Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN


GANGGUAN REPRODUKSI : GANGGUAN VULVA,
GANGGUAN RAHIM, GANGGUAN MENSTRUASI,
GANGGUAN NEOPLASIA, DAN PENYAKIT MENULAR
SEKSUAL

Dosen Pengampu :

Ika Puspita Sari S. Kep. Ns., M. Kep.

Disusun Oleh :

1. Safitri Puspita K. W. (201914401022)


2. Sherlysta Elga Afriska (201914401023)
3. Shobibur Rohmah Maulidiyah (201914401024)
4. Sifa’ur Rohma (201914401025)
5. Sururin Nida (201914401026)

STIKES AR RAHMA MANDIRI INDONESIA

GEMPOL – PASURUAN

TAHUN AJARAN 2019 – 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI :
GANGGUAN VULVA, GANGGUAN RAHIM, GANGGUAN MENSTRUASI,
GANGGUAN NEOPLASIA, DAN PENYAKIT MENULAR”

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada, Ika Puspita Sari S. Kep. Ns., M. Kep. selaku
pembimbing. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Maternitas. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah yang akan kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

                                                                                                            

Pasuruan, 1 April 2021

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan sesuatu yang vital. Kesehatan reproduksi salah satunya.
Sistem reproduksi tidak dapat luput dari perhatian kita. Banyak penyakit reproduksi
yang saat ini sedang menjadi tren di masyarakat terutama pada kaum wanita. Fungsi
sistem reproduksi wanita adalah untuk pertumbuhan seks sekunder salah satunya yaitu
menstruasi. Menstruasi atau haid adalah proses luruhnya lapisan dinding rahim yang
banyak mengandung pembuluh darah, dimana terjadi setiap bulan dan berlangsung
kurang lebih 3-7 hari (Menteri Negara/BKKBN, 1998). Menstruasi terkadang terjadi
disertai dengan rasa sakit di bagian bawah abdomen yang disebut dismenorea.
Menstruasi juga tidak lepas dari salah satu lapisan rahim yaitu endometrium.
Endometrium merupakan susunan dari lapisan epitelium dan dihubungkan dengan
kelanjar dengan jaringan penghubung stroma yang dikelilingi oleh arteri berbentuk
spiral. Endometriosis merupakan penyakit yang dikarakteristikkan dengan pertumbuhan
endometrium di luar rongga uterin atau miometrium (Giudice dkk, 2012).
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh.
Jadi sehat bukan berarti sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga
kondisi psikis dan sosial yang mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi,
baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi
tingginya karena kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia yang telah diakui dunia
Internasional (World Health Organization, dalam Nugroho, 2011).
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan
reproduksi (Manuaba, 2008). Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah
satunya adalah masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan sistem
reproduksi. Hal ini mencakup infeksi, gangguan menstruasi, masalah struktur,
keganasan pada alat reproduksi wanita, infertil, dan lain-lain. (Baradero dkk, 2007).
Masalah reproduksi yang mungkin timbul adalah vaginitis, kanker serviks, disminore,
kanker payudara, dan HIV.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat diajukan
adalah :
1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi system reproduksi ?
1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan vulva ?
1.2.3 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan rahim ?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan menstruasi ?
1.2.5 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan neoplasia ?
1.2.6 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit menular ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi system reproduksi
1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan vulva
1.3.3 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan rahim
1.3.4 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
menstruasi
1.3.5 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan neoplasia
1.3.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit menular
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


Sistem reproduksi pada manusia adalah suatu komponen penting dalam hidup,
karena perannya membantu manusia beranak-pinak dan memiliki keturunan biologis
untuk melanggengkan sebuah kehidupan. Sistem reproduksi memiliki arti, suatu
komponen yang saling terikat untuk berkembang biak dan menciptakan pribadi baru.
Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu mempunyai keinginan kuat untuk
menurunkan atau mewariskan banyak hal ke seseorang yang tumbuh dan lahir dari
dirinya. Maka dari itu, manusia memiliki hasrat untuk menikah, melahirkan, dan
menjaga buah hati. Buah hati yang mereka inginkan itu didapat dari perkawinan, di
mana nantinya akan da pertemuan antara sel telur atau ovum dengan sel kelamin pria
atau yang dikenal sebagai sperma. Kedua sel itu, masing-masingnya diatur dalam
sistem reproduksi.
2.1.1 Anatomi Sistem Reproduksi
A. Bagian Eksternal
Genitalia bagian luar juga dapat disebut sebagai vulva. Anatomi sistem
reproduksi bagian luar yang terletak di peremium ini terjadi dari mons
pubis hingga peremium.

Anatomi system reproduksi bagian luar (http://bit.ly/2iPStUd)


1) Mons Veneris
Mons veneris atau lebih di kenal dengan mons pubis adalah
gundukan dilapisi kulit yang di dalamnya mengandung jaringan
lemak dan menutupi tulang kemaluan. Saat wanita menginjak masa
puber, mons pubis akan di tumbuhi rambut yang biasa disebut dengan
rambut kemaluan. Mons pubis memiliki fungsi sebagai pelindung alat
kemaluan wanita dari hal-hal kotor yang dapat menyebabkan infeksi
atau penyakit serius.
2) Klitoris
Seperti pria, wanitan juga dapat ereksi saat dirinya timbul nafsu
birahi. Genitalia eksternal memiliki dua buah corpus cavernosum atau
jaringan erektil yang bertugas merespons rangsangan seksual. Jadi
saat wanita merasa terangsang, pembuluh darah yang ada pada klitoris
akan terisi darah, dan membuatnya membengkak atau membesar.
Klitoris atau kelentit merupakan gumpalan jaringan kecil yang
terdapat pada ujung atas lubang kemaluan wanita (KBBI,2016).
Klitoris terdiri dari korpus klitoridis dan gland klitoridis yang penuh
dengan urat saraf hingga dapat membuat klitoris ereksi. Berdasarkan
data yang di dapat dari situs web resmi Hallosehat, klitoris yang
terletak di atas vulva tepatnya di atas saluran kemih, mengandung
sekitar 8.000 serabut saraf sensorik. Hal ini menjadikannya sebagai
tempat paling sensitif di tubuh.
3) Labia Mayor
Labia mayor merupakan lapisan lemak yang mengandung pleksus
vena. Pada bagian luarnya dilapisi kulit, dan tumbuh beberapa rambut
kemaluan seperti mons pubis. Labia mayor terletak di dekat mons
pubis hingga menjulur ke bawah dan membentuk mirip seperti bibir.
Maka dari itu, labia mayor sering disebut sebagai bibir besar alat
kemaluan. Labia mayor berfungsi sebagai pelindung genitalia internal
dari kotoran yang akan masuk dan mengancam kesehatan reproduksi.
4) Labia Minor
Memiliki nama yang sama dengan labia mayor tidak menjadikan
labia minor memiliki tugas yang sama pula. Tugas labia minor adalah
melindungi saluran kemih dan kelenjar yang dihasilkannya bertugas
untuk melindungi genitalia dari serangan bakteri. Terletak di dalam
labia mayor, labia minor membentuk lipatan kulit tipis pada sisi
kanan dan kiri, dimulai dari klitoris hingga berujung di bagian
posterior. Dua lipatan tersebut nantinya akan membentuk frenulum
labia minora atau fourchette.
5) Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga kemaluan yang dibatasi klitoris,
forchet, dan labia minor. Pada wanita yang sudah mengalami puber,
akan memiliki enam buah lubang, yaitu saluran kencing atau uretra,
liang senggama atau vagina, kelenjar bartholin dan paraurethral atau
skene yang masing-masingnya terdiri dari dua buah kelenjar.
6) Himen
Himen merupakan selaput darah yang mudah sekali sobek.
Fungsinya adalah melindungi liang vagina. Bentuk dari himen dapat
bermacam-macam. Pada orang normal, himen berbentuk bulan sabit,
bulat, oval, cribriformis, dan septum atau fimbriae. Himen memiliki
lubang yang pada tiap bulannya menjadi jalan keluar darah
menstruasi.
7) Perineum
Perineum merupakan alat kelamin eksternal yang terletak di dekat
anus, tepatnya terdapat di ujung bawah vulva.
B. Bagian Internal

Anatomi Sistem Reproduksi (bit.ly/2C58Q7R)


