Anda di halaman 1dari 52

FORMAT SAMPUL LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S, 31 TAHUN, G3P1A1 HARI KE-1, DENGAN NYERI
POSTPARTUM SPONTAN DI RUANG M RUMAH SAKIT X BANDUNG

Laporan Kasus

Nama Mahasiswa : Lisdayanti


NIM : 30140118008

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Ny. S Dengan Nyeri Post Partum Spontan tepat waktu.
Makalah Asuhan Keperawatan pada Ny.S Dengan Nyeri Post Partum disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah PKK Keperawatan Maternitas di Stikes Santo Borromeus dengan dosen pembimbing Ibu
Yosi Maria Wijaya., S.Kep.,Ners, M.S. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang Asuhan Keperawatan Maternitas dengan nyeri post partum spontan.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Yosi maria Wijaya selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Maternitas. . Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Padalarang, 21 Januari 2021

Lisdayanti
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau
42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami perubahan
seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka
kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab adalah kurangnya perhatian pada wanita post
partum (Maritalia, 2012).
Menurut laporan World Health Organization (WHO) yang dikutip dalam Priharyanti
Wulandari dan Prasita Dwi Nur Hiba, Untuk AKI di negara-negara Asia Tenggara diantaranya
Indonesia mencapai 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup,
Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60
per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, pelayanan persalinan normal atau pasca partum di
fasilitas kesehatan tahun 2018 di Indonesia 79.3 % dan pada tahun 2018 pelayanan KF lengkap
pada perempuan 10-54 di Kalimantan Timur sekitar 38.0 % lebih meningkat dari pada tahun
2013 (Riskesdas, 2018).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2015, tiga faktor kematian Ibu melahirkan
adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%. Menurut Kementerian Kesehatan
RI, sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sejak tahun
1990 telah meluncurkan safe motherhood initiative, sebuah program yang memastikan semua
wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama kehamilan
dan persalinannya. Upaya tersebut dilanjutkan dengan program Gerakan Sayang Ibu di tahun
1996 oleh Presiden Republik Indonesia.
Asuhan keperawatan pasca partum atau masa nifas untuk membantu ibu baru dan
keluarganya berhasil beradaptasi pada masa transisi setelah kelahiran anak dan tuntutan
menjadi orangtua. Penekanan asuhan keperawatan pada masa ini adalah pada pengkajian dan
modifikasi faktor faktor yang mempengaruhi pemulihan ibu dari masa nifas untuk mengingat
komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum, banyak perawat menggunakan
istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus),
Bladder(kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity
(ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi). Kemampuannya untuk mengemban peran
perawatan bayi baru lahir, dan transisi peran dan kemampuan fungsional ibu serta keluarganya.
B. Tujuan Penulisan
Penulis mampu memberikan dan menerapkan Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Spontan
di Ruang X Rumah Sakit Bandung.
a. Tujuan umum
Untuk dapat menerapkan Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum Spontan dengan
baik dan benar.
b. Tujuan Khusus
1. Mengkaji Ibu post partum spontan.
2. Merumuskan dan menentukan diagnose keperawatan yang tepat pada Ibu
post partum spontan.
3. Menyusun perencanaan keperawatan yang sesuai dengan diagnose
keperawatan Ibu post partum spontan.
4. Melakukan tindakan keperawatan yang sesuai dengan rencana yang telah di
tentukan pada Ibu post partum spontan.
5. Mengevaluasi hasil tindakan pada Ibu post partum spontan.
SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Medis
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM SPONTAN
A. Pengkajian Keperawatan
B. Diagnose Keperawatan
C. Perencanaan Keperawatan
D. Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
PENUTUP
LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa ajuran obat-obatan (Prawiharjo, 2008).
Post partus adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas
dari Rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-
organ yang berkaitan dengan kandungan, yang megalami perubahan seperti perlukaan,
keluarnya cairan berupa lochea dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni,
2009).
Periode post partus adalah waktu penyembuhan dan perubahan, watu kembali pada
keadaan tidak hamil serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota baru (Maryani,
2011).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6
minggu atau 42 hari. Setelah nifa, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami
perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih
dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam Aangka Kematian
Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab
kurangnya perhatian pada wanita post partum (Maritalia, 2012).

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam
rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak
di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur
akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2005).
1) Stuktur eksterna

a) Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa.
Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai
ke belakang dibatasi perineum.
b) Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan
berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat
jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar
sebasea dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada
masa pubertas, mons berperan dalam sensualitas dan melindungi
simfisis pubis selama koitus.
c) Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia
minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora
melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada
wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia
mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di
bawahnya.
Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada
perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada
permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih
gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan
semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia
mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora
terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya
jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama
rangsangan seksual.
d) Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan
kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke
arah bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu dengan fourchett.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung
pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina.
Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah
kemerahan dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada
stimulus emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia
minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat
labia minora sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
e) Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat
di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang
terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris
dinamai glans dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara
seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Kelenjar
sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju
yang memiliki aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah
klitoris berasal dari kata dalam bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’
karena klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah
pembuluh darah dan persarafan yang banyak membuat klitoris sangat
sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
f) Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan
kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak
berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum
mayora adalah gabungan dua kelenjar di dasar labia mayora, masing-
masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.
g) Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan
terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis
tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis
terletak di antara fourchette dan hymen
h) Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
2) Struktur interna
a) Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang
tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni
bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium
dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka
anterosuperior, dan ligamentum ovarii proprium, yang mengikat
ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium adalah menyelenggarakan
ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal
mengandung banyak ovum primordial. Di antara interval selama masa
usia subur ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks
steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan, dan fungsi wanita normal.
b) Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang
ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk
mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan
berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum
didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh
gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin
mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan
fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c) Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang
tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk
simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari
tiga bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan
insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang
mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi
yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai
sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah
siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan
persalinan. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
(1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu
lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan
permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga,
dan lapisan dalam padat yang menghubungkan indometrium
dengan miometrium.
(2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot
polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal
membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di
daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong
bayi pada persalinan.
(3) Peritonium perietalis
Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat
kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus
dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena
peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.
d) Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat
terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal
terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang
di ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar
hormon seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas
atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina
dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima,
insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari
vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.
3. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori menghubungkan
dengan faktor hormonal, struktur Rahim, sirkulasi Rahim, pengaruh tekanan pada saraf
dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a. Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus muali, terjadi penurunan hormone progresteron dan
esterogen. Fungsi hormone progresteron sebagai penenang otot-otot polos Rahim
dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progresteron turun.
b. Teori plasenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone esterogen dan progresteron menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi Rahim.
c. Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemik otot-otot Rahim
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d. Teori iritasi mekanik
Dibelakang serviks terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila ada
ganglion di geser dan ditekan misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi
uterus.
e. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan ganggang laminaria yang dimasukkan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi
pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menrut tetesan
perinfus.

