Anda di halaman 1dari 33

SKENARIO 1

Oleh : Kelompok 15
Nindya Agustin Rahmawati 15700066
Komang Adinata 15700070
Yuyun Meiantari 15700072
Velinda Triolina 15700074
Moch. Irfan Mahalli 15700076
I.G.A Dwi Pradnya A. 15700078
Lia Triyuliani 15700080

PEMBIMBING:
DR. ANGGRAHENY SP.RAD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas anugerah yang diberikan-Nya, kami bisa menyelesaikan makalah yang

sangat sederhana ini dengan tepat waktu. Kami berharap agar makalah ini dapat

dipergunakan sebaik-baiknya dan dapat membantu memajukan setiap

Mahasiswa/i Kedokteran dalam berpikir dan memecahkan masalah-masalah

Kedokteran yang ada saat ini.

Atas tersusunnya makalah ini kami tidak lupa untuk mengucapkan terima

kasih kepada:

1) Dosen Pembimbing Mata Kuliah PBL Universitas WijayaKusuma

Surabaya.

2) Teman-teman kami yang telah menyumbangkan do’a dan pikirannya

untuk menyusun makalah ini.

Dengan kerendahan hati, kami berharap makalah ini dapat berguna bagi

semua pihak dan bisa menjadi referensi bagi tugas-tugas yang akan kami susun

selanjutnya. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih dan apabila ada salah

penulisan kata dalam makalah ini kami mohon maaf.

Surabaya, Maret 2018

Tim Penyusun
I. SKENARIO

PERUBAHAN KESADARAN

Helen, seorang gadis usia 19 tahun dibawa ke UGD sebuah rumah sakit oleh

ibunya dengan keluhan dalam beberapa bulan terakhir Helen menjadi sosok

pribadi yang sangat berubah. Lebih banyak berdiam diri, kehilangan pekerjaannya

sekitar 3 bulan lalu dan tidak mau bersosialisasi. Beberapa minggu terakhir tidak

mau keluar dari kamar selama beberapa jam, tidak mau makan makanan yang

disediakan oleh ibunya dan selalu mita dibelikan makanan dari luar. Minggu lalu

saat bibinya yang sangat dicintai dating, Helen tidak mau menemuinya. Sepanjang

pengetahuan ibunya, Helen sudah tidak pernah berkomunikasi lewat telefon,

membaca buku, maupun menonton elevisi, selama di kamar hanya tidur-tiduran

sambal mendengarkan music rock. Helen sudah tidak mandi dan menggosok

giginya ataupun berdandan. Helen juga tidak berminat untuk mencari pekerjaan

lagi sehingga dianggap malas oleh orang tuanya. Semasa sekolah, Helen adalah

anak yang baik, mempunyai banyak teman, sering berkomunikasi lewat telefon

dan sangat tertarik terhadap perkembangan mode dan kesehata.

APA YAN TERJADI PADA HELEN?


II. KATA KUNCI

a. Wanita 32 tahun
b. Keputihan ±1 minggu
c. Benjolan di sekitar kemaluan
d. Sakit untuk berjalan
III. PROBLEM

1. Apakah masalah yang dialami pasien tersebut ?


2. Bagaimana prinsip anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang bagi pasien tersebut ?
3. Bagaimana cara diagnosis pasti pada pasien tersebut ?
4. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pada pasien tersebut ?
5. Bagaimana prognosis pada pasien tersebut ?
IV. PEMBAHASAN

A. BATASAN

.
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ genetalia interna dan genetalia
eksterna. Organ genetalia interna yang meliputi : Uterus, Tuba Falopii, dan
Ovarium, sedangkan genetalia eksterna yang meliputi : Vulva, Mons Veneris,
Labia Mayora, Labia Minor, Klitoris, dan Orifisium Vagina.
Genitalia eksternal, secara gabungan disebut dengan vulva, memanjang
dari mons pubis di anterior ke perineum di posterior. Secara lateral, genitalia
eksternal memanjang sampai keluar labia mayora.

1. Vulva
Vulva atau pudenda, meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat
mulai dari pubis sampai perineum, yaitu Mons pubis, labia mayora, labia
minora, klitoris, selaput dara (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai
kelenjar dan struktur vascular.

2. Mons Pubis
Mons pubis merupakan lapisan jaringan lemak yang terletak di atas
simfisis pubis pada panggul, yang di tutupi oleh kulit dan setelah pubertas
di tutupi oleh rambut. Mons pubis bukan merupakan struktur sistem
reproduksi tetapi fungsinya sebagai bantalan tulang panggul bawah.
Perineum adalah area dengan otot kuat yang menyongkong organ internal
rongga panggul.

