Anda di halaman 1dari 41

1

SKENARIO 2
Wanita 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan massa pada leher,
berbenjol-benjol dirasakan sejak 3 bulan lalu. Benjolan dirasakan semakin
membesar, berat badan menurun. Dua minggu terakhir timbul benjolan serupa
pada lipatan paha dan ketiak.

KATA KUNCI
1. Wanita 45 tahun
2. Massa pada leher berbenjol sejak 3 bulan lalu
3. Berat badan menurun
4. Perkembangan benjolan cepat
5. 2 minggu terakhir timbul benjolan pada paha dan ketiak

PERTANYAAN
1. Jelaskan Anatomi dan Histologi organ-organ yang menyebabkan benjolan
pada leher !
2. Sebutkan Factor-faktor yang menyebabkan massa pada leher!
3. Bagaimana Mekanisme benjolan pada leher!
4. Apa Penyebab berat badan menurun!
5. Sebut dan jelaskan Diferensial Diagnosis dari skenario !
6. Bagaimana Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis!
7. Jelaskan Anamnesis tambahan yang diperlukan !

2

1. ANATOMI KELENJAR LIMFE DI LEHER

3

Gugusan superficialis berjalan mengikuti vena superficialis dan gugusan
profunda berjalan mengikuti arteria atau seringkali mengikuti vena profunda.
Gugusan superficialis membentuk suatu lingkaran pada perbatasan leher dan
kepala dinamakan lingkaran pericervicalis atau cervical Collar, meliputi l.n
occipitalis, l.n mastoideus, (l.n. retro auricularis), l.n.preauricularis (l.n.
paratideus superficialis), l.n.paratideus profundus, l.n. submandibularis dan
l.n.submentalis.
L.N Occipitalis Terletak pada serabut-serabut cranialis M.Trapezius, oleh V.
Occipitalis, kira-kira 2,5 cm di sebelah infero-lateralis inion. Menerima aliran
limfe dari bagian belakang kepala dan mengirimkannya kepada lymphonodi
cervicales profundi dengan melewati bagian profunda M.Sternocleidomastoideus.
L.n.pre-auricularis terletak pada glandula parotis sepanjang vena temporalis
superficialis dan vena facialis transversa. Menerima pembuluh afferen dan kepala,
auricula, palpebra dan pipi. Dan mengirim pembuluh afferent menuju
l.n.cervicalis superficialis.
L.N.Submentalis berada diantara kedua venter anterior m.digasticus, pada
permukaan inferior dari m.mylohyoideus, membawa limfe dari lidah bagian
tengah (juga apex lingua) dan dari labium inferius.
L.n.submandibularis biasanya dikelompokkan pada gugusan superficialis,
meskipun membawa drainase dari lidah dan glandula submandibulare.
Lymphonodus ini terletak pada vena facialis di sebelah caudal dari mandibula,
dimana vena ini menerima v.retromandibularis, pembuluh efferen membawa
aliran limfe menuju l.n.cervicalis profundus pars cranialis.
Masih ada limfonodus lainnya yaitu l.n.facialis yang merupakan perluasan
ke cranialis dari l.n.submandibularis dengan mengikuti vena facialis, berada pada
fascies.
L.n. cervicalis anterior berada sepanjang v.jugularis anterior, menerima
limfe dari bagian tengah (linea mediana) leher dan mengalirkan limfenya menuju
ke l.n.cervicalis profundus gugusan ini dapat dianggap menerima afferen dari
l.n.submentalis.
L.n.cervicalis superficialis berada sepanjang v.jugularis eksterna. Menerima
aliran limfe dari kulit pada angulus mandibulae, regio parotis bagian caudal dan
telinga, dan membawa aliran limfenya menuju l.n.cervicalis profundus. Semua
limfonodi akan memberi aliran limfenya kepada l.n.cervicalis profundus. Dimana
4

gugusan superficial dan gugusan profunda terdapat gugusan intermedis, yang
terdiri atas
L.n.infrahyoideus yang berada pada membrana thyreohyoidea, menerima
afferen yang berjalan bersama-sama dengan a.laryngea superior dan
berasal dari larynx dibagian cranialis plica vocalis.
L.n.prelaryngealis yang berada pada ligamentum cricothyreoideum,
menerima limfe dari larynx di bagian cranialis plica vocalis, berada pada
vasa thyroidea superior.
L.n.parathrachealis yang berada pada celah di antara trachea dan
oesophagus. Menerima lymfe dari glandula thyroidea dan struktur
disekitarnya, pembuluh efferennya mengikuti casa thyroidea inferior
menuju ke l.n.cervicalis profundus (dan l.n.mediastinalis superior).
L.n cervicalis profundus terletak di sebelah profunda
m.sternocleidomastoideus sepanjang carotid sheath. Terdiri atas banyak
limfonodus, berada pada vena jugularis interna, mulai dari basis cranii sampai di
sebelah cranialis clavicula dan dibagi oleh venter inferior m.omohyoideus menjadi
gugusan superior dan gugusan inferior.
Gugusan superior atau l.n.cervicalis profundus pars superior tgerletak di
sebelah cranialis catrilago throidea, menerima afferen dari cavum cranii, regio
pterygoidea, l.n.parotideus dan l.n.submandibularis, radix lingua, pers cranio-
lateralis glandula thyroidea, larynx dan pharynx bagian caudal. Mengirimkan
efferennya menuju l.n.cervicalis profundus pars inferior. Terdapat perluasan dari
l.n.cervicalis profundus pars superior menuju ke arah medial membentuk
l.n.retropharyngealis (berada dalam spatium retrofaringeum), menerima limfe
dari nasofaring, tuba auditoria dan dari vertebra cervicalis, mengirimkan limfenya
menuju kepada l.n.cervicalis profundus pars superior dengan mengikuti vena
faringealis. l.n.cervicalis profundus pars superior dan juga dari l.n.cervicalis
superficialis, pars caudalis glandula tiroidea, larings bagian caudal, trakea pars
cervicalis dan oesophagus. Pembuluh-pembuluh efferen membentuk sebuah
pembuluh besar ()jugular trunk dan bermuara ke dalam ductus thoracicus (bagian
kiri) serta ductus lymphaticus dexter (bagian kanan).
Pada tempat persilangan antara m.digastricus dan vena jugularis interna
terdapat l.njuguladigastricus. Gugusan limfonodus yang terletak di sebelah
cranialis venter inferior m.omohyoideus pada saat otot ini menyilangi v.jugularis
interna membentuk l.n.juguomohyoideus.
5



Limfatikus
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk
pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari
pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe
akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh
limfe yang melewatinya.
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat
membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka
apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengawasi
antigen tersebut sehingga KGB membesar. Pembesaran KGB dapat berasal dari
penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KGB itu sendiri seperti
6

limfosit, sel plasma, monosit, dan histiosit atau datangnya sel-sel radang
(neutrofil) untuk mengatasi infeksi di KGB (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas
atau timbunan penyakit metabolit (gaucher disease).

