PEMERIKSAAN PENUNJANG
Oleh :
Rizki Ismi Arsyad 1110313014
Preseptor :
Dr. Firman Abdullah, SpOG
0
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klitoris
2
Organ sensitif wanita utama ini merupakan badan erektil yang terdiri dari
glans, korpus, dan dua krura. Glans merupakan bagian yang kaya persarafan.
Badan klitoris mempunyai dua korpora kavernosa kemudian akan menyatu
dengan korpora spongiosa membentuk komisura di bawah permukaan ventralnya.
Vestibulum
Pada wanita dewasa dibatasi oleh garis Hart di sebelah lateral, permukaan
luar hymen disebelah medial, frenulum klitoris dibagian anterior, dan fourchette di
bagian posterior. Pada vestibulum vagina terdapat enam ostium : uretra, vagina,
dua duktus Bartholin, dan dua duktus Skene. Bagian posterior vestibulum vagina
diantra fourchette dan ostium vagina terdapat fosa navikulare yang biasa terlihat
hanya pada wanita nullipara.
Ostium vagina dan Hymen
Ostium vagina dikelilingi oleh hymen atau sisanya. Hymen adalah
membaran dengan berbagai ketebalan yang mengelilingi ostium vaginae secara
engkap atau sebagian. Terdiri dari jaringan ikat kolagen an elastik dan dilapis oleh
epitel gepeng berlapis.
Ostium uretra
Dua pertiga bawah ureetra terletak tepat diatas dinding anterior vagina.
Ostium terletak di garis tengah vestibulum, 1-1,5 cm di bawah arkus pubis dan
sedikit di atas ostium vagina.
Kelenjar vestibular
Terdiri dari sepasang kelenjar Bartholin dan sepasang kelenjar skene.
Bulbus Vestibular
b. Vagina
Vagina merupakan struktur muskulomembranosa berugae yang memanjang
dari vulva ke uterus dan terletak daiantara kandung kemih dan rektum. Di anterior
vagina dipisahkan dari traktus urinarius dengan jaringan ikat yang membentuk
septum vesiko-vaginal. Di posterior, dipisahkan dari traktus gastrointestinal
dengan septum rekto-vagina. Seperempat atas vagina dipisahkan dari rektum oleh
cul-de-sac Douglas. Pnjang vagina bervariasi tetapi umunya panjang dinding
anterior dan posterior vagina berturut-turut adalah 6-8 cm an 7-10 cm.
3
c. Perineum
Daerah antara tepi baawah vulva dengan tepi anus. Batas-batas otot
daifragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversusproffunda, m.constrictor urethra). Perineal body adaah
raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada
persainan, kadang perlu di potong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan
mencegah ruptur.
4
b. Selain itu persarafan sensorik tambahan yaitu dari n.illioinguinal (L1), n.
genitofemoral (L1 dan L2), n. cutaneus posterior
B. Genitalia Interna1
5
simpatik (pleksus iliaka interna, namun sebagian juga berasal dari sistem
serebrospinal dan parasimpatik (S2, S3, dan S4).
b. Serviks
Bagian terbawah uterus, terdiri dar pars vaginalis (berbatasan/menembus
dinding dalam vagina) dan pars supravaginais. Terdiri dari 3 komponen utama :
otot polos, jalinan jarngan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar
di dalam rongga vagina yaitu portio serviks dengan lubang ostium uteri eksternum
(luar, arah vagina) dilapisi eptel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium
uteri internum. Sebelum melahirkan lubng ostium eksternum bulat kecil, setelah
melahirkan berbeentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-
posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukoserviks menghasilkan lendir
getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan
larutan berbagai garam, peptida, dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir
serviks dipengaruhi siklus haid.
c. Tuba falopii/Salping
Sepasang tuba kiri-kanan , panjang 8-14 cm berfungsi sebagai jalan
transportasi ovum dariovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri dari tida
lapisan: serosa, muskularis (longutidina dan sirkular), serta mukosa dengan epitel
bersilia.
Tuba terdiri dari :
Pars isthmica
Pars ampularis
Pars infundibulum
d. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).
e. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval berbentuk oval, terletak didalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat an
jalan pembuluh darah dan saraf. Ovarium terdiri dari korteks an medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum,
siintesis dan sekresi hormon-hormon steroid. Berhubungan dengan pars
6
infundibulum tuba falopii melalui perekatan fimbriae menangkap ovum yang
dilepaskan saat ovulasi.