4. Patofisologi dan patoflow


a. Adaptasi Fisiologi
1) Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-
kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang
lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24
jam. Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2
minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam
panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan
esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.
Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan
membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau
intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
b. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase
yaitu :
1) Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
2) Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada
hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai
kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar
tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat
bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan
fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik
3) Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem
keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian
telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan
seksualnya telah dilakukan kembali.

5. Tanda dan Gejala


Menurut Hafiffah (2011) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai berikut:
a. System reproduksi
1) Uterus ditandai dengan kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
2) Keluarnya lokhea, komposisi jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahapannya :
(a) Rubra (merah) : 1-3 hari
(b) Sanguinolenta : warna merah kekuningan, berisi darah dan lendir terjadi
pada hari 3-7.
(c) Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada
hari ke 7-14.
(d) Lochea alba : cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu
pasca persalinan.
(e) Lochea purulenta : ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan seperti
nanah berbau busuk.
(f) Lochiotosis : lochea tidak lancer keluarnya.
3) Siklus menstruasi
Siklus menstruasi akan mengalami perubahan saat ibu mulai menyusui.
4) Serviks
Setelah lahir serviks akan mengalami edema, bentuk distensi untuk
beberapa hari, struktur interna akan kembali setelah 2 minggu.
5) Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu.
6) Perineum
Akan mendapat robekan jika dilakukan episiotomy yang akan terjadi masa
penyembuhan selama 2 minggu.
7) Payudara
Payudara akan membesar karena vaskularisasi dan engorgemen (bengkak
karena peningkatan prolactin).
6. Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama periode post
partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah
kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai
berikut:
1) Kehilangan darah lebih dai 500 cc.
2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
3) Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).

Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya perdarahan


dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah
melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus lainnya,
tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik
dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus yang
sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin
besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk
terjadinya atonia uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga
masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada
uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).
b. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum.
Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0
dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah :
streptococus dan staphylococus aureus dan organisasi lainnya.
c. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi
terjadinya endometritis (Novak, 1999).
d. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting
susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya di awali pada bulan pertamapost partum (Novak, 1999).
e. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba
coli dan bakterigram negatif lainnya.
f. Tromboplebitis dan thrombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya
status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi
tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding
pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superfisial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
g. Emboli
Yaitu, partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan
kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).
h. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa
minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya.
Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi
cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri
kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex,
kehilanagan semangat (Novak, 1999).
7. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan darah
c. Pemeriksaan urine
d. USG bila diperlukan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang
kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah
yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan
dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998),
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa
perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan
penjahitan.
Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis
dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan
penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina
dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina
dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan rektum
yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena
robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut
kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis
seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah satu sebab
terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal
(2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat
mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi
atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partumspontan, dilakukan
berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
a. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi
suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.
b. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah
dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
c. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan
cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi
uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
d. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik
dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum (Hamilton, 1995).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai

dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti

sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2009).

Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa,

pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil laboratorium).

a. Riwayat kesehatan

Pengkajian riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang

respon pasien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa post

partum. Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan intranatal meliputi :

1) Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan.

2) Lamanya ketuban pecah dini.

3) Adanya episiotomy dan laserasi.

4) Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai APGAR)

5) Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran.

6) Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate post

partum.

7) Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti atonia

uteri, retensi plasenta.


Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang signifikan

yang merupakan faktor predisposisi terjadinya komplikasi post partum.

b. Pengkajian status fisiologis maternal

Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum,

banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast

(payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih),

Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas

bawah), dan Emotion (emosi).

c. Pengkajian fisik
1) Tanda-tanda vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa tanda-tanda

vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah melahirkan atau

sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit untuk jam-jam

berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat menunjukan kemungkinan

adanya infeksi. Tekanan darah mungkin sedikit meningkat karena upaya

untuk persalinan dan keletihan. Tekanan darah yang menurun perlu

diwaspadai kemungkinan adanya perdarahan post partum.

(a) Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa

meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Setelah

persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah

sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post

partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,merupakan petunjuk

kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa

nifas. Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.

(b) Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4 setelah

persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan disebabkan dari

aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38 C pada hari

kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau

sepsis nifas.

(c) Nadi, nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi

Ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu habis

persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi

utamanya pada minggu pertama post partum. Pada ibu yang nervus

nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala shock

karena infeksi khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh.

(d) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya

respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain

karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.Bila

ada respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena adanya

ikutan dari tanda-tanda syok

2) Kepala dan wajah.

(a) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan

rambut.
(b) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.

(c) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena


perdarahan saat persalinan.

(d) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau

sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan

energi.

(e) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis, atau

gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi pintu masuk bagi

mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik.

(f) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran kelenjar

tiroid. Kelenjar limfe yang membesar menunjukan adanya infeksi,

ditunjang dengan adanya data yang lain seperti hipertermi, nyeri dan

bengkak.

(g) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada

telinga.

3) Pemeriksaan thorak
(a) Inspeksi payudara
- Kaji ukuran dan bentuk tidak berpemgaruh terhadap produksi ASI,
perlu diperhatikan bila ada kelainan seperti pembesaran massif,
gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi kontur atau
permukaan.
- Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti adanya
depresi, retraksi atau ada luka pada kulit payudara perlu di pikirkan
kemungkinan adanya tumor.
- Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat
menunjukan adanya peradangan.
(b) Palpasi Payudara

Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi


ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada nyeri
tekan guna menentukan status laktasi. 1-2 hari pertama post partum,
payudara tidak banyak berubah kecil kecuali sekresi kolustrum yang
banyak. Ketika menyusui, perawat memperhatikan perubahan payudara,
menginspeksi putting dan areola apakah ada tanda kemerahan dan pecah,
serta menanyakan ke ibu apakah ada nyeri tekan. Payudara yang penuh
dan bengkak akan menjadi lembut dan lebih nyaman setelah menyusui.

4) Pemeriksaan abdomen
(a) Inspeksi andomen
- Kaji adakah striae dan linea alba
- Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang
keras menunjukan kontraksi uterus yang bagus sehingga
perdarahan dapat di minimalkan. Abdomen yang lembek
menunjukan sebaliknya dan dapat di massase untuk merangsang
kontraksi.
(b) Palpasi abdomen
- Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm dibawah

pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun

kira-kira 1 cm setiap hari.

Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat.

Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah

pusat

Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan

pusat-symfisis

Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.

- Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan

konteraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan

terjadinya perdarahan.
- Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral

biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.

- Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan

yang hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal

saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah merata.

Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah

pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya berkurang

oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).

- Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus

abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini

menyerupai belah memanjang dari prosessus xiphoideus ke

umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis

ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat

mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas.

Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan

meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat

kepala, tidak diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah

prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan

lebar diastasis.

5) Keadaan kandung kemih

Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih

yang bulat dan lembut menunjukan jumlah urine yang tertapung


banyak dan hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus

dikeluarkan.

6) Ekstremitas atas dan bawah

(a) Varises

melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak. Pemeriksaan varises

sangat penting karena ibu setelah melahirkan mempunyai kecenderungan

untuk mengalami varises pada beberapa pembuluh darahnya. Hal ini

disebabkan oleh perubahan hormonal.

