serviks   yang   dapat   diamati   secara   langsung   dan   dapat

dibaca sebagai normal atau abnormal. 1,2 Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk

dapat melihat perubahan­perubahan pada jaringan epitel. Serviks yang diberi larutan asam

asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar

50­60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran serviks

yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia). Lesi prakanker ringan/jinak

(NIS   1)   menunjukkan   lesi   putih   pucat   yang   bisa   berbatasan   dengan   sambungan

skuamokolumnar.  Lesi yang lebih parah (NIS 2­3 seterusnya) menunjukkan lesi putih

tebal   dengan   batas   yang   tegas,   dimana   salah   satu   tepinya   selalu   berbatasan   dengan

sambungan skuamokolumnar (SSK).3

2.2.2 TUJUAN IVA

Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan

dini terhadap kasus­kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada

leher rahim.

2.2.3 KEUNTUNGAN IVA

Menurut   (Nugroho.   2010:65)   keuntungan   IVA   dibandingkan   tes­tes   diagnosa

lainnya adalah :

33
1 Mudah, praktis, mampu laksana

2 Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan

3 Alat­alat yang dibutuhkan sederhana

4 Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana

Menurut (Emilia. 2010 :53) keuntungan IVA

1 Kinerja tes sama dengan tes lain

2 Memberikan   hasil   segera   sehingga   dapat   diambil   keputusan   mengenai

penatalaksanaannya

2.2.4 JADWAL IVA

Program Skrining Oleh WHO :1

­ Skrining pada setiap wanita minimal 1 x pada usia 35­40 tahun
­ Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35­55 tahun
­ Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35­55 tahun Ideal dan

optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25­60 tahun.
­ Skrining   yang   dilakukan   sekali   dalam   10   tahun   atau   sekali   seumur   hidup

memiliki dampak yang cukup signifikan.
­ Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun

dan, bila hasil negatif (­) adalah 5 tahun

2.2.5 SYARAT MENGIKUTI TEST IVA 1,4

­ Sudah pernah melakukan hubungan seksual
­ Tidak sedang datang bulan/haid
­ Tidak sedang hamil
­ 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

2.2.6 PELAKSANAAN SKRINING IVA 1,4

34
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat

sebagai berikut:

­ Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
­ Meja/tempat   tidur   periksa   yang   memungkinkan   pasien   berada   pada   posisi

litotomi.
­ Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
­ Spekulum vagina
­ Asam asetat (3­5%)
­ Swab­lidi berkapas
­ Sarung tangan

2.2.7 TEKNIK PEMERIKSAAN IVA

1. Sebelum   dilakukan   pemeriksaan,   pasien   akan   mendapat   penjelasan   mengenai

prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan sangat penting dalam

pemeriksaan ini.
2. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan

kaki melebar).
3. Vagina   akan   dilihat   secara   visual   apakah   ada   kelainan   dengan   bantuan

pencahayaan yang cukup.
4. Spekulum   (alat   pelebar)   akan   dibasuh   dengan   air   hangat   dan   dimasukkan   ke

vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher rahim.
5. Bila   terdapat   banyak   cairan   di   leher   rahim,   dipakai   kapas   steril   basah   untuk

menyerapnya.
6. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3­5% diteteskan ke

leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit, reaksinya pada leher rahim

sudah dapat dilihat.
7. Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih­putihan, kemungkinan positif

terdapat kanker. Asam asetat berfungsi menimbulkan dehidrasi sel yang membuat

penggumpalan   protein,   sehingga   sel   kanker   yang   berkepadatan   protein   tinggi

berubah warna menjadi putih.
8. Bila   tidak   didapatkan   gambaran   epitel   putih   padadaerah   transformasi   bearti

hasilnya negative.

35
2.2.8 INTEPRETASI PEMERIKSAAN IVA 1,3

Menurut   (Sukaca   E.   Bertiani,   2009)   Ada   beberapa   kategori   yang   dapat

dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:

1 IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.

2 IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip

serviks).

