Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM I


BLOK SISTEM REPRODUKSI II

DISUSUN OLEH :

Nama : Astrid Cinthara Paramita Duarsa

Kelas/Kelompok : B/SGD 11

NIM : 019.06.0010

Tutor : dr. I Nyoman Cahyadi , S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya dan
dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD (Small Group Discussion)
LBM 1 yang berjudul “Cairan Berbau” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa (LBM) 1 yang berjudul
“Cairan Berbau” meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan
makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. I Nyoman Cahyadi, S.Ked sebagai dosen fasilitator SGD 11 yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami dalam
berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk menyusun makalah ini,
maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Mataram, 24 Juni 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Skenario LBM 1

CAIRAN BERBAU

Seorang perempuan G3P2A0 berusia 35 tahun dengan umur kehamilan 24 minggu datang ke
klinik FK UNIZAR dengan keluhan keluar cairan dari vagina sejak seminggu yang lalu. Cairan
berwarna putih agak kekuningan, terasa gatal dan berbau agak amis. keluhan dirasakan terus
menerus dan pasien belum minum obat apapun.

Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan vital sign dalam batas normal,
pemeriksaan inspekulo didapatkan discharge (+) keluar dari kanalis servikalis berwarna putih
kekuningan, konsistensi kental. Dokter berencana untuk melakukan pemeriksaan penunjang
pada pasien tersebut.

Deskripsi Masalah

Dari skenario tersebut, diketahui bahwa perempuan tersebut mengeluhkan adanya cairan yang
keluar dari vagina sejak satu minggu yang lalu. Dimana cairan tersebut berwarna putih agak
kekuningan, terasa gatal dan berbau agak amis. Diketahui bahwa perempuan tersebut memiliki
riwayat kehamilan (gravida) ketiga, jumlah kelahiran (paritas) yakni dua kali dan tidak ada
riwayat abortus. Keluhan yang dialami oleh perempuan tersebut terjadi secara terus menerus
namun belum meminum obat apapun.

Setelah melakukan pemeriksaan fisik, didapatkan vital sign dalam batas normal namun pada
pemeriksaan inspekulo didapatkan discharge yang positif (+) keluar dari kanalis servikalis
berwarna putih kekuningan yang memiliki konsistensi kental.

Dari keluhan tersebut perlu diketahui apa yang menyebabkan keluarnya cairan yang berwarna
putih agak kekuningan, terasa gatal dan berbau agak amis pada pasien, faktor resiko yng
mempengaruhi keluarnya cairan pada keluhan tersebut, dan apakah terdapat hubungan antara
keluarnya cairan dengan kehamilan yang dialami oleh pasien.

Berdasarkan keluhan pasien tersebut, ada beberapa dugaan penyakit yang bisa saja terjadi pada
pasien ini. Dalam pelaksanaan small grup discussion yang telah kami lakukan sebelumnya,
kami mengambil 5 diagnosis diferensial yang dimana diagnosis diferensial tersebut memiliki
kemiripan manifestasi klinis dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien yakni Bakterial
Vaginosis, Trikomoniasis, Klamidia, Kandidiasis Vulvovaginalis, dan Servisitis dimana
Bakterial Vaginosis, Trikomoniasis, dan Kandidiasis termasuk kedalam Vaginitis Dan dari
5diagnosis diferensial tersebut akan di tentukan diagnosis kerja pada pasien.
BAB II

PEMBAHASAN

Flora Normal Vagina

Flora normal vagina terdiri dari berbagai spesies bakteri baik aerob maupun anaerob, tetapi
didominasi oleh flora normal anaerob dengan perbandingan 10 : 1. Terdapat mikroorganisme
di dalam vagina yang menghasilkan asam laktat dan hidrogen peroksida yang menghambat
pertumbuhan bakteri patogen, selain itu juga dihasilkan suatu protein, leucocyte protesase
inhibitor yang dapat melindungi jaringan sekitar dari inflamasi dan infeksi. Flora mikroba
vagina pada kehamilan normal dianggap memberikan perlindungan terhadap infeksi.
Mikrobiota selama kehamilan didominasi Lactobacillus spp. Komposisi mikrobiota dapat
berubah selama kehamilan, jika populasi mikrobiota menjadi lebih beragam, menunjukkan
bahwa populasi Lactobacillus telah didominasi bakteri penyebab vaginosis bakterial, sehingga
meningkatkan risiko kehamilan yang merugikan. Peningkatan sekresi vagina umum terjadi
selama kehamilan tetapi bukan merupakan indikator dari vaginosis bakterial atau dominasi
abnormal Lactobacillus.

Keasaman vagina berkisar antara 4-4,5 dibandingkan pada wanita menopause keasamannya
berkisar 6-7,5. Keasaman ini disebabkan oleh bakteri Lactobacillus yang menghasilkan asam
laktat, asam lemak dan asam organik lainnya. Bakteri yang lain juga ikut berperan dalam proses
keasaman ini, baik bakteri aerob yang melalui proses katabolisme protein ataupun bakteri
anaerob yang melalui proses fermentasi asam amino. Pada vagina wanita yang sehat terdapat
glikogen yang tujuannya mensuplai nutrisi ekosistem vagina. Sel epitel vagina memecah
glikogen menjadi monosakarida yang kemudian dikonversi oleh bakteri Lactobacillus menjadi
asam laktat.