(b) Edema

Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis sehingga dapat

menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda homan

adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian

didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada betis,

jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk

mobilisasi dini agar sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu duduk

dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan

dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella. Dengan menggunakan

hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan. Tungkai bawah akan

bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila reflek lutut negative

kemungkinan pasien mengalami kekurangan vitamin B1. Bila gerakannya

berlebihan dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda pre eklamsi.
(c) Perineum

kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu. Kebersihan perineum

menunjang penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1 normal

untuk ibu hamil dan pasca persalinan.

- REEDA

REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai

kondisi episiotomy atau laserasi perineum. Kemerahan dianggap

normal pada episiotomy dan luka namun jika ada rasa sakit yang

signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema

berlebihan dapat memperlambat penyembuhan luka.

- Lochea

Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhea pada ibu post

partum. Perubahan warna harus sesuai. Misalnya ibu post partum

hari ke tujuh harus memiliki warna lokhea yang sudah berwarna

merah muda atau keputihan. Jika warna lokhea masih merah maka

ibu mengalami komplikasi post partum. Lokhea yang berbau busuk

dinamakan lokhea purulenta menunjukan adanya infeksi di saluran

reproduksi dan harus segera ditangani.

- Varises

Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan vulva.

Jika ada yang membuat perdarahan yang sangat hebat .


d. Pengkajian status nutrisi

Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan pada data ibu

saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti simpanan besi yang memadai

(misal : konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat atau penampilan. Perawat juga

perlu mengkaji beberapa faktor komplikasi yang memperburuk status nutrisi,

seperti kehilangan darah yang berlebih saat persalinan.

e. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat


Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa yang

dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan istirahat selama ibu di

rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa mengantisipasi kesulitan tidur setelah

persalinan.

f. Emosi

Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien post partum

biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau “postpartum blues”,

ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan kadang-kadang insomnia.

Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk fluktuasi hormonal,

kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini adalah bagian normal dari

pengalaman post partum. Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari

beberapa minggu atau jika pasien post partum menjadi nonfungsional atau

mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya atau diri sendiri, pasien harus

diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat, bidan atau dokter.
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu, keluarga dan

masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan

untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan.

a) Nyeri b.d involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.

b) Gangguan pola eliminasi bowel b.d adanya konstipasi

c) Resiko tinggi infeksi b.d kurangnya pengetahuan cara perawatan vulva.

d) Resiko menyususi tidak efektif b.d kurang pengetahuan cara perawatan bagi ibu

menyusui.

e) Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d kehilangan darah dan

intake oral.

f) Gangguan pola tidur b.d respon hormonal psikologis , proses persalinan dan

proses melelahkan kemungkinn dibuktikan oleh mengungkapkan laporan

kesulitan jatuh tidur/tidak merasa segera setelah istirahat, lingkaran gelap dibawah

mata, sering menguap.

g) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi b.d kurangnya sumber

informasi.

3. Intervensi Keperawatan

a) Nyeri b.d involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.

NIC : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.

NOC : klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4. Klien terlihat

rileks, ekspresi wajah tidak teregang, klien bisa tidur nyaman. Tanda-tanda vital

dalam batas normal, suhu : 36-37°C, nadi 60-1001x/menit, RR 16-24x/menit, TD

120/80 mmHg.
Intervensi :

(1) Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRTS (: faktor penambah dan

pengurang nyeri, Q : qualitas atau jenis nyeri, R : region atau daerah yang

mengalami nyeri, S : skala nyeri, T: waktu dan frekuensi)

Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri

(2) Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri

Rasional : sebagai salah satu dasar utnuk memberikan tidakan atau asuhan

keperawatan sesuai dengan respon klien.

(3) Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang.

Rasional : membantu klien rileks dan mengurangi nyeri.

(4) Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan dialihkan perhatian klien

pada hal lain.

Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien

dari rasa nyeri.

(5) Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri.

b) Gangguan pola eliminasi bowel b.d adanya konstipasi

NIC : Kebutuhan eliminasi klien terpenuhi

NOC : klien mengatakan sudah BAB, klien mengatakan tidak konstipasi, klien

mengatakan perasaan nyaman nya.

Intervensi :

(1) Auskultasi bising usus, apakah peristaltic menurun

Rasional : penurunan peristaltic usus menyebabkan kontstipasi

(2) Observasi adanya nyeri abdomen


Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB.

(3) Anjurkan klien makan makanan tinggi serat

Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB.

(4) Amjurkan klien banyak minum terutama air putih hangat.

Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB.

(5) Kolaborasi pemberian laksative (pelunak feses) jika di perlukan.

Rasional : penggunaan laksatif mungkin perlu untuk merangsang peristalik

usus dengan perlahan atau evakuasi feses.

c) Resiko tinggi infeksi b.d kurangnya pengetahuan cara perawatan vulva

NIC : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan

bertambah.

NOC : klien menyertakan perawatan bagi dirinya, klien klien bisa membersihkan

vagina dan perineumnya secara mandiri, perawatan per vagina berkurang, vulva

bersih dan tidak infeksi, tidak ada perawatan, vital sign dalam batas normal.

Intervensi :

(1) Pantau vital sign

Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adanya infeksi.

(2) Kaji daerah perineum dan vulva

Rasional ; menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan

perineum.

(3) Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum.

Rasional : klien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya.

(4) Ajarkan perawatan vulva bagi klien

Rasional : klien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya.


(5) Anjurkan klien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulva nya.

Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi.

(6) Lakukan perawatan vulva

Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi

klien.

d) Resiko menyusui tidak efektif b.d kurang pengetahuan cara perawatan payudara

bagi ibu menyusui.

NIC : Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyususi.

NOC : klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui, ASI keluar,

payudara bersih, payudara tidak bengkak dan tidak nyeri, bayi mau menetek.

Intervensi :

(1) Kaji pengetahuan klien mengetnai laktasi dan perawatan payudara.

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien dan untuk menentukan

intervensi selanjutnya.

(2) Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care.

Rasional : meningkatkan pengetahuan klien dan mencegah terjadinya bengkak

pada payudara.

(3) Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyususui.

Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi

bayi.

(4) Jelaskan cara menyusui yang benar.

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi.

e) Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d kehilangan darah dan

intake ke oral.
NIC : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi.

NOC : menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilku yang perlu untuk

memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian

cairan lewat IV, menunjukan perubahan keseimbangan cairan, di buktikan oleh

keluaran urine adekuat, TTV stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik.

Intervensi :

(1) Mengkaji keadaan umum klien dan TTV.

Rasional : menetapkan data dasar klien untuk mengetahui penyimpangan dari

keadaan normal.

(2) Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok.

Rasional : agar segera di lakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda-tanda

syok.

(3) Memberikan cairan intravaskuler sesuai program.

Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi klien yang mengalami

deficit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV

langsung masuk ke pembuluh darah.

f) Gangguan pola tidur b.d respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses

melelahkan kemungkina dibuktikan oleh mengungkapkan laporan kesulitan jatuh

tidur/ tidak merasa seger setelah istirahat, peka rangsang, lingkaran gelap dibawah

mata dan sering menguap.

NIC : istirahat tidur terpenuhi.