3 IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang

menjadi   sasaran   temuan   skrining   kanker   serviks   dengan   metode   IVA   karena

temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks­pra kanker (dispalsia ringan­sedang­

berat atau kanker serviks in situ).

4 IVA­Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium

kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker

serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB­IIA).

Salah satu kategori yang lain :

Negatif ­ tak ada lesi bercak putih (acetowhite

lesion)
­ bercak putih pada polip endoservikal

atau kista nabothi
­ garis   putih   mirip   lesi  acetowhite

pada sambungan skuamokolumnar
Positif 1 (+) ­ samar,   transparan,   tidak   jelas,

terdapat lesi bercak putih yang 
­ ireguler   pada   serviks­   lesi   bercak

putih yang tegas, membentuk sudut

(angular), 
­ geographic acetowhite lessions yang

terletak   jauh   dari   sambungan

36
skuamokolumnar

Positif 2 (++) ­ lesi  acetowhite  yang   buram,   padat

dan   berbatas   jelas   sampai   ke

sambungan skuamokolumnar
­ lesi  acetowhite  yang   luas,

circumorificial, berbatas tegas, tebal

dan padat
­ pertumbuhan   pada   leher   rahim

menjadi acetowhite 

37
2.2.9 PENATALAKSANAAN IVA

­ Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang

telah dipulas dengan larutan asam asetat 3­5%, jika ada perubahan warna atau

tidak   muncul   plak   putih,   maka   hasil   pemeriksaan   dinyatakan   negative.

Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih,

maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
­ Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati

dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2

ke   leher   rahim.   Sensivitasnya   lebih   dari   90%   dan   spesifitasinya   sekitar   40%

dengan   metode   diagnosis   yang   hanya   membutuhkan   waktu   sekitar   dua   menit

tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera

ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
­ Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada

suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel­sel pada area tersebut mati

dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel­sel baru yang sehat.
­ Kalau   hasil   dari   test   IVA   dideteksi   adanya   lesi   prakanker,   yang   terlihat   dari

adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya

perubahan   sel   akibat   infeksi   tersebut   baru   terjadi   di   sekitar   epitel.   Itu   bisa

dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,

penyakit   kanker   yang   disebabkan   human   papillomavirus   (HPV)   itu   tidak   jadi

berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

2.3 PEMERIKSAAN PAP SMEAR

2.3.1 DEFINISI  

Tes  Pap  Smear  adalah  pemeriksaan  sitologi  dari  serviks  dan  porsio untuk

melihat adanya perubahan atau keganasan pada  epitel  serviks  atau  porsio  (displasia)

sebagai  tanda  awal  keganasan serviks atau prakanker. Pap  Smear  merupakan  suatu

metode  pemeriksaan  sel­sel yang  diambil  dari  leher  rahim  dan  kemudian  diperiksa

38
di  bawah  mikroskop.  Pap  Smear  merupakan  tes  yang  aman  dan  murah  dan  telah

dipakai   bertahun­tahun   lamanya   untuk   mendeteksi   kelainan­kelainan   yang   terjadi

pada  sel­sel leher rahim. 

2.3.2 TUJUAN 

Tujuan tes pap smear adalah: 

­ Menemukan   sel­sel    yang    tidak    normal    dan   dapat    berkembang menjadi

kanker serviks. 
­ Alat untuk mendeteksi adanya gejala prakanker leher rahim  
­ Untuk  mengetahui  kelainan­kelainan  yang  terjadi  pada  sel­sel kanker leher

rahim. 
­ Mengetahui tingkat keganasan kanker serviks. 

