A 43 TAHUN P4A2
DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA
DI RUMAH SAKIT SWASTA BANDUNG
Laporan Kasus
1. Yosi Maria Wijaya, S.Kep., Ners, M.S selaku koordinator profesi mata ajar
Keperawatan Maternitas
2. Yuanita Ani Susilowati., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku dosen tim
pembimbing profesi Keperawatan Maternitas.
3. Rahel Dwi Wijayanti, Amd. Keb selaku Pembimbing Praktek Bagian di ruang
Elisabeth 4.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari, masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini, baik isi maupun bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangatlah diharapkan demi penyempurnaan laporan kasus
ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Postpartum adalah masa dimulai setelah plasenta lahir hingga
kembalinya organ-organ reproduksi ke dalam keadaan normal atau sebelum
hamil. Masa ini berlangsung sekitar 6 minggu, dan sering kali disebut dengan
masa nifas atau puerperium (Lowdermilk, Perry and Cashion, 2013). Pada
masa Postpartum ini ibu akan banyak mengalami kejadian - kejadian seperti,
dimulainya perubahan fisiologis seperti proses pengerutan pada uterus setelah
plasenta lahir akibat kontraksi dari otot-otot polos uterus, kemudian adanya
perubahan pada masa laktasi atau menyusui serta perubahan psikologis dalam
menghadapi keluarga baru dengan kehadiran sosok buah hati yang sangat
dinantikan (Saifudin dkk, 2011).
Setelah melahirkan seorang ibu pasti akan mengalami beberapa
perubahan fisiologis dan psikologis, salah satu perubahan fisiologis yaitu
perubahan sistem endokrin seperti pada hormon pituituri, prolaktin, dan
prostaglandin. Hormon tersebut berperan dalam kesiapan produksi ASI.
Selain itu ada perubahan psikologis yang mampu menghambat proses
menyusui yaitu : fase taking in, fase taking hold, dan fase taking go. Proses
menyusui dapat terhambat karena pengetahuan seorang ibu tentang proses
menyusui, serta keadaan fisik ibu seperti kondisi payudara ibu apakah puting
payudaranya terbenam, atau payudaranya bengkak dan lecet, Kemudian
faktor ibu yang sibuk dengan pekerjaannya juga dapat mempengaruhi proses
menyusui. Selain pada ibu, bayi pun juga akan mengalami masalah-masalah
yang dapat menghambat dalam memberian ASI seperti, keengganan bayi
dalam menyusu, refleks isap pada bayi yang lemah, bayi sumbing, dan bayi
yang terpisah dengan ibunya karena tidak rawat gabung ataupun dalam
keadaan sakit (Dewi dan Tri, 2014).
Pada masa ini proses menyusui adalah proses penting, karena pada
tahap ini sang ibu memberikan makanan pada bayi berupa air susu ibu (ASI)
dari payudara ibu secara efektif (Salman, 2013). Salah satu peran ibu yang
terpenting setelah melahirkan adalah sesegera mungkin untuk memberikan
ASI pada bayi baru lahir atau sering disebut inisiasi menyusui dini (early
initiation) atau permulaan menyusui dini (Dewi dan Tri, 2014). Salah satu
masalah yang ibu alami ketika setelah postpartum adalah ketidakefektifan
menyusui. Menyusui tidak efektif adalah sebuah kondisi dimana ibu dan bayi
mengalami ketidakpuasan atau kesukaran pada proses menyusui (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016).
Menyusui tidak efektif ini berdampak besar terhadap tumbuh
kembang dari sang bayi. Peran perawat sangat penting untuk memberi
dukungan pada masa ini, untuk mencegah terjadinya masalah tersebut maka
tindakan yang tepat menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI, 2018) adalah bimbingan teknik menyusui yang tepat atau konseling
laktasi. Selain itu ada juga tindakan yang dapat mendukung konseling laktasi,
yaitu pemdampingan proses menyusui, dan pemberian kesempatan
menghisap pada bayi. Berdasarkan pemaparan tersebut maka penulis tertarik
untuk membuat laporan kasus dengan judul "Asuhan Keperawatan pada
Ny.A.A 43 Tahun P4A2 Dengan Postpartum SC Di Rumah Sakit Swasta
Bandung".
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami dan mengerti mengenai Asuhan Keperawatan pada
Dengan Menyusui Tidak efektif pada ibu Postpartum SC.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada Ny.A.A 43 Tahun P4A2
Dengan Menyusui Tidak efektif Postpartum SC
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Ny.A.A 43 Tahun
P4A2 Dengan Menyusui Tidak efektif Postpartum SC
c. Mampu merencanakan asuhan pada Ny.A.A 43 Tahun P4A2 Dengan
Menyusui Tidak efektif Postpartum SC
d. Mampu melaksanakan perencanaan pada Ny.A.A 43 Tahun P4A2
Dengan Menyusui Tidak efektif Postpartum SC
e. Mampu melakukan evaluasi Ny.A.A 43 Tahun P4A2 Dengan
Menyusui Tidak efektif Postpartum SC
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan Ny.A.A 43 Tahun
P4A2 Dengan Menyusui Tidak efektif Postpartum SC dengan benar.
C. Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan laporan kasus ini terdiri dari 5 bab. Bab I
pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.
Bab II tinjauan pustaka yang meliputi pengertian, anatomi dan fisiologi
sistem kardiovaskular, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, test
diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan, Konsep asuhan keperawatan,
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
tindakan keperawatan dan evaluasi. Bab III tinjaun kasus yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, tindakan
keperawatan dan evaluasi (SOAP). Bab IV pembahasan, Bab V penutup yang
meliputi kesimpulan dan saran. Daftar pustaka
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Post Partum
1. Pengertian
Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata ”Puer” yang artinya bayi dan ”Parous”
berarti melahirkan. Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan
kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan
kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang
lebih 6 minggu (Saleha, 2013). Post partum adalah masa setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada keadaan
sebelum hamil, masa post partum berlangsung selama 6 minggu
(Wahyuningsih, 2019).