2. Mekanisme Timbulnya Benjolan Pada Leher
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya benjolan pada leher
seperti trauma, infeksi, hormon, neoplasma, dan kelainan herediter. Faktor-faktor
ini bekerja dengan caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal
yang perlu ditekankan adalah tidak selamanya benjolan pada leher timbul karena
kelainan yang ada pada leher. Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari
kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah
itu kelenjar paratiroid, tiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari
struktur jaringan lain seperti lemak , otot, dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher emlalaui
beberapa cara diantaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri
langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang
timbul sebagai efek imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan
KGB.
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak
menyerupai mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi
sekunder pada umumnya tidak menyebabkan pembesaran KGB.
7

Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan trauma dan reaksi imun,
maka otomatis sel0sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya
sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan
mengeluarkan mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokinn
berupa IL-2, IL-6, dll. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan
menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta
pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitar sehingga menimbulkan benjolan pada
daerah terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh baik, sel-sel
pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya
memusnahkan agen infeksius sedangkan agen ifeksius itu sendiri berupaya untuk
menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosi agar bisa mendapatkan nutrisi.
Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran KGB karena
bekerja keras memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang
mengalami kerusakan dan agen ifeksius yang masuk agar tidak menyebar ke
organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di
otot, sel limfoid, tulang maupun kelencar secara umum hampir sama. Awalnya
terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga
diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan
fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi
mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak
terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan.
Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-
adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma
maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.


8

3. Differensial Diagnosa dari Skenario :
A. PENYAKIT HODGKIN (LIMFOMA HODGKIN)
DEFINISI
Limfoma adalah suatu kanker (keganasan) dari sistem limfatik (getah bening).
Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih yang disebut
limfosit melalui suatu jaringan dari saluran tubuler (pembuluh getah bening) ke
seluruh jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini
merupakan suatu kumpulan limfosit dalam nodus limfatikus yang disebut kelenjar
getah bening.
Limfosit yang ganas (sel limfoma) dapat bersatu menjadi kelenjar getah
bening tunggal atau dapat menyebar di seluruh tubuh, bahkan hampir di semua
organ.
Dua tipe utama dari limfoma adalah Limfoma Hodgkin (yang lebih sering
disebut Penyakit Hodgkin) dan Limfoma Non Hodgkin. Limfoma Burkitt dan
mikosis fungoides termasuk ke dalam jenis Limfoma Non Hodgkin.
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang
dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Stenberg,
yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop.
Sel Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar
dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari
jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
Penyakit Hodgkin diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan
karakteristik dasar jaringan yang terlihat dibawah mikroskop.

Jenis Penyakit Hodgkin
Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian
Perjalanan
Penyakit
Limfosit
Predominan
Sel Reed-Stenberg sangat
sedikit tapi ada banyak
limfosit
3% dari kasus Lambat
9

Sklerosis
Noduler
Sejumlah kecil sel Reed-
Stenberg & campuran sel
darah putih lainnya; daerah
jaringan ikat fibrosa
67% dari kasus Sedang
Selularitas
Campuran
Sel Reed-Stenberg dalam
jumlah yang sedang &
campuran sel darah putih
lainnya
25% dari kasus Agak cepat
Deplesi
Limfosit
Banyak sel Reed-Stenberg &
sedikit limfosit jaringan ikat
fibrosa yang berlebihan
5% dari kasus Cepat

PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa
penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr. Penyakit ini tampaknya
tidak menular.
Di Amerika, 6000-7000 kasus baru dari penyakit Hodgkin terjadi setiap
tahunnya. Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa
muncul pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10 tahun. Paling
sering ditemukan pada usia diantara 15-34 tahun dan diatas 60 tahun.
GEJALA
Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami
pembesaran kelenjar getah bening, paling sering di leher,tapi kadang-kadang di
ketiak dan pangkal paha. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut
bisa menimbulkan nyeri dalam beberapa jam setelah penderita meminum alkohol
dalam jumlah yang banyak.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening berada jauh di dalam dada atau
perut, yang biasanya tidak nyeri dan ditemukan secara tidak terduga pada
pemeriksaan rontgen dada atau CT scan untuk keperluan lain.
Gejala lainnya adalah demam, berkeringat di malam hari dan penurunan
berat badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu
tubuh meinggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di
10

bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul
berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
Gejala dari Penyakit Hodgkin
Gejala Penyebab
Berkurangnya jumlah sel darah merah
(menyebabkan anemia, sel darah putih &
trombosit kemungkinan nyeri tulang
Limfoma sedang menyebar ke
sumsum tulang
Hilangnya kekuatan otot suara serak
Pembesaran kelenjar getah
bening menekan saraf di
tulang belakang atau saraf pita
suara
Sakit kuning (jaundice
Limfoma menyumbat aliran
empedu dari hati
Pembengkakan wajah, leher & alat gerak
atas
(sindroma vena kava superior)
Pembesaran kelenjar getah
bening menyumbat aliran
darah dari kepala ke jantung
Pembengkakan tungkai dan kaki
Limfoma menyumbat aliran
getah bening dari tungkai
Keadaan yang menyerupai pneumonia
Limfoma menyebar ke paru-
paru
Berkurangnya kemampuan untuk
melawan infeksi & meningkatnya
kecenderungan mengalami infeksi karena
jamur & virus
Penyakit sedang menyebar

DIAGNOSA
Pada penyakit Hodgkin, kelenjar getah bening biasanya membesar secara
perlahan dan tidak menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi. Jika pembesaran ini
berlangsung selama lebih dari 1 minggu, maka akan dicurigai sebagai penyakit
Hodgkin, terutama jika disertai demam, berkeringat di malam hari dan penurunan
berat badan.
Kelainan dalam hitung jenis sel darah dan pemeriksan darah lainnya bisa
memberikan bukti yang mendukung. Tetapi untuk menegakkan diagnosis, harus
11

dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena, untuk menemukan
adanya sel Reed-Sternberg.