2.3.3 MANFAAT  5

­ Pemeriksaan  Pap  Smear  berguna  sebagai  pemeriksaan penyaring  (skrining)

dan   pelacak   adanya   perubahan   sel   ke arah keganasan secara dini sehingga

kelainan prakanker dapat terdeteksi  serta  pengobatannya  menjadi  lebih  murah

dan mudah. 
­ Evaluasi   sitohormonal.   Penilaian     hormonal     pada     seorang     wanita     dapat

dievaluasi melalui  pemeriksaan  pap  smear  yang  bahan  pemeriksaanya  adalah

secret  vagina  yang  berasal  dari  dinding  lateral  vagina sepertiga bagian atas. 
­ Mendiagnosis   peradangan.   Peradangan     pada     vagina     dan     servik     pada

umumnya   dapat didiagnosa dengan pemeriksaan pap smear . Baik peradangan

akut maupun kronis.  
­ Identifikasi   organisme   penyebab   peradangan.   Pada   umumnya   organisme

penyebab peradangan pada vagina  dan  serviks,  sulit  diidentifikasi  dengan  pap

39
smear,  sehingga  berdasarkan  perubahan  yang  ada  pada  sel  tersebut,  dapat

diperkirakan organisme penyebabnya. 
­ Mendiagnosis   kelainan   prakanker   (displasia)   leher   rahim   dan kanker leher

rahim dini atau lanjut (karsinoma/invasif).
­ Memantau hasil terapi 

2.3.4 INDIKASI 5

Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes Pap smear : 

­ Setiap   6­12   bulan   untuk   wanita   yang  berusia   muda   sudah    menikah  aktivitas

seksualnya sangat tinggi. 
­ Setiap 6­12 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan  seksual atau pernah

menderita infeksi HIV atau kutil kelamin. 
­ Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun. 
­ Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB. 
­ Pap  smear  setahun  sekali  bagi  wanita  antara  umur  40­60 tahun. 
­ Sudah  2  kali  pap  smear  (­)  dengan  interval  3  tahun  dengan  catatan  bahwa

wanita  resiko  tinggi  harus  lebih  sering  menjalankan pap smear. 
­ Jika   hasil   pap   smear   menunjukkan   abnormal   sesering   mungkin     pap     smear

setelah  penilaian  dan  pengobatan  prakanker maupun kanker serviks. 

Berikut   ini   adalah   petunjuk   melakukan   skrining   dengan   Pap   smear   yang

dianjurkan  oleh lembaga­lemabaga  kanker  Amerika  (American  cancer  society /  ACS)

tahun 2012. Parameter  Rekomendasi ACS. Usia mulai skrining pada usia 21 tahun, tidak

memandang riwayat kehidupan seksualnya Interval skrining untuk kelompok usia 21­29

tahun 

2.3.5 SYARAT 2,5

­ Sebaiknya  datang  di  luar  menstruasi.    Lebih  baik  pada  2  minggu setelah

hari pertama menstruasi 

40
­ Selama   24   jam    sebelum    pemerikasaan   tidak   diperkenankan   melakukan

pencucian  atau  pembilasan  vagina  dan  memakai  bahan­bahan antiseptik pada

vagina. 
­ Penderita   paska   bersalin,   paska   operasi   rahim,   paska   radiasi   sebaiknya

datang 6­8 minggu kemudian. 
­ Penderita  yang  mendapatkan   pengobatan lokal  seperti  vagina  supostoria  atau

ovula sebaiknya dihentikan 1 minggu sebelum  pap smear. 
­ Tidak  melakukan  hubungan  seksual  selama  24  jam  sebelum pemeriksaan. 
­ Tidak menggunakan tampon 

2.3.6 TEKNIK PEMERIKSAAN 2,5

Persiapan pasien : 

­ Melakukan informent concent 
­ Menyiapkan tempat tidur ginekologi dan lampu sorot 
­ Menganjurkan pasien membuka pakaian bawah 
­ Menganjurkan   pasien   berbaring   di   tempat   tidur   ginekologi dengan posisi

litotomi 

Persiapan alat : 

­ Menyiapkan  perlengkapan/bahan  yang  diperlukan  seperti hanscun,  speculum

cocor  bebek,  spatula  ayre  yang  telah dimodifikasi, lidi kapas atau cytobrush,

kaca objek glass, botol khusus  berisi  alkohol  95%,  cytocrep  atau  hair  spray,

tampon   tang,   kasa   steril   pada   tempatnya,   waskom   berisi   larutan   klorin   0,5%,

tempat sampah. 