Anatomi sistem reproduksi bagian dalam yang terletak di rongga pelvis
terdiri dari:
1) Ovarium
Ovarium berbentuk oval, letaknya di kanan dan kiri dekat dengan
dinding uterus, tepatnya di belakang uterus. Keduanya memiliki
ukuran panjang sekitar 0,99 sampai 1,6 inci, dan lebar sekitar 0,6
sampai 1 inci, dan memiliki warna yang mengikuti umur individunya.
Wanita yang masih matang memiliki ovarium berwarna merah muda,
tetapi setelah menginjak masa tua, warna itu akan menjadi abu-abu.
Ovarium terdiri dari medula dan korteks yang berfungsi untuk
menghasilkan hormon seks dan sel telur. Jumlah sel telur yang
dihasilkan ovarium sangat banyak dan semuanya di kelilingi oleh
folikel.
Sel telur di dalam ovarium memiliki dua jenis yaitu, sel telur
matang atau disebut oosit sekunder, dan oosit primer atau sel telur
belum matang. Saat sel telur sudah haploid dan mulai matang, ukuran
sel telur akan semakin membesar lalu menyebabkan folikel yang
melindunginya pacah dan berubah menjadi korpus luteum. Sel telur
yang keluar dari folikel tersebut akan berada di tuba fallopi. Korpus
luteum yang terbuat dari folikel akan menghasilkan hormon
progesteron yang akan membuat atau menghasilkan penebalan pada
dinding rahim sebagai pertahanan, serta akan menghentikan hormon
FSH, lalu membuat hormon LH untuk ovulasi. Pada tahap inilah
korpus luteum berubah jadi korpus albicans.
2) Tuba Fallopi
Tuba fallopi terletak di kanan dan kiri uterus. Bentuknya seperti
pipa air yang melengkung tetapi tidak beraturan, awalnya kecil dan
semakin membesar hingga ke ujung. Tuba fallopi memiliki panjang
sekitar 3,15 sampai 5,5 inci. Secara anatomi serta fungsinya, genitalia
internal yang satu ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni kornu, ismus,
dan fimbria.
Salping atau tuba fallopi yang merupakan jalannya sel telur dari
ovarium menuju uterus ini memiliki lapisan yang terdiri dari serosa,
muskular (longitudinal and sirkular), dan mukosa dengan epitel
bersilia, yang nantinya akan membantu membawa sel telur yang telah
di buahi ke uterus atau rahim. Sel telur yang telah dibuahi sperma akan
menjadi zigot. Umumnya pembentukan ini terjadi di bagian atas tuba
fallopi. Zigot yang telah matang tersebut kemudian akan menuju uterus
dan menempel di dinding uterus.
Perkembangan embrio terjadi di uterus, tetapi pada beberapa kasus
ada embrio yang melekat di dinding tuba fallopi. Hal ini dapat
disebabkan oleh silia yang ada pada tuba fallopi mengalami kerusakan
atau tidak mampu bergerak. Jika hal seperti ini terjadi maka
kehamilannya disebut kehamilan ektopik (Heffner dan Schust, 2008).
Kehamilan ektopik adalah sebuah keadaan tidak normal dari
pembuahan sel telur yang dibuahi di luar uterus.
3) Rahim atau Uterus
Uterus memiliki bentuk seperti buah pir dengan posisi terbalik.
Berat uterus pada tiap wanita berbeda-beda. Uterus pada wanita yang
telah melahirkan memiliki berat sekitar 2,64 sampai 3,52 ons,
sedangkan pada wanita yang belum melahirkan memiliki berat sekitar
1,058 sampai 1,41 ons atau setara dengan 30 hingga 40 gram. Uterus
ini ditopang oleh empat ligamentum jaringan ikat, antara lain:
(a) Ligamentum Cardinale
(b) Ligamentum Rectouterine
(c) Ligamentum Teres Uteri
(d) Ligamentum Latum Uteris
Dinding uterus memiliki tiga lapisan dinding, yaitu:
(a) Endometrium: merupakan lapisan terdalam pada uterus. Di
lapisan ini terdapat dua lapisan lagi, yaitu Superficial stratum
function, dan stratum basale.
(b) Myometrium: merupakan lapisan kedua atau lapisan tengah yang
melindungi uterus. Lapisan ini terdiri dari otot polos dengan
lapisan tebal. Otot-otot tersebut terangkai dari pola melingkar,
longitudinal, dan juga spiral
(c) Perimetrium:merupakan lapisan tipis yang terletak di sisi terluar
uterus. Lapisan ini terdiri atas peritoneum visceral.
4) Vagina
Vagina terdiri dari jaringan ikat di bagian luarnya, lapisan epitel
pipih bertatah, dan otot-otot. Bentuk vagina mirip seperti tabung
memanjang yang letaknya di bawah serviks uteri hingga ke bagian
kaudal ventral vulva dan semakin ke bawah luasnya semakin mengeci.
Bagian bawah vagina terbuat dari sinus urogenitalis, sedangkan bagian
atasnya terbuat dari duktus mulleri. Fungsi dari vagina adalah untuk
jalan keluar janin saat melahirkan, jalur keluarnya darah menstruasi,
dan menahan penis di saat melakukan hubungan intim.
2.1.2 FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI
Sistem reproduksi pada wanita meliputi empat hal, yaitu memproduksi
ovum atau sel telur di ovarium, menghasilkan hormon seks, menerima sperma
dari pria, dan tempat untuk fertilisasi di tuba fallopi sekaligus pelekatan
embrio pada dinding rahim yang nantinya akan tumbuh menjadi janin.
Sebenarnya sistem reproduksi tidak berhenti begitu saja saat janin sudah
dilahirkan, karena sistem reproduksi akan terus berlanjut pada sekresi ASI dari
kelenjar mamae atau payudara untuk dijadikan nutrisi buah hati. Jadi
sebenarnya payudara pun memiliki peran penting dalam sistem reproduksi
manusia.
Alat reproduksi wanita berdasarkan fisiologinya memiliki tiga fungsi
(Mitayani, 2009). Pertama, fungsi utama untuk reproduksi atau melanjutkan
keturunan. Kedua, fungsi seksual. Dalam fungsi ini vulva dan vagina
memegang peranan penting. Ketiga, fungsi hormonal yang akan membantu
wanita saat melakukan reproduksi atau memperlancar jalannya fungsi utama
alat reproduksi. Terdapat tiga fungsi pokok sistem reproduksi wanita (Puspita,
2013), yaitu:
1) Organ Seks Primer (Primary sex organ)
Organ seks primer atau yang biasa disebut gonad berupa ovarium dan
berfungsi sebagai penghasil gamet atau ovum dan menyekresikan hormon
seks.
2) Organ Seks Sekunder (Secondary sex organs)
Organ seks sekunder terdiri dari vulva, vagina, uterus, dan tuba fallopi.
Organ-organ tersebut dianggap penting karena berperan menyukseskan
proses fertilisasi ovum, implantasi blastosit, perkembangan embrio dan
fetus, dan terakhir proses melahirkan.
3) Ciri Seks Sekunder
Ciri seks sekunder dianggap tidak penting atau tidak memiliki esensial
dalam proses reproduksı, tetapi secara umum dianggap sebagai daya tarik
seksual. Contoh dari ciri seks sekunder adalah terdapatnya lemak pada
payudara yang menjadikannya menonjol, abdomen, mons pubis, pinggul,
rambut yang tumbuh di tubuh, dan panggul yang lebar. Sebagian orang
merasa mempunyai daya tarik tersendiri dan percaya diri tinggi ketika
memiliki ciri seks sekunder yang dipandang sebagian besar manusia
merupakan suatu kepunyaan yang patut disyukuri.
Berdasarkan fungsi pokoknya, kita akan membahas lebih lanjut mengenai cara
kerja ereksi dan orgasme yang terjadi di vulva, ovarium, hormon seks yang
mempengaruhi sistem reproduksi, dan siklus menstruasi di mana sel telur tidak
dibuahi
A. Cara Kerja Vulva Menghasilkan Ereksi dan Orgasme
Selama terjadinya rangsangan seksual, hipotalamus pada otak akan
mengirimkan implus saraf parasimpatis dengan melewati segmen sakral
medula spinalis, dan nantinya akan menyebabkan pelebaran arteri pada
klitoris dan bulbus vestibular. Pelebaran arteri dibantu dengan adanya serabut
saraf sensorik yang sangat banyak pada klitoris, dan juga menyebabkan
jaringan erektil yang terletak di sana akan diisi oleh darah dan membengkak
selama gairah seks terus berjalan. Ereksi pada klitoris dan bulbus vestibular
yang terajadi dalam waktu bersamaan membuat vagina melebar dan
memanjang, dan hal ini nantinya berguna untuk menampung penis yang
ereksi.
Selain itu, ereksi pada bulbus vestibular juga menyebabkan kelenjar
yang ada padanya itu mulai menghasil kan lendir yang berada di sekitar
lubang vagina, dan berguna sebagai cairan lubrikasi. Cairan tersebut terus
membasahi ruang depan vagina, dan berguna untuk memfasilitasi penetrasi
penis ke dalam vagina. Lendir dari bulbus vestibular tidak akan berhenti
diproduksi selama senggama. Hal ini meminimalisir terjadinya iritasi atau
luka pada vagina, agar nantinya orgasme dapat tercapai dengan baik.
Pada saat senggama, klitoris juga ikut andil dalam mencapai orgasme
yang sedang diusahakan bulbus vestibular. Ereksi dan sensitivitas pada
klitoris dapat dimanfaatkan dengan menstimulusi klitoris dengan durasi
cukup tetapi intens. Dengan dua hal itu, wanita biasanya akan mengalami
titik puncak yang menggembirakan secara fisiologis dan psikologis. Masa
inilah yang dikenal sebagai orgasme.
Orgasme memiliki arti kontraksi berirama dari otot perineum dan otot
dinding uterus atau myometrium serta tuba fallopi (Puspita, 2013). Cara kerja
vulva menghasilkan ereksi dan orgasme berperan sangat penting dalam
reproduksi yang terjadi di ovarium, tuba fallopi, dan berkembang di uterus.
Fisiologis dan psikologis yang tidak merasa senang dapat mengakibatkan
kegagalan reproduksi.
B. Cara Kerja Ovarium
Ovarium merupakan organ reproduksi wanita primer yang memiliki dua
fungsi utama, yaitu menghasilkan ova (0ogenesis), dan menyekresikan
hormon seks wanita seperti estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini
akan bekerja sama untuk mempromosikan pemupukan sel telur, dan
menyiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan.
Oogenesis yang berada di ovarium melakukan pembagian mitosis
dengan kurun waktu 20 sampai 24 minggu. Dalam waktu tersebut mereka
dapat menghasilkan oogonia sekitar tujuh juta.Oogonia banyak melakukan
satuan pembelahan inti sel atau mitosis. Setelah dilakukannya pembuahan
selama +7 bulan, oogonia yang ada pada janin berhenti melakukan
pembelahan. Mulai dari titik ini tidak ada lagi inti sel baru yang dihasilkan.
Oogonia yang ada di janin itu nantinya akan tumbuh menjadi oosit primer.
Pada saat kelahiran, wanita memiliki dua juta oosit primer, tetapi saat ia
beranjak dewasa dan memasuki masa matang, oosit primer yang tersisa
hanya 300.000 sampai 400.000. Penurunan oosit primer pada masa pubertas
dipengaruhi oleh mitosis dari oogonium primitif yang mulai berhenti dan
tidak akan berlanjut selama masa janin. Oosit yang baru saja tercipta akan
masuk ke tahap profase dari pembelahan meiosis pertama. Oosit ini akan
tetap berada pada tahap profase meiosis sampai mereka distimulasi dan
menjadi matang untuk ovulasi atau berdegenerasi yang disebut atresia.
(Heffner dan Schust, 2008).
Satu oosit primer hanya bisa menghasilkan satu sel telur. Oosit primer
yang mulai melakukan pembelahan inti sel pertama atau mitosis ini
melakukannya dengan menyalin DNA mereka. Akan tetapi, pada saat
penyalinan itu mereka tidak melakukan penyelesaiannya pada saat
pembagian yang terjadi di janin, sehingga menjadikan semua sel telur yang
hadir saat lahir merupakan oosit primer dengan kandungan 46 kromosom,
dan masing-masingnya memiliki dua kromatid bersaudara. Keadaan seperti
ini membuat sel mengalami keadaan meiotic arrest. Pembelahan inti sel
kedua atau meiosis kedua ini nantinya akan terjadi di tuba fallopi setelah
ovulasi. Namun, kejadian ini hanya terjadi jika oosit sekunder dibuahi
sperma.
Selama kehidupan janin, Ovarium memiliki fungsi merangsang
humanchorionic gonadotropin (hCG). Namun setelah janin itu dilahirkan
beberapa minggu kemudian hingga ia mengalami masa pubertas, hCG yang
ada padanya menjadi tidak aktif. Saat mulai memasuki masa produktif,
ovarium memiliki berfungsi kembali untuk merangsang hormon
gonadotropik (GnRH). Sementara itu, saat menopause atau masa tua yang
tidak lagi produktif, ovarium tidak lagi memiliki fungsi.
C. Hormon Seks
Sistem reproduksi pada wanita dikendalikan oleh berbagai hormon, yaitu
hormon-hormongonadotropin atau steroid yang berasal dari poros thalamus,
hipothalamus, hipofisis, adrenal, dan terakhir ovarium. Hormon-hormon itu
meliputi:
1) HCG (Human Chorionic Gonadotropin)
HCG memiliki fungsi untuk menambahkan dan membuat pertahanan
pada fungsi korpus luteum dan produksi hormon steroid pada masa
kehamilan awal. Hormon HCG ini berasal dari jaringan tropoblas atau
plasenta yang sudah diproduksi sejak usia kehamilan tiga sampai empat
minggu. Pada Saat masa hamil menginjak usia 10 sampai l2 mingeu,
hormon mengalami peningkatan, dan akan menurun lagi saat trimester
dua, lalu naik kembali menjelang akhir trimester tiga.
2) Progesteron
Hormon progesteron diproduksi di korpus luteum, beberapa bagian
juga ada yang diproduksi di kelenjar adrenal. Hormon ini dapat
melakukan perubahan pada sekretorik atau fase sekresi saat
endometrium, dan jika saat terjadi implantasi, progesteron akan
membuat endometrium berada di keadaan optimal.
3) Estrogen
Produksi utama hormon estrogen terjadi di sel teka interna folikel,
tepatnya berada di ovarium secara primer, dan produksi lainnya terjadi
di kelenjar adrenal dengan cara konversi androgen. Fungsi dari
estrogen adalah mengatur penyaluran lemak, dan merangsang
proliferasi yang terjadi di berbagai organ reproduksi wanita. Fungsi
tersebut terbagi pada beberapa organ reproduksi wanita, yaitu:
(a) Tulang
Berguna untuk merangsang osteoblast sehingga memicu
pertumbuhan atau regenerasi tulang.
(b) Vagina
Berguna untuk proliferasi atau pertumbuhan dan perkembangan sel
yang sama pada epitel vagina.
(c) Serviks
Berguna untuk pengentalan lendir di serviks dan melembutkan
serviks.
(d) Uterus
Berguna untuk tumbuh kembang sel yang sangat cepat pada
endometrium.
(e) Payudara
Berguna untuk mendorong pertumbuhan payudara.
4) GnRH
Hormon GnRH ini tercipta dari hipotalamus, dan memiliki fungsi
sebagai rangsangan hipofisis anterior untuk dapat memproduksi dan
melepaskan hormon- hormon gonadotropin seperti FSH atau LH.
5) LH (Luteinizing Hormon)
Produksi hormon LH terjadi di sel-sel kromofob hipofisis anterior.
Bersama FSH, LH yang dilepaskan dengan cara periodik ini
mempunyai fungsi sebagai pemicu perkembangan folikel seperti sel
teka dan granulosa, dan LH juga membuat terjadinya ovulasi di tengah.
Hormon LH juga memiliki fungsi yang diatur oleh putaran waktunya
sendiri. Pada saat fase luteal, LH menambah sekaligus membuat
pertahanan pada fungsi korpus luteum pasca ovulasi, dan dalam waktu
bersamaan LH juga dapat meghasilkan progesteron.
6) FSH (Folikel Stimulating Hormon)
FSH melakukan pelepasannya dengan cara pulsatif atau bisa juga
dengan cara periodik. Hormon FSH dibuat disel-sel basal hipofisis
anterior, sebagai jawaban dari GnRH. Fungsinya hampir mirip dengan
LH karena terjadi di ovarium, tetapi FSH hanya menjadi pemicu
perkembangan dan pematangan folikel serta sel-sel granulosa di
ovarium. FSH tidak seperti LH yang membuat ovulasi bisa terjadi di
tengah.
D. Siklus Menstruasi
Normalnya siklus menstruasi yang terjadi pada wanita rata-rata memiliki
waktu sekitar 28 hari dan memiliki waktu ovulasi di hari ke-14 setelah masa
menstruasi terakhir. Siklus menstrusi terjadi saat kelenjar hipofisis anterion
menyekresikan LH dan FSH. Kemudian hormon FSH mendorong
pematangan pada folikel yang ada pada ovarium. Saat folikel mulai matang,
ia akan merangsang pelepasan estrogen hingga membuat kadar estrogen
meningkat dan mengakibatkan penumpukan endometrium di fase poliferatif.
Peningkatan yang terjadi pada estrogen ini menjadikan LH terlepas dan
tarafnya memuncak hingga menyebabkan ovulasi.
Pada saat ovulasi telah terjadi, LH mulai mendorong tumbuh
kembangnya corpus luteum, yang mana nantinya corpus ini dapat menambah
kadar progesteron dan menjadikan lapisan endometrium tetap tebal. Korpus
luteum dapat rusak saat tidak terjadi pembuahan pada ovum. Kerusakan yang
terjadi ini mengakibatkan korpus luteum berubah menjadi korpus albiki, dan
membuat progesteron menurun. Lapisan endometrium yang menebal itu akan
mulai erkikis seiring menurunnya progesteron. Saat pengikisan itulah terjadi
menstruasi.