Stadium Penyakit Hodgkin.

Sebelum pengobatan dimulai, harus ditentukan luasnya penyebaran limfoma
atau stadium dari penyakit ini. Penyakit ini dikelompokkan menjadi 4 stadium
berdasarkan penyebaran dan gejalanya.
Pemilihan pengobatan dan prognosisnya tergantung kepada stadium
penyakit ini.
Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B
(adanya) satu atau lebih dari gejala berikut:
demam yang penyebabnya tidak diketahui (lebih dari 37,8? Celsius selama
3 hari berturut-turut)
keringat malam
penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya sebanyak lebih
dari 10% berat badan sebelumnya dalam waktu 6 bulan.

Beberapa prosedur digunakan untuk menentukan stadium dan menilai
penyakit Hodgkin:
1. Pemeriksaan rontgen dada membantu menemukan adanya pembesaran
kelenjar di dekat jantung
2. Limfangiogram bisa menggambarkan kelenjar getah bening yang jauh di
dalam perut dan panggul
3. CT scan lebih akurat dalam menemukan pembesaran kelenjar getah bening
atau penyebaran limfoma ke hati dan organ lainnya
4. Skening gallium bisa digunakan untuk menentukan stadium dan menilai
efek dari pengobatan
5. Laparatomi (pembedahan ntuk memeriksa perut) kadang diperlukan untuk
melihat penyebaran limfoma ke perut.

Stadium & Prognosis Penyakit Hodgkin

Stadium Penyebaran penyakit
Kemungkin untuk sembuh
(angka harapan hidup
12

selama 15 tahun tanpa
penyakit lebih lanjut)
I
Terbatas ke kelenjar getah bening
dari satu bagian tubuh (misalnya
leher bagian kanan)
Lebih dari 95%
II
Mengenai kelenjar getah bening
dari 2 atau lebih daerah pada sisi
yang sama dari diafragma, diatas
atau dibawahnya (misalnya
pembesaran kelenjar getah bening
di leher dan ketiak)
90%
III
Mengenai kelenjar getah bening
diatas & dibawah diafragma
(misalnya pembesaran kelenjar
getah bening di leher dan
selangkangan)
80%
IV
Mengenai kelenjar getah bening
dan bagian tubuh lainnya (misalnya
sumsum tulang, paru-paru atau hati
60-70%


PENGOBATAN
Dua jenis pengobatan yang efektif untuk penyakit Hodgkin adalah terapi
penyinaran dan kemoterapi. Dengan salah satu atau kedua pengobatan tersebut,
sebagian besar penderita bisa disembuhkan.
Terapi penyinaran sendiri menyembuhkan sekitar 90% penderita stadium I
atau II. Pengobatan biasanya dilakukan selama 4-5 minggu, penderita tidak perlu
dirawat.
Penyinaran ditujukan kepada daerah yang terkena dan kelenjar getah bening
di sekitarnya. Kelenjar getah bening di dada yang sangat membesar diobati
dengan terapi penyinaran yang biasanya mendahului atau mengikuti kemoterapi.
Dengan pendekatan ini, 85% penderita bisa disembuhkan.
Pengobatan untuk stadium III bervariasi, tergantung kepada keadaan. Jika
tanpa gejala, kadang terapi penyinaran saja sudah mencukupi. Tetapi hanya 65-
13

75% penderita yang sembuh. Penambahan kemoterapi akan meningkatkan
kemungkinan untuk sembuh sampai 75-80%.
Jika pembesaran kelenjar getah bening disertai dengan gejala lainnya, maka
digunakan kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran. Angka kesembuhan
berkisar diantara 70-80%.
Pada stadium IV digunakan kombinasi dari obat-obat kemoterapi. Dua
kombinasi tradisional adalah:
MOPP (mekloretamin, vinkristin/onkovin, prokarbazin dan prednison)
ABVD (doksorubisin/adriamisin, bleomisin, vinblastin dan dakarbazin).
Setiap siklus kemoterapi berlangsung selama 1 bulan, dengan waktu
pengobatan total adalah 6 bulan atau lebih.
Bisa juga digunakan kombinasi obat lainnya. Pengobatan ini memberikan
angka kesembuhan lebih dari 50%.
Kemoterapi memiliki efek samping yang serius, yaitu bisa menyebabkan:
kemandulan sementara atau menetap
meningkatnya kemungkinan menderita infeksi
kerontokan rambut yang bersifat sementara.
Leukemia dan kanker lainnya terjadi pada beberapa penderita dalam 5-10
tahun atau lebih setelah pemberian kemoterapi atau terapi penyinaran atau
keduanya.
Penderita yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi penyinaran atau
kemoterapi atau yang membaik tapi kemudian kambuh kembali dalam 6-9 bulan,
memiliki harapan hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita yang
mengalami kekambuhan dalam 1 tahun atau lebih setelah terapi awal.
Kemoterapi lebih lanjut yang dikombinasikan dengan terapi penyinaran
dosis tinggi dan pencangkokan sumsum tulang atau sel stem darah, bisa menolong
penderita tersebut.
Kemoterapi dosis tinggi yang dikombinasikan dengan pencangkokan
sumsum tulang memiliki resiko tinggi terhadap infeksi, yang bisa berakibat fatal.
Tetapi sekitar 20-40% penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang
terbebas dari penyakit Hodgkin selama 3 tahun atau lebih dan bisa sembuh. Hasil
14

terbaik bisa dicapai pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dengan
keadaan kesehatan yang baik.