NOC : mengidentifikasikan untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan

dengan kebutuhan terhadap anggot keluarga baru. Melaporkan peningkatan rsa

sejahtera istirahat.
Intervensi :

(1) Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan

dan jenis kelahiran.

Rasional : persalinan/kelahiran yang lama dan sulit khusunya bila terjadi

malah meningkatkan tingkat kelelahan.

(2) Kaji faktor-faktor bila ada mempengaruhi istirahat.

Rasional : membantu peningkatan istirahat tidur dan relaksasi, menurunkan

rangsang.

(3) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali

kerumah.

Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih

awal serta tidur lebih siang. Membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh

serta menyadari kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi penilaian

psikologis, suplai ASI dan penurunan reflex secara psikologis.

g) Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi b.d kurangnya sumber

informasi.

NIC : memahami perawatan diri dan bayi.

NOC : mengungkapkan pemahaman perubahan fisiologis kebutuhan individu.

Intervensi :

(1) Persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat

kelelahan klien.

Rasional : terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk

melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan diri atau perawatan

bayi.
(2) Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar, bantu klien dan pasangan

dalam mengidentifikasi hubungan.

Rasional : periode post partum dapat merupakan pengalaman positif bila

penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan

pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi.

(3) Beri informasi tentang peran program latihan post partum progresif.

Rasional : latihan membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasi,

menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan sejahtera

secara umum.

(4) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal, pelayanan perawat,

berkunjung ke layanan kesehatan masyarakat.

Rasional : menigkatkan kemandirian dan memberikan dukungan untuk

adaptasi pada perubahan multiple. \

4. Implementasi

Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan tindakan yang nyata

untuk mencapai hasil yang diharapkan berkurangnya atau hilangnya masalah ini. Pada

tahap implementasi ini terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana

keperawatan, menuliskan atau mendokumentasikan rencana keperawatan, serta

melanjutkan pengumpulan data. Dalam implementasi keperawatan harus cukup

mendetail dan jelas supaya semua tenanga keperawatan menjalankannya dengan baik

dalam waktu yang telah ditentukan. Perawat dapat melaksanakan langsung atau

bekerjasama dengan para tenaga lainnya.


5. Evaluasi

Evaluasi di definisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara

dasar tujuan keperawatan klien yang telah di tetapkan dengan respon perilaku yang

ditunjukan klien (Craven & Hirnle, 2007).

Evaluasi ini meliputi proses dan hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
Apabila belum berhasil sesuai dengan tujuan tindakan maka dari itu tindakan diulang
pada waktu yang sama atau modifikasi sesuai perencanaan dari diagnose yang
muncul.
BAB III TINJAUAN KASUS

I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data Umum
a. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 31 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tanggal pengkajian : 02 Desember 2019
Tanggal masuk : 01 Desember 2019
Diagnosa Medis : Post partum spontan
Alamat : Kebon kopi, Cibereum.

b. Identitas Keluarga/Penanggung Jawab


Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Kebon kopi, Cibereum.

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan perut terasa mules, ketuban pecah 3 jam yang lalu.
b) Keluhan utama
Perut mules.
c) Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
Klien mengatakan nyeri luka pada jahitan dan perut mules, payudara terasa
bengkak, ASI belum keluar. Rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk, dirasakan lebih
nyeri saat bergerak.
d) Keluhan yang menyertai
Payudara terasa bengkak dan ASI belum keluar.
e) Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang telah didapat

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


a) Riwayat penyakit atau rawat inap sebelumnya
Klien mengatakan pernah di rawat 3 tahun yang lalu karena tifus.
b) Riwayat alergi
Tidak terkaji
c) Riwayat operasi
Tidak terkaji
d) Riwayat transfuse
Tidak terkaji
e) Riwayat pengobatan
Tidak ada.
f) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Yang Lalu
No Tahun Jenis Penolong BBL Keadaan bayi Masalah kehamilan
persalinan lahir
1. 2012 - - - - Keguguran
2. 2015 Normal Bidan 2900 gr Tidak terkaji Tidak ada.
aterm
Riwayat menyusui: Ya, selama 2 tahun.

g) Riwayat Persalinan
1. Jenis persalinan: spontan (letak kepala) tanggal/jam 1 Desember 2019 pukul
17.59 WIB
2. Jenis kelamin bayi: L; BB/PB 3400 gram/34 cm, LD : 32 cm.
3. Masalah dalam persalinan
Tidak ada.
h) Riwayat Ginekologi
1. Masalah ginekologi: tidak ada
2. Riwayat KB :
Klien mengatakan menggunakan KB suntik 3 bulan

3. Data Biologis
a. Penampilan umum :
 Keadaan umum klien tampak meringis karena nyeri luka pada jahitan dan perut mules,
terpasang infus RL 20 tetes/menit di pergelangan tangan kiri.
 Tanda–tanda vital :
b. Tekanan darah 110/70 mmHg
 Suhu : 36oC per axila
 Nadi : 80x/menit di arteri radialis, irama teratur, denyutan kuat.
 Pernapasan : 20x/menit, teratur, jenis pernapasan dada.
 Nyeri : nyeri luka pada jahitan, skala nyeri 4 dari 0-10

c. Tinggi badan : 150 cm


 Berat badan : 59 kg.
 IMT : 26,2 kg/m2 (pasien dalam kategori overweight)

4. Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Masalah Keperawatan


a) Sistem Pernapasan
1. Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat : Klien mengatakan tidak ada keluhan di pernafasan
Saat dirawat : klien mengatakan tidak ada keluhan di pernafasan
2. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi:
Hidung: pernapasan cuping hidung tidak ada, deviasi septum nasi tidak ada.,
mukosa hidung tampak merah , secret, polip tidak ada, tidak terpasang
oksigen, cyanosis tidak ada, bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris,
deviasi trakea tidak ada, retraksi dada tidak ada, dyspnea tidak ada.
Palpasi:
Daerah sinus paranasalis tidak ada nyeri tekan
Taktil fremitus getaran pada lapang paru kanan maupun kiri sama.
Perkusi:
Terdengar: Pekak dan nafas teratur
Batas paru: Terdengar pekak pada ICS 2-5 di daerah sinistra pekak pada ics
1 dan 6. Pada paru dekstra ICS 1 dan 6 terdengar sonor dan ICS 2-5
terdengar pekak.
Auskultasi:
Vesicular: Bersifat halus dan nada rendah, inspirasi > panjang ekspirasi
Bronchial: Kasar dan nada tinggi, Ekspirasi > inspirasi.
Bronchovesicular: Nadanya sedang, Inspirasi=Ekspirasi
Suara napas tambahan: tidak ada suara napas tambahan
Vocal resonans: Intens dan kualitas kanan sama dengan kiri.
3. Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

b) Sistem Kardiovaskuler dan dada.