Sumber : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Reproduksi, hal. 8 (Ana
R, A. Per. Pend., S.Kep., Ns., M. Kep.)
Siklus menstruasi (sumber gambar : https://pak.pandani.web.id/2020/02/grafik-dibawah-ini-
menunjukan-dinamika.html)

2.2 Asuhan Keperawatan Gangguan Vulva (Vaginitis)


2.2.1 Definisi Vaginitis
Vagina atau vaginosis merupakan penyakit radang vagina yang di tandai
dengan keluarnya cairan keputihan bahkan tampah seperti nanah, berbau busuk,
dan terasa panas serta gatal di daerah yang terserang.
2.2.2 Etiologi
Umumnya penyakit ini di sebabkan oleh bakteri, parasit, dan jamur. Pada
area vagina terdapat pH asam yang dapat melindunginya dari serangan bakteri,
jamur dan menjauh ke vagina dari infeksi. Namun dari beberapa kasus vagina
vagitinis, pH mengalami perubahan sehingga bakteri atau jamur dapat masuk
dan merusak jaringan yang ada pada vagina hingga dapat menyebabkan
penyakit infeksi pada vagina. Biasanya perubahan pH ini terjadi karena stres,
dan beberapa penyakit yang ada pada tubuh seperti penyakit dermatologis,
estrogen yang rendah, kehamilan, dampak dari pemakaian kontrasepsi vagina
atau kontrasepsi oral, serta celana yang ketat dan tidak berbahan katun yang
dapat menyerap keringat.
2.2.3 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada pasien vagina meliputi adanya keputihan yang tidak
wajar seperti warna keputihan yang kekuningan bahkan hingga menjadi abu-
abu, mengental menyebabkan gatal dan bau. Hal itu membuat aktivitas Pasien
terganggu, bahkan aktivitas seksual menjadi tidak berselera.
Menurut Manuaba(2009) vaginitis berdasarkan gejala dan tandanya terbagi
menjadi dua jenis yaitu :
A. Vaginitis trichomonas vaginilis
Penyakit ini timbulnya karena tumbuhnya parasit trichomonas yang
memiliki rambut bergetar, ukuran kecil, dan gerakan lincah pada area
vagina. Gejala pada jenis ini antara lain:
1) Keputihan encer sampai kental
2) Warna putihan kekuning- Kuningan
3) Gatal
4) Rasanya panas seperti terbakar
5) Berbau
6) Mengapa dispareunia
7) Ditemukan bintik pada dinding vagina
B. Vagina kandidiasis
Infeksi ini ada karena terdapat jamur kandidiabilkan di daerah vagina.
Gejala yang di hasilkan dari vagina kandidiasis ini hampir sama dengan
vaginitis trichomonas vaginilis, namun pada vagina kandidiasis, keputihan
bergumpal dan dan dinding vagina dipenuhi dengan membran putih yang
dapat penyebabkan pendarahan.
Sementara menurut baradero (2007), terdapat tiga jenis vaginitis yakni,
trichomonas vaginilis, candidaalbicans dan gardnerella vaginilis.
Gardnerella vaginilis merupakan bakteri yang hidup pada vagina, dan
membuat vagina berubah warna menjadi abu-abu serta memiliki bau yang
sangat tidak sedap.
2.2.4 Penatalaksanaan
Tidak jauh berbeda dengan penanganan vulvitis, penanganan pasien yang
mengalami vagina diwajibkan menjaga kebersihan area genitalianya,
mengunakan pakaian dalam atau celana yang tidak terlalu ketat, kompres
genitalia dengan air dingin, dan tidak membersihkan area vagina bagian dalam.
Selain itu penanganan pada pasien vaginitis juga dikatagorikan berdasar
penyebabnya yakni:
a) Penyebab vaginitis karena jamur sangat disarankan mengonsumsi obat
atau krim antijamur seperti bucotonazole, terconazole, mikonazole,
fluconazol, clotrimazol.
b) Penyebab vaginitis karena infeksi bakteri sangat di sarankan
mengonsumsi metronidazole dua kali sehari.
c) Penyebab vaginitis karena reaksi alergi terhadap bahan-bahan kimia
disarankan menghindari pemicu alergi seperti sabun, pembalut,atau
detergen.
2.2.5 Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas Pasien meliputi nama, umur tempat tinggal, dan pekerjaan
2) Pemeriksaan pasien Yang meliputi pengecekan tekanan darah, denyut
nadi, suara jantung,dan suhu tubuh.
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat penyakit sekarang
5) Riwayat perjalanan hubungan seksual
6) Riwayat penyakit pasangan
7) Melakukan pemeriksaan pH
8) Uji H2O2
9) Melakukan pewarnaan gram atau Preparat segar
10) Gejala yang meliputi adanya keputihan yang tidak wajar seperti warna
keputihan yang kekuningan Bahkan hingga menjadi abu- abu, mengental
menyebabkan gatal dan bau. Hal itu menyebabkan aktivitas Pasien
terganggu bahkan aktivitas seksual menjadi tidak berselera.
B. Diagnosis
Dari data pengkajian diatas didapatkan diagnosis yang akurat bahwa apa
yang dialami pasien dapat mengakibatkan hal- hal sebagai berikut:
1) Gangguan rasa nyaman dan adanya rasa gatal berhubungan dengan
banyaknya cairan keputihan yang keluar pada vagina.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan banyaknya bakteri yang
berkembang pada vagina.
C. Intervensi
1) Diagnosis 1: gangguan rasa nyaman berhubungan dengan banyaknya
cairan keputihan yang keluar pada vagina dan rasa gatal efek dari sekret
di vagina.
Tujuan : rasa nyaman meningkat
Kriteria hasil:
a) Rasa gatal yang diderita pasien berkurang
b) Cairan keputihan pada vagina tidak lagi keluar

No. Intervensi Rasional


1. Amati cairan keputian yang keluar Cairan yang keluar dari vagina
dari vagina, meliputi warna, bau, dan sebenarnya mengkomunikasikan suatu
jumlahnya. kelainan atau keabnormalan yang terjadi
pada vagina
2. Mengganti celana dalam pasien jika Celana dalam lembab atau kotor dapat
lembab ataupun kotor, sebaiknya meningkatkan pertumbuhan bakteri
untuk sering diganti. yang abnormal dalam vagina.
3. Menginformasikan pada pasien Untuk menjaga area genetalia tetap
untuk selalu menjaga kebersihan dan kering , Karena saat lembab atau basah,
area genial tetap kering, jika terasa bakteri dan jamur sangat mudah
lembab atau basah setela BABatau muncul.
BAK menyarankan pasien untuk
menggunakan tisu atau handuk
untuk mengelap.
4. Pemberian obat salep atau krim Pengobatan vulvitis sesuai penyebabnya
sesuai penyebab untuk mengatasi dari akarnya yaitu:
a. Vulvitis karena jamur
penggunaan krim anti jamur
seperti butoconazole,
terconazole, miconazole,
flunazol, atau clotrimazole.
b. Obat vagina yang mengandung
estrogen, jika disebabkan oleh
penurunana hormon estrogen.
c. Mengonsumsi antibiotik jika
disebabkan oleh bakteri.
d. Mengonsumsi anti virus
acyclovir jika disebabkan oleh
penyakit herpes genital.
2) Diagnosis 2: resiko infeksi berhubungan banyaknya bakteri yang
berkembang dalam vagina
Tujuan: infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
a) Pasien mengerti faktor apa saja yang menyebabkan infeksi lebih
banyak
b) Pasien menjaga kebersihan diri
c) Infeksi tidak berkembang di area lain
d) Tanda-tanda vital pada pasien normal lagi meliputi :
(1) Tekanan darah normal (+-100-140 mmHg/ 60-90 mmHG)
(2) Nadi normal (+-60-100x / menit)
(3) Suhu normal (+-36,5 oC-37,5oC )
(4) Pernapasan Normal (+-16-24x/ menit)

NO Intervensi Rasional
1. Bersihkan alat genetalia dengan Untuk menjaga alat genetalia tetap bersih dan
teknik aseptic. tidak mengganggu ekosistem normal pada
vagina.
2. Lakukan pemeriksaan cairan Untuk mengetaui jumlah bakteri abnormal
keputian dari vagina dengan yang berkemban dalam vagina
preparat basah atau pewarnaan
gram.
3. Berikan pemahaman pada pasien Agar pasien bisa menhindari penyebab dari
mengenai hal-hal yang bisa adanya infeksi lebih lanjut.
menyebabkan infeksi lebih
lanjut
4. Pantau anda-anda vital Tanda-tanda vital menggambarkan bagaimana
kondisi pasien.

D. Implementasi
Pada tahapan implementasi ini diharapkan tindakan yang dilakukan
pasien adalah sesuatu yang tepat sesuai rencana tindakan yang sudah di
susun agar menghasilkan jawaban dan tujuan yang diinginkan
E. Evaluasi
Pada tahapan akhir ini diharapkan akan mendapatkan hasil mengenai
kondisi pasien, tentunya berpegang pada tujuan yang ingin dicapai seperti:
1) Pasien tidak lagi mengalami keputihan yang tidak wajar.
2) Tidak ada lagi rasa gatal yang menggangu aktivitas Pasien, pekerjaan
pasien pun dapat diatasi dengan baik.
3) Pasien sudah tidak malu lagi melakukan aktivitas di luar rumah dan
bersosialisasi dengan siapa saja, karena bau busuk yang dideritanya
sudah membaik.
4) Pasien tidak merasa takut saat melakukan hubungan seksual.
5) Pasien dapat menjaga area intimnya Agar tetap kering dan melakukan
hal-hal lain dapat membuat organ intimnya tetap sehat.
6) Pasien menjauhi hubungan seks bebas dan berganti-ganti pasangan
7) Pasien harus mengerti bagaimana penanganan Yang harus dilakukan
dan apa saja yang harus dihindari saat penyakitnya timbul kembali.
8) Pasien menjalankan pola hidup sehat.
Sumber : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Reproduksi, hal. 37 (Ana R, A. Per. Pend.,
S.Kep., Ns., M. Kep.)