Ibu post partum adalah keadaan ibu yang baru saja melahirkan.
Istilah post partum adalah masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa
beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke
enam setelah melahirkan. Masa post partum dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa
sebelum hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu, setelah kelahiran
yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi
kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012).
Jadi post partum adalah masa setelah ibu melahirkan sampai organ
– organ kandungan kembali pada masa sebelum hamil, dengan waktu
sekitar enam minggu.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di
dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia
eksterna, yang terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan
eksterna 5 6 berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen
dan progesteron (Arma, 2015)
a. Struktur Eksterna
b. Struktur Interna
b. ASI Matur
ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan
volume bervariasi yaitu 300-850 ml/hari tergantung pada besarnya
stimulasi saat laktasi 90% adalah air karbohidrat, protein dan lemak
yang diperlukan untuk kebutuhan hidup dan perkembangan bayi.
ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan
dengan perkembangan bayi sampai 6 bulan. Volume ASI pada
tahun pertama 400-700 ml/ 24 jam, tahun kedua 200-400 ml/24
jam.
c. ASI Peralihan
ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari) dimana
kadar lemak, laktosa, dan vitamin larut air lebih tinggi dan kadar
protein, mineral lebih rendah, serta megandung lebih banyak kalori
daripada kolostrum (Kemenkes RI,2016).
4. ASI Esklusif
ASI adalah satu–satunya makanan bayi yang paling baik, karena
mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang
sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang (Sanyoto & Eveline,
2008). ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti
susu formula, jeruk, madu, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Bayi
sehat umumnya tidak memerlukan tambahan makanan sampai usia 6
bulan.
Pada keadaan–keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi
makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6
bulan, misalnya karena terjadi peningkatan berat badan kurang atau
didapatkan tanda – tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI
eksklusif tidak berjalan dengan baik (Roesli, 2017).
5. Hal- Hal yang Mempengaruhi Produksi ASI
a. Makanan
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu,
apabila ibu makan secara teratur dan cukup mengandung gizi yang
diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI.
b. Ketenangan Jiwa
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang
selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan
berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume
ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI.
c. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Ibu yang menyusui bayinya hendaknya memperhatikan
penggunaan alat kontrasepsi karena pemakaian kontrasepsi yang
tidak tepat dapat mempengaruhi produksi ASI.
d. Perawatan Payudara
Merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen lebih banyak lagi
dan hormon oxytocin.
e. Faktor Isapan
Anak Ibu menyusui anak jarang maka hisapan anak berkurang
dengan demikian pengeluaran ASI berkurang (Weni, 2017 ).
6. Masalah-Masalah Laktasi
a. Puting susu lecet, dapat disebabkan karena kesalahan dalam teknik
menyusi, yaitu bayi tidak menyusu sampai ke kalang payudara,
menghentikan menyusui dengan kurang hati-hati dan dapat pula
disebabkan karena pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan
lainnya untuk mencuci puting susu (Soetjiningsih, 2014).
b. Payudara bengkak, disebabkan produksi ASI meningkat, terlambat
menyusukan dini, perlekatan kurang baik, pengeluaran ASI kurang
sering, dan pembatasan waktu menyusui (Roito, 2013 ).
c. Mastitis, disebabkan teknik menyusui yang tidak benar sehingga
pengosongan payudara tidak terjadi dengan baik, pemakaian bra
yang terlalu ketat, dan penghisapan bayi yang kurang kuat juga
dapat menyebabkan statis dan obstruksi kelenjar payudara, juga
dapat sebagai faktor resiko terjadinya mastitis (Prawiroharjo,
2014).
d. Abses payudara, abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi
dari mastitis. Hal ini disebabkan karena meluasnya peradangan
dalam payudara tersebut (Saleha, 2009).
7. Proses Laktasi
Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon -
hormon yang berperan dalam proses laktasi menurut Wiji (2014) adalah
sebagai berikut :
a. Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran
alveoli.
b. Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI agar
membesar sehingga dapat menampung ASI lebih banyak
c. Follicle Stimulating Hormone (FSH)
d. Luteinizing Hormone (LH)
e. Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan.
8. Cara Menyusui Yang Benar
Langkah menyusui yang benar adalah sebagai berikut (Prawirohardjo,
2014)
a. Cuci tangan dengan air bersih dan mengalir
b. Ibu duduk dengan santai kaki tidak boleh menggantung
c. Perah sedikit ASI dan oleskan ke putting dan aerola sekitarnya.
d. Posisikan bayi dengan benar
1) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi diletakkan
dekat lekungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak
tangan ibu.
2) Perut bayi menempel ke tubuh ibu.
3) Mulut bayi berada didepan puting ibu.
4) Lengan yang dibawah merangkul tubuh ibu, tangan yang
diatas boleh dipegang ibu atau diletakkan diatas dada ibu.
5) Telinga dan lengan yang diatas berada dalam satu garis lurus.
6) Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka
lebar, kemudian dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara dan puting serta areola dimasukkan kedalam mulut
bayi.
7) Cek apakah perlekatan sudah benar, dagu menempel pada
payudara ibu, mulut terbuka lebar, sebagian besar areola
terutama yang berada dibawah, masuk kedalam mulut bayi,
bibir bayi terlipat keluar, tidak terdengar bunyi decak, hanya
boleh terdengar bunyi menelan
C. Konsep Sectio Caesarea
1. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nurafif &
Kusuma 2015).
2. Indikasi Sectio Caesarea
Menurut Nurafif & Kusuma (2015), mengatakan indikasi sectio caesarea
terbagi menjadi 2, Indikasi yang berasal dari ibu dan janin.
a. Indikasi yang berasal dari ibu yaitu pada kehamilan primigravida
dengan kelainan letak janin, terdapat panggul sempit, plasenta
previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I-II,
terjadi komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklampsia, serta
kehamilan yang disertai penyakit seperti jantung dan diabetes
militus, terdapat gangguan perjalanan persalinan seperti kista
ovarium, mioma uteri, dsb.
b. Indikasi yang berasal dari janin antara lain fetal distress atau gawat
janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali
pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forceps ektraksi.