(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Saat dirawat: Pasien mengatakan ada keluhan

Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Payudara : putting menonjol, hiperpigmentasi pada areola, tidak ada lesi.
Payudara terasa bengkak.
Palpasi:
Ictus cordis tidak teraba , capillary refill time kurang dari 2 detik thrill tidak
ada edema tidak ada.
ASI belum keluar pada kedua payudara, klien mengatakan sedikit lupa cara
menyusui.
Perkusi:
Terdengar: Pekak ICS 2-5
Batas-batas jantung: Atas ICS 2
Bawah ICS 5
Kiri ICS 3 parasternal kiri s/d ICS 5 linea axilla anterior
kiri
Kanan ICS 3 s/d linea parasternal dekstra.
Auskultasi:
Bunyi jantung I terdengar lup di ICS 5 (penutupan mitral dan trikuspidalis )
HR 80x/menit
Bunyi jantung II terdengar dup di ICS 2 (penutupan katup aorta dan
pulmonal)
Bunyi jantung tambahan: murmur tidak ada irama gallop tidak ada
(2) Masalah Keperawatan:
Kurang pengetahuan
c) Sistem Pencernaan
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan.
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan.
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Mulut: bibir .tampak lembab, stomatitis tidak ada, lidah bersih, gingivitis
tidak ada, gusi berdarah tidak ada, tonsil T 1.
Gigi: caries tidsk ada, gigi tanggal tidak ada
Tidak terpasang NGT.
Abdomen: bentuk abdomen simetris, terdapat striae.
Anus: hemorrhoid tidak ada, fissure tidak ada, fistula tidak ada, tanda –
tanda keganasan tidak ada.
Auskultasi:
Tidak terkaji.
Palpasi:
TFU 2 jari bawah umbilical.
Uterus teraba keras posisi medial
Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi:
Terdengar timpani
(2) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

d) Sistem Perkemihan
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
(2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Distensi regio hipogastrika tidak ada
Tidak terpasang kateter urine, warna urine kuning pekat.
Jumlah urine tidak terkaji.
Palpasi:
Tidak ada distensi vesika urinaria
Perkusi:
Regio hipogastrika terdengar dullness
Nyeri ketuk daerah costovertebral angle kanan tidak ada, dan kiri tidak ada
(3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
e) Sistem Endokrin
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak memiliki riwayat DM
Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk tubuh: gigantisme tidak ada, kretinisme tidak ada
Pembesaran kelenjar tiroid tdak ada.
Pembesaran kelenjar limfe tidaka ada.
Pembesaran pada ujung-ujung ekstremitas atas atau bawah tidak ada.
Palpasi:
Kelenjar tiroid tidak ada pembersaran
Kelenjar limfe tidak ada pembesaran
(2) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

f) Sistem Persarafan
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Saat dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah
(2) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi:
Bentuk muka simetris, mulut simetris, spastic tidak ada, parase tidak ada
Sensibilitas ekstremitas atas baik
Sensibilitas ekstremitas atas baik
Pergerakan tidak terkoordinir tidak ada
Tingkat kesadaran:
Kualitatif: compos mentis
Kuantitatif: GCS 15 (E=4, M=6, V=5)

Uji saraf kranial:


Nervus I (Olfaktorius): Klien dapat menghidu dengan baik contohnya bau
minyak kayu putih.
Nervus II (Optikus): Klien mampu membaca
Nervus III (Okulomotoris): Kontraksi otot pupil klien baik
Nervus IV (Throklearis): Klien dapat menggerakan mata kesamping
Nervus V (.Trigeminus): Klien dapat mengenali posisi rangsangan
sentuhan
Nervus VI (Abdusen): Klien dapat menggerakan mata ke samping
Nervus VII (Fasialis): Klien dapat membuat berbagai ekspresi
Nervus VIII (Vestibulokoklearis): Klien dapat mendengar dengan baik
Nervus IX (Glosofaringeal): Klien memiliki reflek muntah
Nervus X (Vagus): Klien mampu menelan dengan baik
Nervus XI (Asesoris): Klien mampu menggerakan bahu dan menolehkan
kepalanya.
Nervus XII (Hipoglosus): Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Perkusi:
Refleks fisiologis: Tendon biceps: tampak kontraksi tendon biceps
Tendon triceps: tampak kontraksi tendon triceps
Tendon patella: tampak kontraksi tendon patella
Tendon Achilles: tampak kontraksi tendon achilles
Refleks patologis: Refleks Babinski positif
(3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

g) Sistem Persepsi Sensori


(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat:
Penglihatan: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Pendengaran: Klien mengatakan tidak ada keluhan
Saat dirawat:
Klien mengatakan tidak ada keluhan
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Penglihatan: conjungtiva tidak anemis, sclera putih, palpebra tidak ada
edema, pupil isokor, reaksi cahaya posistif, diameter 3 mm
Pendengaran: pinna utuh, canalis auditorius eksterna bersih, Refleks cahaya
politzer posistif, membran timpani utuh, battle sign tidak ada, pengeluaran
cairan dari telinga tidak ada, lesi tidak ada.
Palpasi:
Penglihatan: TIO kanan sama dengan mata kiri
Pendengaran: pinna tidak ada keluhan nyeri tekan
(2) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

h) Sistem Muskuloskeletal
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat:
Klien mengatakan tidak ada keluhan
Saat dirawat:
Klien mengatakan tidak ada keluhan
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Ekstremitas atas simetris ekstremitas bawah simetris
Atrofi tidak ada
Varises tidak ada
Rentang gerak/range of motion dapat melakukan fleksi, eksistensi, pronasi,
supinasi, abduksi, aduksi, rotasi internal dan eksternal.
Nilai kekuatan otot: 5
(Keterangan: Tangan kanan 5, tangan kiri 5, kaki kanan 5, kaki kiri 5)
Bentuk columna vertebralis: sejajar
Penggunaan alat/balutan: tidak
ada

Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan.
(2) Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

i) Sistem Reproduksi
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat:
Klien mengatakan tidak ada keluhan, klien mengatakan sudah menikah dan
mempunyai 1 anak yang berusia 4 tahun.
Saat dirawat :
Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan.
Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Pada genetalia tampak darah merah segar, jahitan utuh, luka jahitan tampak
kotor dan ada sisa darah menempel.

(2) Masalah Keperawatan:


- Nyeri pada luka jahitan
- Resiko infeksi pada luka jahitan

j) Sistem Integumen
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan ada keluhan
Saat dirawat: Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan
(2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi:
Rambut: warna hitam. Distribusi merata, tidak rontok
Kuku: tidak ada clubbing of finger
Kulit: ada bekas jahitan di genetalia
Ptekie tidak ada ekimosis tidak ada
Palpasi:
Tekstur kulit lembut
Kelembapan lembab
Turgor kulit baik
Nyeri tekan tidak ada
(3) Masalah Keperawatan:
Terdapat luka jahitan di daerah genetalia.
k) Sistem Imun Hematologi
(1) Anamnesa:
Sebelum sakit/dirawat: Klien mengatakan tidak ada masalah
Saat dirawat:
Klien mengatakan tidak ada masalah
(2) Pemeriksaan fisik:
Inspeksi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
Lesi: tidak ada
Rumple leed test: tidak dikaji
Palpasi: pembesaran kelenjar getah bening/limfe tidak ada
(3) Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan.