3. Labia mayora
Labia mayora merupakan dua lipatan jaringan lemak yang tertutup kulit,
yang terbentang dari mons pubis di anterior bergabung dengan otot
perineum. Permukaan luar labia mayora di tutupi oleh rambut setelah
pubertas dan permukaan dalam lebih lembut dan mengandung kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat

4. Labia minora
Labia minora merupakan dua lipatan tipis kulit menutupi labia mayora.
Labia minora lembut, tidak di tutupi rambut, dan mengandung beberapa
kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Di bagian anterior, labia minora
masing-masing di bagi menjadi dua lipatan kulit dan bersatu membentuk
prepusium di depan klitoris, dan frenulum di belakang klitoris. Di
posterior labia minora bertemu fourchette, lipatan kulit tebal dibelakang
orifisisum vagina.

5. Klitoris
Klitoris adalah penonjolan kecil jaringan erektil, dengan panjang kira-kira
2,5 cm, kaya akan suplai pembuluh darah dan serabut saraf sebagai respon
terhadap rangsangan, klitoris menjadi ereksi dan terisi dengan darah
dengan cara yang sama yang terjadi pada penis laki-laki.

6. Orifisium Vagina
Orifisium vagina, atau introitus, terletak anatara dua pasang labia yang
biasanya disebut dengan vestibulum. Orifisium vagina terletak di belakang
orifisium uretra bagian dari sistem perkemihan. Orifisium vagina di tutupi
oleh membran kulit yang di sebut himen, yang memberikan perlindungan
untuk vagina dan organ internal lainnya pada sistem reproduksi. Himen
ruptur saat kejadian koitus pertama kali, walaupun mungkin juga ruptur
sebelumnya karena aktifitas fisik (seperti menunggang kuda), atau
menggunakan tampon. Sisa himen biasanya dapat dilihat sebagai jaringan
kecil, yang di sebut carunculae myrtiformes.
Saat memasuki orifisium vagina, terdapat sepasang kelenjar duktus
bartholini. Kelenjar ini bermuara ke vagina dan menyekresi mucus untuk
melembabkan genetalia eksternal. Di vestibulum, disamping orisium
uretra, juga terdapat kelenjar lain, kelenjar Skene, yang juga menyekresi
mucus untuk melembabkan genetalia eksternal

Darah, Saraf, dan Limfe


Genitalia eksternal mendapat suplai darah dari arteri pudendal dan
vena yang berjalan bersamanya. Vulva sangat kaya pembuluh darah dan
jika mengalami kerusakan akan cenderung mengalami pendarahan banyak,
namun sebaliknya juga sembuh dengan cepat. Genitalia eksternal terutama
di persarafi oleh saraf pudendal, yang merupakan cabang fleksus sakral.
Limfe dialirkan ke kelenjar iliaka eksternal dan kelenjar inguinal.

B. PATOFISIOLOGI
1. Vaginosis bakterialis

Vaginosis bakterial (VB) diketahui sebagai vaginitis nonspesifik


yang dinamai karena kuman penyebanya. VB sering menyebabkan
vaginitis dan peradangan pada area ginekologis. Peningkatan sekret
vagina, dan bau di vagina berkaitan perubahan flora normal oleh VB.
Sekret vagina dicirikan sebagai tipis, keabu-abuan, homogeny dan lengket
terhadap mukosa vagina.

Pada VB, flora normal vagina memicu peningkatan pH sekitar.


Peningkatan pH ini hasil dari reduksi hydrogen peroksida yang
dipengaruhi produksi laktobasilus. Laktobasilus adalah organisme yang
membantu menjaga tetap asam pH vagina, dan menghambat tumbuhnya
mikroorganisme melalui kolaborasi dengan hydrogen peroksida.

Gardnerella Vaginalis membentuk biofilm pada vagina. Biofilm ini


sering resisten terhadap berbagai terapi dan tetap hidup terhadap hydrogen
peroksida, asam laktat, dan antibiotic dosis tinggi.
Meskipun VB tidak tergolong penyakit menular seksual, tetapi
aktifitas seksual sangat berkaitan dengan perkembangan infeksi ini.
Diketahui bahwa, insidensi VB meningkat pada pasien dengan
berhubungan seksual tidak sehat. Berhubungan seksual dengan partner
beresiko juga meningkatkan risiko VB. VB juga meningkatkan risiko
terserang penyakit infeksi HIV.