3. Kontraindikasi Sectio Caesarea Girsang & Jaji (2015) mengatakan
kontraindikasi dari Sectio Caesarea yaitu :
IUFD Kondisi dimana sang bayi meninggal didalam kandungan
anemia berat Pada saat sang ibu mengalami anemia berat, otomatis kadar
hemoglobin juga menurun sehingga meningkatkan risiko perdarahan. dan
kelainan kongenital berat. Bayi yang diketahui memiliki abnormalitas
kelainan kongenital berat dapat menyebabkan kematian segera setelah
lahir seperti anenchephaly
4. Patofisiologi Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding vagina untuk melahirkan janin di
dalam rahim. Sectio Caesarea dilakukan dengan indikasi dari ibu (panggul
sempit, plasenta previa, komplikasi kehamilan) dan janin (kelaianan
letak/sungsang). Tindakan Sectio Caesarea tersebut menimbulkan
perubahan psikologis Sectio Caesarea salah satunya fase taking hold yaitu
ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dalam merawat bayi barunya,
terjadi pada hari ke 3-10 Sectio Caesarea ibu akan merasa mudah
tersinggung dan marah (sensitif) yang menjadikan ibu mengalami
ketidakefektifan perfoma peran (Dewi & Sunarsih, 2016)
5. Komplikasi Sectio Caesarea Girsang & Jaji (2015) mengatakan seorang
ibu yang melahirkan dengan cara sectio caesarea dapat mengalami
berbagai macam komplikasi, baik fisik maupun psikologis. Dalam
penelitian yang dilakukan Girsang tentang pengaruh psiedukasi terhadap
tingkat masalah psikologis menyatakan bahwa sebanyak 80% dari
perempuan mengalami gangguan suasana hati setelah melahirkan mereka
merasa kecewa, takut tidak mencintai bayinya. Ibu yang melakukan
operasi sectio caesarea lebih rentan mengalami masalah psikologis
sehingga mengalami gangguan dalam menjalankan perannya sebagai ibu.
6. Penatalaksanaan Sectio Caesarea
a. Pemberian Cairan
Prinsip pemberian cairan sebenarnya bergantung pada tindakan
anestesi yang telah dilakukan pada pasien yang dibius dengan
anestesi spinal, tidak ada aturan khusus mengenai pemberian cairan
karena pada prinsipnya, pasien dapat segera minum dan makan
sesudah keadaan mereka stabil. Cairan infus selain sebagai sumber
asupan cairan, sering juga digunakan sebagai tempat pemberian
obat antibiotik dan analgetik sehingga pasien tidak perlu disuntik
berulang kali (Sofian, 2015). Pada pasien yang dianastesi umum,
pemberian cairan harus lebih diperhatikan karena pasien harus
dipuasakan sampai bising usus sudah terdengar. Karena pasien
harus tetap puasa pasca operasi sampai bising usus sudah
terdengar, maka pemberian cairan perintravena harus cukup
banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan adalah Dextrose 10%, NaCl 0,9% dan Ringer
Laktat secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan terbukti sudah
cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya
(Manuaba, dkk, 2012).
b. Diet
Diet bergantung pada tindakan anestesi yang telah dilakukan. Pada
pasien dengan anestesi spinal jika pasien sudah stabil, pasien dapat
langsung makan dan minum secara bertahap, sedangkan pada
pasien dengan anestesi umum baru dapat makan setelah flatus atau
terdengar bising usus. Diet dapat diawali dengan makanan lunak,
diikuti makanan biasa tinggi serat. Pemberian makanan cair sering
kali tidak diperlukan karena pada operasi SC, tidak ada manipulasi
pada saluran cerna. Ibu nifas post SC memerlukan diet untuk
mempertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi dan
untuk memulai proses pemberian ASI eksklusif. Asupan kalori per
hari perlu di tingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan cairan per hari
perlu di tingkatkan sampai 3000 ml (susu 1000 ml). Perbanyak
makan sayur dan buah-buahan yang banyak mengandung vit. C
serta telur dan susu yang mengandung vit A dan zink (Sofian,
2015).
c. Mobilisasi
Mobilisasi segera, tahap demi tahap, sangat berguna untuk
membantu penyembuhan pasien. Jika tidak melakukan mobilisasi
dini dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena adanya
involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat
dikeluarkan dan akan menyebabkan infeksi (Suryati, 2012). Sebisa
mungkin ibu post SC aktif bergerak jika dirasakan efek bius sudah
berangsur hilang. Mulai dengan menggerakan kedua kaki, memutar
pergelangan kaki, melakukan gerakan pada sendi bahu dan lengan
tangan saat tiduran. Untuk posisi miring ke kanan dan ke kiri juga
dapat dilakukan dengan bantuan tenaga medis. Sekitar 8 jam post
operasi, ibu dapat mulai belajar duduk, setelah melewati 24 jam
latihan jalan dapat dilakukan, semakin aktif bergerak akan
mempercepat pemulihan fisik ibu nifas post operasi SC (Tari,
2012).
d. Katerisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri
dan tidak enak pada pasien, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Karena itu, dianjurkan pemasangan
kateter tetap (kateter dauer atau kateter balon) yang dipasang
selama 24-48 jam atau lebih, tergantung pada jenis operasi dan
keadaan pasien. Dengan cara tersebut, urin dapat ditampung dan
diukur dalam botol plastic secara periodik. Apabila tidak dipasang
kateter tetap, dianjurkan untuk melakukan kateterisasi rutin kira-
kira 12 jam pasca operasi, kecuali jika pasien dapat buang air kecil
sendiri sebanyak 100 cc atau lebih dalam suatu jangka waktu.