Pelaksanaan : 

­ Mencuci  tangan  dengan  sabun  dibawah  air  mengalir  dengan metode  tujuh

langkah  dan  mengeringkan  dengan  handuk kering dan bersih. 
­ Menggunakan handschoon steril. 

41
­ Melakukan vulva higyene. 
­ Memperhatikan  vulva  dan  vagina  apakah  ada  tanda­tanda infeksi. 
­ Memasang speculum dalam vagina. 
­ Masukkan  spatula  ayre  kedalam  mulut  rahim,  dengan  ujung spatula  yang

berbentuk   lonjong,   apus   sekret   dari   seluruh   permukaan   porsio   serviks

dengan   sedikit   tekanan   dengan mengerakkan spatel ayre searah jarum jam,

diputar melingkar 360º. 
­ Ulaskan   secret   yang   telah   diperoleh   pada   kaca   object   glass secukupnya,

jangan terlalu tebal dan jangan terlalu tipis. 

­ Fiksasi segera sediaan yang telah dibuat dengan cara : 
1. Fiksasi Basah
Fiksasi   basah   dibuat   setelah   sediaan   diambil,   sewaktu   secret   masih

segar  dimasukkan  kedalam  alkohol  95%.  Setelah difiksasi  selama  30  menit,

sediaan   dapat   diangkat   dan dikeringkan serta dikirim dalam keadaan kering

terfiksasi atau dapat   pula   sediaan   dikirim   dalam   keadaan   terendam   cairan

fiksasi didalam botol. 
2. Fiksasi kering 

Fiksasi kering dibuat setelah sediaan selesai diambil, sewaktu secret masih

segar     disemprotkan     cytocrep     atau     hair     spray     pada     object   glass     yang

mengandung asupan secret tersebut dengan jarak 10­15 cm dari kaca object glass,

42
sebanyak   2­4   kali   semprotkan.   Kemudian   keringkan     sediaan     dengan

membiarkannya  diudara  terbuka  selama 5­10  menit.  Setelah  kering  sediaan

siap   dikirimkan   ke   laboratorium sitologi untuk diperiksa bersamaan dengan

formulir permintaan. 

­ Bersihkan     porsio     dan     dinding     vagina     dengan     kasa     steril   dengan

menggunakan tampon tang. 
­ Keluarkan speculum dari vagina secara perlahan­lahan. 
­ Beritahu ibu bahwa pemeriksaan telah selesai dilakukan. 
­ Rendam   alat­alat   dan   melepaskan   sarung   tangan   (merendam dalam larutan

clorin 0,5%). 
­ Mencatat hasil tindakan. 

2.3.7 INTEPRETASI

Terdapat   banyak   sistem   dalam   menginterpretasikan   hasil   pemeriksaan Pap

Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem

Bethesda.  Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas yaitu :  

Kelas I    :  tidak ada sel abnormal (normal)  

Kelas II :  terdapat  gambaran  sitologi  atipik,  namun  tidak    ada  indikasi  adanya

keganasan. 

Kelas III   : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan dysplasia  ringan sampai

sedang 

Kelas IV    :   gambaran sitologi dijumpai  displasia berat. kanker   insitu, dimana

telah terdapat sel kanker tapi belum mencapai lapisan terdalam jaringan 

Kelas V    :  dugaan kanker invasif yang dapat menginfiltrasi dan merusak jaringan

sekitar (keganasan).  

43
Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika

Serikat pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Smear terdiri dari : 

­ CIN   I   merupakan   displasia   ringan   dimana   ditemukan   sel neoplasma pada

kurang dari sepertiga lapisan epitelium. 
­ CIN  II  merupakan  displasia  sedang  dimana  melibatkan  dua pertiga epitelium.
­ CIN  III  merupakan  displasia  berat  atau  karsinoma  in  situ  yang dimana telah

melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.  