2. Herpes Genitalis
HSV merupakan virus DNA untai ganda dari famili
Herpesviridae dan subfamili Alphaherpesvirinae dengan
kemampuan biologis berupa neurovirulensi, latensi, dan
reaktivasi.1,2 Neurovirulensi adalah kemampuan menginvasi dan
bereplikasi dalamsistemsaraf. Latensiadalahkemampuan
membentuk dan mempertahankan infeksi laten pada sel saraf
ganglia proksimal sampai ke lokasi infeksi. Infeksi orofasial paling
sering melibatkan ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital
akan melibatkan akar saraf ganglia sacral (S2-S5). Reaktivasi
adalah kemampuan HSV laten untuk aktif kembali dan bereplikasi
di daerah yang dipersarafi oleh ganglia tempat pembentukan
infeksi latennya. Berbagai stimulus, seperti demam, trauma, stres
emosional, sinar matahari, dan

menstruasidapatmemicureaktivasi. Pada HSV- 1, reaktivasi


lebih sering pada area orolabial, sedangkan pada HSV-2 lebih
sering pada area genital. Reaktivasi akan lebih sering dan lebih
berat pada pasien imunokompromais dibandingkan pasien
imunokompeten.1,2

Cara Penularan
HSV ditularkan melalui kontak personal erat. Infeksi
terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan
(misalnya orofaring, serviks, konjungtiva) atau melalui pori-pori
kulit.1-3 HSV-1 ditularkan terutama melalui kontak dengan saliva
terinfeksi, sedangkan HSV-2 ditularkan secara seksual atau dari
infeksi genital ibu ke bayinya.1,2

3. Bartholinitis dan Leuchoroe

Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan


pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir
yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum
seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi
begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters
dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari
bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi
permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif
menjadi lebih nyaman bagi wanita.

Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar


Bartolini tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah
bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit
menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang
biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.
Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme.
Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi
cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan
kista.
Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam
kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses
kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial.
Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme
aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah
patogen yang paling umum. Chlamydia trachomatis juga mungkin
menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses
kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi
menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab
umum kista dan abses tersebut.

Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari


sekret vagina bisa dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu
diinterpretasikan penderita sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan
oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret vagina yang
banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina
mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mucus
serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan,
penggunaan pil KB.

Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan


yang dinamis antara Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain,
estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil metabolit lain. Lactobacillus
acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik terhadap bakteri
pathogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen,
lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH
vagina yang rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat
pertumbuhan bakteri lain.

Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan


oleh Candida sp. terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena
perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal
sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah pertumbuhan
ragi adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan
kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak
terkontrol, pemakaian pakaian ketat,

C. JENIS JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

a. Abses Bartholini dan Leuchoroe


b. Bakterial Vaginosis
c. Herpes Genitalia

D. GEJALA KLINIS

1. Bakterial Vaginosis
-Bau vaginal terutama setelah berhubungan seksual. Adanya sifat
basa (alkali) ada semen sperma, yang melepaskan amin volatile ke
sekret vagina membuat bau seperti ikan (amis).
-Peningkatan sekret vagina ringan sampai sedang.
-Iritasi vulva
-Dysuria dan dyspareunia kadang muncul meskipun jarang terjadi.

2. Herpes Genitalia

Primary Genital Herpes


Lesi pada daerah genital atau perianal multipel, biasanya bilateral.
Umumnya dapat ditemukan vaginal discharge. Urethral
discharge umum ditemukan pada laki-laki, biasanya disertai
dengan disuria berat. Lesi kutaneus muncul setelah 7-15 hari
berupa papul, menjadi vesikel, menjadi pustul, menjadi ulkus, lalu
menjadi krusta.
(8)

Gambar 2. Perjalanan Klinis Infeksi Primer Herpes


Genitalis

Lesi pada mukosa atau permukaan yang lembab (misalnya


introitus vagina, labia minor, uretra, rektum) mengalami ulserasi
lebih awal, sering disertai dengan nyeri yang berat dan tidak
berubah menjadi krusta. Nyeri dan bengkak pada daerah inguinal
juga sering ditemukan, biasanya bilateral. Infeksi yang didapatkan
melalui seks secara anal dapat dirasakan nyeri pada rektum, keluar
cairan, tenesmus, dan beberapa gejala dari proctitis. Demam,
malaise, nyeri kepala juga sering ada, dan kadang-kadang
fotofobia dan kaku pada leher.(3)
Gambar A. Infeksi Primer Herpes Genitalis dengan Vesikel, B.
Vulvitis Herpetik Primer Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th ed.