Sekresi vagina normal berwarna putih bening dan biasanya terdapat di forniks posterior. Sekret
vagina dapat berasal dari kelenjar sebasea di vulva, kelenjar Bartolin dan Skene, transudasi
dinding vagina, eksfoliasi sel vagina dan serviks, mukosa vagina, cairan endometrium dan
saluran telur. Epitel vagina bagian luar, di dalam saluran reproduksi internal perempuan ada
tiga permukaan yang berbeda untuk perlindungan terhadap infeksi yaitu serviks, dinding rahim
atau endometrium, dan saluran telur. Terdapat sejumlah besar sel sistem kekebalan tubuh dan
limfatik dalam sistem reproduksi wanita tetapi tidak ada jaringan limfoid terorganisir. Serviks
memiliki epitel skuamosa yang terus menerus digantikan oleh sel-sel di lapisan basal dan
mengeluarkan lendir yang mengandung berbagai anti-mikroba yang melindungi terhadap
infeksi.

Serviks selama kehamilan mengalami perubahan "pematangan" dan dilatasi pada jangka waktu
tertentu untuk memungkinkan persalinan. Serviks wanita hamil ‘disumbat’ dengan plug lendir
yang kompleks. Plug lendir ini mengandung unsur sistem kekebalan bawaan (neutrofil,
makrofag, sitokin, peptida anti-mikroba, protease, dan protease inhibitor) dan adaptif
(imunoglobulin, sitokin) untuk melindungi rahim dan embrio terhadap infeksi ascending dari
saluran reproduksi yang lebih rendah.

Anatomi dan Fisiologi

Sebelum masuk pada diagnosis kerja dari kasus di skenario, perlu diketahui anatomi, fisiologi
dari organ genitalia wanita, vaskularisasi dan inervasinya terlebih dahulu. Anatomi dari organ
genitalia wanita dibedakan menjadi dua yakni genitalia eksterna dan genitalia interna. Genitalia
interna terdiri dari Vagina, uterus, tuba uterina, dan ovarium. Vagina merupakan suatu
bentukan tabung muculomembranous, yang memanjang dari bagian servikal uterus sampai ke
bagian vestibulum, yaitu celah antara labia minora ke arah terbukanya vagina dan urethra.
Fungsi dari vagina antara lain sebagai saluran cairan menstruasi, membentuk bagian inferior
dari jalan lahir, sebagai tempat penis dan proses ejakulasi saat proses hubungan intim,
berhubungan dengan canalis cervicalis di bagian superior, Berbatasan dengan vestibulum di
bagian inferior. Arteri yang mensuplai bagian superior vagina berasal dari arteri uterina, bagian
medial dan inferior vagina berasal dari arteri vaginalis dan arteri pudendalis interna. Dimana
vena akan membentuk vaginal venous plexuses di sepanjang vagina dan dalam mukosa vaginal.
Vena-vena ini berhubungan dengan uterine venous plexus dalam bentuk uterovaginal plexus
dan bermuara ke internal iliac veins melalui vena uteri. (Yuliana, 2017). Uterus merupakan
organ muskular berongga, berdinding tebal, dan berbentuk seperti buah pir. Dimana uterus
dibedakan menjadi 2 bagian, yakni Corpus uteri (body) dan Cervix uteri. Uterus memiliki
lapisan dinding yang dibedakan menjadi tiga bagian yakni Perimetrium, Myometrium dan
Endometrium bila dilihat dari luar ke dalam. Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina,
dengan suplai kolateral dari arteri ovarica. (Tortora, 2015). Innervasi vagina inferior bersifat
somatis, berasal dari deep perineal nerve, cabang pudendal nerve. Selain itu innervasi sebagian
besar vagina dan keseluruhan uterus, bersifat visceral dan berasal dari uterovaginal nerve
plexus, yang berjalan melewati arteri uterine pada junction basis peritoneal broad ligament dan
bagian superior transverse cervical ligament. (Yulina, 2017).
Tuba uterina memanjang secara lateral dari cornu uterus dan membuka ke dalam rongga
peritoneal di dekat ovarium. Tuba uterina berada dalam mesosalphinx pada tepi bebas dari
broad ligament. Tiap Tuba uterina dibedakan menjadi 4 bagian infundibulum, ampulla,
isthmus, dan bagian uterina. Sedangkan Ovarium yang berbentuk seperti kacang almond
biasanya berada di dekat perlekatan antara broad ligament dengan dinding lateral dari pelvis,
dipisahkan dari kedua organ tersebut oleh peritoneal folds. Vaskularisasi tuba uterina dan
ovarium berasal dari arteri ovarica dimana arteri ovarica berasal dari abdominal aorta dan
berjalan menuruni dinding posterior abdomen. Sedangkan inervasi ovarium dan tuba uterina
berasal dari ovarian plexus, uterine (pelvic) plexus, pelvic pain line, dimana serat visceral
afferent berjalan bersama serat simpatis ovarian plexus dan lumbar splanchnic nerves menuju
badan sel dalam T11-L1 spinal sensory ganglia. Visceral afferent reflex mengikuti serat
parasimpatis berjalan retrograde melalui uterine (pelvic) dan inferior hypogastric plexuses serta
pelvic splanchnic nerves menuju cell bodies in the S2-S4 spinal sensory ganglia. (Yulina, 2017)

Anatomi eksterna organ genitalia eksterna terdiri dari mons pubis, labia majora (termasuk
pudendal cleft), labia minora (termasuk vestibule), clitoris, bulbus vestibulum, glandula
vestibularis major dan minor serta vulva (pudendum).