Selanjutnya, kateterisasi diulang setiap 8 jam, kecuali pasien dapat
buang air kecil sendiri (Sofian, 2015).
e. Pemberian Obat-Obatan
Menurut Sofian (2015) pemberian obat-obatan pada pasien post SC
1) Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat
berbeda-beda setiap institusi. Bahkan dalam satu institusi
pun, masing-masing dokter mempunyai cara pemberian dan
pemilihan yang berlainan. Golongan antibiotik yang aman
dan efektif untuk pasien pasca persalinan atau pasca operasi
adalah golongan sefalosporin generasi kedua atau ketiga,
seperti sefadroksil atau seftriakson.
2) Analgetik Sebagai obat penatalaksanaan nyeri, penggunaan
ketorolac 90 mg sehari, dibagi atas 3 dosis, ditambah
ketoprofen biasanya sudah memadai. Ketorolac 10 mg
intravena dapat ditambahkan jika pasien masih merasa
kesakitan
3) Obat pelancar ASI, dapat diberikan beberapa hari sebelum
operasi atau segera sesudah operasi atau melahirkan.
4) Vitamin C, B kompleks dapat diberikan untuk
mempercepat penyembuhan pasien.
5) Obat - obatan lainnya, untuk meningkatkan vitalitas dan
keadaan umum pasien, dapat diberikan roboransia, obat
antiinflamasi, atau transfusi komponen darah pada pasien
yang anemis
6) Perawatan Luka Luka pasca operasi dapat diolesi salep
antibiotik atau dilapisi Sofratulle, lalu ditutup dengan
plaster plastic sekali pakai (disposable). Penggunaan plaster
tersebut sangat memudahkan pasien karena pasien dapat
mandi meskipun plaster baru dibuka pada hari ketujuh atau
hari kedelapan. Akan tetapi, perlu diperhatikan adanya
rembesan darah atau eksudat di kain kasa. Jika gambaran
serapan darah atau eksudat melebar, perlu dipertimbangkan
untuk mengganti perban lebih cepat (Sofian, 2015)
f. Perawatan Rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi dan pernafasan. TTV
perlu dilakukan pemeriksaan setiap 4 jam (Manuaba, dkk, 2012)
D. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama
Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut bergerak
c. Riwayat Kehamilan
Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyetai
d. Riwayat Persalinan
- Tempat persalinan
- Normal atau terdapat komplikasi
- Keadaan bayi
- Keadaan ibu
e. Riwayat Nifas Yang Lalu
- Pengeluaran ASI lancar / tidak
- BB bayi
- Riwayat ber KB / tidak
f. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum pasien
- Abdomen
- Saluran cerna
- Alat kemih
- Lochea
- Vagina
- Perinium dan rectum
- Ekstremitas
- Kemampuan perawatan diri
g. Pemeriksaan psikososial
- Respon dan persepsi keluarga
- Status psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Wayan, 2017),(Arma,2015) dan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI,2017) Diagnosa Keperawatan pada Ibu Post Partum adalah :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan
perineum; luka episiotomi; involusi uteri; hemoroid;
pembengkakan payudara 2.
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplai Asi.
3. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
5. Resiko Infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
6. Resiko gangguan perlekatan ditandai dengan khawatir menjalankan
peran sebagai orang tua
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan ( Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018)
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nyeri
Penyebab : waktu tertentu tingkat nyeri menurun, dengan Observasi
1. Agen pencedera fisiologis kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(mis.inflamasi, Pasien melaporkan keluhan nyeri kualitas, intensitas nyeri
iskemia,neoplasma) berkurang - Identifikasi skala nyeri
2. Agen pencedera fisik(mis. Keluhan nyeri meringis menurun - Identifikasi respons nyeri non verbal
abses, amputasi,terbakar, Pasien menunjukkan sikap protektif - Identifikasi faktor yang memperberat dan
terpotong,mengangkat menurun memperingan nyeri
berat,prosedur operasi,trauma, Pasien tidak tampak gelisah - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
latihan fisik berlebihan) - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
Gejala dan tanda mayor sudah diberikan
S : Mengeluh nyeri Terapeutik
O : Tampak meringis, terdapat - Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
kontraksi uterus, luka episiotomy, rasa nyeri (misal TENS, hipnosis, akupresur, terapi
payudara bengkak musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
Gejala dan tanda minor imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi
S:- bermain)
O : Tekanan darah meningkat, - Fasilitasi istirahat dan tidur
frekwensi nadi meningkat, Edukasi
berkeringat berlebihan, - Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
menangis,merintih,haemoroid - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 risiko jatuh Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan Jatuh (I.14540)
faktor resiko selama 2 x 24 jam, maka tingkat jatuh Observasi
Kondisi pasca operasi menurun (tidak terjadi), dengan kriteria hasil: - Identifikasi faktor jatuh (mis: usia > 65 tahun,
penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif,
Jatuh dari tempat tidur menurun hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan,
Jatuh saat berdiri menurun gangguan penglihatan, neuropati)
Jatuh saat berjalan menurun - Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
atau sesuai dengan kebijakan institusi
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis:
fall morse scale, humpty dumpty scale), jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke
kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
- Anjurkan untuk mobilisasi bertahap
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat
3. Menyusui tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Edukasi Menyusui (I.12393)
a.Ketidakadekuatan suplai Asi waktu tertentu diharapkan status menyusui Observasi
b.Anomali pada payudara ibu membaik dengan kriteria hasil: - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Perleketan bayi pada payudara ibu informasi
c.Payudara bengkak
meningkat
Gejala tanda Mayor - Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
Kemampuan ibu memposisikan bayi
dengan benar meningkat
S : Kelelahan maternal, kecemasan Terapeutik
Pancaran Asi meningkat
maternal - Sediakan materi dan media Pendidikan
Suplai Asi adekuat meningkat