Kombinasi sediaan kemoterapi untuk Penyakit Hodgkin
Sediaan Obat Keterangan
MOPP
Mekloretamin
(nitrogen
mustard)
Vinkristin
(onkovin)
Prokarbazin
Prednison
Merupakan sediaan pertama,
ditemukan pada tahun
1969,kadang masih digunakan
ABVD
Doksorubisin
(adriamisin)
Bleomisin
Vinblastin
Dakarbazin
Dikembangkan untuk
mengurangi efek samping dari
MOPP (misalnya kemandulan
menetap & leukemia)
Menyebabkan efek samping
berupa keracunan jantung &
paru2
Angka kesembuhannya
menyerupai MOPP
Lebih sering digunakan
dibandingkan MOPP
ChiVPP
Klorambusil
Vinblastin
Prokarbazin
Prednison
Kerontokan rambut yg terjadi
lebih sedikit dibandingkan pada
pemakaian MOPP & ABVD
MOPP/ABVD
Bergantian
antara MOPP &
ABVD
Dikembangkan untuk
memperbaiki angka kesembuhan
menyeluruh, tetapi belum terbukti
Angka harapan hidup bebas
kekambuhan lebih baik
dibandingkan sediaan lainnya
MOPP/ABVhibrid MOPP Dikembangkan untuk
15

bergantian
dengan
Doksorubisin
(adriamisin)
Bleomisin
Vinblastin
memperbaiki angka kesembuhan
menyeluruh & untuk mengurangi
keracunan
Masih dalam penelitian


B. LIMFOMA NON HODGKIN
DEFINISI
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang
berasal dari sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh
tubuh.
Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa
tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan).
Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.

PENYEBAB

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya
hubungan dengan virus yang masih belum dapat dikenali. Sejenis limfoma non-
Hodgkin yang berkembang dengan cepat berhubungan dengan infeksi karena
HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yaitu suatu retrovirus yang
fungsinya menyerupai HIV penyebab AIDS.
Limfoma non-Hodgkin juga bisa merupakan komplikasi dari AIDS.

GEJALA

Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di
suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar
membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.

16

Kadang pembesstsn kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan
gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau
perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan:
gangguan pernafasan
berkurangnya nafsu makan
sembelit berat
nyeri perut
pembengkakan tungkai.

Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan
leukemia memiliki banyak kemiripan.
Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran
pencernaan dan kulit.

Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam
sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran
kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam
kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal).
Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang
menyebabkan:
pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.

Gejala Limfoma Non-Hodgkin

Gejala Penyebab
Kemungkinan
timbulnya gejala
Gangguan
pernafasan
Pembengkakan
wajah
Pembesaran kelenjar getah
bening di dada
20-30%
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau
Pembesaran kelenjar getah
bening di perut
30-40%
17

perut kembung
Pembengkakan
tungkai
Penyumbatan pembuluh getah
bening di selangkangan atau
perut
10%
Penurunan berat
badan
Diare
Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus
halus
10%
Pengumpulan
cairan di sekitar
paru-paru (efusi
pleura)
Penyumbatan pembuluh getah
bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman
dan menebal di
kulit yang terasa
gatal
Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
Penurunan berat
badan
Demam
Keringat di malam
hari
Penyebaran limfoma ke seluruh
tubuh
50-60%
Anemia
(berkurangnya
jumlah sel darah
merah)
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah
oleh limpa yang membesar &
terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah
oleh antibodi abnormal
(anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum
tulang untuk menghasilkan
sejumlah sel darah merah
karena obat atau terapi
penyinaran
30%, pada
akhirnya bisa
mencapai 100%
18

Mudah terinfeksi
oleh bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang
dan kelenjar getah bening,
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi
20-30%

DIAGNOSA
Harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening untuk menegakkan
diagnosis limfoma non-Hodgkin dan membedakannya dari penyakit Hodgkin atau
penyakit lainnya yang menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
LANGKAH-LANGKAH PENEGAKKAN DIAGNOSIS

anamnesis Gejala-gejala
Kelainan yang terasosiasi dalam keluarga
Pemeriksaan
laboratorium
Faal hati dan ginjal
SLDH
Spectrum protein
LED,Hb,leukosit,trombosit
Pemeriksaan Kelenjar-kelenjar : lokalisasi dan besarnya
Pembesaran hepar, limpa
Pemeriksaan THT
Pemeriksaan sumsum
tulang
Biopsy tulang
Pemeriksaan rontgen X-thorax
CT-scan thoraks-abdomen
Dipertimbangkan/jika
ada indikasi
Pemeriksaan imunotipe darah perofer pada
lokalisasi ekstranodal atau organ
Pemeriksaan gambar organ bersangkutan dan
kelenjar-kelenjar berbatasan
Pemeriksaan lambung pada limpoma THT
Pemeriksaan liquor pada sumsum tulang positif
pada NHL derajat intermedier tinggi
Pemeriksaan trombositopenia hemolisis/autoimun

19

Menentukan stadium limfoma non-Hodgkin.
Limpoma non Hodgkin diklasifikasikan menjadi 4 stadium menurut
tingkat keparahannya yaitu :
Stadium I : limpoma hanya melibatkan satu kelwnjar getah bening saja
Stadium II :limpoma melibatakan 2 atau 3 kelenjar getah bening setempat
yang berdekatan
Stadium III : limpoma melibatkan beberapa daerah kelenjar getah bening
di leher dada dan abdomen
Stadium IV : limpoma menyebar ke kelenjar getah bening dan bagian
tubuh lainnya, seperti paru,liver, atau tulang
Limfoma non-Hodgkin dikelompokkan berdasarkan tampilan mikroskopik
dari kelenjar getah bening dan jenis limfositnya (limfosit T atau limfosit B).
Salah satu dari pengelompokkan yang digunakan menghubungkan jenis sel dan
prognosisnya:
Limfoma tingkat rendah, memiliki prognosis yang baik
Limfoma tingkat menengah, memiliki prognosis yang sedang
Limfoma tingkat tinggi, memiliki prognosis yang buruk.
Pada saat terdiagnosis, biasanya limfoma non-Hodgkin sudah menyebar
luas; hanya sekitar 10-30% yang masih terlokalisir (hanya mengenai salah satu
bagian tubuh). Untuk menentukan luasnya penyakit dan banyaknya jaringan
limfoma, biasanya dilakukan CT scan perut dan panggul atau dilakukan skening
gallium.