Mons pubis dikelilingi oleh lapisan lemak di sebelah anterior symphysis pubis, tuberculum
pubicum, dan rami pubis superior. Jumlah lemak pada mons pubis meningkat saat pubertas dan
menurun setelah menopause. Setelah pubertas, mons pubis dikelilingi dengan rambut pubis
yang kasar. Labia majora adalah lipatan kulit yang menonjol dan berguna untuk melindungi
orificium vagina dan uretra. Masing-masing labium majus memiliki lapisan lemak subkutan
yang mengandung otot polos dan ligament uterus, yang berjalan inferoposterior dari mons
pubis ke arah anus. Labia minora merupakan lipatan kulit bebas lemak dan tidak berambut.
Bagian ini memiliki jaringan ikat spongiosa yang terdiri dari jaringan erektil dan banyak
pembuluh darah kecil. Clitoris adalah organ erektil yang ada di pertemuan labia minora di
sebelah anterior. Vestibule adalah suatu ruangan yang dikelilingi oleh labia minora, yang terdiri
dari orificium urethra, vagina, dan ductus glandula vestibularis major dan minor. Bulbus
vestibulum adalah massa jaringan erektil berpasangan yang ada di sekitar orificium vagina dan
diselimuti oleh musculus bulbospongiosus. Glandula vestibularis major (Bartholin glands) ada
di masing-masing sisi vestibulum, di sebelah posterior orificium vagina. Kelenjar ini berukuran
lebih kecil, terletak di masing-masing sisi vestibulum, di antara urethra dan orificium vagina.
Kelenjar ini menghasilkan mucus, yang berguna untuk melembabkan labia dan vestibulum.
inervasi Aspectus anterior vulva disuplai oleh nervus labialis anterior, yang berasal dari
ilioinguinal nerve dan cabang genital nervus genitofemoralis. Pada Aspectus posterior
mendapatkan darah dari cabang perineal nervus cutaneous posterior dan nervus pudendalis.
Dimana nervus pudendalis adalah saraf utama perineum. Nervus labialis posterior akan
mensuplai labia dan akan bercabang. Cabang muscular dan profundus mensuplai orificium
vagina dan superficial perineal muscles. Nervus dorsalis clitoris mensuplai deep perineal
muscles dan sensasi clitoris.

Diagnosis Kerja

BV secara signifikan berhubungan dengan gejala vagina berbau amis (49% pasien BV
dibandingkan pada pasien tanpa BV hanya 20%) dan duh tubuh vagina (50% pada pasien BV
dibandingkan tanpa BV hanya 37%) serta dengan tanda klinis berupa duh tubuh homogen
encer, putih, duh tubuh yang melekat secara merata pada dinding vagina (69% wanita dengan
BV dibandingkan hanya 3% yang bukan BV) seperti pada Gambar 2.3. Hampir keseluruhan
wanita dengan BV mempunyai pH vagina > 4,5 ketika diukur dengan kertas pH, meskipun
temuan ini tidak berarti spesifik untuk BV. Bau amis yang terjadi saat duh tubuh vagina ditetesi
dengan KOH 10% (“whiff test”) terdapat pada 43% pasien yang menderita BV dibandingkan
hanya 1% pada yang tidak menderita BV. Pada pemeriksaan mikroskopis duh tubuh vagina
dengan pembesaran 400x dapat diamati adanya clue cells > 20% sel-sel epitel vagina yang
terdapat pada 81% pasien BV dibandingkan 6% pada pasien tanpa BV.

Secara klinis infeksi BV bukan merupakan suatu proses inflamasi, untuk itu penegakkan
diagnosis infeksi BV tidak dapat didukung hanya satu kriteria, melainkan didukung oleh
beberapa kriteria klinis dan uji laboratorium sederhana. Kriteria diagnosis yang dikenal adalah
kriteria Amsel dan metode pewarnaan Gram, yaitu kriteria Nugent dan kriteria Spiegel. Kriteria
Nugent merupakan gold standard dalam penegakkan diagnosa BV karena memiliki kelebihan
pada sisi objektivitas, nilai sensitivitas, dan spesifitas yang baik.

BV secara signifikan berhubungan dengan gejala vagina berbau amis (49% pasien BV
dibandingkan pada pasien tanpa BV hanya 20%) dan duh tubuh vagina (50% pada pasien BV
dibandingkan tanpa BV hanya 37%) serta dengan tanda klinis berupa duh tubuh homogen
encer, putih, duh tubuh yang melekat secara merata pada dinding vagina (69% wanita dengan
BV dibandingkan hanya 3% yang bukan BV) seperti pada Gambar 2.3. Hampir keseluruhan
wanita dengan BV mempunyai pH vagina > 4,5 ketika diukur dengan kertas pH, meskipun
temuan ini tidak berarti spesifik untuk BV. Bau amis yang terjadi saat duh tubuh vagina ditetesi
dengan KOH 10% (“whiff test”) terdapat pada 43% pasien yang menderita BV dibandingkan
hanya 1% pada yang tidak menderita BV. Pada pemeriksaan mikroskopis duh tubuh vagina
dengan pembesaran 400x dapat diamati adanya clue cells > 20% sel-sel epitel vagina yang
terdapat pada 81% pasien BV dibandingkan 6% pada pasien tanpa BV.

Etiologi

Temuan clue cell merupakan salah satu syarat dalam mendiagnosis bakterial vaginosis. Dimana
clue cells akan ditemukan dalam sekret vagina merupakan hal yang sangat esensial pada
kriteria Amsel. Clue cells merupakan sel-sel epitel vagina yang dikelilingi oleh bakteri Gram
variabel coccobasilli sehingga yang pada keadaan normal sel epitel vagina yang ujung-
ujungnya tajam, perbatasanya menjadi tidak jelas atau berbintik. Clue cells dapat ditemukan
dengan pengecatan gram sekret vagina dengan pemeriksaan laboratorium sederhana dibawah
mikroskop cahaya. Jika ditemukan paling sedikit 20% dari lapangan pandang.