O : Bayi tidak mampu melekat pada Kesehatan
Pasien melaporkan payudara tidak bengkak
payudara ibu, ASI tidak
menetes/memancar< BAK bayi - Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
kurang dari 8x/24jam kesepakatan
Gejala dan tanda minor - Berikan kesempatan untuk bertanya
S:- - Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri
O : Intake bayi tidak adekuat, bayi
dalam menyusui
menangis saat disusuibayi rewel
dan menangis terus dalam berjam
- Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga,
jam peertama setelah menyusi, tenaga Kesehatan, dan masyarakat
menolak menghisap
Edukasi
- Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
- Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan
(latch on) dengan benar
- Ajarkan perawatan payudara post partum (mis:
memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin)
4 Gangguan pola tidur b.d proses Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nyeri
pasca partum pola tidur meningkat, dengan kriteria hasil: Observasi
Gejala tanda mayor Gelisah menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
S : Mengeluh sulit tidur, mengeluh Keluhan sulit tidur menurun kualitas, intensitas nyeri
sering terjaga, mengeluh tiddak Pola tidur membaik - Identifikasi skala nyeri
puas tidur,mengeluh pola tidur - Identifikasi respons nyeri non verbal
berubah, mengeluh istirahat tidak - Identifikasi faktor yang memperberat dan
cukup memperingan nyeri
O :- - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Gejala tanda minor - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
S : Mengeluh kemampuan aktifitas sudah diberikan
menurun Terapeutik
O:- - Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (misal TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi
bermain)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Defisit pengetahuan b.d kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan Edukasi kesehatan
terpapar nya informasi diharapkan tingkat pengetahuan meningkat, Observasi
Gejala tanda Mayor dengan kriteria hasil: - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
S : Menanyakan Masalh yang Perilaku sesuai anjuran meningkat informasi
dihadapi Verbalisasi minat dalam belajar meningkat - Identifikasi factor factor yang dapat meningkatkan dan
O : Menunjukkan perilaku tidak Kemampuan menjelaskan pengetahuan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
sesuai anjuran, menunjukkan tentang suatu topic meningkat Terapeutik
persepsi yang keliru terhadap Kemampuan menggambarkan pengalaman - Sediakan Materi dan media pendidikan kesehatan
masalah tentang suaatu topic meningkat - Jadwalakn pendidikan kesehatan social kesepakatan
Gejala tanda Minor Perilaku sesuai pengetahuan meningkat - Berikan kesempatan untuk bertanya
S: - Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi Edukasi
O : Menjalani pemeriksaan yang menurun - Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi
tidak tepat, menunjukkan perilaku Persepsi yang keliru terhadap masalah kesehatan
yang berlebihan menurun - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
menurun meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku membaik
5. Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Pencegahan Infeksi
waktu tertentu diharapkan tingkat infeksi Observasi
menurun dengan kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Tidak ada tanda tanda infeksi Terapeutik
(Demam,nyeri, kemerahan dan bengkak) - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
Kadar sel darah putih membaik pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan tehnik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Resiko gangguan perlekatan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Promosi Perlekatan
waktu tertentu diharapkan kemampuan Observasi
berinteraksi ibu dan bayi meningkat,dengan - Monitor kegiatan menyusui
kriteria hasil: - Identifikasi kemampuan bayi menghisap dan menelan
Pasien menunjukkan peningkatan ASI
verbalisasi perasaan positif terhadap bayi - Identifikasi payudara ibu
Pasien menunjukkan peningkatan perilaku - Monitor perlekatan saat menyusui
mencium bayi, tersenyum pada bayi, Terapeutik
melakukan kontak mata dengan bayi, - Diskusikan dengan ibu masalah selama proses
berbicara dengan bayi, berbicara kepada menyusui
bayi serta berespon dengan isyarat bayi. Edukasi
Pasien menunjukkan peningkatan dalam - Ajarkan ibu menopang seluruh tubuh bayi
menggendong bayinya untuk menyusui - Anjurkan ibu melepas pakaian bagian atas agar bayi
dapat menyentuh payudara ibu
- Ajarkan ibu agar bayi yang mendekati kea rah
payudara ibu dari bagian bawah
- Anjurkan ibu memegang payudara menggunakan
jarinya seperti huruf “C”
- Anjurkan ibu untuk menyusui pada saat mulut bayi
terbuka lebar sehingga areola masuk dgn sempurna
4.
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah serangakain kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, 2011)
. Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan edukatif
c. Tindakan keperawatan kolaboratif
d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan.
6. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperaawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan yang telah
dilakukan (Bararah, 2013).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
a. Identitas Klien
Nama : Ny. A.A
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Status marital : Menikah
Tanggal, jam pengkajian : 09 Juni 2023, jam 11.00 WIB
Tanggal, jam masuk : 08 Juni 2023
Diagnosa Medis : P4A2 partus matures SC a.i letak lintang dan
bekas SC dengan spinal anastesi dan eracs.
Alamat : Kota B
b. Identitas Keluarga/ Penanggung Jawab
Nama : Tn. V
Umur : 41 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Entrepreuner
Kewarganegaraan : WNA (Belanda)
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Kota B
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk rumah sakit
Ibu mengatakan tidak ada keluhan, gerakan janin aktif, posisi
bayi letak lintang. Rencana SC tanggal 09 Juni 2023 pukul
07:00. HPHT 20 -09 – 2022 HPL 27 – 06 – 2023.
b) Keluhan utama
Nyeri luka pada jahitan di perut
c) Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan. Nyeri pada luka
jahitan seperti tersayat, nyeri dirasakan pada daerah perut bawah.
Nyeri luka jahitan saat ini skala 3/10. Nyeri hilang timbul. Nyeri
dirasakan lebih pada saat bergerak atau beraktivitas, nyeri
berkurang dengan istirahat dan setelah minum obat pengurang
nyeri.
d) Keluhan yang menyertai
Klien mengatakan perut mules, ASI belum keluar pada kedua
payudara.
e) Riwayat tindakan konservatif dan pengobatan yang telah didapat
Sebelumnya tidak ada tindakan konservatif, selama hamil hanya
minum vitamin.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a) Riwayat penyakit atau rawat inap sebelumnya
Klien mengatakan belum pernah di rawat inap karena suatu
penyakit.
b) Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi obat, makanan.
c) Riwayat operasi
Klien mengatakan belum pernah operasi.
d) Riwayat transfusi
Klien mengatakan belum pernah mendapat transfusi.
e) Riwayat pengobatan
Klien mengatakan tidak ada riwayat pengobatan rutin selama ini
hanya terapi saat sakit ini.
f) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga.
g) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Masa Lalu
Spontan/ Penolong Berat
Usia SC/ Badan Keadaan
NO Persalinan
saat ini Vacum/ Bayi Bayi
Forceps Lahir
1 aterm 38 23 tahun spontan dokter 3600 gr hidup dan
minggu sehat
2 aterm 38 19 tahun Spontan dokter 3150 gr Hidup dan
minggu sehat
3 Abortus - curet - - -
4 aterm 37 – 8 tahun SC a.i dokter 3300 gr Hidup dan
38 minggu Sungsang sehat
5 Abortus - - - - -
spontan
6 Hamil ini
h) Riwayat Persalinan
Jenis persalinan: SC a.i letak lintang dan bekas SC, tanggal 09
Juni 2023 pukul 07:35, Jenis kelamin bayi perempuan, BB 3540
gram PB 51 cm LK 34.5 cm. Masalah dalam persalinan bayi letak
lintang, tidak ada perdarahan saat persalinan, ketuban jernih,
kontraksi uterus baik.
i) Riwayat Genokologi
Tidak ada riwayat penyakit ginekologi, riwayat pengguanaan KB
tidak ada.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan Umum
Keadaan umum klien tampak sakit sedang, kesadarannya compos
mentis (GCS E=4 M=6 V=5 = 15)
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 118/70 mmHg
Suhu : 36.5°C
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Nyeri : 3/10
c. Tinggi badan
Berat badan 67 kg, Tinggi Badan 158 cm
IMT 26,9 kg/m2 (kategori: kegemukan)
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1) Rambut : Rambut bersih berwarna hitam, sedikit rontok
2) Wajah : tidak tampak kloasma gravidarum, tidak ada edema
3) Mata : conjungtiva tidak anemis, sklera mata putih
4) Mulut : mucosa lembab, mukosa bibir merah muda, mulut bersih
gigi tidak ada caries.
5) Leher: tidak ada peningkatan vena jugularis dan pembesaran
kelenjar getah bening.
6) Dada : Bentuk simetris, pergerakan dada simetris tidak ada
retraksi, suara nafas vesikuler.
7) Payudara : simetris, putting susu tampak menonjol dan bersih,
teraba lembek dan tidak ada benjolan, kolostrum belum keluar.
8) Abdomen: tampak cembung, ada strie nigra, Involusi uteri 1 jari
dibawah pusat, uterus teraba keras kontraksi uterus baik. Terdapat
luka operasi diperut bawah, balutan luka operasi tidak rembes.
9) Genetalia : Vagina tidak ada luka, pengeluaran darah 1/2 pembalut
warna merah. Terpasang kateter no 16 urine kuning jernih.
10) Ekstermitas bawah : ekstremitas simetris, pergerakan masih
lemah, Tidak ada edema
4. Data psikologis
a. Status emosi
Emosional klien stabil
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Ibu mengatakan dirinya seorang wanita, bahagia karena bisa
melahirkan menjadi ibu bagi anak – anaknya.
2) Harga diri
Ibu mengatakan bahwa dirinya sangat di hargai oleh suami, keluarga
dan temannya.
3) Ideal diri
Ibu mengatakan bahwa dirinya yang akan selalu merawat anak –
anaknya, ibu menginginkan ini kehamilan yang terakhir karena usia
sudah sangat beresiko.
4) Peran
Klien sebagai ibu rumah tangga dan istri bagi suaminya.
5) Gaya komunikasi
Klien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah (sunda). Ibu
dapat berkomunikasi baik dengan perawat dan bidan.
6) Pola mengatasi masalah
Ibu mengatakan bila ada masalah selalu diselesaikan dengan suami.
Limfosit 16 % 20 – 40
Tangal 9/6/2023
b. Terapi
1) Nama obat : Dexketoprofen 25 mg (2x1 tab)
Golongan : obat anti inflamasi non steroid (OAINS).
Dexketoprofen memiliki sifat analgesik (anti
nyeri), anti inflamasi (anti radang), dan anti
piretik (penurun panas).
Indikasi : Dismenore, nyeri rematik, nyeri otot dan
traumatik, nyeri kepala, nyeri paska operasi
Kontra indikasi : Kerusakan ginjal, penderita asma yang
sensitif terhadap obat non steroid, ibu hamil
dan menyusui, dehidrasi, epilepsi
Efek samping : Gangguan saluran pencernaan,
hipersensitifitas, diare, mengantuk
2) Nama obat : Maltofer chew tab (1 x 1tab)
Golongan : Vitamin dan mineral
Indikasi : Anemia akibat kekurangan zat besi, hamil,
menyusui malnutrisi
Kontra indikasi : Anemia pernisiosa, kerusakan ginjal
Efek samping : Pusing, sakit kepala, mual, berkurangnya
nafsu makan, feses berwarna hitam
3) Nama obat : Lactamor (3 x 1tab)
Golongan : Nutrisi
Indikasi : Membantu melancarkan ASI
Kontra indikasi : Anemia pernisiosa, kerusakan ginjal
Efek samping : Ada kemungkinan air seni dan keringat
akan berbau khas, kadangan pembentukan
feses lebih lunak baik pada ibu maupun bayi
B. Pengelompokan data
Data Subjektif Data Objektif
1.Ibu mengatakan nyeri pada luka 1. KU Sakit sedang, kesadaran CM, akral hangat,
operasi. Nyeri luka operasi menjalar terpasang infus ditangan kiri iv cath no 20,
ke seluruh bagian perut, nyeri terasa terpasang DK no.16 urine produksi kuning jernih.
seperti disayat, nyeri dirasakan terus- 2. Terdapat luka operasi di kuadran hipogastrik
menerus, semakin nyeri saat bergerak balutan tidak ada rembesan.
dengan skala 3. 3. Tampak kesakitan dan sangat hati- hati saat pindah
2. Pasien mengatakan susah bergerak posisi miring.
karena sakit luka operasi. 4. Tanda-tanda vital :
3. Klien mengatakan khawatir dan Tekanan darah : 118/70 mmHg
bingung saat menyusui karena asi Suhu : 36.5°C
belum keluar. Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Nyeri : 3/10
5. Involusi uteri : Satu jari di bawah pusat
6. Air susu ( kolostrom) belum keluar di payudara
kanan dan kiri, palpasi lembek, tidak ada benjolan.
Ibu terlihat cemas karena ASI belum keluar.
7. Terpasang infus : RL + Fentanil 200mcg + Ketese
100mcg 45ml/jam
8. Perdarahan: 1/2 pembalut warna merah
9. Terpasang durogesic patc 12,5
C. Analisa Data
Data Senjang Etiologi Masalah
DS: Tindakan Sectio Caesaria Nyeri
- Ibu mengatakan nyeri pada luka
operasi. Nyeri luka operasi menjalar Insisi Pembedahan
ke seluruh bagian perut, nyeri terasa
seperti disayat, nyeri dirasakan terus- Teputus kontinuitas jaringan
menerus, semakin nyeri saat bergerak
dengan skala 3/10 Respon inflamasi
- Pasien mengatakan susah bergerak
karena sakit luka operasi. Merangsang mediator kimia
DO: ( aktifasi histamine,bradikinin,
- Tampak kesakitan dan sangat hati- prostaglandin)
hati saat pindah posisi miring.
- Terpasang infus : RL + Fentanil Nyeri akut
200mcg + Ketese 100mcg 45ml/jam
- Terpasang durogesic patc 12,5
- Tekanan darah : 118/70
mmHg
- Suhu : 36.5°C
- Nadi : 80x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Nyeri : 3/10
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik : prosedur operasi
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
3. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI
E. Intervensi
NO TGL DIAGNOSA PERENCANAAN
DK KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 02/12/202 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Merupakan suatu
berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi hal yang sangat
0
agen pencedera selama 2x24 jam nyeri - Identifikasi lokasi, pentinguntuk memilih
fisik : prosedur menurun, dengan karakteristik, durasi, intervensi yang cocok
operasi kriteria hasil: frekuensi, kualitas, dan untuk
Pasien melaporkan intensitas nyeri mengevaluasi
keluhan nyeri - Identifikasi skala keefektifan dari terapi
menurun nyeri yang dberikan
Keluhan nyeri Terapeutik 2. Untuk mengetahui
meringis menurun - Berikan teknik kualitas nyeri yang
Pasien nonfarmakologis dirasakan klien
menunjukkan sikap untuk mengurangi rasa 3. Untuk mengalihkan
protektif menurun nyeri (misal TENS, nyeri yang dirasakan
Pasien tidak tampak hipnosis, akupresur, klien
gelisah terapi musik, 4.Memberikan
biofeedback, terapi penjelasaan akan
pijat, aromaterapi. menambah
Edukasi pengetahuan klien
- Jelaskan penyebab, tentang strategi
periode meredakan nyeri
dan pemicu nyeri 5.Memberikan
- Jelaskan strategi penjelasan akan
meredakan nyeri membaut klien dapat
- Ajarkan teknik mengalihkan nyeri
nonfarmakologis untuk yang dirasakannya
mengurangi rasa nyeri 6. Untuk mengurangi
Kolaborasi nyeri
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 02/12/202 Risiko tinggi infeksi setelah dilakukan Pencegahan Infeksi Mengetahui tindakan
berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi yang akan dilakukan
0
luka operasi selama 2x24jam - Monitor tanda dan -Cuci tangan dapat
diharapkan tingkat gejala infeksi local dan mencegah resiko
infeksi menurun sistemik infeksi
dengan kriteria hasil: Terapeutik -Memberikan
Tidak ada tanda - Cuci tangan sebelum penjelasan membuat
tanda infeksi dan sesudah kontak pasien mengetahui
(Demam,nyeri, dengan pasien dan tanda dan gejala
kemerahan dan lingkungan pasien infeksi
bengkak) - Pertahankan tehnik -Memberikan
Kadar sel darah aseptic pada pasien penjelasan membuat
putih membaik beresiko tinggi pasien mengetahui
Edukasi tanda dan gejala
- Jelaskan tanda dan infeksi
gejala infeksi -Memberikan
- Ajarkan cara mencuci penjelasan membuat
tangan dengan benar pasien mengetahui
- Ajarkan cara cara cuci tangan
memeriksa kondisi luka dengan benar
- Anjurkan meningkatkan Memberikan
asupan nutrisi penjelasan membuat
pasien mengetahui
kondisi luka
-Mencegah terjadinya
infeksi
Edukasi
- Jelaskan manfaat
menyusui bagi ibu
dan bayi
- Ajarkan 4 posisi
menyusui dan
perlekatan (latch on)
dengan benar
- Ajarkan perawatan
payudara post partum
(mis: memerah ASI,
pijat payudara, pijat
oksitosin)
F. Implementasi
Tanggal Implementasi Keperawatan Nama
dan jam & TTD
9/06/23 1. Mengobservasi KU pasien : KU Sakit
11:30 sedang, kesadaran CM, akral hangat,
terpasang infus ditangan kiri iv cath
no 20 Terpasang infus : RL +
Fentanil 200mcg + Ketese 100mcg
45ml/jam. terpasang DK no.16 urine
produksi kuning jernih. Involusi
uteri : Satu jari di bawah pusat,
Terpasang durogesic patc 12,5,
Terdapat luka operasi di kuadran
hipogastrik balutan tidak ada
rembesan. Pengeluaran darah
pervaginam 1/2 tella warna merah
2. Mengkaji keluhan
Ibu mengatakan nyeri pada luka
operasi. Nyeri luka operasi menjalar
ke seluruh bagian perut, nyeri terasa
seperti disayat, nyeri dirasakan terus-
menerus, semakin nyeri saat bergerak
dengan skala 3/10, Pasien mengatakan Yani
susah bergerak karena sakit luka
operasi dan ASI belum keluar.
3. Mengukur tanda-tanda vital :
Tekanan darah 118/70 mmHg. Suhu :
36.5°C Nadi : 80x/menit. Pernapasan
:20x/menit. Nyeri : 3/10
4. Melakukan pemeriksaan fisik dengan
head to toe
5. Melakukan edukasi mengenai
- perlekatan ibu dan bayi pada saat
menyusui.
- menyusui bayi sesering mungkin
- mengajarkan tehnik relaksasi
nafas dalam saat nyeri dan
melakukan aktifitas secara
bertahap.
- Mengajarkan ibu dan melibatkan
suaminya untuk pijat oxytosin.
6. Menganjurkan pasien untuk
melakukan vulva hygiene setiap
selesai BAK dan BAB.
7. Mengajarkan ibu untuk melakukan
cuci tangan dan menyampaiakn tanda
tanda infeksi pada luka operasi.
10/06/2 1. Mengobservasi KU pasien dan
3 mengkaji ulang keluhan : tampak
07.00- sakit sedang, Kesadaran :
14.00 composmentis, akral hangat. Keluhan
nyeri masih ada namun sudah
berkurang skala nyeri 2/10.
2. Melakukan edukasi dan tindakan pijat
oksitosin, Yani
3. Mengobservasi area operasi : luka
tertutup verban, tidak tampak adanya
rembesan, tidak ada bau.
4. Mengobservasi TTV : TD 110/70
mmHg, Suhu 37 C, HR 86 x/mnt, RR
17 x/mnt, P 2/10.
5. Mengajarkan pasien cara perlekatan
Yani
menyusui dan pentingnya menyusui.
6. Melakukan edukasi mengenai nutrisi
untuk membantu produksi ASI
7. Mengajarkan ibu untuk selalu
mencuci tangan dan menjaga
kebersihan.
E. Evaluasi Keperawatan
B. Saran
Sarannya untuk melakukan asuhan keperawatan post natal dengan baik
dan tepat, agar dapat menghindari dari bahaya yang terjadi saat massa
nifas. Hal ini dilakukan, untuk meminimalisir angka kematian ibu akibat
paska lahiran.
DAFTAR PUSTAKA
A. Pendahuluan
ASI adalah satu–satunya makanan bayi yang paling baik, karena
mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang
sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang (Sanyoto & Eveline,
2008). Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu,
apabila ibu makan secara teratur dan cukup mengandung gizi yang
diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI. selain itu produksi ASI
sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan
tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan
emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi
produksi ASI.
Perawatan Payudara akan mempengaruhi hypopise untuk
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen lebih banyak lagi dan
hormon oxytocin, selain daripada itu faktor Isapan bayi mempengaruhi
produksi asi, Ibu menyusui anak jarang maka hisapan anak berkurang
dengan demikian pengeluaran ASI berkurang (Weni, 2017). Kendala
terhadap pemberian ASI telah teridentifikasi, hal ini mencakup faktor-
faktor seperti kurangnya informasi dari pihak perawat kesehatan bayi,
praktik-praktik rumah sakit yang merugikan seperti pemberian air dan
suplemen bayi tanpa kebutuhan medis, kurangnya perawatan tindak lanjut
pada periode pasca kelahiran dini, kurangnya dukungan dari masyarakat
luas (Maribeth Hasselquist, 2006). Sehingga penulis Menyusun satuan
acara penyuluhan dengan tema Cara Melancarkan ASI.
1. Pokok bahasan : Post Partum Sectio Caesarea
2. Sub pokok bahasan : Cara melancarkan ASI
3. Waktu : 30 menit
4. Tempat : Kamar pasien 4.3
5. Sasaran : Ibu menyusui dan suami
B. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 1 x 30 menit diharapkan
agar pasien dapat mengetahui tentang bagaimana cara memperlancar
produksi asi.
C. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dapat mengetahui tentang :
1. Apa itu ASI
2. Menyebutkan manfaat asi
3. Mempraktikkan cara pijat oksitosin
4. Menyebutkan kembali jenis-jenis makanan yang dapat
memperlancar ASI
D. Materi Penyuluhan
1. Pengertian ASI
2. Manfaat pembeerian ASI
3. Cara melakukan pijat oksitosisn, tujuan, dan manfaat
4. Jenis-jenis makanan yang dapat melancarkan ASI
E. Peserta Penyuluhan
Pasien dan suami
F. Metode Penyuluhan
Ceramah, praktik, dan tanya jawab
G. Media Penyuluhan
Leaflet RS mengenai ASI ekslusif dan Manajemen Laktasi, leaflet untuk
memperlancar ASI
H. Kegiatan Penyuluhan
Sumber : Grid.id
c. ASI Booster
ASI Booster
Untuk melancarkan ASI, ibu
TIPS
menyusui bisa mengonsumsi
MEMPERLANCAR
suplemen atau minuman yang
ASI
dapat membuat ASI deras,
contohnya minum susu
almond dan air nabeez
(rendaman kurma) atau
galaktogog dari bahan herbal
yang aman. Ada baiknya
busui juga mengASIHI
Oleh : Magdalena Yani