PENGOBATAN
Beberapa penderita bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita
lainnya harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Kemungkinan
penyembuhan atau angka harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis
limfoma dan stadkum penyakit pada saat pengobatan dimulai.
Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik
limfosit B. Angka kesembuhan juga menurun pada:
penderita yang berusia diatas 60 tahun
20

limfoma yang sudah menyebar ke seluruh tubuh
penderita yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar
penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan
ketidakmampuan bergerak.
Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan
terapi penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya.
Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi
dapat memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun.
Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan
memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada
limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera
mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada
limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari
separuh penderitanya.
Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan
IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis. Penderita limfoma tingkat rendah
mungkin tidak memerlukan pengobatan segera, tetapi harus menjalani
pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak
menyebabkan komplikasi yang serius.
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah. Penderita
limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena penyakit ini
tumbuh dengan cepat.
Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat kemoterapi
bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk
kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi). Pemberian
kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang masih
dalam tahap penelitian.
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal
yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya
senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di
antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel
limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-
sel limfoma tersebut.
Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari penderita
(dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan dicangkokkan ke
21

penderita. Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung jenis darah, yang
berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung
lebih cepat.
Pencangkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang
berusia dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang
tidak menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi.
Tetapi pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita
meninggal karena infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang
membaik dan bisa menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan
infeksi.
Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita
yang pada awalnya memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi
memiliki resiko tinggi terjadinya kekambuhan.
Terapi
stadium Derajat rendah (folikular) Difus (derajat
intermediet/tinggi)
Stadium I RT RT
Pada tumor > 5cm CT,
kemudian RT
Stadium II RT Sebagai stadium III atau IV
Stadium III-IV Mungkin :
wait and see
mono-CT
kombimasi CT, CVP
TBI
Terapi ajuvan
interferon
Kemoterapi CHOP
Residif
Setelah
RT
Setelah
CT
Sebagai III-IV
Tergantung interval
Jika singkat : CT lebih
intensif
Sebagai III-IV
Pada umumnya CT tidak
resisten silang
Jika remisi : CT dosis tinggi
22

Jiks lama : CT yang sama
Jika lokal : RT local
Fludarabin
Dalam penelitian :
CT dosis tinggi
dengan
ABMT/PSCT
dengan ABMT atau PSCT
RT : radioterapi ,AMBT : transplantasi sumsum tulang autolog
CT : kemoterapi, PSCT : transplantasi sel induk perifer
TBI : total body irradiation

Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin.
Sediaan Obat Keterangan
Obat
tunggal
Klorambusil
Siklofosfamid
Digunakan pada limfoma tingkat
rendah untuk mengurangi ukuran
kelenjar getah bening & untuk
mengurangi gejala
CVP (COP)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat
rendah & beberapa limfoma
tingkat menengah untuk
mengurangi ukuran kelenjar getah
bening & untuk mengurangi gejala
Memberikan respon yang lebih
cepat dibandingkan dengan obat
tunggal
CHOP
Siklofosfamid
Doksorubisin (adriamisin)
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat
menengah & beberapa limfoma
tingkat tinggi
C-MOPP
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prokarbazin
Prednison
Digunakan pada limfoma tingkat
menengah & beberapa limfoma
tingkat tinggi
Juga digunakan pada penderita
yang memiliki kelainan jantung &
23

tidak dapat mentoleransi
Doksorubisin
M-BACOD
Metotreksat
Bleomisin
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Deksametason
Memiliki efek racun yg lebih
besar dari CHOP & memerlukan
pemantauan ketat terhadap fungsi
paru-paru & ginjal
Kelebihan lainnya menyerupai
CHOP
ProMACE/
CytaBOM
Prokarbazin
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Etoposid bergantian dengan
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin (onkovin)
Metotreksat
Sediaan ProMACE bergantian
dengan CytaBOM
Kelebihan lainnya menyerupai
CHOP
MACOP-B
Metotreksat
Doksorubisin (adriamisin)
Siklofosfamid
Vinkristin (onkovin)
Prednison
Bleomisin
Kelebihan utama adalah waktu
pengobatan (hanya 12 minggu)
Kelebihan lainnya menyerupai
CHOP

PROGNOSIS
Limpoma Indolent :
Median survival 6-8 tahun
Tahap akhir : refrakter terhadap kemotx
Limpoma high-grade:
Tergantung respon terhadap kemotx


24

C. KANKER TIROID
ANATOMI













Anatomi kelenjar thyroid
Terletak di leher bagian depan
2 lobus : kiri dan kanan
Isthmus menghubungi ke 2 lobus
Sebesar ibu jari tangan
Berat : 20 25 gram
Sintesa hormon thyroxin
Fungsi : metabolisme dan pertumbuhan
Merupakan kelenjar endokrin
Kel. Thyroid :
Lobus kiri
25

Lobus kanan
Lobus pyramidalis
Ukuran : 5 cm
Kapsul thyroid :
True ( kapsula propria )
False ( bagian luar fascia pretra-chealis )
Berbentuk u
Isthmus terfiksir pada
cincin trachea 2, 3 dan 4
Bagian caudal cartilago cricoidea.
( Ligamentum Berry)
Lobus pyramidalis :
Fiksasi : Tepi caudal os hyoid
Levator gland. thyroidea.

Facies :
Anterolateral
Medial
Posterolateral
Lobus pyramidalis :
Fiksasi : Tepi caudal os hyoid
Levator gland. thyroidea.
Facies :
Anterolateral
Medial
Posterolateral
Vaskularisasi :
26

a. thyroidea superior
Anterior
Posterior
a. thyroidea inferior
a. thyroidea ima ( kadang-kadang )
Truncus brachio cephalica

Arcus aorta
Aliran vena :
v. Thyroidea sup
v. Thyroidea med
v. Thyroidea inferior v. Brachiocephalica.
Aliran limfe
Bagian cranial :
Ikut a.Thyroidea Sup Nn Ln cervicalis profunda.
Bagian caudal :
Ikut a.Thyroidea Inf Nn Ln Cervicalis Profunda
bagian Inferior
Innervasi
Symphatis :
Ganglion cervicalis superior
n. laryngeus externa
Ganglion cervicalis medius
n. laryngeus recurrent



27

DEFINISI
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe ;
papiler, folikuler, anaplastik atau meduler.
Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering
menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar. Sebagian besar nodul
tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid seringkali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid; tetapi kadang kanker menghasilkan
cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
Nodul tiroid cenderung bersifat ganas jika:
hanya ditemukan satu
skening tiroid menunjukkan bahwa nodul tidak berfungsi
nodulnya padat dan isinya bukan cairan (kistik)
nodulnya keras
pertumbuhannya cepat.