Trichomonas vaginalis hanya memiliki bentuk tropozoit, berukuran antara 15 - 20 x 10 µ, tidak


berwarna dan bentuknya cuboid. Sitoplasmanya bergranula, terletak di sekitar custa dan
axostyle. Membran bergelombang, berakhir pada pertengahan tubuh flagella bebas. Sitostoma
tidak nyata dan hanya mempunyai nukleus.

Intinya berbentuk oval dan terletak dibagian atas tubuhnya, dibelakang inti terdapat
blepharoblas sebagai tempat keluarnya 4 buah flagella yang menjuntai bebas dan melengkung,
di ujungnya sebagai alat geraknya yang “maju-mundur”. Flagella kelima melekat ke undulating
membrane dan menjuntai kebelakang sepanjang setengah panjang tubuh protozoa ini.
Sitoplasma terdiri dari suatu struktur yang berfungsi seperti tulang yang disebut sebagai
axostyle.

Trikomonas Vaginalis

Dalam penyakit candidiasis vulvovaginalis akan ditemukan adanya Candida albicans sebagai
penyebab tersering. Candida sp. tumbuh sebagai sel ragi berbentuk oval dan bertunas (ukuran
3-6µm). Tidak seperti spesies Candida yang lain, C. albicans bersifat dimorfik, selain ragi dan
pseudohifa, C. albicans juga dapat menghasilkan hifa sejati. Di medium agar atau dalam 24
jam di suhu 37°C atau suhu ruang, Candida sp. membentuk koloni lunak berwarna krem dengan
bau beragi. Pseudohifa tampak sebagai sebentuk pertumbuhan di bawah permukaan agar. Ada
dua uji morfologi sederhana yang dapat membedakan C. albicans, patogen yang paling umum,
dengan spesies Candidia yang lain. Setelah diinkubasi di dalam serum selama sekitar 90 menit
pada suhu 37°C, sel ragi C. albicans akan mulai membentuk hifa sejati atau tabung-tabung
tunas, dan di atas medium yang kurang bernutrisi, C. albicans menghasilkan klamidospora
bulat berukuran besar.
Candida albicans

Keputihan merupakan kondisi yang sering dialami oleh wanita sepanjang siklus kehidupannya
mulai dari masa remaja, masa reproduksi maupun masa menopause. Keputihan dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu keputihan normal atau fisiologis dan abnormal atau patologis. Ciri-ciri
dari Keputihan fisiologis adalah keluarnya cairan yang tidak terlalu kental, jernih, warna putih
atau kekuningan, jika terkontaminasi oleh udara, tidak disertai rasa nyeri, tidak timbul rasa
gatal yang berlebih, dan tidak berbau. Keputihan yang bersifat fisiologis mengandung banyak
epitel dengan leukosit yang jarang. Sementara keputihan patologis sering disebut dengan
keputihan abnormal atau keputihan tidak normal yang dikategorikan sebagai penyakit. Ada
terdapat banyak penyebab keputihan yang dapat bersifat patologis maupun bersifat non
patologis. Ciri-ciri dari keputihan patologis yaitu cairan yang keluar sangat kental dan warna
kekuningan sampai kehijauan, bau yang sangat menyengat, jumlahnya yang berlebih dan
menyebabkan rasa gatal, nyeri juga rasa sakit dan panas saat berkemih, serta banyak
mengandung leukosit (Bahari, 2012).

Infeksi merupakan suatu penyakit yang bisa disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti
bakteri, jamur dan protozoa. Dimana mikroorganisme tersebut akan menyebabkan host atau
inang yang ditinggali oleh mikroorganinsme tersebut mengalami suatu penyakit. Ada
perbedaan antara infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Perbedaan infeksi tersbut
bisa dilihat dari histopatologi dari pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan, yakni dimana
pada infeksi bakteri akan ditemukan adanya clue cell, sedangkan pada infeksi jamur akan
ditemukan sel ragi (yeast cell) dan pseudohiva. Untuk menentukan mikroorganisme yang
menjangkit host atau inang diperlukan pemeriksaan lanjutan selain pemeriksaan fisik. Dimana
pemeriksaan lanjutan untuk infeksi bakteri berupa kultur bakteri, mikroskop dan pewarnaan
gram, sedangkan pemeriksaan pada infeksi jamur menggunakan media agar dan pemeriksaan
mikroskopik. Adapun untuk mengatasi infeksi akibat bakteri dapat digunakan pengobatan
dengan antibiotik dan jika pada infeksi jamur dapat menggunakan anti jamur.

Epidemiologi

Prevalensi BV secara global sangat bevariasi antar suku bangsa disetiap negara, berkisar antara
10-30% pada populasi yang berbeda diseluruh dunia. Berdasarkan studi tinjauan sistematis
terbaru yang mengevaluasi epidemiologi global BV sesuai dengan wilayah di dunia, Sub-
Sahara Afrika mempunyai angka prevalensi tertinggi, diperkirakan mencapai 58% dari studi
populasi. Pada tinjauan sistematis yang sama, prevalensi BV diperkirakan pada studi populasi
hingga 51% di Asia Timur dan Pasifik, 32% di Asia Selatan dan Tenggara, 8% di Australia
dan Selandia Baru, 50% di Timur Tengah dan Afrika Utara, 28% di Eropa Timur dan Asia
Tengah, 23% di Eropa Barat, 30% di Amerika Utara, dan 49% di Amerika Latin dan Karibian.

Wanita yang tidak pernah melakukan hubungan seksual dikatakan jarang menderita BV
(Schalkwyk dan Yudin, 2015). Vaginosis bakterial merupakan infeksi vagina tersering pada
wanita yang aktif melakukan hubungan seksual. Penyakit ini dialami pada 15% wanita yang
mendatangi klinik ginekologi, 10- 25% wanita hamil dan 33-37% wanita yang mendatangi
klinik infeksi menular seksual.