2.3 Asuhan Keperawatan Gangguan Rahim (Kanker Serviks)


2.3.1 Definisi
Kanker serviks adalah perubahan sel-sel normal menjadi abnormal yang
tumbuh di area mulut rahim hingga leher rahim
2.3.2 Etiologi
Dari semua kasus kanker serviks, umumnya penderita memiliki riwayat
infeksi HPV atau human papilloma virus, sebenarnya sebagian besar HPV tidak
menimbulkan bahaya yang serius, akan tetapi pada beberapa kasus, HPV bertipe
tertentu seperti HPV 16,18,31,35, dan 38 dapat membuat penderita terjangkit
kanker serviks,selain disebabkan oleh HPV, kanker serviks juga disebabkan
oleh factor genetic, dan faktor-faktor lain yang telah menjadi kebiasaan di
masyarakat, bahkan saat ini menjadi hal yang dimaklumi. Faktor- faktor tersebut
antara lain :
a. Merokok
b. Seks bebas
c. Berganti-ganti pasangan
d. Melakukan hubungan seksual pada usia dini
2.3.3 Menifestasi Klinis
Seperti kanker pada umumnya, saat baru menyerang penderita kanker
serviks tidak memiliki tanda-tanda tertentu. Sering kali, gejala timbul di saat
penderitanya sudah memasuki stadium lanjutan. Gejala-gejala yang ada pada
penderita kanker serviks stadium lanjutan, adalah :
a. Merasa nyeri yang sangat hebat saat berhubungan seksual
b. Cairan yang keluar dari vagina mengandung darah, berwarna merah
muda, cokelat, atau putih, dan memiliki bau yang tak sedap. Cairan ini
berangsung selama berhari-hari bahkan bulan.
c. Pendarahan berlebih pada saat siklus menstruasi atau luar siklus
d. Perubahan siklus menstruasi yang menjadi lebih panjang dari bisanya,
terjadi hingga lebih dari batas normal (tujuh hari).
2.3.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kanker serviks dibagi berdasarkan stadiumnya, yaitu
pada stadium awal penderita akan menjalani radioterapi, dan melakukan operasi
pengangkatan sebagian atau seluruh organ rahim. Sementara itu pada stadium
lanjut, penderita diarahkan untuk menjalani pengobatan kemoterapi atau
radioterapi. Penanganan kanker serviks di bahas lebih lanjut berdasarkan
tingkatan atau stadiumnya, yaitu:
a. Stadium I dan II : Penderita disarankan melakukan cone biopsy, dan
histerektomi vaginal
b. Stadium III : Penderita disarankan menjalani histerektomi radikal
dibarengi dengan limfadenektomi pada panggul dan juga pengangkatan
kelenjar getah bening di aorta jika terdapat metastasis saat dilakukannya
radioterapi pasca operasi
c. Stadium IV : Penderita disarankan melakukan histerektomi vaginal
d. Stadium V : Penderita disarankan menjalani kemoterapi dibarengi
radioterapi, dan melakukan radiasi paiatif
2.3.5 Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas pasien yang meliputi nama, umur, tempat tinggal, dan
pekerjaan
2) Pemeriksaan pasien yang meliputi pengecekan tekanan darah, denyut
nadi, suara jantung, dan suhu tubuh.
3) Riwayat penyakit dulu
4) Riwayat penyakit sekarang
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Riwayat perjalanan seksual, meliputi umur berapa saat pertama kali
melakukan hubungan seksual, dan berapa kali berganti-ganti pasangan.
7) Riwayat hubungan seksual pasangan
8) Gejala atau tanda-tanda yang dialami pasien:
a) Tanda-tanda vital tidak pada batas normal
b) Wajah pasien pucat
c) Berat badan menurun
d) Mual
e) Muntah
f) Mengalami kejang-kejang
g) Membran mukosa kering
h) Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina
i) Pendarahan
j) Pasien merasa lemas
k) Warna kulit kebiruan
l) Kulit pecah-pecah
m) Rambut rontok, kuku rapuh
n) Turgor kulit buruk disebabkan perdarahan
o) Tampak tanda-tanda infeksi, seperti kalor, rubor, dolor, tumor,
dan fungsio laesia
p) Terjadi hematuria, inkontinensia urine, dan inkontinensia alvi.
B. Diagnosa
1) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
pengobatan.
2) Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan
kematian sel.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek pengobatan.
4) Asupan nutrisi kurang untuk kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah karena efek radiologi.
5) Risiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan.
6) Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan cairan keputih dan
pendarahan yang keluar dari vagina
7) Disfungsi seksual berhubungan dengan berubahnya fungsi tubuh akibat
proses penyakit kanker serviks
8) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan produksi energi tubuh menurun
9) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit dan
kemoterapi
10) Koping keluarga melemah berhubungan dengan sakit yang
berkepanjangan pada anggota keluarga terdekat
C. Intervensi
1) Diagnosis 1 : Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
prosedur pengobatan.
Tujuan : pasien merasa tenang dan aman
Kriteria hasil :
a) Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien
b) Pasien tampak rileks
c) Tampak senang karena mendapat perhatian
d) Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi
rasa takut
e) Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan
pengobatan dan mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat.
No Intervensi Rasional
1. Menyemangati dan bantu pasien untuk Memberikan kesempatan untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya mengungkapkan ketakutannya
2. Beri lingkungan terbuka dimana pasien Membantu mengurangi kecemasan
merasa aman untuk mendiskusikan perasaan
atau menolak untuk bicara
3. Pertahankan bentuk sering bicara dengan Meningkatkan kepercayaan pasien
pasien, bicara dengan menyentuh pasien
4. Bantu pasien atau orang terdekat dalam Meningkatkan kemampuan control
mengenali dan mengklarifikasi rasa takut. cemas
5. Beri informasi akurat, konsisten mengenai Mengurangi kecemasan
prognosis, pengobatan serta dukungan orang
terdekat.

2) Diagnosis 2 : Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan
kematian sel
Tujuan : Skala nyeri menurun hingga hilang
Kriteria hasil :
a) Tanda-tanda vital pasien sudah dalam batas normal, meliputi :
(1) Tekanan darah normal (± 100-140 mmHg / 60-90 mmhg)
(2) Nadi normal (± 60-100x / menit)
(3) Suhu normal (± 36,5°C - 37,5°C)
(4) Pernapasan normal (± 16-24x / menit)
b) Pasien mengatakan nyeri hilang atau skala nyeri berkurang.
c) Ekspresi wajah tidak meringis atau rileks.

No Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, Mengetahui tingkat nyeri pasien dan
intensitas, dan skala nyeri menentukan tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar: Mengurangi rasa nyeri
relaksasi, distraksi, imajinasi, message
3. Terus awasi tanda-tanda vital Mengetahui tanda kegawatan
4. Berikan posisi yang nyaman Memberikan rasa nyaman dan
membantu mengurangi rasa nyeri
5. Kolaborasi pemberian analgetik Mengontrol nyeri maksimum
3) Diagnosis 3 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek pengobatan
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan intergritas kulit.
Kriteria hasil :
a) Pasien atau keluarga nantinya dapat mempertahankan keberhasilan
pengobatan tanpa mengiritasi kulit.
b) Pasien dan keluarga nantinya dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma kulit
c) Pasien keluarga beserta tim medis nantinya dapat meminimalkan trauma pada
area terapi radiasi
d) Pasien dan keluarga beserta tim medis nantinya dapat menghindari dan
mencegah cedera dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan
setelahnya

No Intervensi Rasional
1. Mandikan dengan air hangat dan sabun Mempertahankan kebersihan kulit tanpa
ringan mengiritasi kulit
2. Meminta pasien untuk tidak menggaruk kulit Membantu menghindari trauma kulit
yang kering, dan sarankan untuk
menepuknya saja
3. Melakukan peninjauan protokol perawatan Efek kemerahan dapat terjadi pada
kulit untuk pasien yang mendapat terapi terapi radiasi
radiasi
4. Sarankan untuk memakai pakaian yang Meningkatkan sirkulasi dan mencegah
lembut dan longgar, biarkan pasien tekanan pada kulit
menghindari penggunaan bra bila ini
memberikan tekanan
4) Diagnosis 4 : Asupan nutrisi kurang untuk kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah karena efek radiologi
Tujuan : asupan nutrisi yang masuk sesuai kebutuhan tubuh dan status
kenormalannya dapat dipertahankan selama menjalani perawatan
Kriteria hasil :
a) Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas
b) Konjingtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
c) Berat badan pasien menuju normal
d) Hasil hemoglobin dalam batas normal

No Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi pasien Untuk mengetahui status nutrisi
2. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai Memantau peningkatan BB
indikasi
3. Meminta pasien untuk makan makanan Kebutuhan jaringan metabolik adequate
tinggi kalori, kaya protein dan sesuai diet oleh nutrisi
(rendah program)
4. Mengawasi masukan makanan setiap hari Identifikasi defisiensi nutrisi
5. Sarankan pasien makan sedikit tapi sering Agar nutrisi terpenuhi
5) Diagnosis 5 : Risiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan
Tujuan : cedera atau injuri dapat dicegah
Kriteria hasil :
a) Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi
b) Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan aktivitas
c) Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas

No Intervensi Rasional
1. Intruksikan dan bantu dalam mobilitas secara Membantu mengurangi kelelahan
cepat
2. Sarankan pasien untuk berpegangan tangan Membantu pasien untuk melakukan
atau meminta bantuan pada keluarga dalam kegiatan
melakukan suatu kegiatan
3. Pertahankan posisi tubuh tepat dengan Membantu mempercepat penyembuhan
dukungan alat bantuan
6) Diagnosis 6 : Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan cairan keputih dan
pendarahan yang keluar dari vagina
Tujuan : penyebaran infeksi dapat dicegah
Kriteria hasil :
a) Pasien dapat menjaga diri dari infeksi dengan menjaga kebersihan diri
b) Tidak ada tanda-tanda infeksi pada area sekitar serviks
c) Tanda-tanda vital dalam batah normal, meliputi :
(1) Tekanan darah normal (± 100-140 mmHg / 60-90 mmhg)
(2) Nadi normal (± 60-100x / menit)
(3) Suhu normal (± 36,5°C - 37,5°C)
(4) Pernapasan normal (± 16-24x / menit)
d) Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien ke
keluarga, pasien ke pasien lain dan pasien ke pengunjung
e) Efek timbul tanda-tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
f) Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit
No Intervensi Rasional
1. Kaji adalah infeksi disekitar area serviks Mengurangi terjadinya infeksi
2. Tekankan pada pentingnya personal hygiene Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
3. Melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda Menvegah terjadinya infeksi
vital, terutama suhu
4. Berikan perawatan dengan prinsip aseptic Membantu mempercepat penyembuhan
dan antiseptik
5. Tempatkan pasien pada lingkungan yang Mencegah terjadinya infeksi
terhindar dari infeksi
6. Kolaborasi : Untuk mengatasi infeksi bakteri pada
Pemberian antibiotic penyakit

7) Diagnosis 7 : Disfungi seksual berhubungan dengan berubahnya fungsi tubuh


akibat proses penyakit kanker serviks
Tujuan : keinginan untuk melakukan hubungan seksual meningkat kembali
Kriteria hasil :
a) Aktivitas seksual pasien tetap adekuat pada tingkat yang sesuai dengan kondisi
fisiologis tubuhnya
b) Pasien mampu mengungkapkan pemahamannya terhadap efek kanker serviks
yang dialaminta terhadap fungsi seksualitasnya
c) Pasien mau mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, perubahan fungsi
seksual dan hasrat seksual dengan orang terdekat yang dialaminya