First Episode Nonprimary Genital Herpes


Lesi yang ditemukan pada tipe ini biasanya lebih sedikit daripada
infeksi primer. Biasanya terjadi selama 10-20 hari. Nyeri dan
bengkak pada daerah inguinal lebih jarang ditemukan daripada
infeksi primer.(3)

Recurrent Genital Herpes


Pada herpes genitalis rekuren biasanya terbentuk lesi berkelompok
yang terdiri dari 2-10 lesi, lokasinya di bagian lateral dari garis
tengah dan hanya terdapat di satu sisi tubuh. Lesi tersebut
biasanya timbul 2-3 cm dari lokasi lesi sebelumnya. Gejala infeksi
rekuren selain dapat terjadi di genital dan perianal, juga dapat
terjadi di daerah bokong, paha, dan perut bagian bawah (disebut
juga area “boxer shorts”). Lesi yang paling sering ditemukan
adalah lesi ulseratif atipikal, tanpa didahului oleh periode
vesikular ataupun pustular. Gejala neurologis prodormal biasanya
muncul 1-2 hari sebelum timbul lesi, biasanya berupa parestesia
(rasa terbakar, kesemutan), atau hypesthesia pada daerah lesi atau
di sepanjang perjalanan nervus sakralis. Gejala sistemik dan
pembengkakan daerah inguinal jarang ditemukan.(3)

Gambar A. Herpes genitalis rekuren pada penis. Vesikel berkelompok


dengan krusta di bagian sentral, dasar yang meninggi dan berwarna
merah. B. Herpes genitalis rekuren pada vulva. Erosi berukuran besar
dan sangat nyeri di labia. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th ed.

2. Abses Bartholini dan Leuchoroe


Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari
sekret vagina meerupakan suatu tanda infeksi vagina. Infeksi vagina
adalah sesuatu yang sering kali muncul dan sebagian besar perempuan
pernah mengalaminya dan akan memberikan beberapa gejala fluor
albus, antara lain :

1. Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri.


2. Sekret vagina yang bertambah banyak
3. Rasa panas saat kencing
4. Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal
5. Berwarna putih kerabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk

E. PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT

1. Bakterial Vaginosis
- Pemeriksaan Vital Sign
- Pemeriksaan Ginekologi
Inspeksi : cairan vagina yang keluar meliputi, warna, konsistensi, jumlah
dan baunya

2. Herpes Genitalia
 Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan
pemeriksaan genitalia (pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus
membuka seluruh pakaiannya secarabertahap).

o Pasien perempuan, diperiksa dengan berbaring pada meja


ginekologik dalam posisilitotomi.
 Pemeriksa duduk dengan nyaman ambil melakukan
inspeksi dan palpasi mons pubis, labia, dan perineum
 Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan ke
dua labia, perhatikan adakah kemerahan, pembengkakan,
luka/lecet, massa, atau duhtubuh

o Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukansambil duduk/ berdiri.


 Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta
daerah skrotum
 Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet
atau lesi lain

 Lakukaninspeksi danpalpasi pada daerahgenitalia, perineum, anus dan sekitarnya.


 Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran
kelenjar getah bening setempat (regional)
 Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan
bahan pemeriksaan.
 Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk
tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.

2. Abses Bartholini dan Leuchoroe


- Status generalis :
KU : Baik
K/L dbn
Thorax/abdomen dbn
Extremitas dbn
- Status lokalis
R. labia mayor dextra : terdapat tumor dengan ukuran 5 cm, nyeri (+),
konsistensi kenyal, tampak gejala inflamasi, tampak pus keluar dari
tumor.

Pemeriksaan fisik pada leukorea, antara lain :

1. Riwayat keputihan, hubungan seks, alergi, kondisi kesehatan lain


2. Pemeriksaan fisik (perut dan vagina)
3. Pemeriksaan bimanual (organ reproduksi)
4. Pemeriksaan contoh cairan vagina (usap vagina/mulut rahim, pH)
5. Pemeriksaan penunjang lainnya bila diperlukan (lab, USG, etc)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Bakterial Vaginosis
Untuk menegakkan diagnosis BV harus dilakukan hapusan vagina
yang selanjutnya diperiksa mengenai :
1. Bau khas “fishy odor” pada preparat basah yang disebut sebagai
“whiff test” yang dilakukan dengan meneteskan potassium
hydroxide-KOH pada microscopic slide yang sudah ditetesi dengan
cairan keputihan.
2. Hilangnya keasaman vagina. Seperti diketahui, bahwa untuk
mengendalikan pertumbuhan bakteri, pH vagina berkisar antara 3.8
– 4.2. Pemeriksaan dengan kertas lakmus yang memperlihatkan
adanya pH > 5 memperlihatkan terjadinya BV.
3. Adanya clue cells . Cara pemeriksaan adalah dengan meneteskan
larutan NaCl pada microscop slide yang telah dibubuhi dengan
cairan keputihan. Clue cell adalah sel epitel yang dikelilingi oleh
bakteri