Di Indonesia, Krisnadi pada penelitiannya tahun 2000 di Bandung, mendapatkan prevalensi


vaginosis bakterial sebesar 14,7% (Arianita, 2015), sedangkan berdasarkan catatan registrasi
pasien yang berobat di sub bagian IMS poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah Denpasar
periode Januari-Desember 2015 didapatkan BV sebanyak 27 kasus (Anonim, 2015). Pada
penelitian Effendi tahun 2004 di RSU dr. Pirngadi Medan dengan menggunakan kriteria
Amsel, dijumpai prevalensi BV sebesar 25,7%, dan dengan menggunakan skor Nugent pada
pewarnaan Gram dijumpai sebesar 28,7%. Sulistyowati dkk. melakukan penelitian secara
retrospektif berdasarkan catatan medik pasien BV yang berobat di sub bagian IMS poliklinik
kulit dan kelamin RSUD dr. Moewardi Surakarta periode Januari-Desember 2011. Pada
penelitian ini diketahui bahwa jumlah BV sebanyak 56,25%, dengan distribusi pasien BV
berdasarkan kelompok umur terbanyak adalah 25-44 tahun sebanyak 43,75%, 15-24 tahun
sebanyak 31,25%. Status pernikahan terbanyak adalah menikah sebanyak 81,25%, belum
menikah 12,5%, janda orang 5,25%.
Faktor Resiko

Faktor resiko terbanyak pasien BV adalah douching vagina sebanyak 87,5%, 12,5%
menggunakan Intra Uterine Device (IUD). Keluhan utama terbanyak adalah keluarnya duh
tubuh vagina yang disertai dengan gatal sebanyak 12 orang (75%), terdapat juga keluhan perih
pada 2 orang (12,5%), dan tanpa keluhan pada 2 orang (12,5%). Keluhan duh tubuh yang
dialami lebih dari 14 hari sebanyak 8 orang (50%). Duh tubuh vagina terbanyak adalah mukous
sebanyak 14 orang (87,5%). Diagnosis penyerta terbanyak adalah kandidiasis vulvovaginalis
sebanyak 5 orang (31,25%), 1 orang (6,25%) dengan kondiloma akuiminata, dan 1 orang
(6,25%) dengan servisitis gonokokal.

Patofisiologi

Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk menimbulkan kejadian vaginosis.
Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara berlebihan sebagai akibat adanya
peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya dominasi flora normal Lactobacillus yang
menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita normal dijumpai kolonisasi strain
Lactobacillus yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan pada pasien vaginosis terjadi
penurunan jumlah populasi Lactobacillus secara menyeluruh, sementara populasi yang tersisa
tidak mampu menghasilkan H2O2. Hidrogen peroksida dapat menghambat pertumbuhan
kuman-kuman yang terlibat dalam vaginosis, yaitu oleh terbentuknya H2O-halida karena
pengaruh peroksidase alamiah yang berasal dari serviks. Akibat meningkatnya pertumbuhan
kuman, produksi senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat adanya
dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina yaitu putresin,
kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin.

Akibat dari perubahan keseimbangan antara mikroorganisme protektif (Lactobacillus) dan


patogen potensial pada lingkungan mikro vagina pasien BV, terdapat sejumlah besar reactive
oxidant species (ROS) yang dihasilkan serta diakumulasi dalam saluran genital sehingga
menyebabkan stres oksidatif. Hal tersebut telah dilaporkan sebagai pencetus penting apoptosis
sel melalui jalur mitokondria. Lactobacillus secara normal memproduksi sedikit H2O2 yang
toksik terhadap sebagian besar mikroorganisme sehingga memberikan mekanisme
perlindungan intrinsik pada kompartemen vagina. MDA sebagai radikal bebas yang
memungkinkan modifikasi biomolekular dan menginduksi kerusakan oksidatif terhadap
mikroorganisme, sehingga menguntungkan untuk melindungi efek dari H2O2. Hidrogen
peroksida yang tinggi diproduksi berlebihan maka akan menyebabkan oksidasi target selular
seperti DNA, protein dan lipid mengakibatkan mutagenesis dan kematian sel.

Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerella dalam suasana pH vagina
yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau amis, bau serupa juga dapat
tercium jika pada duh tubuh vagina yang diteteskan KOH 10%. Senyawa amin aromatik yang
berkaitan dengan timbulnya bau amis tersebut adalah trimetilamin, suatu senyawa amin
abnormal yang dominan pada BV. Bakteri anaerob akan memproduksi aminopeptida yang akan
memecah protein menjadi asam amino dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang
akan mengubah asam amino dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin
(metabolit arginin) akan menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan menghasilkan
kadaverin dan dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan menghasilkan trimetilamin.
Poliamin asal bakteri ini bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam vagina pasien
BV, yaitu asam asetat dan suksinat, bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel
vagina. Hasil eksfoliasi yang terkumpul membentuk duh tubuh vagina. Pada pH yang alkalis
Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan membentuk clue cells.
Clue cells secara mikroskopik tampak sebagai sel epitel yang sarat dengan kuman, terlihat
granular dengan pinggiran sel yang hampir tidak tampak. Uraian penjelasan mengenai
patogenesis BV ini digambarkan secara skematis pada gambar.
Kriteria Diagnosis