Ovarium terfiksir oleh ligamentum ovarii propium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan iat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta
abdominalis inferior terhadap arteri renalis.
flora mikroba, terutama terdiri dari Gramnegatif, Grampositif, anaerobik, dan spesies
fakultatif anaerob. Dominan flora norma vagina terdiri dari spesies Lactobacillus
fakultatif. Struktur bakteri adalah berbentuk batang, Grampositif yang memberi efek
protektif dalam vagina dengan memproduksi hidrogen peroksida, bakteriosin sehingga
berlebih dari patogen potensial yang menyebabkna penyakit. Sekret fisiologis atau
normal biasanya jernih atau putih, kental, dan menumpuk pada bagian forniks vagina.
Sekret vagina berisi sel sloughed vagina dan serviks epitel, sekresi endoserviks berlendir,
dan bakteri. PH cairan vagina yang normal pada wanita usia subur adalah antara 3,84,5.
Keputihan yang normal tidak menimbulkan gejala terbakar atau gatal.
7
Table 31 Lower Reproductive Tract Bacterial Flora
Species or Group of Organism
Aerobes
Grampositive
Lactobacillus spp
Diphtheroids
Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermidis
Group B Streptococcus
Enterococcus faecalis
Staphylococcus spp
Gramnegative
Escherichia coli
Klebsiella spp
Proteus spp
Enterobacter spp
Acinetobacter spp
Citrobacter spp
Pseudomonas spp
Anaerobes
Grampositive cocci
Peptostreptococcus spp
8
Clostridium spp
Grampositive bacilli
Lactobacillus spp
Propionibacterium spp
Eubacterium spp
Bifidobacterium spp
Gramnegative
Prevotella spp
Bacteroides spp
Bacteroides fragilis group
Fusobacterium spp
Veillonella spp
Yeast
Candida albicans and other spp
2.2.1 Vulvovaginitis3,4,5
A. Definisi
B. Jenis-jenis vulvovaginitis
a. Vulvovaginal candidiasis
Vulvovaginal candidiasis (VVC) sering terjadi pada wanita. Rata-rata 75%
wanita pernah mengalami VVC minimal sekali dalam hidupnya. Faktor risiko
terjadinya VVC adalah aktivitas seksual, penggunaan antibiotik sebelumnya,
kehamilan, oral seks dan kondisi imunosupresi seperti pasien HIV atau diabetes
melitus. Organisme penyebab tersering adalah Candida albicans, namun spesies
lain dari Candida sp. saat ini juga ditemukan sebagai penyebab VVC.
9
Tanda dan gejala VVC tanpa komplikasi adalah discharge putih
menggumpal seperti keju, gatal pada vulva dan vagina, nyeri, rasa panas terbakar,
kemerahan, dan atau edema. Disuria dan dispareunia bisa juga terjadi. VVC
dengan kompilkasi bisa terjad apabila adanya VVC rekuren (4 episode atau lebih
dalam periode 12 bulan). Kondisi ini biasanya dengan tampilan yang sangat parah
dan biasanya terjadi pada orang dengan imunosupresi (HIV dan atau diabetes
melitus). Pemeriksaan HIV diperlukan jika ada kecurigaan.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Temuan
discharge putih menggumpal seperti keju disertai dengan gatal cukup untuk
memikirkan adanya kandidiasis. Eritema dan edema semakin menguatkan ke arah
diagnosis. Pemeriksaan sekret vagina diperlukan untuk menilai pH, dan
mikroskopik. Whiff test biasanya negatif, pewarnaaan gram menunjukkan adanya
sel PMN, sel ragi dengan pseudohifa dan blastospora. Jika sudah berkomplikasi
dilakukan kultur sekret vagina untuk menentukan terapi yang tepat.
Terapi VVC dapat dilihat pada Tabel dibawah ini pada wanita hamil adalah
imidazole krim dan intravaginal ovules selama 14 hari. Hindari penggunaan
fluconazole oral pada wanita hamil trimester dua dan tiga karena meningkatkan
terjadinya tetralogy of Fallot.