2. Herpes Genitalia
Pemeriksaan laboratorium
a. Tes virologi
Tes viral secara kultur dibuat dengan mengambil sampel cairan dari
lesi atau kultur sedini mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama dari
penampakan lesi. Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel
cairan ini namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk
melakukannya. Jika infeksi parah, teknologi pengujian dapat
mempersingkat masa ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka
waktu selama tes ini dapat membuat hasil kurang akurat. Kultur virus
sangat akurat jika lesi masih dalam tahap lecet jelas, tetapi mereka
tidak bekerja sebagai ulserasi yang lama baik untuk luka, lesi yang
kambuh, atau latensi. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif
untuk mereproduksi cukup untuk menghasilkan sebuah kultur yang
terlihat

Polymerase chain reaction (PCR) Tes jauh lebih akurat daripada


kultur virus, dan CDC merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi
cairan herpes di tulang belakang ketika diagnosis herpes ensefalitis.
PCR dapat membuat transkripsi virus DNA sehingga bahkan sejumlah
kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi. PCR jauh lebih mahal
daripada kultur virus dan tidak disetujui FDA untuk pengujian
spesimen kelamin. Namun, karena PCR sangat akurat, banyak
laboratorium telah menggunakannya untuk pengujian herpes.
Jenis pengujian lainnyya yaitu tes Tzanck smear merupakan jenis
pengujian yang lebih tua dibandingkan tes virologi. Pengujian ini
menggunakan teknik gores (scraping) dari lesi herpes. Hasil goresan
diperiksa secara mikroskopis untuk melihat virus. Temuan spesifik sel
raksasa dengan banyak nuklei atau partikel yang berbeda yang
membawa virus (disebut inklusi tubuh) mengindikasikan infeksi
herpes. Tes cepat dengan keakuratan 50 - 70% , Namun, tidak dapat
membedakan antara jenis virus herpes simplex dan herpes zoster. Tes
Tzanck tidak dapat diandalkan untuk menyediakan diagnosis konklusif
infeksi herpes dan tidak direkomendasikan oleh CDC.
b. Tes Serologi
Tes serologi (darah) dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik
terhadap virus dan jenis virus herpes simpleks 1 (HSV-1) atau virus
herpes simpleks 2 (HSV-2). Ketika virus herpes menginfeksi
seseorang, sistem kekebalan tubuh mereka menghasilkan antibodi
spesifik untuk melawan infeksi. Jika tes darah dapat mendeteksi
antibodi terhadap herpes, itulah bukti bahwa telah terinfeksi virus,
walaupun virus ini dalam keadaan non-aktif (tidak aktif). Kehadiran
antibodi terhadap herpes juga menunjukkan bahwa seorang adalah
pembawa virus dan mungkin menularkan kepada orang lain.
Jenis tes antibodi spesifik terbaru untuk dua protein yang berbeda yang
berkaitan dengan virus herpes adalah
• Glikoprotein gg-1 berhubungan dengan HSV-1
• Glikoprotein gg-2 berhubungan dengan HSV-2
Tes serologi yang paling akurat ketika diberikan 12-16 minggu setelah
terpapar virus. Fitur tes meliputi:
1. HerpeSelect
Mencakup dua tes yaitu ELISA (enzyme-linked Immunosorbent assay)
atau Immunoblot. Keduanya sangat akurat dalam mendeteksi kedua
jenis herpes simplex virus. Sampel harus dikirim ke laboratorium, jadi
untuk mengetahui hasilnya memakan waktu lebih lama daripada Biokit
tes.
2. Biokit HSV-2 (SureVue HSV-2)
Tes ini mendeteksi HSV-2 saja. Keunggulan utamanya adalah tes ini
hanya membutuhkan satu jari untuk diambil sampel darahnya dengan
cara ditusuk dan hasil bisa didapatkan dalam waktu kurang dari 10
menit. Tes ini sangat akurat, meskipun sedikit lebih rendah daripada
tes lainnya dan juga lebih murah.
3. Western Blot Test
Tes Ini merupakan standar terbaik bagi para peneliti dengan tingkat
akurasi 99%. Tes ini mahal dan memakan waktu dan tidak tersedia
secara luas seperti tes lainnya.
Hasil negatif palsu dapat terjadi jika tes dilakukan pada tahap awal
infeksi. Hasil positif palsu dapat juga terjadi, meskipun lebih jarang
daripada negatif palsu. Dokter mungkin menyarankan melakukan tes
ulang.
Dokter menyarankan tes serologi terutama untuk
• Orang-orang yang telah berulang gejala genital tetapi tidak ada virus
herpes negatif dalam tes kultur viral.
• Memantapkan infeksi pada orang yang memiliki gejala terlihat
genital herpes
• Menentukan jika mitra sex seseorang didiagnosa menderita genital
herpes telah diketahui.
• Orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji
untuk berbagai jenis penyakit menular seksual
c. Tes untuk Herpes Encephalitis
Diperlukan sejumlah tes untuk mendiagnosa encefalitis herpes.
1. Tes pencitraan
Elektroensefalografi menangkap jejak gelombang otak dan dapat
mengidentifikasi sekitar 80% dari kasus. Computed tomography atau
magnetic resonance imaging scan dapat digunakan untuk membedakan
ensefalitis dari kondisi lain.
2. Biopsi otak
Biopsi otak adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk
mendiagnosa herpes ensefalitis, tetapi juga yang paling invasif dan
umumnya dilakukan hanya jika diagnosis tidak pasti.