a. Kanker Papiler
60-70% dari kanker tiroid adalah kanker papiler.
2-3 kali lebih sering terjadi pada wanita.
Kanker papiler lebih sering ditemukan pada orang muda, tetapi pada usia
lanjut kanker ini lebih cepat tumbuh dan menyebar. Resiko tinggi terjadinya
kanker papiler ditemukan pada orang yang pernah menjalani terapi penyinaran di
leher.
Kanker ini diatasi dengan tindakan pembedahan, yang kadang melibatkan
pengangkatan kelenjar getah bening di sekitarnya. Nodul dengan diameter lebih
kecil dari 1,9 cm diangkat bersamaan dengan kelenjar tiroid di sekitarnya,
meskipun beberapa ahli menganjurkan untuk mengangkat seluruh kelenjar tiroid.
Pembedahan hampir selalu bisa menyembuhkan kanker ini.
Diberikan hormon tiroid dalam dosis yang cukup untuk menekan pelepasan
TSH dan membantu mencegah kekambuhan. Jika nodulnya lebih besar, maka
biasanya dilakukan pengangkatan sebagian besar atau seluruh kelenjar tiroid dan
seringkali diberikan yodium radioaktif, dengan harapan bahwa jaringan tiroid
yang tersisa atau kanker yang telah menyebar akan menyerapnya dan hancur.
28

Dosis yodium radioaktif lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa
keseluruhan kanker telah dihancurkan. Kanker papiler hampir selalu dapat
disembuhkan.
b. Kanker Folikuler
15% dari kanker tiroid adalah kanker folikuler.
Kanker folikuler juga lebih sering ditemukan pada wanita. Kanker folikuler
cenderung menyebar melalui aliran darah, menyebarkan sel-sel kanker ke
berbagai organ tubuh. Pengobatan untuk kanker ini adalah pengangkatan
sebanyak mungkin kelenjar tiroid dan pemberian yodium radioaktif untuk
menghancurkan jaringan maupun sel kanker yang tersisa.
c. Kanker Anaplastik
Kurang dari 10% kanker tiroid merupakan kanker anaplastik. Kanker ini
paling sering ditemukan pda wanita usia lanjut.
Kanker anaplastik tumbuh sangat cepat dan biasanya menyebabkan benjolan
yang besar di leher.Sekitar 80% penderita meninggal dalam waktu 1 tahun.
Pemberian yodium radioaktif tidak berguna karena kanker tidak menyerap
yodium radioaktif. Pemberian obat anti kanker dan terapi penyinaran sebelum dan
setelah pembedahan memberikan hasil yang cukup memuaskan.
d. Kanker Meduler
Pada kanker meduler, kelenjar tiroid menghasilkan sejumlah besar
kalsitonin (hormon yang dihasilkan oleh sel-sel tiroid tertentu). Karena juga bisa
menghasilkan hormon lainnya, maka kanker ini menyebabkan gejala-gejala yang
tidak biasa.
Kanker cenderung menyebar melalu sistem getah bening ke kelenjar getah
bening dan melalui darah ke hati, paru-paru dan tulang.
Pada sindroma neoplasia endokrin multipel, kanker meduler bisa terjadi
bersamaan dengan kanker endokrin lainnya.
Pengobatannya meliputi pengangkatan seluruh kelenjar tiroid. Lebih dari
2/3 penderita kanker meduler yang merupakan bagian dari sindroma neoplasia
endokrin multipel, bertahan hidup 10 tahun; jika kanker meduler berdiri sendiri,
maka angka harapan hidup penderitanya tidak sebaik itu.
29

Kadang kanker ini diturunkan, karena itu seseorang yang memiliki
hubungan darah dengan penderita kanker meduler, sebaiknya menjalai
penyaringan untuk kelainan genetik. Jika hasilnya negatif, maka hampir dapat
dipastikan orang tersebut tidak akan menderita kanker meduler. Jika hasilnya
positif, maka dia akan menderita kanker meduler; sehingga harus
dipertimbangkan untuk menjalani pengangkatan tiroid meskipun gejalanya belum
timbul dan kadar kalsitonin darah belum meningkat. Kadar kalsitonin yang tinggi
atau peningkatan kadar kalsitonin yang berlebihan setelah dilakukan tes
perangsangan, juga membantu dalam meramalkan apakah seseorang akan
menderita kanker meduler.
PENYEBAB
Kanker tiroid lebih sering ditemukan pada orang-orang yang pernah
menjalani terapi penyinaran di kepala, leher maupun dada. Faktor resiko lainnya
adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok
menahun.
GEJALA
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid atau pembengkakan leher.
Suara penderita berubah atau menjadi serak.
Bisa terjadi batuk atau batuk berdarah, serta diare atau sembelit.
DIAGNOSA
Pertanda awal dari kanker tiroid biasanya adalah benjolan yang tidak terasa
nyeri di leher. Skening tiroid bisa menentukan apakah nodulnya berfungsi atau
tidak, karena nodul yang tidak berfungsi cenderung bersifat ganas.
Pemeriksaan USG bisa membantu menentukan apakah nodulnya padat atau
berisi cairan. Contoh nodul biasanya diambil dengan jarum untuk keperluan
biopsi. Biopsi merupakan cara terbaik untuk menentukan apakah nodulnya jinak
atau ganas.
D. KARSINOMA NASOFARING
Anatomi Nasofaring
NASOFARING disebut juga Epifaring, Rinofaring. merupakan yang
terletak dibelakang rongga hidung, diatas Palatum Molle dan di bawah dasar
tengkorak. Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan berdinding enam, dengan
30