No Intervensi Rasional
1. Dengarkan pernyataan pasien atau orang Masalah seksualitas seringkali menjadi
terdekat masalah yang tersembunyi, yang
seringkali di ungkapkan sebagai humor
atau melalui pernyataan yang tidak
gambling
2. Informasikan pada pasien tentang efek dari Pedoman antisipasi dapat membantu
proses penyakit kanker serviks yang di pasien dan orang terdekat untuk
alaminya terhadap fungsi seksualitasnya memulai proses adaptasi pada keadaan
(termasuk di dalamnya efek samping dari yang baru
pengobatan kanker yang akan dijalani)
3. Bantu pasien untuk menyadari atau Mengakui proses kehilangan atau
menerima tahap kehilangan tersebut perubahan pada fungsi seksual secara
nyata dapat meningkatkan kping pasien
4. Semangati dan bantu pasien untuk berbagi Komunikasi terbuka dapat membantu
pikiran dengan orang terdekat dalam identifikasi masalah dan
meningkatkan diskusi untuk
menemukan pemecahan masalah

8) Diagnosis 8 : intoleransi aktivitas berhubungan dengan produksi energi tubuh


menurun.
Tujuan : aktivitas pasien bisa berjalan normal sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
a) Suplai oksigen dan nutrisi terpenuhi
b) Energi dalam tubuh pasien meingkat
c) Tanda-tanda vital normal meliputi :
(1) Tekanan darah normal (± 100-140 mmHg / 60-90 mmhg)
(2) Nadi normal (± 60-100x / menit)
(3) Suhu normal (± 36,5°C - 37,5°C)
(4) Pernapasan normal (± 16-24x / menit)

No Intervensi Rasional
1. Bantu dan semangati pasien dalam menjalani Menjadikan pasien bersemangat
aktivitasnya menjalani kegiatannya
2. Memberikan tindakan kenyamanan pada Demi menurunnya tegangan pada otot
pasien dengan menggosok punggung, dan mengatasi lelah yang akan
membantu untuk mengatur posisi tidurnya, meningkatkan rasa nyaman
dan penurunan stimulus dalam ruangan
seperti menjadikan ruangan lebih redup.
3. Berikan tirah baring yang sesuai Membantu pasien mendapatkan istirahat
yang berkualitas
4. Menyarankan dan membantu pasien untuk Waktu tidur yang berkualitas dapat
mendapatkan istirahat atau waktu tidur yang mengganti energy tubuh pasien yang
cukup dan berkualitas (selama delapan hilang
sampai sepuluh jam per malam)
5. Melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda Dapat membantu perawat mengetahui
vital kondisi tubuh pasien
9) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit dan kemoterapi.
Tujuan : percaya diri pasien kembali meningkat.
Kriteria hasil :
a) Pasien beradaptasi dengan kondisi barunya
b) Pasien mengungkapkan penerimaan atas penampilannya yang sudah berubah
c) Pasien terjun ke lingkungan tanpa merasa malu, bahkan pasien menjalani
dengan gembira

No Intervensi Rasional
1. Bila memungkinkan dengan kondisi pasien, Memberikan informasi tentang tingkat
lakukanlah konseling pengetahuan pasien atau orang terdekat
terhadap pengetahuan tentang situasi
pasien dan proses penerimaan
2. Membantu dan mendorong pasien untuk bisa Membantu pasien untuk menyadari
menyatakan perasaannya, mintalah orang perasaannya tidak biasa, perasaan
terdekatnya untuk membantu bersalah
3. Mencatat perilaku menarik diri dari pasien, Dengan masalah pada penilaian yang
peningkatan ketergantungan, manipulasi atau dapat memerlukan evaluasi lanjut dan
tidak terlibat pada perawatan terapi lebih ketat
4. Ajak pasien berkenalan dan berbaur dengan Membatu pasien mendapatkan dan terus
orang-orang yang lebih parah kondisinya tapi meningkatkan rasa percaya dirinya,
masih memiliki daya juang dan tidak merasa sekaligus bersyukur atas kondisinya
malu, seperti berkenalan dengan anak-anak
kecil pengidap kanker tapi masih percaya
diri untuk tampil di depan umum
10) Koping keluarga melemah berhubungan dengan sakit yang berkepanjangan pada
anggota keluarga terdekat
Tujuan : koping keluarga kembali menigkat
Kriteria hasil :
a) Keluarga mempertahankan support
b) Keluarga bisa beradaptsi terhadap perubahan akan kebutuhan pasien
c) Keluarga dengan sukarela dan tidak tampak sedih saat membatu kegiatan atau
perawatan pasien
d) Pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif

No Intervensi Rasional
1. Melakukan pengkajian koping keluarga Memulai suatu hubungan dalam bekerja
terhadap sakit pasien dan perawatannya secara konstruktif dengan keluarga
2. Menyarankan keluarga untuk bisa Mereka tak menyadari bahwa mereka
mengungkapkan perasaan secara verbal berbicara secara bebas
3. Mengajarkan kepada keluarga tentang Menghilangkan kecemasan tentang
penyakit dan transmisinya transmisi melalui kontak sederhana
D. Implementasi
Pada tahapan implementasi ini diharapkan tindakan yang dilakukan pada pasien
adalah sesuatu yang tepat, tentunya sesuai dengan rencana tindakan yang sudah
disusun agar menghasilkan jawaban dan tujuan yang diinginkan
E. Evaluasi
1) Nyeri yang sempat dialami pasien sudah menghilang
2) Sel-sel kanker yang tumbuh sudah bisa diatasi dengan operasi
3) Pasien menerima perubahan fisiknya, bahkan pasien terjun ke masyarakat dan
membagi pengalaman sakitnya tanpa rasa cemas, takut atau malu
4) Pasien menjalani pola hidup sehat dan bahagia, serta mengajak keluarga dan
orang terdekat untuk memulai pola hidup sehat sedini mungkin
5) Keluarga terus melakukan support dan mendampingi perawatan pasien tanpa
berat hati
6) Pasien dapat menjaga kondisi tubuhnya dengan teratur istirahat, mengonsumsi
yang dianjurkan, dan dengan gembira menjalani aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya.
2.4 Asuhan Keperawatan Gangguan Neoplasia (Kanker Payudara)
Neoplasia mengacu pada pertumbuhan jaringan baru, yang juga disebut tumor.
Sebagian besar jaringan tubuh mempunyai kemampuan untuk mengalami perubahan
neoplasti. Neoplasia benigna merupakan sel yang tumbuh secara lambat, terorganisasi
dengan baik, dan tidak menyerang jaringan lain si sekitarnya. Neoplasia umumnya
tidak mengancam jiwa penderita. Neoplasia maligna, yang dengan istilah kanker,
merupakan sel yang tumbuh dengan sangat cepat, tidak terorganisasi, dan sering kali
menyerang jaringan lain dan sekitarnya. Kanker dapat tumbuh menyebar jauh dari
lokasi tumor asalnya. Suatu proses yang disebut metastasis. Sebagian besar neoplasia
maligna berpotensi mengancam jiwa. Tumor tipe tertentu lebih berbahaya dan agresif
daripada tumor lain.
Neoplasia maligna dapat memberi pengaruh sangat jelas pada fungsi fisiologis
tubuh, konsep diri, kemampuan koping, seksualitas, fungsi keluarga, dan spiritualitas.
Neoplasia benigna memberikan banyak tantangan serupa, terutama selama proses
diagnosis, tetapi tidak sampai mengancam jiwa dan kesejahteraan. Perawat dapat
membantu wanita dan keluarganya agar dapat melalui pengalaman yang sulit ini,
memberikan edukasi, dukungan, dan empati.
2.4.1 Definisi Kanker Payudara (Karsinoma Mammae)
Karsinoma mamae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal
mamae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal, berkembang biak dan
menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah. (Nurarif &Kusuma, 2013 ).
Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian akibat kanker
pada wanita. Perawat punya peran penting dalam menyelenggarakan skrining
dan penyuluhan kanker payudara. Jika tumor dideteksi dini dalam kondisi
terlokalisasi, angka kelangsungan hidup mendekati 100%. Kebanyakan tumor
dirahasiakan oleh wanita itu sendiri.
Jenis-jenis kanker payudara

a. Karsinoma duktal ; 90 % penderita kanker payudara merupakan


karsinoma duktal, 25% -35 % penderita karsinoma duktal akan
menderita kanker invasive.
b. Karsinoma insitu ; kanker dini yang belum menyebar ,kanker ini
masih berada ditempatnya.
c. Karsinoma meduler ; kanker ini berasal dari kelenjar susu

d. Karsinoma tubuler ; kanker ini juga berasal dari kelenjar susu

e. Kanker invasif ; kanker ini menyebar dan merusak jaringan lainya.


80% kanker payudara invasive adalah kanker duktal, 10 % kanker
lobuler.
f. Karsinoma lobuler : terjadi setelah menopouse , 25-35 % penderita
karsinoma lobuler menderita kanker invasive.
2.4.2 Tanda dan Gejala
Gejala penyakit kanker menurut Pudiastuti,(2011) adalah :

a. Ada benjolan pada ketiak


b. Perubahan bentuk payudara
c. Kemerahan dan bengkak pada payudara
d. Puting susu gatal dan bersisik
e. Adanya cairan abnormal pada payudara (Pudiastuti,2011).
Sedangkan menurut Irianto (2015) ada tanda dan gejala yang khas
menunjukkan adanya suatu keganasan, antara lain :
a. Adanya retraksi / inversi nipple (dimana puting susu tertarik ke dalam
atau masuk dalam payudara) berwarna merah atau kecoklatan sampai
menjadi edema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk (peau d
“orange), mengkerut atau timbul borok (ulkus) pada payudara . Ulkus
makin lama makin besar dan mendalam sehingga dapat
menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk dan mudah
berdarah.
b. Keluarnya cairan dari puting susu. Yang khas adalah cairan keluar
dari muara duktus satu payudara dan mungkin berdarah ,timbul
perbesaran kelenjar getah bening diketiak, bengkak (edema) pada
lengan dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh.

Kanker payudara yang sudah lanjut sangat mudah dikenali dengan


mengetahui kriteria operbilitas Heagensen sebagai berikut :