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)


Polymerase chain reaction (PCR) assay mencari potongan-potongan
kecil dari DNA virus, dan kemudian bereplikasi mereka jutaan kali
sampai virus terdeteksi. Tes ini dapat mengidentifikasi strain spesifik
virus dan pelepasan virus asimtomatik. PCR Mengidentifikasi HSV di
cairan tulang punggung ke otak dan memberikan diagnosis yang cepat
herpes ensefalitis dalam kebanyakan kasus menghilangkan keharusan
untuk biopsi. CDC merekomendasikan herpes PCR untuk
mendiagnosis infeksi sistem saraf pusat.
3. Abses Bartholini dan Leuchoroe
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan meliputi
pemeriksaan laboratorium untuk membedakan jenis bekteri yang
menginfeksi kista kelenjar bartholini, Pemeriksaan tersebut meliputi :
a. Pemeriksaan gram untuk membedakan bakteri penyebab.
b. Pemeriksaan dengan menggunakan apusa darah tepi untuk melihat ada
atau tidaknya leukositosis.
c. Pemeriksaan kultur jaringan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab
infeksi.
d. Biopsi dilakukan jika dicurigai terjadi keganasan.
e. Palno tes untuk memastikan klien tidak dalam keadaan hamil.

Pemeriksaan penunjang leuchoroe yang dilakukan :

1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan urinalisis.


2. Kultur urin untuk menyingkirkan infeksi bakteri pada traktus urinarius
3. Sitologi vagina
4. Kultur sekret vagina
5. Radiologi untuk memeriksa uterus dan pelvis
6. Ultrasonografi (USG) abdomen
7. Vaginoskopi
8. Sitologi dan biopsy jaringan abnormal
9. Tes serologis untuk Brucellosis dan herpes
10. Pemeriksaan PH vagina.

V. HIPOTESIS AWAL

a. Abses Bartholini dan Leuchoroe


b. Bakterial Vaginosis
c. Herpes Genitalia

VI. ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Penyakit Gx Klinis Pem Fisik Pem Penunjang

Bakterial Bau vaginal cairan vagina yang hapusan vagina


Vaginosis terutama
keluar meliputi,
setelah
warna,
berhubungan
seksual. konsistensi,

jumlah dan baunya


Peningkatan
sekret vagina

Iritasi vulva

Dysuria dan
dyspareunia

Herpes 1. Primary • Pasien 1. Tes virologi


Genitalia Genital harus membuka 2. Tes Serologi
pakaian dalamnya
Herpes a. HerpeSelect
agar dapat
biasanya dilakukan b. Biokit HSV-2
bilateral. pemeriksaan (SureVue HSV-2)
genitalia (pada
Umumnya c. Western Blot
keadaan tertentu,
dapat kadang–kadang Test
ditemukan pasien harus 3. Tes pencitraan
membuka seluruh
vaginal a. Biopsi otak
pakaiannya secara
discharge. bertahap). b. Polymerase
2. First Chain Reaction
Episode (PCR)
Nonprimary o Pasien
Genital
perempuan,
Herpes
diperiksa dengan
Nyeri dan berbaring pada
bengkak pada meja ginekologik
daerah dalam posisi
inguinal lebih
litotomi.
jarang
ditemukan Pemeriksa
daripada duduk dengan
infeksi nyaman ambil
primer.(3)
melakukan
3. Recurrent inspeksi dan
Genital palpasi mons
Herpes pubis, labia, dan
lesi perineum
berkelompok
yang terdiri Periksa
dari 2-10 lesi, daerah genitalia
lokasinya di luar dengan
bagian lateral memisahkan ke
dari garis dua labia,
tengah dan perhatikan adakah
hanya kemerahan,
terdapat di pembengkakan,
satu sisi luka/lecet, massa,
tubuh. atau duh tubuh

o
Pemeriksaa
n pasien laki-laki
dapat dilakukan
sambil duduk/
berdiri.