ukuran melintang 4 sentimeter, tinggi 4 sentimeter dan ukuran depan belakang 2-3
sentimeter.
Batas-batasnya :
Dinding depan : Koane
Dinding belakang : Merupakan dinding melengkung setinggiVertebra
Sevikalis I dan II.
Dinding atas : Merupakan dasar tengkorak.
Dinding bawah : Permukaan atas palatum molle.
Dinding samping : di bentuk oleh tulang maksila dan sfenoid.
Dinding samping ini berhubungan dengan ruang telinga tengah melalui
tuba Eustachius. Bagian tulang rawan dari tuba Eustachius menonjol diatas ostium
tuba yang disebut Torus Tubarius. Tepat di belakang Ostium Tuba. Terdapat
cekungan kecil disebut Resesus Faringeus atau lebih di kenal dengan fosa
Rosenmuller; yang merupakan banyak penulis merupakan lokalisasi permulaan
tumbuhnya tumor ganas nasofaring. Tepi atas dari torus tubarius adalah tempat
meletaknya oto levator veli velatini; bila otot ini berkontraksi, maka setium tuba
meluasnya tumor, sehingga fungsinya untuk membuka ostium tuba juga
terganggu. Dengan radiasi, diharapkan tumor primer dinasofaring dapat kecil atau
menghilang. Dengan demikian pendengaran dapat menjadi lebih baik.
Sebaliknya dengan radiasi dosis tinggi dan jangka waktu lama,
kemungkinan akan memperburuk pendengaran oleh karena dapat terjadi proses
degenerasi dan atropidari koklea yang bersifat menetap, sehingga secara subjektif
penderita masih mengeluh pendengaran tetap menurun.
Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke
lateral bermuara kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Terdapat
hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan
mediastinum melalui ruang retrofaring. Metastasis jauh sering terjadi.
Pembagian daerah nasofaring :
1. Dinding posterosuperior : daerah setinggi batas palatum durum dan mole
sampai dasar tengkorak.
2. Dinding lateral: termasuk fosa Rosenmuleri
3. Dinding inferior: terdiri atas permukaan superior palatum mole.
31

Catatan: Pinggir orifisium koana termasuk pinggir posterior septum hidung
dimasukkan sebagai fosa nasal.

Histologi Nasofaring
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak
jaringan limfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara
epitel dengan jaringan limfosid inisangat erat, sehigga sering disebut
Limfoepitel .
Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaring atas empat macam
epitel :
1. Epitek selapis torak bersilia Simple Columnar Cilated Epithelium
2. Epitel torak berlapis Stratified Columnar Epithelium .
3. Epitel torak berlapis bersilia Stratified Columnar Ciliated Epithelium
4. Epitel torak berlapis semu bersilia Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated
Epithelium .
Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para
hali.60 % persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
Stratified Squamous Epithelium , dan 80 % dari dinding posteroir nasofaring
dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh
epitel transisional, yang meruapkan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng
dan torak bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi Keratin, kecuali
pada Kripta yang dalam. Di pandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan
atau peralihan dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya
suatu karsinoma.
32

Defenisi
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria
berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang
Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari
epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil, akan tetapi telah
menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya pada leher.
Keganasan nasofaring banyak terjadi di asia. Sering terjadi kekeliruan
dalam mendiagnosis karena gejalanya yang samar-samar dan sulitnya
pemeriksaan nasofaring. Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun
cukup sulit dilakukan, kerena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-
langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan bayak
daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh
karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli,
seringkali tumor ditemukan terlambat dan sering menyebabkan metastasis ke
leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.
Ada beberapa jenis keganasan yang terdapat di nasofaring yaitu karsinoma
sel skuamous, limfoma, keganasan kelenjar ludah, dan sarcoma. Karsinoma
nasofaring termasuk penting dalam skala dunia. Di Cina selatan karsinoma
nasofaring menmepati kedudukan tertinggi yaitu dengan 2.500 kasus baru
pertahun untuk propinsi Guan-dong atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk. Ras
Mongoloid merupakan faktor dominant timbulnya krsinoma nasofaring, sehingga
sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,
Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di Yunani,
Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska,
diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan
dalam musim dngin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine. Di
Indonesia frekuensi pasien ini hampir meratadi setiap daerah. Di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan
Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung pandang 25 kasus, Palembang 25
kasus, Dnpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 11 kasus. Demikian pula
angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain
menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia.
Salah satu etiologi karsinoma nasofaring adalah disebabkan virus Epstein-
Barr. Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada laki-laki, umur 40 dan 50
tahun, tetapi kadang juga dijumpai pada anak-anak. 90% adalah karsinoma,
33

sisanya yang terbayak adalah limfoma. Karsinoma nasofaring menyebar secara
local melalui perluasan langsung, secara regional melalui nodul-nodul sekitarnya,
dan secara jauh melalui aliran darah. Metastase jauh ke paru-paru, tulang, dan
hepar paling sering terjadi di nasofaring dibandingkan tempat lain di leher dan
kepala.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan
leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh karsinoma hidung
dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data laboratorium patologi
anatomic tumor ganas nasofaring selalu berada dalamkedudukan lima besar dari
tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara,
tumor getah bening dan tumor kulit.

Etiologi
Terjadinya karsinoma nasofarin mungkin multifaktorial, proses
karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait
dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:
1. Kerentanan Genetik, walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk
tumor genetic, tetapi kerntanan terhadap karsinoma nasofaring pada
kelompok masyrakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi
familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte
antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring,
mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring.
(8)

2. Virus Eipstein-Barr, Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan
langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus
Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan
karsinoma nasofaring primermaupun sekunder telah dibuktikan
mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan
seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap
VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga
terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif.
Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring
tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang aktif
(dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel
skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.
(1)

34

3. Faktor Lingkungan, menurut laporan luar negeri, orang cina generasi
pertama (Umumnya penduduk kanton ) yang bermigrasi ke Amerika
Serikat, Kanada memiliki angka kematian akibat karsinoma nasofaring 30
kali lebih tinggi dari penduduk kulit putih setempat, sedangkan pada
generasi kedua turun menjadi 15 kali, generasi ketiga belum ada angka
pasti, tetapi secara keseluruhan cenderung menurun. Dalam pada itu, orang
kulit putih yang lahir d Asia Tenggara, angka kejadian nasofaring
meningkat. Sebabnya selain pada sebagian orang terjadi perubahan pada
hubungan darah, jelas factor lingungan juga berperan penting. Penelitian
akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya
karsinoma nasofaring:
1. Golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan
dietilnitrosamin.
2. Hodrokarbon aromatic
3. Unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.
(8)

Histopatologi
Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis
sangat tidak berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya. Lebih
dari 85% kemungkinan adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma maligna dan
kuang dari 2% tumor jaringan ikat. Sekali-sekali ditemukan neuroblastoma,
silindroma dan tumor campur ganas. Menggunakan mikroskop electron,
Ditemukan karsinoma nasofaring tumbuh dari lapisan skuamosa atau lapisan
epitel respiratorius pada permukaan kripti nasofaring. Dindinga lateral yang ada
fosa Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring dan dinding
faring posterior sedikit lebih jarang. Lebih jarang lagi tumor pada atap dan hanya
sekali-kali pada dasar. Pada mulanya tumor sedemikian kecil sehingga sukar
diketahui, atau tumbuh didaerah yang gejalanya tidak diketahui seperti pada fosa
Rosenmulleri. Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai dengan arah
penyebaran. Mungkin meluas melalui lubanga pada sisi yang sama dengan tumor
atau mengikis tulang secara nekrosis tekanan.
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO
tahun 1978. ada tiga jenis bentuk histologik :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler
dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya,
terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
35

3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus
yang menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk
sinsitium daripada bentuk susunan batubata.
Karsinoma limfoepitelioma didapatkan dalam bentuk kedua atau ketiga.
Ditandai olah tampak banyak limfosit non maligna dan secara klinis sesuai karena
respon terhadap terapi lebih baik disbanding dengan bentuk lain.
Tahun 1965 Svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan yang
diambil dari 14 pasien Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring
berdiferensiasi buruk yang diperiksa dengan mikrosko electron, semua
menunjukkan adanya fibrilkeratin. Ini menimbulkan keraguan karena Who Dalam
symposium internasionalnya mengenai karsinoma nasofaring than 1977
mendasarkan klasifikasinya atas hasil pemeriksaan mikroskop cahaya seperti
tercantum diats, diman atidak selalu tampak keratin. Meskipun demikian
klasifikasi WHO mengenai tumor nasofaring ini masih tetap dipakai.
Penentuan Stadium
Untuk penetuan stadium dipakai sistim TNM menurut UICC (1992)
T
=
Tumor primer
T
0-
Tidak tampak tumor.
T
1-
Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan
lain-lain).
T
2
Tumor teradapt pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di
dalam rongga nasofaring
T
3
Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
orofaring)
T
4
Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak
atau mengenai saraf-saraf otak.
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
N Pembesaran kelenjar getah bening regional
N
0
Tidak ada pembesaran
36

N
1
Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat digerakkan
N
2
Terdapat pembesaran kontralateral / bilateral dan masih dapat digerakkan
N
3
Terdapat pembesran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral
yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
M Metastase jauh
M
0
Tidak ada metastasis jauh
M
1
Terdapat metastasis jauh
STADIUM
Stadium I :
T1 dan N0 dan M0
Stadium II :
T2 dan N0 dan M0
Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan M0
atau T3 dan N0 dan M0
Stadium IV :
T4 dan N0/N1 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1
(10)

Gejala dan Tanda
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala
nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata, fdan syaraf, serta metastasis atau
gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan
37

hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau perlu dengan
nasofaringoskop, karena seringa gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh
atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping
tumor).
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat
berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari
bahwa penyebabnya adalah karsinma nasofaring.
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui
beberapa lobang, maka gangguan beberapa lobang, dari beberapa saraf otak dapat
terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum
akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, shingga tidak jarang
gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia
trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum
terdapat keluhan lain yang berarti.
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan
XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh
dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah
mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai
dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya
prognosisnya buruk.
Metastase kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau
LHN telah diteliti di RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring
seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukosistis
berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian
akan menjadi karsinoma nasofaring.
Diagnosis
Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-
Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun
tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan
anteroposterior, lateral dan waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah
38

nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di
daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll
dilakukan untuk mendeteksi metastasis. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan
IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam
mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk
menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke
nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi
melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui
hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem
bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari
hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan
kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor
melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui
mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya
dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih
belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan
kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
Penatalaksanaan
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada
penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan
yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan
tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap
terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). Bebagai macam kombinasi
diebangkan, yang trbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum
sebagai inti.
Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-
fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup
memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi
praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang
cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi
kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum
39

diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang
memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan
di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali
setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa
(residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang
berat akibat operasi.
Perawatan paliatif
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi.
Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor
sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien
untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan
mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang
keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur,
rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala,
kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap
dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul
metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua
keadaan tersebut diatastidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain
pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Paisen
akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung
dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-lata vital
akibat metastasis tumor.
Prognosis
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis
diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
Stadium yang lebih lanjut.
Usia lebih dari 40 tahun
Laki-laki dari pada perempuan
Ras Cina dari pada ras kulit putih
Adanya pembesaran kelenjar leher
Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
40

Adanya metastasis jauh
Komplikasi
Gejala metastasis jauh, karena 95% lebih sel kanker nasofaring
berdiferensiasi buruk, dengan derajat keganasan tinggi, waktu diagnosis
ditegakkan, 4,2% kasus sudah menderita metastasis jauh, Dari kasus wafat setelah
radioterapi, angka metastasis jauh 45,5%. Lokasi metastasis paling sering ke
tulang, paru hati. Metastasis tulang paling sering ke pelvis, vertebra, costa, dan
keempat ekstremitas.
Anamnesis Tambahan
Benjolan
Lokasi (pertama x, tempat lain)
Sifat benjolan: batas, konsistensi, warna, ulcus, dapat
digerakkan/tidak
Nyeri
Keluhan lain
BB menurun
Sejak kapan, bagaimana sifatnya
Nafsu makan menurun/meningkat/normal
Pengaruh mens ada/tidak
Gangguan pernapasan, saat makan, pendengaran
Demam
gejala penyerta lainnya
Riwayat medis: radiasi, pil KB,
Riwayat kebiasaan hidup: rokok, alkohol, ikan asin
Riwayat keluarga

41

Pemeriksaan Fisis Tambahan
Inspeksi
Benjolan
Lokasi
Sifat benjolan: ukuran, warna, ulcus
Menelan: ikut gerakan / tidak
Palpasi
1. Benjolan: batas, permukaan, konsistensi, mudah digerakkan/tidak,
2. Kelenjar limfe leher: submental, submandibular, jugularis, asesorius, supra dan
infraklavikular
3. Kelenjar limfe aksilla dan inguinal

Anda mungkin juga menyukai