Tabel pilihan terapi VVC 3
10
b. Trichomonas vaginalis
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa flagelata anaerobik yang
menempel ke sel epitel traktus urogenital. Kejadian infeksi T.vaginalis dilaporkan
3,1% pada populasi wanita usia reproduktif (14-49 tahun). 64-90% wanita
terinfeksi adalah asimtomatik dan menetap selama beberapa bulan sampai
bertahun-tahun. Gejalanya adalah discharge yang banyak berwarna kuning
kehijauan, dan berbusa. Selain itu gatal, disuria, vulvitisdan vaginitis, dan
dispareunia bisa terjadi. Terkadang bisa terbentuk strawberry cervix.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik disertai
hasil pemeriksaan mikroskopik ditemukan adanya protozoa yang bergerak pada
sampel sekret vagina. Sampel harus diperiksa dalam 10 menit setelah
pengambilan sampel.
11
Terapi yang diberikan adalah metronidazol oral 1x 2 gr atau 2x 500 mg
selama 7 hari. Jika belum ada perbaikan, berikan dengan dosis yang lebih tinggi
dan dberikan dalam waktu lebih lama. Atau berikan Tinidazol oral 1x 2 gr untuk
pasien dengan reesisten metronidazol. Lakukan terapi juga untuk pasangan.
Penggunaan metronidazol oral aman untuk wanita hamil.
c. Bacterial Vaginosis
Bacterial vaginosis merupakan infeksi polimikrobial yang menyebabkan
berkurangnya jumah lactobacillus sp dan meningkatnya kuman patogen di vagina.
Lactobacilli memproduksi hydrogen untuk mengatur keseimbangan ph asam di
sekitar vagina. Apabila kadar Lactobacilus kurang, produksi hydrogen berkurang,
Jenis-Jenis Vulvovaginitis
12
2.2.2 Servisitis2,5
Servisitis adalah peradangan pada serviks. Ditandai dengan adanya eksudat
endoserviks yang purulen atau mukopurulen di kanalis endoservikalis.
Servisitis dapat dibagi dua :
a. Servisitis non infeksi, dapat disebabkan oleh trauma lokal (iritasi
karena tampon dan alat kontrasepsi)
b. Servisitis infeksi, seperti infeksi Clamidya trachomatis dan Neisseria
gonorrhoea. Etiologi lainnya adalah T.vaginalis dan HSV.
Seringnya servisitis asimptomatik, jika menimbulkan gejala sering tidak
khas dan biasanya berupa discharge vagina, disuria, sering BAK, dan perdarahan
dalam siklus mens dan post koitus. Jika infeksi terjadi dalam waktu yang lama
akan terasa nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah.
Servisitis Klamidia trakomatis mengeluhkan keluhan keluar cairan vagina,
bercak darah, atau perdarahan pasca senggama. 30-50% penderita servisitis
trakomatis tidak bergejala. Pada pemeriksaan serviks akan tampak erosi dan
rapuh, disertai cairan mukopurulen berwarna kuning-hijau. Pewarnaan gram
memperlihatkan adanya PMN > 10 leukosit per lapang pandang. Terapi yang
dianjurkan adalah Azitromisin 1gr per oral (dosis tunggal) atau Doksisiklin 100
13
mg per oral 2x sehari selama 7 hari. Pasangan sex harus diobati juga. Alternatif
antibiotik lainnya aalah eritromisin 4x500 mg selama 7 hari atau eriromisin
etilsuksinan 4x800 mg selama 7 hari atau Ofloksasin 2x300 mg seama 7 hari atau
Levoflosasin 1x500 mg selama 7 hari.
Servisitis Gonorea didiagnosis dari hasil pemeriksaan pewarnaan gram
ditemukan diplokoki intraseluler dan ekstraseluler disertai dengan banyaknya
PMN. Selain itu kultur dengan agar coklat menjadi pilihan terbaik untuk
memastikan namun memakan waktu yang lama. Terapi anjuran adalah Seftriakson
125 mg i.m (dosis tunggal) atau Sefiksim 400 mg pr oral (dosis tunggal), atau
Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal), atau ofloksasin 400 mg per oral
(dosis tunggal) atau levofloksasin 250mg per oral (dosis tunggal).