Perhatikan
daerah penis, dari
pangkal sampai
ujung, serta daerah
skrotum

Perhatikan
adakah duh tubuh,
pembengkakan,
luka/lecet atau lesi
lain

• Lakukan
inspeksi dan
palpasi pada
daerah genitalia,
perineum, anus
dan sekitarnya.

• Jangan
lupa memeriksa
daerah inguinal
untuk mengetahui
pembesaran
kelenjar getah
bening setempat
(regional)

• Bilamana
tersedia fasilitas
laboratorium,
sekaligus
dilakukan
pengambilan
bahan
pemeriksaan.

• Pada
pasien pria dengan
gejala duh tubuh
genitalia
disarankan untuk
tidak berkemih
selama 1 jam (3
jam lebih baik),
sebelum
pemeriksaan.

Abses Keputihan Meskipun infeksi Pemeriksaan gram


Bartholini yang disertai HSV dapat terjadi untuk
di manapun pada
dan rasa gatal, membedakan
tubuh, 70-90%
Leuchoroe ruam kulit dari HSV-1 infeksi bakteri penyebab.
dan nyeri. terjadi di atas
pinggang. Pemeriksaan
Sekret vagina Sebaliknya, 70- dengan
yang 90% dari HSV-2 menggunakan
infeksi terjadi di
bertambah bawah pinggang. apusa darah tepi
banyak untuk melihat ada
atau tidaknya
Rasa panas
leukositosis.
saat kencing
Pemeriksaan kultur
Sekret vagina
berwarna jaringan untuk
putih dan mengidentifikasi
menggumpal bakteri penyebab
infeksi.
Berwarna
putih kerabu- Biopsi dilakukan
abuan atau jika dicurigai
kuning terjadi keganasan.
dengan bau
Palno tes untuk
yang menusuk
memastikan klien
tidak dalam
keadaan hamil.

VII. HIPOTESIS AKHIR

Abses Bartholini dan Leuchoroe

BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

GEJALA KLINIS PEMERIKSAAN FISIK/PENUNJANG

1. IDENTITAS PENDERITA Pemeriksaan fisik


a. Nama: Ny Cantik Status generalis
b. Jenis kelamin: wanita
KU : Baik
c. Umur: 32 Tahun
d. Tempat Lahir: Surabaya K/L dbn
e. Bangsa: Indonesia Thorak / abdomen. dbn
f. Agama: Kristen Extremitas. dbn
g. Suku: Jawa
h. Pekerjaan: Ibu rumah tangga Status lokalis
Differential Diagnosis : abses bartolinitis dan leuchorea, herpes genitalis,
bakteri vaginitis

Diagnosa Akhir : Abses bartolinitis dan leuchoroe


VIII. STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH
A. Penatalaksanaan dan Prinsip Tindakan Medis
Antibiotika Metronidazole atau clindamycin peroral atau lokal adalah
trerapi yang efektif
a. Metronidazol 500 mg per oral 2x/hari selama 7 hari ATAU
b. Clindamycin per oral 2 x 300 mg/hari selama 7 hari

Metronidazol jangan diberikan pada wanita hamil terutama trimester I

IX. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. Cara penyampaian prognosis kepada pasien/keluarga pasien


 Menyampaikan dengan bahasa yang sopan dan mudah di mengertioleh
pasien
 Menggunakan bahasa umum sehingga pasien dan keluarga pasien mampu
memahami setiap informasi yang dokter berikan.
 Berikan informasi yang jelas setiap prosedur tindakan yang di berikan.
 Jelaskan proses penyakitnya.
 Libatkan keluarga yang dekat dengan pasien guna untuk mengurangi
kecemasan dan menimbulkan kepercayaan diri.
 Pada akhir penjelasan, dokter bisa menanyakan kepada pasien apakah
pasien sudah memahami penjelasan yang di berikan atau belum

B. Tanda untuk merujuk pasien


Komplikasi-komplikasi dari abses bartholin yaitu dapat terjadi rekurensi,
pendarahan dan timbul jaringan parut. Pada ibu hamil dengan rawan
terhadap gonore sehingga anak bayi dapat menderita blonorea neonatum.
Bahaya peradangan saat ibu hamil yaitu daya tahan tubuh pada wanita
hamil biasanya akan menurun. Karena itu, infeksi akan semakin
berkembang lantaran vagina hamil dan non hamil biasanya lembab dan
lebih lembab lagi. Apalagi pengobatan pada wanita hamil lebih sulit di
berikan. Pengobatan harus di lakukan dengan sangat teliti karena juga
berhubungan dengan janin. Kuman streptococcus bisa menyerang selaput
krtuban , bahkan bisa menyerang si bayi. Jika bayi lahir lewat vagina yang
memiliki banyak kuman , kuman itu akan ikut dengan si bayi.
 Terjadinya nyeri parenium sehingga tidak mampu duduk atau berjalan
nyaman.
 Nyeri saat berhungan lantaran terjadi pergesekan yang mengakibatkan
luka semakin hebat.
 Terjadinya radang.
 Kelenjar membengkak.
 Pemeriksaan fisik di temukan cairan mukoid berbau dan bercampur darah.

Peran pasien/keluarga untuk penyembuhan


PERAN PASIEN :

 Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter


 Jika terjadi keputihan segera periksakan ke dokter
 Selalu kontrol ke dokter secara rutin
 Mengikuti prosedur pemeriksaan medis
 Jaga kebersihan kewanitaan dan bergaya hidup sehat

PERAN KELUARGA PASIEN :

 Beri semangat pada pasien dalam menghadapi penyakit ini


 Ingatkan pasien untuk selalu melaksanakan perintah dpkter
 Selalu beri perhatian pada pasien
 Temani pasien selama melakukan pengobatan
 Lakukan pendekatan dan komunikasi

C. Pencegahan
 Belum ada cara yang di ketahui ampuh dan efektif dalam
pencegahan abses bartholini. Namun agar abses tidak lah mudah terjadi ,
penggunaan kondom saat berhubungan intim, melakukan hubungan
seksual yang aman dan menjaga kebersihan pun bakal menjadi pencegah
terbaik agar bakteri tidak sampai menyerang apalagi menyebabkan
terjadinya infeksi.
 Pastikan untuk memeriksakan diri juga secara rutin karena pengecekan
kesehatan untuk mendeteksi apakah anda mengalami penyakit menular
seksual adalah hal yang penting.
 Menjaga kesehatan saluran kemih juga cara pencegahan abses bartholini
yang bisa di lakukan.
 Bila gejala tak cepat di tangani, ada berbagai resiko komplikasi yang harus
di waspadai karena beresiko tinggi untukterjadi. Ada kemungkinan infeksi
mampu menyebar hingga organ-organ lain di dalam tubuh dan
menyebabkan septikemia karena infeksi telah memasuki pembuluh darah,
dan terjadinya demam tinggi.
 Bila ada gejala yang tak wajar timbul pada area kewanitaan anda , segera
periksakan agar tidak kemudian menjadi lebih serius yang mengancam
kesehatan tubuh anda secara menyeluruh.
 Jika tidak di butuhkan , jangan menggunakan pantyliner. Perempuan
sering kali salah tangkap , mereka merasa nyaman jika pakaian dalam nya
bersih. Padahal penggunaan pantyliner dapat meningkatkan kelembapan
kulit di sekitar vagina.
 Alat reproduksi memiliki sistem pembersihan diri untuk melawan kuman
yang merugikan kesehatan. Produk pembersih dan pengharum vagina yang
banyak di perdagangkan sebetulnya tidak di perlukan, sebaliknya jika di
gunakan berlebihan bisa berbahaya.
 Hindari melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan , karena
kuman juga bisa berasal dari pasangan anda. Peradangan berhubungan erat
dengan penyakit menular seksual dan pola seksual bebas.
 Hindari mengenakan celana ketat, karena dapat memicu kelembapan.
 Konsumsi makanan sehat dan bergizi.
 Berhati-hatilah saat menggunakan toilet umum.
 Biasakan membersihkan diri setelah buang air besar dengan gerakan
membasuh dari depan ke belakang.biasakan membersihkan alat kelamin
setelah berhubungan seksual

DAFTAR PUSTAKA

Bacterial Vaginosis (BV): Condition Information". http://www.nichd.nih.gov/


Berek, J.S. Berek & Novak’s Gynecology, ed. 14. Lippincott Williams & Wilkins;
United States : 2007

Karim Abdul dan Jusuf Barakbah, 2016, Studi Retrospektif: Vaginosis Bakterial,
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and
Venereology, Vol: 28, No: 3. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Kamelia Emma, Gardnerella bacteria in Bacterial Vaginosis Causes of Vaginal


Infections In Women

Indriatmi W. Vaginosis bacterial. Dalam: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi


W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokeran Univesitas Indonesia; h. 452-4, 2015.

Anda mungkin juga menyukai