Klasifikasi   Bethesda   pertama   kali   diperkenalkan   pada   tahun 1988. Setelah

melalui beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001,

sebagai berikut : 

­ Negatif dari lesi intraepitel dan malignansi  
­ Kelainan sel epitel : 
1. Sel skuamosa :  
­ Sel   skuamosa   atipikal   (ASC)   yang   tidak   terdeterminasi  secara

signifikan   (ASC­US)   atau   sel   skuamosa   atipikal   yang   tidak

menyingkirkan HSIL (ASC­H)  
­ Lesi   intraepitelial   skuamosa   derajat   rendah   (LSIL),   termasuk

human papillomavirus (HPV), displasia ringan dan CIN 1 
­ Lesi intraepitelial derajat tingggi (HSIL), termasuk displasia derajat

sedangan hingga berat, karsinoma in situ, CIN 2 dan CIN 3
­ Karsinoma sel skuamosa 

2. Sel Glandular :  
­ Sel   glandular   atipikal,   spesifik   endoservikal,   endometrial   atau

yang tidak terspesifikasikan (Not otherwise specified/NOS) 
­ Sel     endoservikal     atipikal,     cenderung     neoplastik,     spesifik

endoservikal ataupun NOS 
­ Adenokarsinoma endocervical in situ (AIS)  
­ Adenokarsinoma 

44
2.3.8 FAKTOR­FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 1,5

1. Pasien  
a. Umur 
Perubahan  sel­sel  abnormal  pada  leher  rahim  paling  sering ditemukan pada

usia   35­55   tahun   dan   memiliki   resiko   2­3   kali   lipat   untuk   menderita   kanker

serviks

b. Sosial ekonomi 
Karena ketidak mampuan melakukan pap smear secara rutin. 

c. Paritas 
Paritas   adalah   seseorang   yang   sudah   pernah   melahirkan. Paritas   dengan

jumlah   anak   lebih   dari   2   orang   atau   jarak   persalinan   terlampau   dekat

mempunyai   resiko   terhadap timbulnya perubahan sel­sel abnormal pada leher

rahim. 

d. Usia wanita saat nikah 
Usia     menikah     <20     tahun     mempunyai     resiko     lebih     besar     mengalami

perubahan  sel­sel  mulut  rahim.  Hal  ini  karena  pada saat usia muda sel­sel

rahim masih belum matang, 

2. Pemeriksa 
a. Cara pengambilan cairan yang tepat  
Pengambilan  cairan   dapat   terjadi   hal­hal   yang   tidak   diinginkan  yaitu  bisa

terjadi kegagalan skrining (15%), interpretasi (23%), dan angka positif palsu

(3­15%). 
b. Laboratorium 
­ Laboratorium gagal dalam mendeteksi sel abnormal.
­ Kegagalan dalam melaporkan kualitas cairan yang tidak memuaskan.

Laboratoriun tidak mau melakukan pengulangan. 
­ Cairan fiksasi tidak menggunakan alcohol 95%. 
­ Cairan terlalu kering dan tipis.
­ Petugas Laboratorium 
­ Cara petugas laboratorium tidak sesuai dengan prosedur. 
­ Reagen yang dipakai sudah kadaluarsa. 

45
­ Petugas tidak cakap dalam membacakan hasil pemeriksaan. 
­ Ketrampilan dan ketelitian petugas diragukan. 

DAFTAR PUSTAKA

46
1. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to

Essential Practice. Geneva : WHO, 2006.

2. Barzon  et al.Guidelines of the Italian Society for Virology on HPV testing and

vaccination for cervical cancer prevention. Infectious Agents and Cancer 2008

3:14 doi:10.1186/1750­9378­3­14

3. Jeronimo J, et al. Visual Inspection with acetic acid for cervical cancer screening

outside of low­resource settings. Pan Am J Public Health 17 (1),2005.

4. S.Sinta dkk. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV).

Jakarta : Javamedia Network

5. Samadi Priyanto .H. 2010. KANKER SERVIK. Yogyakarta : Tiga Kelana

47

Anda mungkin juga menyukai