Secara klinis infeksi BV bukan merupakan suatu proses inflamasi, untuk itu penegakkan
diagnosis infeksi BV tidak dapat didukung hanya satu kriteria, melainkan didukung oleh
beberapa kriteria klinis dan uji laboratorium sederhana. Kriteria diagnosis yang dikenal adalah
kriteria Amsel dan metode pewarnaan Gram, yaitu kriteria Nugent dan kriteria Spiegel. Kriteria
Nugent merupakan gold standard dalam penegakkan diagnosa BV karena memiliki kelebihan
pada sisi objektivitas, nilai sensitivitas, dan spesifitas yang baik

1. Kriteria Spiegel

Metode pemeriksaan Spiegel merupakan penilaian yang berdasar pada jumlah kuman
Lactobacillus, Gardnerella dan flora campuran dalam menegakkan diagnosis BV. Kriteria
Spiegel bersifat lebih tegas karena hanya terdapat 2 kriteria aja, yaitu normal dan BV positif,
sehingga lebih memudahkan dalam menentukan perlu atau tidaknya dilakukan terapi.

Pada pengecatan Gram yang menunjukkan predominasi (3+ hingga 4+) Lactobacillus, dengan
atau tanpa morfotipe Gardnerella, diinterpretasikan normal. Pengecatan Gram yang
menunjukkan flora campuran meliputi bakteri Gram positif, bakteri Gram negatif, atau bakteri
Gram variabel dan morfotipe Lactobacillus menurun atau tidak ada (0 sampai 2+),
diinterpretasikan infeksi BV. Setiap morfotipe bakteri diamati pada pemeriksaan mikroskop
dengan pembesaran objektif 100 kali, dan dijumlahkan (dari rerata 10 lapangan pandang).
Skoring morfotipe kuman terdiri atas 4 kelas, yaitu 1+ jika ditemukan < 1 per lapangan
pandang; 2+ jika ditemukan 1-5 per lapangan pandang; 3+ jika ditemukan 6-30 per lapangan
pandang; dan 4+ jika ditemukan sebanyak > 30 per lapangan pandang.
2. Kriteria Nugent

Kriteria Nugent atau juga dikenal sebagai skor Nugent merupakan metode diagnosis infeksi
BV dengan pendekatan berdasarkan jumlah bakteri yang ada pada duh tubuh vagina. Kriteria
Nugent merupakan modifikasi dari metode Spiegel dalam penghitungan jumlah kuman pada
preparat basah duh tubuh vagina.

Kriteria Nugent dinilai dengan adanya gambaran Lactobacillus, Gardnerella vaginalis dan
Mobiluncus spp. (skor dari 0 sampai 4 tergantung pada ada atau tidaknya pada preparat).
Kuman batang Gram negatif/ Gram variabel kecil (Garnerella vaginalis) jika lebih dari 30
bakteri per lapangan minyak imersi (oif) diberi skor 4; 6-30 bakteri per oif diberi skor 3; 1-5
bakteri per oif diberi skor 2; kurang dari 1 per oif diberi skor 1; dan jika tidak ada diberi skor
0. Kuman batang Gram-positif besar (Lactobacillus) skor terbalik, jika tidak ditemukan kuman
tersebut pada preparat diberi skor 4; kurang dari 1 per oif diberi skor 3; 1-5 per oif diberi skor
2; 6-30 per oif diberi skor 1; dan lebih dari 30 per oif diberi skor 0. Kuman batang Gram
berlekuk-variabel (Mobiluncus sp.), jika terdapat lima atau lebih bakteri diberi skor 2, kurang
dari 5 diberi skor 1, dan jika tidak adanya bakteri diberi skor 0. Semua skor dijumlahkan hingga
nantinya menghasilkan nilai akhir dari 0 sampai 7 atau lebih. Kriteria untuk infeksi BV adalah
nilai 7 atau lebih tinggi; skor 4-6 dianggap sebagai intermediet, dan skor 0- 3 dianggap normal.
3. Kriteria Amsel

Kriteria Amsel dalam penegakan diagnosis BV harus terpenuhi 3 dari 4 kriteria berikut: a.
Adanya peningkatan jumlah duh tubuh vagina yang bersifat homogen. Keluhan yang sering
ditemukan pada wanita dengan BV adalah adanya gejala duh tubuh vagina yang berlebihan,
berwarna putih yang berbau amis dan menjadi lebih banyak setelah melakukan hubungan
seksual. Pada pemeriksaan spekulum didapatkan duh tubuh vagina yang encer, a dhomogen,
dan melekat pada dinding vagina tetapi mudah dibersihkan. Pada beberapa kasus, duh tubuh
vagina terlihat berbusa yang gejalanya hampir mirip dengan infeksi trikomoniasis sehingga
kadang sering terjadi kesalahan dalam menegakkan diagnosis (Umbara, 2009). b. pH duh tubuh
vagina yang lebih dari 4,5 pH vagina ditentukan dengan pemerikasaan duh tubuh vagina yang
diambil dari dinding lateral vagina menggunakan lidi kapas dan dioleskan pada kertas strip
pH.(2,5,7). Pemeriksaan ini cukup sensitif, 90% dari pasien BV mempunyai pH duh tubuh
vagina lebih dari 5; tetapi spesitifitas tidak tinggi karena pH juga dapat meningkat akibat
pencucian vagina, menstruasi atau adanya sperma. pH yang meningkat akan meningkatkan
pertumbuhan flora vagina yang abnormal (Umbara, 2009). c. Whiff test Positif Whiff test diuji
dengan cara meneteskan KOH 10% pada duh tubuh vagina, pemeriksaan dinyatakan positif
jika setelah penentesan tercium bau amis. Peningkatan pH vagina menyebabkan asam amino
mudah terurai dan mengeluarkan putresin serta kadaverin yang berbau amis khas. Bau amis ini
mudah tercium pada saat melakukan pemeriksaan spekulum, dan ditambah bila duh tubuh
vagina tersebut ditetesi KOH 10%. Cara ini juga memberikan hasil yang positif terhadap
infeksi trikomoniasis (Umbara, 2009). d. Clue cells ditemukan pada pemeriksaan
mikroskopisMenemukan clue cells di dalam duh tubuh vagina merupakan hal yang sangat
esensial pada kriteria Amsel. Clue cells merupakan sel-sel epitel vagina yang dikelilingi oleh
bakteri Gram variabel coccobasilli sehingga pada keadaan normal sel epitel vagina yang ujung-
ujungnya tajam, perbatasanya menjadi tidak jelas atau berbintik seperti. Clue cells dapat
ditemukan dengan pengecatan Gram duh tubuh vagina dengan pemeriksaan laboratorium
sederhana dibawah mikroskop cahaya, jika ditemukan paling sedikit 20% pada lapangan
pandang.