1. Benjolan payudara umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri


pada payudara. Benjolan itu mula-mula tidak nyeri makin lama
makin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan
perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu.
2. Adanya nodul satelit pada kulit payudara ,kanker jenis mastitis
karsinimatosa; terdapat nodul pada sternal; nodul pada
supraklavikula; adanya edema lengan; adanya metastase jauh
3. kulit terfiksasi pada dinding thorak, kelenjar getah bening aksila
berdiameter 2,5 cm dan kelenjar getah bening aksila melekat satu
sama lain.
2.4.3 Patofisiologi
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon.
a. Perubahan pertama adalah mulai dari masa hidup anak melalui
pubertas, masa fertilitas, dsampai klimakterium dan menopouse. Sejak
pubertas pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang diproduksi
ovarium dan hipofisis, telah menyebabkan duktus berkembang dan
timbulnya asinus.
b. Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar
hari ke 8 haid ,payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari
sebelum haid berikutnya terjadi perbesaran maksimal. Selama beberapa
hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga
pemeriksaan fisik terutama palpasi tidak mungkin dilakukan.
c. Perubahan ketiga terjadi masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan
payudara Menjadi besar karena epitel duktus lobus dan duktus alveolus
berproliferasi dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormon prolaktin dan
hipofise anterior memicu. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus,
mengisi asinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu.
Kanker payudara berasal dari jaringan epitelia dan paling sering terjadi
hiperflasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini berlanjut
menjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan
waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sebuah sel tunggal sampai menjadi massa
yang cukup besar untuk dapat teraba ( diameter 1 cm). Pada ukuran tersebut,
kira kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastasis.
Karsinoma payudara 95% merupakan karsinoma , berasal dari epitel
saluran dan kelenjar payudara. Karsinoma muncul sebagai akibat sel sel yang
abnormal terbentuk pada payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak
beraturan.
Sel tersebut merupakan hasil mutasi gen dengan perubahan perubahan
bentuk, ukuran maupun fungsinya. Mutasi gen ini dipicu oleh keberadaan
suatu benda asing yang masuk dalam tubuh kita, diantara pengawet makanan,
vetsin, radioaktif, oksidan atau karsinognik yang dihasilkan oleh tubuh sendiri
secara alamiah. Pertumbuhan dimulai didalam duktus atau kelenjar lobulus
yang disebut karsinoma non invasif. Kemudian tumor menerobos keluar
dinding duktus atau kelenjar di daerah lobulus dan invasi ke dalam stroma ,
yang dikenal dengan nama karsinoma invasif. Pada pertumbuhan selanjutnya
tumor meluas menuju fasia otot pektoralis atau daerah kulit yang
menimbulkan perlengketan-perlengketan. Pada kondisi demikian tumor
dikategorikanstadium lanju inoperabel.
Penyebaran tumor terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan
tumbuh dikelenjar getah bening sehingga kelenjar getah bening aksiler ataupun
supraklavikuler membersar. Kemudian melalui pembukuh darah, tumor
menyebar ke organ jauh antara lain paru , hati, tulang dan otak . Akan tetapi
dari penelitian para pakar , mikrometastase pada organ jauh dapat juga terjadi
tanpa didahului penyebaran limfogen. Sel kanker dan racun racun yang
dihasilkannya dapat menyebar keseluruh tubuh kita seperti tulang , paru-paru
dan liver tanpa disadari oleh penderita,. Oleh karena itu penderita kanker
payudara ditemukan benjolan diketiak atau dikelenjar getah bening
lainnya.Bahkan muncul pula kanker pada liver dan paru-paru sebagai kanker
metastasisnya.
Diduga penyebab terjadinya kanker payudara tidak terlepas dari
menurunnya atau mutasi dari aktifitas gen T Supresor atau sering disebut
dengan p53. Penelitian yang paling sering tentang gen p53 pada kanker
payudara adalah immunohistokimia dimana p53 ditemukan pada insisi
jaringan dengan menggunakan parafin yang tertanam di jaringan. Terbukti
bahwa gen supresor p53 pada penderita kanker payudara telah mengalami
mutasi sehingga tidak bekerja sebagaimana fungsinya. Mutasi dari p53
menyebabkan terjadinya penurunan mekanisme apoptosis sel. Hal inilah yang
menyebabkan munculnya neoplasma pada tubuh dan pertumbuhan sel yang
menjadi tidak terkendali. (Irianto, 2015).
2.4.4 Stadium kanker
Stadium kanker penting untuk panduan pengobatab, follow up dan
menentukan prognosis.
a. Stadium 0 : kanker insitu dimana del kanker berada pada tempatnya
didalam jaringan payudara normal
b. Stadium I : tumor dengan garis tenga kurang 2 cm dan belum menyebar
ke luar payudara
c. Stadium IIA : tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum menyebar ke
kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah kurang 2
cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
d. Stadium IIB : tumor dengan garis tengah lebih besr dari 5 cm dan belum
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis
tengah 2- 5 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
e. Stadium III A: tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan sudah
menyebar kekelenjar getahbening ketiak disertai perlengketan satu sama
lain atau perlengketan ke struktur lainnya atau tumor dengan garis
tengah lebih dari dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak.
f. Stadium IIIB : Tumor telah menyusup keluar payudara yaitu kedalam
kulit payudara atau ke dinding dada atau telah menyebar ke kelenjar
getah bening didalam dinding dada dan tulang dada.
g. Stadium IV : tumor telah menyebar keluar daerah payudara dan dinding
dada misalnya ke hati, tulang atau paru-paru. (Pudiastuti,2011).
2.4.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkai pengobatan
meliputi pembedahan ,kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi, dan yang
terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk
memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta
menghilangkan gejala- gejalanya.

A. Pengobatan lokal dan regional


1) Operasi, pembedahan pada pasien kanker payudara tergantung pada
tahapan penyakit ,jenis tumor,umur dan kondisi kesehatan secara
umum. Banyak penelitian membuktikan bahwa sebagian besar kanker
payudara tahap dini , lumpektomi ( mengangkat tumornya saja)
diteruskan dengan radioterapi merupakan pengobatan pilihan.Sekitar
50% pasien kanker payudara di Amerika sekarang ini mendapat
pengobatan dengan cara tersebut. Ada 3 jenis Mastektomi ( Hirshaut
& Persman,1992):
a) Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya
diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormon atau
modified radical mastektomy, yaitu pengangkatan seluruh
payudara, jaringan payudara ditulang dada,tulang selangka dan
tulang iga serta benjolan disekitar ketiak.
b) Total (simple) mastektomi yaitu pengangkatan seluruh payudara
saja tetapi bukan kelenjar diketiak.
c) Radikal mastektomi yaitu pengangkatan sebagian dari payudara.
Biasanya disebut lumpektomi, yaitu pengangkatan hanya pada
pada jaringan yang mengandung sel kanker , bukan seluruh
payudara . Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian
radioterapi. Lumpektomi direkomendasi pada pasien yang besar
tumornya kurang kurang dari 2 cm dan letaknya dipinggir
payudara.
2) Pengangkatan kelenjar getah bening
3) Radioterapi, penggunaan sinar berenergi tinggi setelah operasi
mengurangi kekambuhan50-75%.
B. Pengobatan Sistemik
1) Hormonal
2) Tamoksifen, obat ini bekerja langsung terhadap reseptor estrogen
yang terdapat pada sel kanker sehingga dapat mengecilkan kanker
30%
3) Goserelin, Sekitar 40% wanita premenopause dengan estrogen
reseptor positip atau yang dengan meta statik berespon terhadap
goserelin.
4) Kemoterapi, penggunaan obat anti kanker , melalui injeksi/ infus
ataupun oral.
C. Pencegahan Kanker Secara Alami
1) Olahraga teratur, dapat menurunkan estrogen yang diproduksi tubuh
sehingga mengurangi resiko knker payudara
2) Kurangi Lemak, yaitu lemak jenuh dalam daging, mentega makanan
yang mengandung susu full cream dan asam lemak dalam margarin
yang dapat meningkatkan kadar estrogen dalam darah.
3) Jangan terlalu matang memasak daging: daging yang dimasak
/dipanggang lama menghasilkan lama menghasilkan senyawa
karsinogenik ( amino heterosiklik).
4) Konsumsi suplemen antioksidan Konsumsi makanan berserat , sayur
dan buah selain makanan berserat juga antioksidan yang akan
mengikat estrogen dalam saluran pencernaan sehingga kadarnya
dalam darah berkurang.
5) Konsumsi makanan yang mengandung kedelai/protein, makanan
berasal darikedelai banyak mengandung estrogen tumbuhan ( fito-
estrogen). Makanan berkedelai menghalangi estrogen tubuh mencapai
sel reseptor, juga mempercepat pengeluaran estrogen dari tubuh.
6) Hindari alkohol, minuman beralkohol meningkatkan kadar estrogen
dalam darah
7) Berat Kontrol Badan, kenaikan setiap pon setelah usia 18 tahun
meningkatkan resiko kanker payudara. Ini disebabkan karena sejalan
dengan bertambahnya lemak tubuh , maka kadar estrogen sebagai
hormon pemicu kanker payudara dalam darah pun akan meningkat.
8) Hindari Xeno-estrogen , adlah dengan mengurangi konsumsi daging,
unggas, dan produk susu (whole milk dairy product).
9) Berjemur dibawah sinar matahari, Saat tubuh mengenaikulit, tubuh
akan membuat vitamin D , yang akan membantu jaringan payudara
menyerap calcium sehingga mengurangi resiko kanker payudara.
10) Hindari merokok
11) Berikan ASI rutin pada anak, menyusui berhubungan dengan
berkurangnya resiko kanker payudara sebelum menopause,
12) Pertimbangkan sebelum melakukan HRT (Hormon Replacement
Therapy), karena akan menambah resiko kanker payudara.
( Irianto,2015 ).
D. Pemeriksaan SADARI
1) Mulailah dengan melihat payudara payudara dicermin dengan bahu
lurus dan tangan diletakkan dipinggul. Amatilah ukuran, bentuk dan
warna payudara, apakah ada perubahan yang mudah terlihat,
benjolan.
2) Angkat lengan dan lihat perubahan yang mungkin terjadi. Sambil
melihat cermin, perlahan-lahan tekan puting susu antara ibu jari dan
jari telunjuk serta lakukan cek terhadap pengeluaran puting susu
(dapat berupa air susu, atau cairan kekuningan atau darah).
3) Lakukan perabaan terhadap payudara anda sambil berbaring .
Gunakan tangan kanan untuk meraba payudara kiri dan tangan kiri
untuk meraba payudara kanan. Gunakan sentuhan yang lembut
dengan menggunakan tiga jari tangan ( telunjuk, jari tengah dan jari
manis) dengan posisi berdekatan satu sama lain .Sentuh payudara dari
atas ke bawah , sisi ke sisi dari tulang selangka ke bagian atas perut
dan dari ketiak ke belahan dada.
4) Terakhir, lakukan perabaan terhadap payudara dengan gerakan yang
sama sambil berdiri atau duduk. Kebanyakan wanita merasa lebih
mudah merasakan payudaranya dalam kondisi basah sehingga sering
dilakukan saat mandi. (Irianto K, 2015)
E. Mamografi
Massa payudara yang terlalu kecil untuk didektesi oleh SADARI atau
oleh petugas kesehatan bisa didektesi dengan Mamografi, suatu
pemeriksaan, sinar X dengan dosis rendah.

.
Terapi kanker payudara yang dengan pembedahan dan terapi lanjutan
meliputi; radiasi, kemoterapi atau terapi homonal. Keputusan untuk
melakukan terapi lanjutan didasarkan pada fase penyakit, usia, serta status
menopause wanita.

Empat cara untuk menangani kanker payudara melalui upaya bedah.


A. Lumpektomi (tilektomi); B. Qusdrektomi (reseksi segmen);
C. Masektomi total (sederhana); D. Masektomi radikal

2.4.6 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Anamnesis. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika telah teraba , oleh
wanita itu sendiri. Pasien datang dengan keluhan rasa sakit , tidak enak atau
tegang didaerah sekitar payudara .
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
4) Pemeriksaan Fisik : Inspeksi, palpasi
a) Kepala : normal, mesochephal , tulang kepala umumnya bulat
dengan tonjolan frontal di bagian anterior dan oksipital
dibagian posterior.
b) Rambut : tersebar merata, warna, kelembaban
c) Mata : tidak ada gangguan bentuk dan fungsi mata.
Konjungtiva agak anemis, tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan.
d) Telinga : bentuk normal , posisi imetris , tidak ada sekret tidak
ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada gangguan fungsi
pendengaran.
e) .Hidung : bentuk dan fungsi normal, tidak ada infeksi dan
nyeri tekan.
f) Mulut : mukosa bibir kering, tidak ada gangguan perasa.
g) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
kelainan
h) Dada : adanya kelainan kulit berupa peau d’orange,ulserasi
atau tanda-tanda radang.
i) Hepar : tidak ada pembesaran hepar.
j) Ekstremitas : tidak ada gangguan pada ektremitas.
5) Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon

a) Persepsi dan Manajemen


b) Nutrisi – Metabolik
c) Eliminasi
d) Aktivitas dan Latihan
e) Kognitif dan Persepsi
f) Istirahat dan Tidur
g) Persepsi dan Konsep Diri
h) Peran dan Hubungan
i) Reproduksi dan Seksual
j) Koping dan Toleransi Stress
k) Nilai dan Keyakinan
6) Pemeriksaan Diagnostik
a) Scan (mis, MRI, CT, gallium) dan ultrasound.
b) Biopsi
c) Mammografi,
d) sinar X dada (radiologi )
B. Diagnosa
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis ( penekanan
masa tumor )
2) Kerusakan integritas jaringan
3) Gangguan body image (citra tubuh )
4) Kurang pengetahuan tentang kodisi, prognosis dan pengobatan
penyakitnya
5) Cemas berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh , krisis
situasional
6) Resiko Infeksi berhubungan dengan luka operasi
7) Ketidak efektifan pola nafas
8) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.5 Asuhan Keperawatan Penyakiy Menular Seksual (HIV)
2.5.1 Definisi HIV
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah sebuah virus yang
melumpuhkan sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah
terinfeksi dan tumbuh penyakit mematikan . Sistem kekebalan tubuh manusia
sangat berguna dalam menyerang berbagai infeksi dan penyakit dari luar tubuh .
Namun karena adanya virus HIV, tubuh menjadi lemah dan tidak mampu lagi
beroprasi dengan baik. Oleh sebab itu,HIV dianggap sangat mematikan
penderitanya .
2.5.2 Etiologi
HIV dapat bertahan hidup pada cairan di dalam tubuh, seperti cairan vagina,
cairan anus, ASI , darah, dan sperma. Virus yang menyebabkan HIV tidak bisa
tumbuh dan berkembang di luar cairan tersebut, sehingga penyebab dari adanya
virus HIV di tubuh seseorang tidak bisa di dapatkan dari bersentuhan dengan
penderita, berciuman, atau aktivitas lainnya yang tidak kontak langsung dengan
lima cairan yang sudah disebutkan sebelumnya . Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan seseorang terjangkit HIV disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain :
a. Melakukan seks oral dengan seseorang yang telah terjangkit.
b. Menggunakan alat bantu seks secara bergantian.
c. Menggunakan jarum suntik, atau alat pendukung menyuntik yang telah
terkontaminasi dengan penderita HIV.
d. Meminum ASI dari wanita pengidap HIV.
e. Melakukan transfuse darah dengan seseorang yang positif HIV.
2.5.3 Manifestasi Klinis
Orang-orang yang menderita HIV akan mengalami berbagai masalah ,
mulai dari munculnya bermacam-macam gejala fisik hingga masalah sosial di
kehidupan penderitanya. Penderita yang positif HIV akan mulai menemui
banyaknya tekanan dari lingkungannya, seperti pengucilan atau cemoohan, dan
diskriminasi di berbagai lini seperti dunia kerja atau pendidikan, pengobatan
seperti oprasi bahkan dirumahnya sendiri .
Berbagai masalah sosial selama ini timbul karena pemahaman yang keliru.
Masyarakat menduga bahwa bergaul dengan mengidap HIV akan sangat
membahayakan ternyata hal tersebut tidak sepenuhnya benar, karena
berinteraksi atau melakukan kontak fisik seperti bersalaman dan berpelukan
tidak dapat memindahkan virus HIV , kecuali seperti cara-cara yang telah
disebutkan di etiologi.
Dengan banyaknya faktor yang telah dipaparkan di atas, masyarakat
seharusnya tidak mengucilkan penderita, karena sikapnya justru membuat parah
pengidap HIV terbatasi dalam melakukan kebaikan, seperti berbagi pengetahuan
dan pengalamannya melalui sosialisasi atau penyuluhan. Padahal informasi dari
mereka sangat berguna sebagai sebuah pencegahan yang paling tepat dan benar.
Gejala-gejala yang bisa timbul karena adanya HIV dibagi kedalam empat
hal berdasarkan stadium atau tingkat keparahannya, yaitu :
a. Stadium I : Penderita belum merasakan gejala apapun, sehingga
aktifitasnya masih berjalan lancar
b. Stadium II : Penderita sudah memiliki gejala-gejala seperti, adanya
infeksi saluran pernapasan seperti sinusitis, berat badan mulai
menunjukkan penurunan, terdapatnya herpes zoster, dan kelainan pada
mulut dan kulit. Meski telah memiliki gejala, penderita masih mampu
menjalani aktifitas seperti biasanya.
c. Stadium III : Penderita memiliki gejala-gejala seperti, demam
berkepanjangan , diare kronis berkepanjangan,terdapatnya bercak putih
dan berambut pada mulut, badan semakin kurus karena mengalami
penurunan sampai 25%, kandidiasis mulut, terjangkit pneumoni, dan
masalah pada paru-paru seperti tuberculosis.
d. Stadium IV : Pada tahap akhir, penderita akan mengalami limfoma
( non-Hodgkin ), dan karsinoma sel skuamosa yang bisa ditemukan di
anus dan mulut.
2.5.4 Penatalaksanaan
Meski diduga belum memiliki penanganan atau pengobatan yang bisa
menyembuhkan penderita bebas dari HIV sepenuhnya, tetapi beberapa
penanganan dapat diterapkan agar HIV tidak berlanjut pada stadium yang lebih
parah atau berubah menjadi AIDS. Menurut Fahmi ( 2015 ) , RSCM Jakarta
memiliki pengobatan khusus HIV, yang diproduksi langsung oleh POKDISUS
RSCM. Pengobatan tersebut adalah tiga obat antiretroviral yang dikonsumsi
secara bersamaan, yaitu :
a. Zidovudin ( AZT ) dengan dosis 500 sampai 600 mg sehari/ ons.
b. Lamivudin ( 3TC ) dengan dosis 150 mg sehari/ons.
c. Nevirapin dengan dosis 200 mg sehari dikonsumsi satu dan dilakukan
selama 14 hari. Selanjutnya mengonsumsi dengan dosis dua kali 200
mg/hari.
Selain menggunakan tiga obat yang disebutkan di atas, ada satu jenis obat
lagi yang dapat dikonsumsi penderita HIV, yaitu Antiretroviral ( ARV ). Obat
jenis ini tidak bisa menghilangkan virus pada penderita, tetapi sangat berguna
untuk memperlambat pertumbuhan virus didalam tubuh. ARV harus dikonsumsi
dengan obat lainnya yang masih tergolong jenis ARV, karena pada beberapa
kasus, HIV sangat kebal terhadap ARV. Beberapa jenis obat yang tergolong
ARV, adalah :
a. Protease Inhibitors, berguna untuk menghancurkan protease yang
merupakan salah satu jenis protein HIV, sehingga virus HIV tidak bisa
menggandakan diri.
b. Non Nucleoside Reverse Transciptase Inhibitors (NNRTI),
kegunaannya sama seperti protease ingibitors, yaitu untuk menghambat
virus HIV menggandakan diri, karena NNRTI memutus rantai protein
yang dibutuhkan virus.
c. Integrase Inhibitors, berguna untuk menghancurkan integrase yang
merupakan salah satu jenis protein HIV, sehingga tidak dapat
memasukkan virus kedalam sel-sel CD4.
d. Entry Inhibitors, kegunaannya sama dengan ARV jenis integrase
inhibitors, yaitu untuk mencegah virus HIV masuk kedalam sel-sel CD4.
e. Nucleoside Revers Transcriptase Inhibitors ( NRTI ), b erguna untuk
memperlambat pertumbuhan virus HIV didalam tubuh.
2.5.5 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien yang meliputi nama, umur,tempat tinggal,dan
pekerjaan.
2. Pemeriksaan pasien yang meliputi pengecekan tekanan darah, denyut
nadi, suara jantung, dan suhu tubuh.
3. Riwayat Penyakit Dulu.
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
6. Riwayat Hubungan Seksual.
7. Riwayat Seksual Pasangan.
8. Riwayat Penggunaan Narkotika atau obat-obatan lainnya.
9. Gejala Umum, meliputi :
a) Penurunan berat badan.
b) Demam berkepanjangan.
c) Keringat dingin dimalam hari
d) Rasanyari yang membuat penderita sulit tidur.
e) Merasa letih setiap hari.
10. Pemeriksaan Fisik Head to Toe , meliputi :
a) Keadaan umum, seperti wajah, kepala, bibir, hidung, mulut,
leher, dan mata.
b) Neurologis, meliputi refleks pupil , nystagmus, mengalami
vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk, kejang,dan
paraplegia.
c) Muskuloskletal.
d) Gastro Intestinal.
e) Kardiovaskuler.
f) Integument.
g) Pernapasan.
h) Genitourineary.
B. Diagnosis
1) Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, dan kelelahan.
2) Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan ditandai
dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia,
lemah otot dan gelisah.
3) Diare berhubungan dengan infeksi gastro intestinal.
4) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorpsi
zat gizi.
5) Risiko tinggi kekurangan volume cairanh berhubungan dengan diare
berat.
6) Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan proses
infeksi dan melemahnya otot-otot pernapasan.
7) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang berisiko.
8) Risiko tinggi infeksi ( kontak pasien ) berhubungan dengan infeksi
HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
9) Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan rasa cemas tentang
keadaan yang orang disayang .
C. Intervensi
1) Diagnosis 1 : Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, dan kelelahan.
Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan toleransi aktivitasnya hingga
meningkat secara optimum.
Kriteria hasil :
a) Pasien berpartisipasi dalam kegiatan.
b) Pasien akan bebas dari dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
c) Energi pada tubuh pasien akan meningkat.
N Intervensi Rasional
O
1. Lakukan pemantauan terhadap Respons selalu bervariasi dari hari ke hari,
responss fisiologis pasien pada sehingga dengan data yang didapat perawat
aktivitasnya setiap hari. dapat mengetahui perkembangan tiap harinya.
2. Memberikan bantuan perawatan Dapat mengurangi kebutuhan energi.
yang pasien sendiri tidak mampu.
3. Membuat penjadwal perawatan Ekstra istirahat itu berguna untuk
pasien, agar pasien tidak terganggu meningkatkan kebutuhan metabolik.
waktu istirahatnya.
4. Lakukan pengkaji pola tidur dan Berbagai faktor dapat meningkatkan
catat perubahan dalam proses kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan
berpikir atau berperilaku. emosi, dan efeksamping obat-obatan.
5. Menyemangati pasien untuk Membantu pasien melakukan penghematan
melakukan apa pun yang mungkin, energy, peningkatan stamina, dan
misalnya perawatan diri, duduk di mengizinkan pasien untuk lebih aktif tanpa
kursi, berjalan, pergi makan. menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.
6. Lakukan pemantauan pada responss Toleransi bervariasi tergantung pada status
psikologis terhadap aktivitas, missal proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan
perubahan tekanan darah, frekuensi cairan, dan tipe penyakit.
pernapasan atau jantung.
7. Kolaborasi : Dengan melakukan latihan setiap hari yang
Sarankan pasien untuk melakukan terprogram akan membantu aktivitas pasien
terapi fisik atau okupasi. bertahan atau berguna untuk meningkatkan
kekuatan dan tonus otot.

2) Diagnosis 2 : Nyeri berhubungan dengan inflamasi atau kerusakan


jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang
otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Tujuan : Perubahan skala nyeri yang diderita pasien hingga menjadi 0 .
Kriteria hasil :
a) Pasien menyatakan skala nyeri menurun.
b) Pasien akan menunjukkan ekspresi wajah rileks atau tidak
meringis.
c) Pasien dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.

N Intervensi Rasional
O
1. Melakukan pengkajian terhadap keluhan Mengindikasikan kebutuhan untuk
nyeri, perhatikan lokasi, intesitas, intervensi dan juga tanda-tanda
frekuensi dan waktu. Tandai gejala non perkembangan komplikasi.
verbal misalnya gelisah, takikardia,
meringis.
2. Membantu pasien untuk menerapkan Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
teknik relaksasi, visualisasi atau
imajinasi, relaksasi progresif,Tarik
napas dalam.
3. Menyemangati pasien untuk dapat Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,
mengungkapkan perasaan. sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
4. Kolaborasi: Memberikan penurunan nyeri atau rasa tidak
Berikan pasien analgesik atau antipiretik
nyaman, dan mengurangi demam. Obat yang
narkotik. Gunakan ADP ( analgesic dikontrol pasien berdasarkan waktu 24 jam
yang dikontrol pasien ) untuk dapat mempertahankan kadar analgesia
memberikan analgesia 24 jam. darah tetap stabil, mencegah kekurangan
atau kelebihan obat-obatan.
5. Kolaborasi : Meningkatkan relaksasi atau menurunkan
Lakukan tindakan paliatif misal tegangan otot.
pengubahan posisi, masase, rentang
gerak pada sendi yang sakit.