5. Data Psikologis
a. Status emosi : Emosi klien nampak stabil.
b. Konsep diri
Gambaran diri : klien nampak tenang terhadap kondisinya saat ini.
Harga diri : klien tidak merasa harga dirinya menjadi rendah.
Suami klien sangat perhatian terhadap klien, hubungan klien dengan orang tua baik.
Ideal diri : klien merasa dirinya ideal sebagai anak, istrei dan ibu.
Identitas diri : klien mengetahui identitasnya jelas sebagai perempuan.

c. Gaya komunikasi
Kejelasan : jelas
Nada : tidak tinggi
Cepat lambatnya : sedang
d. Pola interaksi
Klien menunjukan interaksi dengan baik dan kooperatif dengan petugas kesehatan.
e. Pola mengatasi masalah
Klien ikut bekerja sama untuk mengatasi penyakitnya dengan mengikuti semua anjuran dari
dokter dan perawat.

6. Data Sosio-Spiritual
a. Hubungan sosial
Hubungan social cukup baik, dengan teman, saudara maupun tetangga.
b. Kultur yang diikuti
Klien mengatakan kultur yang diikutinya yaitu kultur campuran namun sebagian
besarnya mengikuti kultur modern.
c. Gaya hidup
Klien mengatakan untuk gaya hidup tidak begitu terkontrol karena pola makan sedikit
tidak teratur dan tidak baik, klien jarang berolahraga karena sibuk dengan
pekerjaannya.
d. Kegiatan agama dan relasi dengan Tuhan
Kegiatan agama dan relasi dengan tuhan berjalan sesuai dengan seharusnya dan
semestinya dengan melaksanakan ibadahnya dan organisasi-organisasi pada
kepercayaanya.
7. Data Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan lab tgl 1 Desember 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 10 g/dL 12-16 g/dL
Leukosit 8200/mm3 6.000 – 17.000/ mm3

b. Terapi
- Mefix 500mg 3x1 tablet.
- Inhibion 500mg 2x1 tablet.
- Lactamor 2x1
c. Diit : tidak terkaji.
d. Acara infus : RL 20 tetes/menit.
e. Mobilisasi : Berbaring

B. Pengelompokkan Data
Data Subyektif Data Objektif
- Klien mengatakan perut terasa mules, - Tekanan darah 110/70 mmHg
ketuban pecah 3 jam yang lalu. - Suhu : 36oC per axila
- Klien mengatakan nyeri luka pada - Nadi : 80x/menit di arteri radialis,
jahitan dan perut mules, payudara irama teratur, denyutan kuat.
terasa bengkak, ASI belum keluar. - Pernapasan : 20x/menit, teratur, jenis
Rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk, pernapasan dada.
dirasakan lebih nyeri saat bergerak. - Nyeri : nyeri luka pada jahitan, skala
- klien mengatakan sedikit lupa cara nyeri 4 dari 0-10
menyusui. - Mefix 500mg 3x1 tablet.
- Inbion 500mg 2x1 tablet.
- Lactamor 2x1
- Pada genetalia tampak darah
merah segar, jahitan utuh, luka
jahitan tampak kotor dan ada sisa
darah menempel.
C. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Robekan jalan lahir Nyeri
1. - Klien
mengatakan
nyeri luka Terjadi luka
pada jahitan
Iritasi mekanik pada saraf dan
dan perut jaringan
mules nyeri
seperti Pelepasan netrotransmiter nyeri
tertusuk-tusuk,
dirasakan
lebih nyeri Serotonin dan prostaglandin keluar
saat bergerak
DO : Masuk ke serabut afferent
- Nyeri : nyeri
luka pada
Korteks serebri
jahitan, skala
nyeri 4 dari 0- Nyeri
10
- Mefix 500mg
3x1 tablet.

2. DS : Proses persalinan Ketidakefektivan


- payudara pemberian ASI
terasa
Adaptasi psikologis ibu
bengkak, ASI
belum keluar. Kurang mengetahui tentang
- klien teknik menyusui
mengatakan
sedikit lupa
cara Sekresi oksitosin terhambat
menyusui. Menyusui tidak efektif
DO :
- Lactamor 2x1 Ketidakefektivan pemberian ASI

3. DS : Perubahan fisiologis vagina dan Resiko infeksi


- Klien perineum
mengatakan
nyeri luka rupture jaringan
pada jahitan,
dirasakan personal hygiene kurang baik
lebih nyeri
saat bergerak.
DO : genetalia kotor
- Pada
genetalia resiko infeksi
tampak darah
merah segar,
jahitan utuh,
luka jahitan
tampak kotor
dan ada sisa
darah
menempel.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH


1. Nyeri b.d involusi uterus, nyeri setelah melahirkan
2. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu
menyusui
3. Resiko tinggi infeksi b.d personal hygiene kurang baik

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO TGL DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
N
1. 02 Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Kaji 1. untuk
Desember involusi uterus, asuhan keperawatan karakteristik
2019 nyeri setelah dalam 2x24 jam nyeri klien menentukan
melahirkan. nyeri klien dengan
berkurang. Dengan PQRST jenis skala dan
DS : kriteria hasil :
- Klien - Ttv dalam
mengata batas
tempat terasa
kan nyeri normal
luka - Skala nyeri nyeri.
pada klien
jahitan menurun 2. Berikan posisi 2. membantu klien
dan perut - Klien
mules terlihat yang nyaman, rileks dan
nyeri rileks, klien
seperti bisa tidur tidak bising, mengurangi
tertusuk- nyaman.
tusuk, ruangan terang nyeri.
dirasaka
n lebih dan tenang. 3. Sebagai salah
nyeri
saat 3. Kaji faktor satu dasar untuk
bergerak
DO : yang memberikan
- Nyeri :
nyeri mempengaruhi tindakan sesuai
luka
pada
jahitan,
skala reaksi klien dengan respon
nyeri 4
dari 0-10 terhadap nyeri. klien.
- Mefix
500mg 4. Biarkan klien 4. Beraktivitas
3x1
tablet. melakukan sesuai

aktivitas yang kesenangan

disukai dan dapat

alihkan mengalihkan

perhatian klien perhatian klien

pada hal lain. dari rasa nyeri.

5. Kolaborasi 5. Untuk

dengan dokter mengurangi

dalam nyeri.

pemberian

obat (mefix)