14
Cairan serviks atau vagina tidak normal
Leukosit dalam jumlah yang banyak pada pemeriksaan sekret vagina
Kenaikan LED
Protein C- Reaktif meningkat
Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh Gonorea atau
C.trachomatis
c. Kriteria spesifik:
Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis
USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh berisi
cairran dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo-
ovarial atau daari doppler tampak hiperemia tuba
Hasil pemeriksaan laparaskopi yang menunjukkan PID
2.2.4 Gonore
Definisi
Gonore adalah suatu penyakit menular seksual yang bersifat akut dan
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae suatu kuman gram negatif berbentuk
seperti biji kopi dan letaknya dapat intra maupun ekstraseluler.7,9,10
15
Gonore merupakan penyakit kelamin yang pada permulaan keluar nanah
dari OUE ( Orifisium Uretra Eksternum ) sesudah melakukan hubungan
kelamin.12
Etiologi
Penyebab gonore adalah kuman gonokokus yang ditemukan oleh Neisser
pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Neisseria gonorrhoeae
adalah kokus gram negatif, diameter 0,6 sampai 1,5 μm, biasanya terlihat
berpasangan dengan sisi datar yang berdekatan. Organisme ini sering kali
ditemukan intraseluler dalam leukosit polimorfonuklear ( neutrofil ) dari bahan
eksudat pustular. Fimbriae, yang memainkan peranan yang penting pada proses
perlekatan, memanjang beberapa mikrometer dari permukaan sel.7
16
rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35
tahun pada populasi wanita pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia
15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata
tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000).7,10
Patofisiologi
Patogenesis
17
Kuman ini mempunyai pili dan beberapa protein permukaan, sehingga dapat
melekatpada sel epitel kolumner dan menuju ruang subepitelial. Dengan adanya
lipooligosakaridaakan menimbulkan invasi dan destruksi sel epitel mukosa dan
lapisan submukosa secara progresif, disertai dengan respons dari leukosit
polimorfonuklear yang hebat. Peradangan dandestruksi sel epitel tersebut
menimbulkan duh tubuh mukopurulen.7,10
Manifestasi Klinis
Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada, karena uretra pada
wanita selain pendek, juga kontak pertama pada cervix sehingga gejala yang
menonjol berupa servisitis dengan keluhan berupa keputihan. Karena gejala
keputihan biasanya ringan, seringkali disamarkan dengan penyebab keputihan
fisiologis lain, sehingga tidak merangsang penderita untuk berobat. Dengan
demikian wanita seringkali menjadi carrier dan akan menjadi
sumberpenularanyangtersembunyi.7,8,9,10
18
perihepatitis ( Fitz-Hugh-Curtis syndrome) bisa terjadi melalui penyebaran bakteri
keatas lewat peritoneum. 7,8,9,10
19
Gambar 2.8. Gonore pada pria dan wanita
Diagnosis
a. Anamnesa
a. Adanya coitus suspectus
b. Fellatio
c. Cunilingus
b. Pemeriksaan Fisik
Saluran Urogenital Bawah
Sekret mukopurulen atau purulen dari serviks
Sekret atau perdarahan dari vagina9,10,12
Saluran Urogenital Atas
PID (Pelvic Inflammatory Disease)
Nyeri abdomen bagian bawah dengan atau tanpa penyebaran rasa nyeri
Nyeri pada waktu serviks digerakkan
Nyeri tekan adneksa
Panas badan
Nyeri tekan abdomen bagian kanan atas9,10,12
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
20
Spesimen pada penderita servisitis gonore diambil dari endoserviks,
digunakan pada pemeriksaan Gram dan kultur.
Pengambilan duh tubuh endoserviks dilakukan denganmemakai alat
spekulum yang telah dibasahi air, kemudian dimasukkan kedalam vagina.
Swab (lidi kapas) steril dimasukkan kedalam kanalis servikalis sedalam 2-3
cm,kemudian swab diputar selama 10 detik dan diangkat.7,9,10
1. Sediaan Langsung ( Pengecatan Gram )
21
Gambar Pengecatan gram
2. Kultur
22
2.2.5 Sifilis2
Definisi
23
diobati akan masuk ke dalam fase laten selama berminggu-minggu bahkan selama
bertahun-tahun.
Pada awal fase laten sering muncul lesi infeksius yang berulang pada
selaput lendir. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan gejala
meningitis sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan
akhirnya timbul paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadangkala
berlangsung seumur hidup. Pada kejadian lain yang tidak dapat diramalkan, 5-20
tahun setelah infeksi terjadi lesi aorta yang sangat berbahaya (sifilis
kardiovaskuler) atau guma dapat muncul di kulit, saluran pencernaan tulang atau
pada permukaan selaput lendir.
Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal
pada saat mengandung bayinya dan ini sering sekali terjadi sedangkan
frekuensinya makin jarang pada ibu yang menderita stadium lanjut sifilis pada
saat mengandung bayinya. Infeksi pada janin dapat berakibat aborsi, stillbirth,
atau kematian bayi karena lahir prematur atau lahir dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) atau mati karena menderita penyakit sistemik. Infeksi congenital
dapat berakibat munculnya manifestasi klinis yang muncul kemudian berupa
gejala neurologis terserangnya SSP.
Cara Penularan
24
Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung. Sifilis infeksius
dari lesi awal kulit dan selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual
dengan penderita sifilis. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat jelas.
Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual. Penularan karena
mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis konginetal jarang sekali
terjadi. Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada dalam kandungan ibu
menderita sifilis.
Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor menderita sifilis pada
stadium awal. Penularan melalui barang-barang yang tercemar secara teoritis bisa
terjadi namun kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Petugas
kesehatan pernah dilaporkan mengalami lesi primer pada tangan mereka setelah
melakukan pemeriksaan penderita sifilis dengan lesi infeksius2.
25
penisilin 2,4 juta unit im) 1 minggu setelah dosis inisial, terutama untuk
perempuan pada trisemester ketiga, dan untuk mereka yang menderita
sifilis sekunder selama kehamilan. Alergi penisilin: seorang perempuan
hamil dengan riwayat alergi penisilin harus diterapi dengan penisilin
setelah desensitisasi.
Sifilis pada pasien yang terinfeksi virus HIV
← Sifilis primer dan sekunder: Benzatin penisilin 2,4 juta unit im. Pasien
yang alergi dengan penisilin harus didesensitisasi dan diberi terapi dengan
penisilin. Sifilis laten (pemeriksaan cairan serebrospinal normal): benzatin
penisilin G 7,2 juta unit dibagi dalam 3 dosis mingguan masing-masing
2,4 juta unit.
Tindak lanjut setelah terapi sifilis awal maka perlu diperiksa VDRL atau titer
reagen plasma cepat setiap 3 bulan selama 1 tahun (uji sebaiknya dikerjakan oleh
laboratorium yang sala). Titer harus turun empat kali dalam setahun. Jika tidak
maka diperlukan pengobatan kembali. Bila pasien telah terinfeksi lebih dari satu
tahun maka titer harus diikuti selama 2 tahun. Uij FTA-ABS yang spesifik akan
tetap positif selamanya2.
26
granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi
pada wanita ialah labia, klitoris, fourchette, vestibuli, anus, dan serviks.13,14
Pengobatan
27
Center of disease control (1998) merekomendasikan pengobatan chancroid
pengobatan chancroid dengan:13,14
1) Azythromycin 1 g PO dosis tunggal atau
28
Pengobatan
Ulsers diobati tidak sembuh secara spontan . Sebaliknya akan memburuk
dengan waktu , dan pengobatan antibiotik yang lebih baik dimulai sejak dini .13,14
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Obstetri William Edisi 23 Volume 1
2. Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan Beberapa
penyakit lain pada alat genital wanita in Ilmu Kandungan. 2011. Edisi ketiga ,
Cetakan pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta
3. Schalkwyk J, Vancouver BC, Yudin MH, Toronto ON. Sogc Clinical Practice
2015;37(3):266–274
4. Sherrard J, Donders G, White D European (IUSTI/WHO) Guideline on the
diakses 21 Maret 2016.
5. Direktorat Jenral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes
Kesehatan RI. Jakarta: 2011.
6. European Guideline for the Management of Pelvic Inflammatory Disease. 2012
Diunduh dari
http://www.iusti.org/regions/europe/pdf/2012/PID_Treatment_Guidelines
Europe2012v5.pdf diakses 21 Maret 2016.
7. Djuanda, A. 2007. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi lima. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI: Jakarta.
8. Wolf, K. 2008. Fitzpatrick’s in General Medicine Seventh Edition. Mc Graw Hill:
New York.
9. Listawan Yulianto, Indropo Agusni, Sunarko Martodiharjo. 2005. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kulit dan Penyakit Kelamin Edisi III.
Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
10. Murtiastutik,Dwi.2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.Surabaya. Airlangga
University Press.
30
11. Murtiastutik,Dwi, dkk. 2011. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi II.
Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair
12. Siregar, Prof.Dr.R.S.Sp.KK. 2005. Saripati Penyakit Kulit. Edisi II. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran.
13. Amiruddin, Dali. 2004. Penyakit Menular seksual. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal: 111122.
14. Murtiastitik, Dwi. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga
University Press.
31
2.2 PEMERIKSAAN IVA
2.2.1 DEFINISI IVA
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk
mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin. IVA merupakan pemeriksaan leher rahim
(serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah
memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 35%. Pemeriksaan IVA pertama kali
diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas leher rahim dengan kapas
yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3 5%. Pemberian asam asetat itu akan
ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari
intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat.
Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan
diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan
berwarna putih, disebut juga epitel putih (acetowhite). Daerah metaplasia yang
merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah pemulasan dengan asam
asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini
lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi
protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, main tinggi derajat kelainan
jaringannya.Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi
lesi tingkat pra kanker (highGrade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66
96% dan spesifitas 6498%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value)
dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masingmasing antara 1020% dan
9297%.1
32
karena biasanya murah, praktis, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan
sederhana serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi. Pada
pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah diberi
asam asetat 35% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan
terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat
dibaca sebagai normal atau abnormal. 1,2 Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk
dapat melihat perubahanperubahan pada jaringan epitel. Serviks yang diberi larutan asam
asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar
5060 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran serviks
yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia). Lesi prakanker ringan/jinak
(NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan
skuamokolumnar. Lesi yang lebih parah (NIS 23 seterusnya) menunjukkan lesi putih
tebal dengan batas yang tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan
sambungan skuamokolumnar (SSK).3
2.2.2 TUJUAN IVA
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan
dini terhadap kasuskasus yang ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada
leher rahim.
2.2.3 KEUNTUNGAN IVA
lainnya adalah :
33
1 Mudah, praktis, mampu laksana
2 Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan
3 Alatalat yang dibutuhkan sederhana
4 Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
Menurut (Emilia. 2010 :53) keuntungan IVA
1 Kinerja tes sama dengan tes lain
penatalaksanaannya
2.2.4 JADWAL IVA
Program Skrining Oleh WHO :1
Skrining pada setiap wanita minimal 1 x pada usia 3540 tahun
Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 3555 tahun
Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 3555 tahun Ideal dan
optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 2560 tahun.
Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun
dan, bila hasil negatif () adalah 5 tahun
2.2.5 SYARAT MENGIKUTI TEST IVA 1,4
Sudah pernah melakukan hubungan seksual
Tidak sedang datang bulan/haid
Tidak sedang hamil
24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
2.2.6 PELAKSANAAN SKRINING IVA 1,4
34
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat
sebagai berikut:
Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi
litotomi.
Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks
Spekulum vagina
Asam asetat (35%)
Swablidi berkapas
Sarung tangan
2.2.7 TEKNIK PEMERIKSAAN IVA
prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan sangat penting dalam
pemeriksaan ini.
2. Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan
kaki melebar).
3. Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan
pencahayaan yang cukup.
4. Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan dimasukkan ke
vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher rahim.
5. Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk
menyerapnya.
6. Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 35% diteteskan ke
leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit, reaksinya pada leher rahim
sudah dapat dilihat.
7. Bila warna leher rahim berubah menjadi keputihputihan, kemungkinan positif
terdapat kanker. Asam asetat berfungsi menimbulkan dehidrasi sel yang membuat
berubah warna menjadi putih.
8. Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah transformasi bearti
hasilnya negative.
35
2.2.8 INTEPRETASI PEMERIKSAAN IVA 1,3
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
1 IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
2 IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
3 IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena
temuan ini mengarah pada diagnosis Servikspra kanker (dispalsia ringansedang
berat atau kanker serviks in situ).
4 IVAKanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker
serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IBIIA).
Negatif tak ada lesi bercak putih (acetowhite
lesion)
bercak putih pada polip endoservikal
atau kista nabothi
garis putih mirip lesi acetowhite
pada sambungan skuamokolumnar
Positif 1 (+) samar, transparan, tidak jelas,
terdapat lesi bercak putih yang
ireguler pada serviks lesi bercak
putih yang tegas, membentuk sudut
(angular),
geographic acetowhite lessions yang
36
skuamokolumnar
sambungan skuamokolumnar
lesi acetowhite yang luas,
circumorificial, berbatas tegas, tebal
dan padat
pertumbuhan pada leher rahim
menjadi acetowhite
37
2.2.9 PENATALAKSANAAN IVA
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 35%, jika ada perubahan warna atau
Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih,
maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2
ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40%
dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit
tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera
ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada
suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga selsel pada area tersebut mati
dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh selsel baru yang sehat.
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya
perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa
dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,
penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi
berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.
2.3 PEMERIKSAAN PAP SMEAR
2.3.1 DEFINISI
Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk
melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia)
sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker. Pap Smear merupakan suatu
metode pemeriksaan selsel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa
38
di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan tes yang aman dan murah dan telah
pada selsel leher rahim.