3) Diagnosis 3 : Diare berhubungan dengan infeksi gastro inestinal.


Tujuan : Diare tidak lagi terjadi.
Kriteria hasil :
a) Pasien akan merasa nyaman.
b) Pasien akan dapat mengontrol BAB-nya.
c) Mengontrol asupan yang masuk untuk tidak mengandung sesuatu
yang dapat menyebabkan sakit perut dan diare.
d) Kram perut pada pasien tidak terjadi lagi.

No Intervensi Rasional
1. Melakukan pengkajian konsistensi dan Dapat mendeteksi adanya darah dalam feses.
frekuensi feses dan adanya darah.
2. Melakukan auskultasi bunyi usus. Hipermotiliti umumnya dengan diare.
3. Mengatur agen anti-motilitas dan Mengurangi motilitas usus,yang pelan,serta
psilium ( Metamucil ) sesuai anjuran memperburuk perforasi pada intestinal.
dokter.
4. Kolaborasi : Untuk menghilangkan distensi.
Berikan pasien ointment A dan D,
vaselin atau zinc oside.
4) Diagnosis 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolik, dan
menurunnya absorpsi zat gizi.
Tujuan : Nutrisi dalam tubuh pasien kembali penuhi dan terus stabil.
Kriteria hasil :
a) Pasien akan memiliki intake kalori dan protein yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya.
b) Rasa mual dan muntah dikontrol.
c) Serum albumin dan protein dalam batas normal.
d) Berat badan pasien akan kembali normal sebelum terserang sakit.

No Intervensi Rasional
1. Melakukan pemantauan Intake menurun dihubungkan
kemampuan mengunyah dan dengan nyeri tenggorokan dan
menelannya. mulut.
2. Melakukan pemantauan berat Menentukan data dasar.
badan intake dan ouput setiap hari.
3. Kolaborasi : Mengurangi muntah.
Mengatur antiemetic sesuai anjuran
dokter.
4. Kolaborasi : Meyakinkan bahwa makanan
Merancang pola diet dengan pasien sesuai dengan keinginan pasien.
dan orang penting lainnya.

5) Diagnosis 5 : Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan


dengan diare berat.
Tujuan : Kekurangan volume cairan tubuh dapat dicegah.
Kriteria hasil :
a) Tanda-tanda vital normal, meliputi :
(1) Tekanan darah normal (± 100 – 140 mmHg / 60 - 90 mmHg ).
(2) Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit ).
(3) Suhu normal ( ± 36,5°C – 37,5 °C ).
(4) Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit ).
b) Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab.
c) Turgor kulit pada pasien menunjukkan kenormalan.
d) Keluaran urine adekuat secara pribadi.
e) Volume cairan tubuh terpenuhi dan terus stabil.

No Intervensi Rasional
1. Lakukan pemantauan pemasukan Mempertahankan keseimbangan
oral dan pemasukan cairan cairan, mengurangi rasa haus dan
sedikitnya 2.500 ml / hari. melembabkan membrane mukosa.
2. Buatkan cairan yang mudah Meningkatkan pemasukan cairan
diberikan pada pasien ; gunakan tertentu mungkin terlalu
cairan yang mudah ditoleransi oleh menimbulkan nyeri untuk
pasien dan dapat menggantikan dikonsumsi karena lesi pada mulut.
elektrolit yang dibutuhkan,
misalnya gatorade.
3. Melakukan pengkajian turgor kulit, Indikator tidak langsung dari status
membrane mukosa dan rasa haus. cairan.
4. Melarang pasien untuk Mungkin dapat mengurangi diare.
mengonsumsi makanan yang
potensial menyebabkan diare,
yakni berbumbu pedas, berkadar
lemak tinggi, kacang, kubis, atau
susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang
diberikan berselang jika
dibutuhkan.
5. Lakukan pemantauan pada tanda- Untuk mengetahui keadaan pasien
tanda vital pasien. setiap saat dapat mencegah
penanganan terlambat.
6. Kolaborasi : Menurunkan jumlah dan keenceran
Berikan pasien obat-obatan anti feses, mungkin mengurangi kejang
diare seperti difenoksilat (lomotil), usus dan peristaltis.
loperamid Imodium, paregoric.

6) Diagnosis 6 : Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan


proses infeksi dan melemahnya otot-otot pernapasan.
Tujuan : Pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil :
a) Tanda-tanda vital normal, meliputi :
(1) Tekanan darah normal ( ± 100 – 140 mmHg / 60 - 90
mmHg ).
(2) Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit ).
(3) Suhu normal ( ± 36,5°C – 37,5 °C ).
(4) Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit ).
b) Mempertahankan pola napas efektif.
c) Pasien tidak mengalami sesak napas lagi karena otot-otot
pernapasan mulai membaik.
d) Pasien menghindari hal-hal lain yang bisa membuat pola napasnya
tidak efektif.

N Intervensi Rasional
O
1. Melakukan auskultasi bunyi Memperkirakan adanya
napas, tandai daerah paru yang perkembangan komplikasi atau
mengalami penurunan, atau infeksi pernapasan, missalnya
kehilangan ventilasi, dan pneumonia.
munculnya bunyi adventisius.
Misalnya krekels, mengi, ronki.
2. Mencatat kecepatan pernapasan, Takipnea, sianosis, tidak dapat
sianosis, peningkatan kerja beristirahat, dan peningkatan napas.
pernapasan dan munculnya Menunjukkan kesulitan pernapasan
dispnea, ansietas. dan adanya kebutuhan untuk
meningkatkan pengawasan atau
intervensi medis.
3. Tinggikan bagian kepala pada Meningkatkan fungsi pernapasan
tempat tidur pasien. Usahakan yang optimal dan mengurangi
pasien untuk berbalik, batuk, dan aspirasi atau infeksi yang
menarik napas sesuai kebutuhan ditimbulkan karena atelektasis.
saja.
4. Monitor tanda-tanda vital. Untuk mengetahui keadaan pasien
setiap saat dapat mencegah
penanganan terlambat.
5. Kolaborasi : Mempertahankan oksigenasi efektif
Berikan pasien tambahan oksigen untuk mencegah atau memperbaiki
yang dilembabkan melalui cara krisis penapasan.
yang sesuai misalnya kanula,
masker, inkubasi atau ventilasi
mekanis.

7) Diagnosis 7 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi,


malnutrisi dan pola hidup yang berisiko.
Tujuan : Bebas infeksi oportunistik dan komplikasi lainnya.
Kriteria hasil :
a) Tanda-tanda vital dalam batas normal, meliputi :
(1) Tekanan darah normal (± 100 – 140 mmHg /60 - 90 mmHg ).
(2) Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit ).
(3) Suhu normal ( ± 36,5°C – 37,5 °C ).
(4) Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit ).
b) Tidak ditemukannya lagi tanda-tanda infeksi baru.
c) Tidak ada infeksi oportunis.
d) Tidak terdapat luka atau eksudat.
e) Pasien selalu menjaga lingkungan dan dirinya agar terus steril.

No Intervensi Rasional
1. Melakukan monitor tanda-tanda Untuk pengobatan dini.
infeksi baru.
2. Terapkan teknik aseptik pada Mencegah pasien terpapar oleh kuman
setiap tindakan invasive. Seperti patogen yang diperoleh di rumah sakit.
muncuci tangan sebelum
memberikan tindakan.
3. Menyarankan pasien untuk Mencegah bertambahnya infeksi.
metoda, mencegah terpapar
terhadap lingkungan yang patogen.
4. Melakukan pengumpulan Meyakinkan diagnosis akurat dan
spesimen untuk tes laboratorium pengobatan.
sesuai order.
5. Kolaborasi : Mempertahankan kadar darah yang
Berikan anti infeksi sesuai anjuran. terapeutik.

8) Diagnosis 8 : Risiko tinggi infeksi ( kontak pasien ) berhubungan dengan


infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat
ditransmisikan.
Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan.
Kriteria hasil :
a) Tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteria
kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV.
b) Tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.

No Intervensi Rasional
1. Menyarankan pasien atau orang Pasien dan keluarga mau dan memerlukan
terdekatnya melakukan metode mencegah informasi ini.
transmisi HIV dan kuman patogen
lainnya.
2. Menggunakan darah dan cairan tubuh Mencegah transmisi infeksi HIV ke orang
precaution saat melakukan perawat pasien, lain.
serta menggunakan masker bila perlu.
9) Diagnosis 9 : Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan rasa
cemas tentang keadaan yang orang disayang.
Tujuan : Koping keluarga kembali efektif.
Kriteria hasil :
a) Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem.
b) Keluarga dan orang terdekat bisa beradaptasi terhadap perubahan
akan kebutuhan pasien.
c) Pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif.

No Intervensi Rasional
1. Melakukan pengkajian koping Memulai suatu hubungan dalam
keluarga terhadap sakit pasien dan bekerja secara konstruktif dengan
perawatannya. keluarga.
2. Menyarankan keluarga untuk bisa Mereka tak menyadari bahwa
mengungkapkan perasaan secara mereka berbicara secara bebas.
verbal.
3. Mengajarkan kepada keluarga tentang Menghilangkan kecemasan tentang
penyakit dan transmisinya. transmisi melalui kontak sederhana.

D. Implementasi
Pada tahapan implementasi ini diharapkan tindakan yang dilakukan
pada pasien adalah sesuatu yang tepat, tentunya sesuai dengan rencana
tindakan yang sudah disusun agar menghasilkan jawaban dan tujuan yang
diinginkan.
E. Evaluasi
1) Tanda-tanda vital pada pasien selalu normal, sehingga pasien terus
merasa bugar.
2) Dehidrasi yang pernah dialami pasien sudah tidak lagi menyerangnya,
pasien dapat mempertahankan asupan mineralnya dan membatasi
aktivitasnya untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan lagi.
3) Pasien bisa beraktivitas dengan penuh kegembiraan seperti sebelum
terserang penyakit, meski hanya bisa beraktivitas sesuai
keterbatasannya.
4) Dyspnea dan takikar yang pernah menyerang pasien tidak lagi
muncul.
5) Infeksi pada GI telah diatasi sehingga saat ini pasien tidak lagi
mengalami diare akut.
6) Nafsu makan pasien kembali pulih, dan pola nutrisi terpenuhi dengan
baik ditandai dengan berat badan yang semakin hari semakin terisi
lagi.
7) Pasien terus menjalani pola hidup sehat, mendapatkan asupan oksigen
yang murni setiap pagi hari sebelum tercampur polusi, sehingga pola
pernapasan pasien saat ini tidak mengalami gangguan lagi.
8) Pasien selalu menjaga kebersihan dirinya dan lingkungannya, serta
menghindari hal-hal yang dapat memperburuk kondisinya.
9) Pasien tidak lagi menjalani hubungan dengan banyak orang.
10) Pasien tidak lagi merasa rendah diri atas penyakitnya, bahkan saat ini
pasien telah terjun ke masyarakat untuk membagikan pengalaman dan
pemahamannya tentang penyakitnya.
11) Pasien tidak merasa takut dengan penyakitnya, bahkan saat ini pasien
memiliki daya semangat tinggi untuk melawan penyakitnya hingga
tuntas.
12) Pasien mengerti arti hidup sukses dan bahagia yang tidak hanya
berpatokan pada hubungan seksual saja.
13) Pasien bisa menerima kekurangan yang ada pada tubuhnya, serta
menerima salah satu perubahan fungsi tubuhnya.
14) Pasangan dan keluarga bisa menerima kekurangan yang ada pada
orang tersayang.
15) Keluarga dan pasangan bisa berinteraksi dengan bebas tanpa merasa
cemas tertular, bahkan mereka terus menyemangati dan membantu
kesembuhan pasien, seperti mengingatkannya meminum obat dan
lainnya.
16) Pasien menjalani kehidupannya dengan teratur dan menjalani
berbagai aturan medis yang ditaatinya sehingga sekarang ini pasien
tidak lagi cemas dengan adanya risiko infeksi lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai