PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi nosocomial menurut WHO adalah adanya infeksi yang tampak pada pasien
ketika berada didalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, dimana infeksi
tersebut tidak tampak pada saat pasien diterima dirumah sakit. yang disebut infeksi
nosocomial ini termasuk juga adanya tanda-tanda infeksi setelah pasien keluar dari
rumah sakit dan juga termasuk infeksi pada petugas petugas yang bekerja di fasilitas
kesehatan. Infeksi yang tampak setelah 48 jam pasien diterima dirumah sakit biasanya
diduga sebagai infeksi nosokomial.
Berdasarkan survei prevalensi yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2005 di 55
rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 wilayah WHO (Eropa, Mediterania Timur,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan bahwa rata-rata 8,7% dari pasien rumah
sakit mengalami infeksi nosokomial. Lebih dari 1,4 juta orang di dunia menderita
komplikasi infeksi yang diperoleh di rumah sakit dengan frekuensi tertinggi infeksi
nosokomial dilaporkan dari rumah sakit di Timur Tengah dan Asia Tenggara (masingmasing sebesar 11,8% dan 10,0%), dan untuk wilayah Eropa Barat dan Pasifik masingmasing sebesar 7,7% dan 9,0%. Infeksi nosokomial yang paling sering adalah jenis
infeksi karena luka bedah, infeksi saluran kemih dan infeksi saluran pernafasan bawah.
Penelitian WHO juga telah menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi infeksi nosokomial
terjadi di unit perawatan intensif, bangsal bedah dan ortopedi. Angka kejadian infeksi
meningkat di antara pasien dengan faktor risiko seperti faktor usia, penyakit bawaan,
atau karena tindakan kemoterapi.
tahun 2009. Hasil survei infeksi nosokomial RSUD Haji Makassar tahun 2012,
ditemukan angka kejadian phlebitis 3,05%, angka kejadian dekubitus 0,02%, dan angka
kejadian ILO sebesar 0,37%, sehingga keseluruhan infeksi nosokomial yang terjadi di
RSUD Haji Makassar pada tahun 2012 adalah 3,44% (Abdullah, 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan mengenai kejadian infeksi
nosokomial di Rumah Sakit Umum (RSU) Bahteramas Sulawesi Tenggara menunjukkan
bahwa angka kejadian infeksi nosokomial akibat Infeksi Luka Operasi (ILO) pada tahun
2014 untuk periode Januari-Maret sebesar 3,17% dan periode April - Juni sebesar 2,93%
(Nurhidaya, 2015)
kejadian infeksi luka operasi menempati posisi ke-3, dengan angka kejadian
mencapai 14-16% dari infeksi nosokomial keseluruhan (Beldi et al, 2008). salah satu
bakteri yang sering ditemukan pada infeksi luka operasi adalah E.coli. E.coli merupakan
bakteri gram negatif yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem pencernaan
manusia. ( Giske, et al ., 2012 ).
Bakteri
tinta
cumi-cumi
terhadap
bakteri
patogenpun
telah
banyak
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat ditarik dalam
penelitian ini adalah
1. Apakah ekstrak Heksane tinta cumi (Loligo sp) memiliki daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteri E.coli?
2. Berapakan nilai Inhibitory Concentration 50% (IC50) ekstrak tinta cumi (Loligo sp)?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekstrak tinta cumi (Loligo sp)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang menjadi penyebab infeksi nosokomial
pada pasien Infeksi Luka Operasi (ILO)
2.
Tujuan Khusus
a. untuk mengetahui daya hambat ekstrak heksane tinta cumi (loligo sp)
b. Untuk mengetahui nilai IC50 dari ekstrak tinta cumi (Loligo sp