2. 02 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Menegtahui


Desember pemberian ASI asuhan pengetahuan tingkat
2019 b.d kurang keperawatan dalam klien pengetahuan
pengetahuan cara 2x24 jam klien mengenai klien dan untuk
perawatan mengetahui laktasi dan menentukan
payudara bagi perawatan payudara perawatan intervensi
ibu menyusui. bagi ibu menyusui. payudara. selanjutnya.
DS : Dengan kriteria 2. Ajarkan cara 2. Meningkatkan
- payudara hasil : merawat pengetahuan
terasa - Klien payudara dan klien dan
bengkak, mengetahui lakukan brest mencegah
ASI cara care. terjadinya
belum perawatan 3. Jelaskan bengkak pada
keluar. payudara mengenai payudara.
- klien bagi ibu manfaat 3. Memberikan
mengata menyusui. menyusui dan pengetahuan
kan - ASI keluar mengenai gizi pada ibu
sedikit - Bayi mau waktu mengenai
menetek menyusui. manfaat ASI.
lupa 4. Jelaskan dan 4. Mencegah
cara ajarkan cara terjadinya
menyus - Payudara menyusui aspirasi pada
ui. bersih, dengan benar. bayi.
DO : tidak 5. Kolaborasi 5. Untuk
- Lactamo bengkak dengan dokter membantu
r 2x1 dan tidak dalam meningkatkan
nyeri. pemberian pengeluaran
obat ASI
(lactamor)
3. 02 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau ttv 1. Peningkatan
Desember infeksi b.d asuhan 2. Kaji daerah suhu dapat
2019 personal hygiene keperawatan dalam perineum dan mengindikasika
kurang baik 2x24 jam infeksi vulva. n adanya
tidak terjadi. 3. Ajarkan infeksi.
DS : Dengan kriteria perawatan 2. Menentukan
- Klien hasil : vulva bagi adakah tanda
mengata - Klien bisa klien peradangan di
kan membersih 4. Anjurkan daerah vulva
nyeri kan vagina pasien untuk dan perineum.
luka dan mencuci 3. Klien
pada perineumn tangan mengetahui
jahitan, ya secara sebelum perawatan vulva
dirasaka mandiri memegang bagi dirinya.
n lebih - Vulva daerah 4. Meminimalkan
nyeri bersih dan vulvanya. terjadinya
saat tidak 5. Lakukan infeksi.
bergerak infeksi perawatan 5. Mencegah
. - Ttv dalam vulva terjadinya
DO : batas infeksi.
- Pada normal.
genetali
a
tampak
darah
merah
segar,
jahitan
utuh,
luka
jahitan
tampak
kotor
dan ada
sisa
darah
menem
pel.
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL/JAM NO DK IMPLEMENTASI NAMA & TTD
02 Januari 1, 3 1. Mengkaji karakteristik nyeri klien dengan Lisdayanti
2019, PQRST
pukul 2. Memberikan posisi yang nyaman, tidak
08.00
WIB bising, ruangan terang dan tenang.

3. Mengkaji ttv
4. Mengkaji faktor yang mempengaruhi
reaksi klien terhadap nyeri.
5. Pemberian obat (mefix) sesuai anjuran

dokter.

6. Melakukan perawatan vulva.

Respon klien : klien mengatakan masih nyeri,


skala nyeri 4, nyeri bertambah jika bergerak.
Hasil : skala nyeri klien 4, TD : 110/70 mmHg,
n : 80x/menit, rr : 18x/menit, s : 36,5°C, daerah
perineum dan vulva terlihat agak kotor.

02 1, 2, 3 1. Menjelaskan mengenai manfaat menyusui Lisdayanti


Desember dan mengenai gizi waktu menyusui.
2019, 2. Memberikan posisi yang nyaman, tidak
pukul
11.00 bising, ruangan terang dan tenang.
WIB
3. Mengkaji daerah perineum dan vulva.
4. Menganjurkan pasien untuk mencuci
tangan sebelum memegang daerah vulva.
Respon : klien mengatakan sudah memahami
manfaat pemberian ASI dan sudah memahami
anjuran perawat untuk mencuci tangan sebelum
memegang area vulva.
Hasil : klien kooperatif saat pemberian arahan
mengenai cara perawatan vulva. Daerah perineum
dan vulva terlihat masih sedikit kotor.

02 1, 2, 3 1. menjelaskan dan ajarkan cara menyusui Lisdayanti


Desember dengan benar.
2019, 2. Pemberian obat (lactamor)
pukul 3. Mengkaji karakteristik nyeri klien dengan
16.00 PQRST
WIB 4. Mengkaji ttv
Respon : klien mengatakan sudah memahami cara
menyusui dengan benar. nyeri berkurang.
Hasil : skala nyeri klien 3/10, klien nampak lebih
rileks, klien kooperatif. TD : 120/80, S: 36,5°C,
RR : 18x/menit. N : 80x/menit

03 1,3 1. Mengkaji karakteristik nyeri klien dengan Lisdayanti


Desember PQRST
2019, 2. Mengkaji ttv
pukul 3. Pemberian obat (mefix) sesuai anjuran
08.00
WIB dokter.

4. Melakukan perawatan vulva.


5. Mengajarkan perawatan vulva bagi klien.

Respon : klien mengatakan nyeri sudah


berkurang, skala nyeri 2/10. Klien mengatakan
sudah memahami perawatan vulva mandiri.
Hasil : skala nyaeri 2/10, TD : 120/80 mmHg, S :
36,5°C, RR : 18x/menit, N : 80x/menit.

03 1, 2 1. Memberikan posisi yang nyaman, tidak Lisdayanti


Desember
2019, bising, ruangan terang dan tenang.
pukul
11.00 2. Mengkaji pengetahuan klien mengenai
WIB laktasi dan perawatan payudara.
3. Megajarkan cara merawat payudara dan
lakukan brest care.
Respon : klien mengatakan sudah lebih rileks dan
nyaman, klien mengatakan sudah memahami
perawatan payudara.
Hasil : klien kooperatif pada saat dijelaskan cara
perawatan payudara.

03 1, 3 1. Mengkaji karakteristik nyeri klien dengan Lisdayanti


Desember PQRST
2019, 2. Mengkaji ttv
pukul 3. Pemberian obat (mefix) sesuai anjuran
16.00
WIB dokter.

4. Mengkaji daerah perineum dan vulva.

Respon : klien mengatakan nyeri sudah


berkurang, skala nyeri 2/10.
Hasil : skala nyeri 2/10, N : 78x/menit, S :
36,5°C, RR : 17z/menit, TD : 120/80 mmHg.
Vulva dan perineum bersih.
G. EVALUASI KEPERAWATAN

TGL NO DK SOAP NAMA & TTD


02 1 S : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang. Lisdayanti
Desember Skala nyeri 3/10. klien mengatakan sudah
2019 lebih rileks dan nyaman.
O : Skala nyeri klien 3/10, klien nampak
lebih rileks dan nyaman.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
02 2 S : klien mengatakan sudah memahami Lisdayanti
Desember manfaat pemberian asi dan cara menyusui
2019 dengan benar
O : klien kooperatif saat pemberian arahan
mengenai cara cara menyusui dengan benar.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.

02 3 S : Klien sudah memahami anjuran perawat Lisdayanti.


Desember untuk mencuci tangan sebelum memegang
2019 area vulva.
O : klien kooperatif saat pemberian arahan
mengenai cara perawatan vulva. Daerah
perineum dan vulva bersih.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.

03 1 S : klien mengatakan nyeri sudah berkurang, Lisdayanti


Desember skala nyeri 2/10. klien mengatakan sudah
2019 lebih rileks dan nyaman,
O : Skala nyeri klien 2/10, klien nampak
lebih rileks dan nyaman.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi 1 dilanjutkan.
03 2 S : klien mengatakan sudah memahami Lisdayanti
Desember perawatan payudara.
2019 O: klien kooperatif pada saat dijelaskan cara
perawatan payudara.
A : Masalah teratasi.
P : intervensi dihentikan.