2.3.2 TUJUAN
Tujuan tes pap smear adalah:
kanker serviks.
Alat untuk mendeteksi adanya gejala prakanker leher rahim
Untuk mengetahui kelainankelainan yang terjadi pada selsel kanker leher
rahim.
Mengetahui tingkat keganasan kanker serviks.
2.3.3 MANFAAT 5
Pemeriksaan Pap Smear berguna sebagai pemeriksaan penyaring (skrining)
kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih murah
dan mudah.
Evaluasi sitohormonal. Penilaian hormonal pada seorang wanita dapat
dievaluasi melalui pemeriksaan pap smear yang bahan pemeriksaanya adalah
secret vagina yang berasal dari dinding lateral vagina sepertiga bagian atas.
Mendiagnosis peradangan. Peradangan pada vagina dan servik pada
umumnya dapat didiagnosa dengan pemeriksaan pap smear . Baik peradangan
akut maupun kronis.
Identifikasi organisme penyebab peradangan. Pada umumnya organisme
penyebab peradangan pada vagina dan serviks, sulit diidentifikasi dengan pap
39
smear, sehingga berdasarkan perubahan yang ada pada sel tersebut, dapat
diperkirakan organisme penyebabnya.
Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher
rahim dini atau lanjut (karsinoma/invasif).
Memantau hasil terapi
2.3.4 INDIKASI 5
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes Pap smear :
Setiap 612 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah aktivitas
seksualnya sangat tinggi.
Setiap 612 bulan untuk wanita yang berganti ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HIV atau kutil kelamin.
Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun.
Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
Pap smear setahun sekali bagi wanita antara umur 4060 tahun.
Sudah 2 kali pap smear () dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa
wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan pap smear.
Jika hasil pap smear menunjukkan abnormal sesering mungkin pap smear
setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker serviks.
Berikut ini adalah petunjuk melakukan skrining dengan Pap smear yang
tahun 2012. Parameter Rekomendasi ACS. Usia mulai skrining pada usia 21 tahun, tidak
memandang riwayat kehidupan seksualnya Interval skrining untuk kelompok usia 2129
tahun
2.3.5 SYARAT 2,5
Sebaiknya datang di luar menstruasi. Lebih baik pada 2 minggu setelah
hari pertama menstruasi
40
Selama 24 jam sebelum pemerikasaan tidak diperkenankan melakukan
pencucian atau pembilasan vagina dan memakai bahanbahan antiseptik pada
vagina.
Penderita paska bersalin, paska operasi rahim, paska radiasi sebaiknya
datang 68 minggu kemudian.
Penderita yang mendapatkan pengobatan lokal seperti vagina supostoria atau
ovula sebaiknya dihentikan 1 minggu sebelum pap smear.
Tidak melakukan hubungan seksual selama 24 jam sebelum pemeriksaan.
Tidak menggunakan tampon
2.3.6 TEKNIK PEMERIKSAAN 2,5
Persiapan pasien :
Melakukan informent concent
Menyiapkan tempat tidur ginekologi dan lampu sorot
Menganjurkan pasien membuka pakaian bawah
Menganjurkan pasien berbaring di tempat tidur ginekologi dengan posisi
litotomi
Persiapan alat :
Menyiapkan perlengkapan/bahan yang diperlukan seperti hanscun, speculum
cocor bebek, spatula ayre yang telah dimodifikasi, lidi kapas atau cytobrush,
kaca objek glass, botol khusus berisi alkohol 95%, cytocrep atau hair spray,
tampon tang, kasa steril pada tempatnya, waskom berisi larutan klorin 0,5%,
tempat sampah.
Pelaksanaan :
Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dengan metode tujuh
langkah dan mengeringkan dengan handuk kering dan bersih.
Menggunakan handschoon steril.
41
Melakukan vulva higyene.
Memperhatikan vulva dan vagina apakah ada tandatanda infeksi.
Memasang speculum dalam vagina.
Masukkan spatula ayre kedalam mulut rahim, dengan ujung spatula yang
diputar melingkar 360º.
Ulaskan secret yang telah diperoleh pada kaca object glass secukupnya,
jangan terlalu tebal dan jangan terlalu tipis.
Fiksasi segera sediaan yang telah dibuat dengan cara :
1. Fiksasi Basah
Fiksasi basah dibuat setelah sediaan diambil, sewaktu secret masih
segar dimasukkan kedalam alkohol 95%. Setelah difiksasi selama 30 menit,
fiksasi didalam botol.
2. Fiksasi kering
Fiksasi kering dibuat setelah sediaan selesai diambil, sewaktu secret masih
segar disemprotkan cytocrep atau hair spray pada object glass yang
mengandung asupan secret tersebut dengan jarak 1015 cm dari kaca object glass,
42
sebanyak 24 kali semprotkan. Kemudian keringkan sediaan dengan
membiarkannya diudara terbuka selama 510 menit. Setelah kering sediaan
formulir permintaan.
menggunakan tampon tang.
Keluarkan speculum dari vagina secara perlahanlahan.
Beritahu ibu bahwa pemeriksaan telah selesai dilakukan.
Rendam alatalat dan melepaskan sarung tangan (merendam dalam larutan
clorin 0,5%).
Mencatat hasil tindakan.
2.3.7 INTEPRETASI
Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem
Bethesda. Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas yaitu :
Kelas I : tidak ada sel abnormal (normal)
Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya
keganasan.
sedang
telah terdapat sel kanker tapi belum mencapai lapisan terdalam jaringan
Kelas V : dugaan kanker invasif yang dapat menginfiltrasi dan merusak jaringan
sekitar (keganasan).
43
Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika
Serikat pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Smear terdiri dari :
kurang dari sepertiga lapisan epitelium.
CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.
CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.
melalui beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001,
sebagai berikut :
Negatif dari lesi intraepitel dan malignansi
Kelainan sel epitel :
1. Sel skuamosa :
Sel skuamosa atipikal (ASC) yang tidak terdeterminasi secara
menyingkirkan HSIL (ASCH)
Lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah (LSIL), termasuk
human papillomavirus (HPV), displasia ringan dan CIN 1
Lesi intraepitelial derajat tingggi (HSIL), termasuk displasia derajat
sedangan hingga berat, karsinoma in situ, CIN 2 dan CIN 3
Karsinoma sel skuamosa
2. Sel Glandular :
Sel glandular atipikal, spesifik endoservikal, endometrial atau
yang tidak terspesifikasikan (Not otherwise specified/NOS)
Sel endoservikal atipikal, cenderung neoplastik, spesifik
endoservikal ataupun NOS
Adenokarsinoma endocervical in situ (AIS)
Adenokarsinoma
44
2.3.8 FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI 1,5
1. Pasien
a. Umur
Perubahan selsel abnormal pada leher rahim paling sering ditemukan pada
usia 3555 tahun dan memiliki resiko 23 kali lipat untuk menderita kanker
serviks
b. Sosial ekonomi
Karena ketidak mampuan melakukan pap smear secara rutin.
c. Paritas
Paritas adalah seseorang yang sudah pernah melahirkan. Paritas dengan
jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan terlampau dekat
rahim.
d. Usia wanita saat nikah
Usia menikah <20 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami
perubahan selsel mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia muda selsel
rahim masih belum matang,
2. Pemeriksa
a. Cara pengambilan cairan yang tepat
Pengambilan cairan dapat terjadi halhal yang tidak diinginkan yaitu bisa
terjadi kegagalan skrining (15%), interpretasi (23%), dan angka positif palsu
(315%).
b. Laboratorium
Laboratorium gagal dalam mendeteksi sel abnormal.
Kegagalan dalam melaporkan kualitas cairan yang tidak memuaskan.
Laboratoriun tidak mau melakukan pengulangan.
Cairan fiksasi tidak menggunakan alcohol 95%.
Cairan terlalu kering dan tipis.
Petugas Laboratorium
Cara petugas laboratorium tidak sesuai dengan prosedur.
Reagen yang dipakai sudah kadaluarsa.
45
Petugas tidak cakap dalam membacakan hasil pemeriksaan.
Ketrampilan dan ketelitian petugas diragukan.
DAFTAR PUSTAKA
46
1. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to
Essential Practice. Geneva : WHO, 2006.
2. Barzon et al.Guidelines of the Italian Society for Virology on HPV testing and
vaccination for cervical cancer prevention. Infectious Agents and Cancer 2008
3:14 doi:10.1186/17509378314
3. Jeronimo J, et al. Visual Inspection with acetic acid for cervical cancer screening
outside of lowresource settings. Pan Am J Public Health 17 (1),2005.
4. S.Sinta dkk. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV).
Jakarta : Javamedia Network
5. Samadi Priyanto .H. 2010. KANKER SERVIK. Yogyakarta : Tiga Kelana
47