Tata Laksana

Metronidazol sudah digunakan secara luas untuk pengobatan BV sejak tahun 1980 dengan hasil
yang cukup memuaskan. Metronidazol dalam sediaan oral ataupun intravagina telah diteliti
sebagai terapi pada BV. Efektivitas agen metronidazol untuk pengobatan BV telah terbukti
dalam banyak studi yang meneliti ribuan wanita yang menderita BV, dengan angka
kesembuhan mencapai 71-89% atau lebih selama pengamatan satu bulan setelah terapi.
Metronidazol bersifat antiprotozoa dan antibakteri yang aktif terhadap bakteri anaerob Gram
negatif serta Mobiluncus mulieris, dan kurang efektif terhadap G. Vaginalis serta Mobiluncus
curtisii.

Metronidazol dapat diberikan per oral maupun intravagina untuk pengobatan BV. Pemberian
metronidazol 500 mg per oral dua kali sehari selama 7 hari atau 2 gram per oral dosis tunggal
direkomendasikan oleh CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan WHO (World
Health Organization) sebagai terapi standar untuk BV bagi wanita yang tidak hamil. Sediaan
metronidazol 0,75% dalam gel vagina juga dapat digunakan sekali sehari selama 5 hari untuk
terapi wanita dengan BV yang tidak hamil.

Terdapat beberapa efek samping pengobatan dengan metronidazol yaitu berupa keluhan
gastrointestinal seperti rasa logam di mulut, nausea, muntah, infeksi kandida dan disulfiram
like reaction setelah mengkonsumsi alkohol. Adanya efek samping tersebut akan menyebabkan
penurunan tingkat kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat selama 7 hari, sehingga
meningkatkan risiko BV rekuren serta resistensi terhadap metronidazol. Metronidazol dapat
digunakan pada kondisi tersebut, yang diketahui mempunyai efek samping lebih rendah.

Antimikroba lain yang dapat digunakan sebagai lini kedua terapi vaginosis bakterial adalah
klindamisin. Klindamisin merupakan antimikroba golongan linkosamid. Klindamisin terdapat
dalam sediaan tablet dan krim atau ovule vagina. Efektifitas klindamisin oral untuk pengobatan
BV pertama kali dilaporkan oleh Greaves dkk. melalui penelitian pada 143 wanita yang
menerima metronidazol 500 mg per oral dua kali perhari selama 7 hari atau klindamisin 300
mg per oral dua kali perhari selama 7 hari. Efikasi klinis dalam 1 minggu mencapai 94% untuk
kelompok yang menerima klindamisin oral, sedangkan 96% untuk kelompok yang menerima
metronidazol oral. Pada kelompok klindamisin dilaporkan terjadi efek samping sebesar 16%
dan pada kelompok metronidazol efek samping mencapai 22%. Klindamisin oral sama
efektifnya dengan metronidazol untuk terapi BV dan terutama dapat diberikan untuk wanita
hamil.

Efek samping klindamisin pada saluran cerna lebih ringan daripada metronidazol, seperti
nausea, muntah, diare dan kolitis pseudomembranosa pada kasus yang jarang. Efek samping
lain berupa iritasi vagina dapat terjadi jika menggunakan sediaan klindamisin intravagina serta
risiko infeksi jamur adalah sama pada kedua jenis antibiotika tersebut.

Tinidazol adalah antibiotik golongan nitroimidazol, dan pemakaiannya untuk pengobatan


vaginosis bakterial dilaporkan di Eropa, Asia serta Amerika Latin. Tinidazol telah disetujui
penggunaannya oleh FDA sebagai terapi vaginosis bakterial di Amerika.

Tinidazol telah digunakan secara luas untuk terapi BV dengan dosis rejimen oral yang
bervariasi, dapat 2 gram sebagai dosis tunggal, 500 mg dua kali sehari selama 5 hari, dan 150
mg dua kali sehari selama 5 hari serta sebagai rejimen intravagina (diberikan dalam bentuk
tablet) dengan dosis 500 mg perhari selama 14 hari. Efikasi tinidazol dengan 2 gram dosis
tunggal, berkisar 46% hingga 71% yang diberikan plasebo dan 75% hingga 94% ketika
dibandingkan setara dengan rejimen metronidazol atau klindamisin. Efikasi tinidazol dengan
dosis 2 gram diberikan perhari untuk 2 hari, berkisar 50% hingga 80%.

Efek samping pemberian tinidazol hampir sama dengan metronidazol meliputi gangguan
gastrointestinal serta infeksi jamur (Schwebke dan Desmond, 2011). Penatalaksanaan
vaginosis bakterial menurut pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual tahun
2011.

Penatalaksanaan pada wanita hamil yang menderita BV menurut CDC dapat diberikan
metronidazol 500 mg peroral dua kali perhari selama 7 hari atau dengan dosis 250 mg peroral
tiga kali perhari selama 7 hari. Wanita hamil dengan BV juga dapat diberikan klindamisin 300
mg peroral dua kali perhari selama 7 hari. Centers for Disease Control and Prevention juga
tidak merekomendasikan preparat vagina untuk BV seperti gel, krim maupun tablet ovule pada
kehamilan karena kurangnya penyerapan sistemik dan kekhawatiran terhadap kelahiran
prematur dengan pengobatan tersebut.
KIE

Menjaga kebersihan saat menstruasi seperti selalu menggunaan pembalut yang bersih, selalu
menganti pembalut setelah buang air kecil dan tidak melakukan hubungan seksual selama
menstruasi.

Menjaga kebersihan vagina dengan tindakan selalu menggunakan celana dalam yang tidak
ketat dan kering, selalu menggunakan teknik cebok dari depan ke belakang, mengeringkan
vagina setelah cebok, selalu menggunakan peralatan mandi (sabun dan handuk) pribadi, selalu
membersihkan kloset sebelum digunakan, selalu mengeringkan peralatan mandi (handuk)
dibawah terik matahari secara langsung.

Menjaga kebersihan pada saat melakukan hubungan sexual dengan cara membersihkan alat
genitalia sebelum dan sesudah melakukan hubungan suami istri, dan melakukan hubungan
sexual dengan frekwensi kurang dari tujuh kali dalam seminggu.

Komplikasi & Prognosis

Banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh Bacterial Vaginosis (BV), Bacterial Vaginosis (BV)
diantaranya adalah peningkatan resiko terhadap infeksi saluran genitalia termasuk infeksi yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, HSV-1 and -2 dan
peningkatan terhadap resiko penularan human immunodeficiency virus (HIV) dan kelahiran
premature.

Menurut Rungpao (2008), komplikasi yang dapat timbul pada Bakterial Vaginosis (BV) antara
lain menyebabkan infeksi dan ruptur membran amnion pada kehamilan, kelahiran prematur,
endometritis, komplikasi setelah melahirkan, Nongonococcal pelvic inflamantory desease,
kemandulan, dan dapat meningkatkan resiko penularan human immunodeficiency virus (HIV)/
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) .Alsworth dan Peiperth (2009) menyatakan
Bacterial Vaginosis (BV) dapat meningkatkan resiko terjadinya Sexual Transmited Desease
(STD), human immunodeficiency virus (HIV), dan penyakit kelamin yang lain.

Adanya penyakit menular seksual bisa meningkatkan resiko Bakterial Vaginosis (BV).
Pemakaian douching vagina yang merupakan produk untuk menjaga higiene wanita (vaginal
spray atau vaginal wipes dan buble baths bisa menyebabkan terjadinya Bakterial Vaginosis
(BV). Hubungan seksual tanpa menggunakan kondom dapat juga menyebabkan Bakterial
Vaginosis (BV).
Infeksi BV yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat menyebabkan komplikasi, antara
lain, endometritis, penyakit radang panggul, sepsis paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi
paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV dan IMS lain. Infeksi BV merupakan
faktor risiko potensial untuk penularan HIV karena pH vagina meningkat dan faktor biokimia
lain yang diduga merusak mekanisme pertahanan host. Penelitian dari seluruh dunia mengenai
BV langsung tertuju kepada sejumlah komplikasi obstetrik yaitu keguguran, lahir mati,
perdarahan, kelahiran prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini, infeksi cairan
ketuban, endometritis paskapersalinan dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO).

Adapun prognosis dari skenario adalah dubia. Hal ini disebakan karena setiap vaginitis yang
terjadi memiliki etiologi yang berbeda. Dan pada skenario karena tidak ada hasil dari
pemeriksaan penunjang maka prognosis dari kasus pada skenario belum bisa ditentukan atau
dubia.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan
hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala hal yang berhubungan dengan
sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang
berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi. Alat reproduksi merupakan salah
satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan
yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi. Peradangan
vagina, Vaginistis atau radang vagina bisa dipicu oleh infeksi kuman, atau reaksi alergi
terhadap bahan-bahan tertentu. Infeksi yang paling sering menyebabkan radang di bagian ini
antara lain Tricomoniasis, Vaginosis Bakterial dan infeksi jamur Candidiasis. Vaginistis sangat
mengganggu karena bisa menyebabkan gatal-gatal hingga iritasi. Dampak dari vaginitis juga
bisa terjadi peningkatan keretanan terhadap infeksi HIV, kanker serviks, dan kemungkinan
infertilitas

DAFTAR PUSTAKA

1. Hildebrand J.P. Kansagor A.T. Vaginitis. StatPearls Publishing. 2020.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470302/.

2. Paladine H.L. Desai U.A. Vaginitis: Diagnosis and Treatment. AAFP: 2018 Mar
1;97(5):321-329. https://www.aafp.org/afp/2018/0301/p321.pdf

3. Center for Disease Control and Prevention. Guideline Sexually Transmitted Disease
Characterized by Vaginal Discharge: Bacterial Vaginosis. 2015.
https://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm

4. Centers for Disease Control and Prevention. (2010). Bacterial vaginosis—CDC fact sheet.
Retrieved March 27, 2012, from http://www.cdc.gov/std/bv/stdfact-bacterial-vaginosis.htm

5. Centers for Disease Control and Prevention. (2011). Trichomoniasis—CDC fact sheet.
Retrieved March 27, 2012, from http://www.cdc.gov/std/trichomonas/STDFact-
Trichomoniasis.htm

Anda mungkin juga menyukai