03 3 S : Klien mengatakan sudah memahami Lisdayanti


Desember perawatan vulva mandiri.
O : Daerah perineum dan vulva bersih
A : Masalah Tidak terjadi.
P : Intervensi dihentikan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan kasus ini penulis akan membahas mengenai adanya kesesuaian ataupun
kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada Ny.S degan kasus post partum
spontan yang telah dilakukan sejak tanggal 02-03 Desember 2019 diruangan X Rumah Sakit
Bandung. Kegiatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, menyusun perencanaan
keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan mengevaluasi keperawatan.
Menurut Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan dalam SDKI (2017)
terdapat 8 diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus post partum spontan, yaitu Nyeri akut
b.d agen cedera fisik, luka episiotomy post partum spontan, Defisit nutrisi b.d peningkatan
kebutuhan karena laktasi, Ansietas b.d tanggung jawab menjadi orang tua, Gangguan Integritas
kulit b.d luka episiotomy perineum, Resiko infeksi b.d trauma jalan lahir, Gangguan pola tidur
b.d tanggung jawab memberi asuhan pada bayi, Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya
informasi tentang kesehatan masa post partum, perawatan payudara, teknik menyusui, Menyusui
tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai.
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data terdapat 3 diagnosa keperawatan yang
ditegakan yaitu, Nyeri akut b.d involusi uterus, nyeri setelah melahirkan, Ketidakefektifan
pemberian ASI b.d kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui, Resiko
tinggi infeksi b.d vulva hygiene kurang baik. Berikut pembahasan diagnose yang muncul sesuai
teori pada kasus ini.
a. Nyeri akut b.d involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.
Menurut SDKI (2017) nyeri akut adalah pengalaman sensoria tau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan. Tanda gejala nyeri menurut teori terdiri dari data subjektif yaitu mengeluh
nyeri dan data objektif yaitu tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat dan sulit tidur (SDKI, 2017)
Ditemukan dari hasil pengkajian pada Ny.S mengeluh nyeri pada luka jahitan
jalan lahir, seperti di tusuk-tusuk dengan skala nyeri 4/10 dan dirasakan nyeri
bertambah jika bergerak.
Menurut SIKI (2018)Intervensi yang dapat dilakukan pada diagnose nyeri akut
b.d involusi uterus, nyeri setelah melahirkan adalah kaji nyeri dengan menggunakan
PQRST, observasi reaksi verbal dan non verbal, kurangi presipitasi nyeri, ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam, tingkatkan istirahat, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik.
Menrut analisa penulis, adanya kesesuaian antara hasil pengkajian dengan teori.
Pada Ny.S muncul masalah nyeri akut b.d involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.
Menurut NOC (2015) tujuan dari asuhan keperawatan diharapkan sesuai dengan
kriteria hasil.
Berdasarkan hasil studi kasus evaluasi sumatif didapatkan dari Ny.S adalah data
subjektif Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan nya berkurang P: luka jahitan, Q:
tertusuk-tusuk, R : luka jahitan jalan lahir, S: 2 T: bertambah jika bergerak. Dan data
objektif Pasien terlihat lebih rileks dan nyaman.

b. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d suplai ASI tidak adekuat dan kurang
pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Ketidakefektifan pemeberian ASI pada Ny.S data subjektifnya adalah klien
mengatakan ASI tidak keluar, payudara terasa bengkak dan data objektifnya
payudara teraba kecang.
Menurut SDKI (2017), menyususi tidak efektif adalah dimana kondisi ibu dan
bayi mengalami ketidakpuasan atau kesukaran pada proses menyusui. Dengan tanda
dan gejala terdiri dari data subjektif adalah kelelahan maternal, kecemasan maternal
dan data objektif yaitu bayi tidak mampu melekat ppada payudara ibu, ASI tidak
keluar.
Menurut analisa penulis terdapat kesesuaian antara hasil pengkajian dengan teori.
Pada kasus Ny.S muncul masalah Ketidakefektifan pemberian ASI b.d suplai ASI
tidak adekuat dan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui.
SIKI (2018) intervensi yang dapat dilakukan adalah, identifikasi kesiapan klien,
siapkan pendidikan kesehatan sesuai dengan kesepakatan, dukung ibu untuk
meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui, jelaskan manfaat menyusui bagi ibu
dan bayi, ajarkan perawatan payudara post partum.
Menurut NOC (2015) tujuan asuhan keperawatan dapat sesuai dengan kriteria
hasil.
Berdasarkan kasus Ny.S yang di dapatkan data subjektifnya adalah klien
mengatakan sudah memahami manfaat pemberian ASI, dan memahami cara
perawatan payudara post partum. Data objektif yang didapat adalah klien sangat
kooperatif pada saat diajarkan perawatan payudara dan ASI sudah meulai keluar.

c. Resiko tinggi infeksi b.d vulva hygiene kurang baik


Menurut SDKI (2017) resiko infeksi adalah beresiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogenik, faktor yang terdiri dari penyakit kronis, efek prosedur
invasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme pathogen, lingkungan.
Data sebjektif pada kasus Ny.S mengeluh nyeri pada luka jahitan jalan lahir, data
objektif nya adalah sekitar luka jahitan tampak kotor.
SIKI (2018) Intervensi yang dapat dilakukan adalah kaji keadaan kulit, warna dan
tekstur. Bersihkan lingkungan setelah dipaki pasien lain. Berikan terapi antibiotic jika
perlu.
Berdasarkan pada kaus Ny.S evaluasi yang di dapatkan, data subjektif adalah
klien mengatakan sudah memahami cara vulva hygiene dank lien mengatakan sudah
mengikuti anjuran perawat untuk cuci tangan terkebih dahulu sebelum memengang
area perineum dan vulva. Data objektinya didapatkan TTV klien dalam batas normal
menunjukan tidak adanya tanda-tanda inflamasi, klien kooperatif saat diajarkan vulva
hygiene dan area perineum dan vulva klien nampak bersih.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/393/1/Untitled.pdf&ved=2ahUKEwjOl47GvKjuAhVbfisKHTGSCe0QFjAAegQIARAB&us
g=AOvVaw1N_rv2zl8kQIFC4rsLS5vV (di unduh pada 20 Januari 2021 pukul 00.03 WIB)

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ump.ac.id/1106/3/NAURA%
2520OKTA%2520FIANDARA%2520BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjOl47GvKjuAhVbfisKHTGSC
e0QFjABegQIDhAB&usg=AOvVaw1BqvXBNUAv3PhHNOd3iOsK (di unduh pada 20 Januari pukul
00.7 WIB)

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://stikesmuh-
pringsewu.ac.id/perpustakaan/index.php%3Fp%3Dfstream-
pdf%26fid%3D447%26bid%3D2479&ved=2ahUKEwjOl47GvKjuAhVbfisKHTGSCe0QFjAHegQIBxA
B&usg=AOvVaw0SVhTafY_GAFSMdxCkYh21 (diunduh pada 20 Januari 2021 pukul 21.18 WIB)

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.ums.ac.id/25960/10/NASKAH_
PUBLIKASI.pdf&ved=2ahUKEwiEh-
K12aruAhUhmuYKHcdaBkkQFjABegQIAxAK&usg=AOvVaw2wkuOW3wfWYlln0jrnAdbG (diunduh
pada 20 Januari 2021 pukul 21.30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai