Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

POST PARTUM

Dosen Pembimbing:
Ns. Grace Carol Sipasulta, S.Kep., M.Kep., Sp. Mat

Disusun Oleh:
Anggelita Mega T.
Nur Anisa Rizky
Siti Fatimah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SAMARINDA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah keperawatan maternitas dengan topik post
partum dapat kami selesaikan.

Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah


SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
keperawatan maternitas. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang
berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama


kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Samarinda, 08 Agustus 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

Halaman judul...................................................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................3

D. Sistematika Penulisan.............................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................5

A. Post Partum............................................................................................................5

B. Praktek.................................................................................................................39

C. Prinsip-prinsip Etika Keperawatan.......................................................................52

BAB III..........................................................................................................................55

PENUTUP.....................................................................................................................55

A. Kesimpulan..........................................................................................................55

B. Saran....................................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................57

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi
secara berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil.
Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka
kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu
(AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu
penyebab adalah kurangnya perhatian pada wanita post partum
(Maritalia, 2012).
Menurut laporan World Health Organization (WHO) yang
dikutip dalam Priharyanti Wulandari dan Prasita Dwi Nur Hiba, Untuk
AKI di negara-negara Asia Tenggara diantaranya Indonesia mencapai
214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran
hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per
100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan
Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, pelayanan persalinan
normal atau pasca partum di fasilitas kesehatan tahun 2018 di Indonesia
79.3 % dan pada tahun 2018 pelayanan KF lengkap pada perempuan 10-
54 di Kalimantan Timur sekitar 38.0 % lebih meningkat dari pada tahun
2013 (Riskesdas, 2018).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2015, tiga faktor
kematian Ibu melahirkan adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan
infeksi 11%. Menurut Kementerian Kesehatan RI, sebagai upaya
penurunan AKI, pemerintah melaluiKementerian Kesehatan sejak tahun
1990 telah meluncurkan safe motherhood initiative, sebuah program
yang memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang

1
dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama kehamilan dan
persalinannya. Upaya tersebut dilanjutkan dengan program Gerakan
Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden Republik Indonesia.

Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program


Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka
menurunkan Angka Kematian Ibu dan neonatal sebesar 25%. Upaya
percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap
ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti
pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca
persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi
komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan
pelayanan keluarga berencana.

Istilah puerperium (puer, seorang anak, dtitambah kata parere,


kembali ke semula) merujuk pada masa enam minggu antara terminasi
persalinan dan kembalinya organ reproduksi ke kondisi sebelum hamil.
Purperium meliputi perubahan progresif payudara untuk laktasi, serviks
yang mengeluarkan cairan lokia yang normal terjadi dalam tiga tahap
yaitu lokia rubra berwarna merah terang, lokia serosa berwarna merah
muda, lokia sanguilenta berwarna kecoklatan, lokia alba berwarna coklat
keputih-putihan dan lokia yang patologis yaitu lokia purulenta yang
berbau busuk disertai nanah. Perubahan yang disebabkan involusi adalah
proses fisiologis normal. Meskipun begitu, involusi yang mencolok cepat
biasanya menandakan adanya penyakit. (Martin, Reeder, G., Koniak,
2014).

Asuhan keperawatan pasca partum atau masa nifas untuk


membantu ibu baru dan keluarganya berhasil beradaptasi pada masa
transisi setelah kelahiran anak dan tuntutan menjadi orangtua. Penekanan
asuhan keperawatan pada masa ini adalah pada pengkajian dan

2
modifikasi faktor faktor yang mempengaruhi pemulihan ibu dari masa
nifas untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian
post partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu
termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus),
Bladder (kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy
(episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan
Emotion (emosi). Kemampuannya untuk mengemban peran perawatan
bayi baru lahir, dan transisi peran dan kemampuan fungsional ibu serta
keluarganya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan post partum pada keperawatan maternitas?
2. Apa saja fisiologi pada post partum?
3. Bagaimana psikologi pada post partum?
4. Apa yang dimaksud dengan Bonding Attachement?
5. Apa saja yang terkandung dalam perawatan ibu post partum?
6. Apa saja point utama dalam asuhan keperawatan padapost partum?
7. Bagaimana pengamplikasian home care pada ibu dengan post partum?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui dan
memahami tentang post partum pada keperawatan maternitas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui post partum pada keperawatan maternitas.
b. Mengetahui fisiologi post partum pada keperawatan maternitas.
c. Mengetahui psikologi dengan ibu post partum pada keperawatan
maternitas.
d. Mengetahui Bouding Attachement pada keperawatan maternitas.
e. Mengetahui perawatan ibu post partum pada keperawatan
maternitas.

3
f. Mengetahui asuhan keperawatan maternitas dengan kasus post
partum.
g. Mengetahui pengaplikasian home care.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini berisi tentang konsep keperawatan maternitas yang ditulis
dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan maternitas.
Makalah ini memiliki sistematika penulisan yang dibagi menjadi 3 bab
utama, yakni bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang dari
pemberdayaan dan penguatan masyarakat , rumusan masalah, serta tujuan
penulisan makalah ini. Bab II merupakan pembahasan yang berisi
penjelasan yang dapat menjawab rumusan-rumusan masalah di bab I. Bab
III merupakan penutup dari makalah ini yang berisi kesimpulan dari
pembahasan di bab II, dan daftar pustaka berisi semua sumber yang
digunakan sebagai bahan acuan dalam penulisan makalah ini.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Post Partum
1. Fisiologi Post Partum
Bobak, Lowdermik dan Jensen, (2005) menyatakan bahwa
periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil.
Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke
empat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas,
walaupun dianggap normal dimana proses-proses pada kehamilan
berjalan terbalik. Berikut adalah perubahan atau adaptasi fisiologi:
a. Sistem Reproduksi
1) Involusio Uteri
Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan
kondisi normal setelah kelahiran bayi.(Bobak, Lowdermilk,
dan Jensen, 2005). Involusio terjadi karena masing-masing
sel menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang berlebihan
dibuang. Involusio disebabkan oleh proses autolysis, dimana
zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian
dibuang sebagai air kencing.
Tabel 1.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut
masa involusi ( Saleha, Sitti, 2009 )

Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

5
2) Involusio tempat plasenta
Pada pemulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya
luka yang demikian, sembuh dengan menjadi parut. Hal ini
disebabkan karena dilepaskan dari dasar dengan pertumbuhan
endometrium baru di bawah pemukaan luka. Rasa sakit yang
disebut after pains ( meriang atau mules-mules ) disebabkan
kontraksi rahim biasanya berlangsung 3-4 hari pasca persalinan.
( Cunningham, F Gary, Dkk, 2005 )
3) Lochea
Yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas.
Lochia dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
a) Lochea rubra/cruenta
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2
hari pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah dan kuning berisi darah dan lendir,yang
keluar pada hari ke – 3 sampai ke-7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa
Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lochia rubra.
Lochia ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu
kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada
hari ke -7 sampai hari ke-14 pasca persalinan.
d) Lochea alba
Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin
sedikit hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu
berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim
serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.

6
e) Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f) Locheastatis
Lochea tidak lancar keluarnya.
4) Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti
corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir
tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat
dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
5) Vagina dan Perineum
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium
merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara
berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali
kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae ( lipatan-lipatan
atau kerutan-kerutan ) timbul kembali pada minggu ketiga.
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan
biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan
cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan
terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat dengan
pemeriksaan spekulum. Pada perineum terjadi robekan pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Bila ada
laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi lakukanlah
penjahitan dan perawatan dengan baik.

7
b. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan
pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang
berperan dalam proses tersebut.
1) Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang.
Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi, sehingga
mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal.
2) Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya
kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan
prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui
bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada
rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita
yang tidak menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin
menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol
ovarium ke arah permulaan pola produksi estrogen dan
progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan
menstruasi.
3) Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan
bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang mengikatkan volume darah. Di samping itu,
progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat

8
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
c. System kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah
sama sekali. Tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik
20 mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut dengan hipotensi
orthostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap
penurunan resistensi di daerah panggul.
d. Sistem urinaria
Selama proses persalinan, kandung kemih mengalami trauma yang
dapat mengakibatkan udema dan menurunnya sensitifitas terhadap
tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan, tekanan yang
berlebihan dan kekosongan kandung kemih yang tidak tuntas, hal
ini bisa mengakibatkan terjadinya infeksi. Biasanya ibu mengalami
kesulitan buang air kecil sampai 2 hari post partum.
e. System gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada saat melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran
cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurang makan,
haemoroid, dan laserasi jalan lahir.
f. System musculoskeletal
1) Ambulasi pada umumnya mulai 1-8 jam setelah ambulasi dini
untuk mempercepat involusio rahim.
2) Otot abdomen terus-menerus terganggu selama kehamilan
yang mengakibatkan berkurangnya tonus otot, yang tampak
pada masa post partum dinding perut terasa lembek, lemah,
dan kendor. Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut
distensi recti abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding
abdomen bila ibu telentang.

9
Latihan yang ringan seperti senam nifas akan membantu
penyembuhan alamiah dan kembalinya otot pada kondisi
normal.
g. System kelenjar mamae
1) Laktasi
Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum,
cairan yang disekresi payudara selama lima hari pertama
setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu.
2) Kolostrum
Dibanding dengan susu matur yang akhirnya
disekresi oleh payudara, kolostrum mengandung lebih
banyak protein, yang sebagian besar adalah globulin, dan
lebih banyak mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit.
Meskipun demikian kolostrum mengandung globul lemak
agak besar di dalam yang disebut korpustel kolostrum, yang
oleh beberapa ahli dianggap merupakan sel-sel epitel yang
telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain
dianggap sebagai fagosit mononuclear yang mengandung
cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum bertahan selama
sekitar lima hari, dengan perubahan bertahap menjadi susu
matur.
Antibodi mudah ditemukan dalam kolostrum.
Kandungan immunoglobulin A mungkin memberikan
perlindungan pada neonatus melawan infeksi enterik.
Faktor-faktor kekebalan hospes lainnya, juga
immunoglobulin-immunoglobulin, terdapat di dalam
kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini meliputi
komponen komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin,
laktoperoksidase, dan lisozim.

10
3) Air susu
Komponen utama air susu adalah protein, laktosa,
air dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan
laktosa bertanggung jawab terhadap separuh tekanan
osmotik. Protein utama di dalam air susu ibu disintesis di
dalam retikulum endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli.
Asam amino esensial berasal dari darah, dan asam- asam
amino non-esensial sebagian berasal dari darah atau
disintesis di dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air
susu adalah protein-protein unik yang tidak ditemukan
dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke dalam
air susu.
Perubahan besar yang terjadi 30-40 jam post partum
antara lain peninggian mendadak konsentrasi laktosa.
Sintesis laktosa dari glukosa didalam sel-sel sekretorik
alveoli dikatalisis oleh lactose sintetase. Beberapa laktosa
meluap masuk ke sirkulai ibu dan mungkin disekresi oleh
ginjal dan ditemukan di dalam urin kecuali kalau digunakan
glukosa oksidase spesifik dalam pengujian glikosuria.
Asam-asam lemak disintetis di dalam alveoli dari glukosa.
Butirbutir lemak disekresi dengan proses semacam apokrin.
Semua vitamin kecuali vitamin K ada di dalam susu
manusia tetapi dalam jumlah yang berbeda. Kadar masing-
masing meninggi dengan pemberian makanan tambahan
pada ibu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi
akan vitamin K, pemberian vitamin K pada bayi segera
setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit
perdarahan pada neonatus.
Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah
besi. Tetapi, besi di dalam air susu manusia absorpsinya
lebih baik dari pada besi di dalam susu sapi. Simpanan besi

11
ibu tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam
air susu. Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid,
menghimpun iodium, yang muncul di dalam air susu.
(Cunningham, F Gary, Dkk, 2005)
h. System integument
Penurunan melanin setelah persalinan menyebabkan
berkurangnya hiperpigmentasi kulit.
1) Hiperpigmentasi pada aerola mammae dan linea nigra
mungkin menghilang sempurna sesudah melahirkan.

2. Psikologi Post Partum


Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologi ibu
post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase Taking In (Fase mengambil) / ketergantungan
Fase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua post
partum. Ibu sangat tergantung pada orang lain, adanya tuntutan
akan kebutuhan makan dan tidur, ibu sangat membutuhkan
perlindungan dan kenyamanan.
b. Fase Taking Hold / ketergantungan mandiri
Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari ke sepuluh post
partum, secara bertahap tenaga ibu mulai meningkat dan merasa
nyaman, ibu sudah mulai mandiri namun masih memerlukan
bantuan, ibu sudah mulai memperlihatkan perawatan diri dan
keinginan untuk belajar merawat bayinya
c. Fase Letting Go / kemandirian
Fase ini terjadi pada hari ke sepuluh post partum, ibu
sudah mampu merawat diri sendiri, ibu mulai sibuk dengan
tanggung jawabnya.

12
3. Bounding Attachment
a. Definisi Bounding Attachment
Bounding adalah ikatan antara ibu dan bayi dalam masa
awal neonatus, sedangkan attachment adalah sentuhan.
Bounding attachment adalah istilah dalam psikologi yang
artinya ikatan antara ibu dan bayi dalam bentuk kasih sayang
dan belaian. Bounding attachment adalah sentuhan awal atau
kontak kulit antara ibu dan bayi pada menit-menit pertama
sampai beberapa jam setelah kelahiran bayi. Konsep ikatan
perlahan berkembang mulai dari awal kehamilan dan berlanjut
selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan mungkin seumur
hidup setelah melahirkan. Bounding bukan sebuah proses
magical atau seketika, juga bukan dirangsang menurut
permintaan atau pesanan. Perasan kehangatan yang dimulai
kadang sudah dirasakan, bakan sebelum konsepsi dan tentu
selama kehamilan dan akan terus berkembang selama beberapa
minggu, bulan dan tahun setelah kelahiran. (Elisabeth, Endang
2015).
Bounding attachment adalah sebuah peningkatan hubungan
kasih sayang dengan ketertarikan batin antara orang tua dan
bayi. Hal ini merupakan proses dimana sebagai hasil dari suatu
interaksi terus-menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat
saling mencintai memberikan keduanya pemenuhan emosional
dan saling membutuhkan.
b. Faktor-faktor bounding attachment
Menurut Elisabeth dan Endang (2015) faktor-faktor yang
mempengaruhi bounding attachment antara lain:
1) Kesehatan emosional orang tua

13
Orang tua yang mengharapkan kehadiran si anak dalam
kehidupannya tentu akan memberikan respon emosi yang
berbeda dengan orang tua yang tidak menginginkan
kelahiran bayi tersebut. Respon emosi yang positif ini dapat
membantu tercapainya proses bounding attachment ini.
2) Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk
merawat anak
Dalam berkomunikasi dan keterampilan dalam
merawat anak, orang tua satu dengan yang lain tentu tidak
sama tergantung pada kemampuan yang dimiliki masing-
masing. Semakin cakap orang tua dalam merawat bayinya
maka akan semakin mudah pula bounding attachment
terwujud.
3) Dukungan sosial
Dukungan dari keluarga, teman, terutama pasangan
merupakan faktor yang juga penting untuk diperhatikan
karena dengan adanya dukungan dari orangorang terdekat
akan memberikan suatu semangat atau dorongan positif
yang kuat bagi ibu untuk memberikan kasih sayang yang
penuh kepada bayinya.
4) Kedekatan orang tua dan anak
Dengan metode rooming in kedekatan antara orang
tua dan anak dapat terjalin secara langsung dan menjadikan
cepatnya ikatan batin terwujud diantara keduanya.
5) Kesesuaian antara orang tua dan anak (keadaan anak, jenis
kelamin) Anak akan lebih mudah diterima oleh anggota
keluarga yang lain ketika keadaan anak sehat/normal dan
jenis kelamin sesuai dengan yang diharapkan. Pada awal
kehidupan, hubungan ibu dan bayi lebih dekat dibanding
dengan anggota keluarga yang lain karena setelah melewati
sembilan bulan bersama dan melewati saat-saat kritis dalam

14
proses persalinan membuat keduanya memiliki hubungan
yang unik.

c. Tahapan bounding attachment


Tahap-tahap bounding attachment menurut Elisabeth dan Endang
(2015) yaitu:
1) Perkenalan (acquaintance) dengan melakukan kontak mata,
menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah
mengenal bayinya.
2) Bounding (keterikatan). Sejak bayi masih dalam kandungan
sebenarnya ikatan batin ini sudah terbentuk. Ikatan ini terjadi
apabila ada ketertarikan, respon dan kepuasan serta dapat
dikembalikan dengan interaksi yang terus menerus setelah bayi
dilahirkan.
3) Attachment, kasih sayang merupakan hasil dari interaksi saat
ibu hamil dan terus menerus konsisten antara orang tua dan
bayi serta makin menguat pada periode awal pascapartum.
Adapun interaksi yang menyenangkan, misalnya:
a) Sentuhan pada tungkai dan muka bayi secara halus dengan
tangan ibu
b) Sentuhan pada pipi dapat menstimulasi respon yang
menyebabkan terjadinya gerakan muka bayi ke arah muka
ibu atau payudara sehingga bayi akan mengusap-usap
menggunakan hidung serta menjilat putingnya dan
terjadilah rangsangan untuk sekresi prolaktin.
c) Ketika mata bayi dan ibu saling tatap pandang
menimbulkan perasaan saling memiliki antara ibu dan
bayi.
d) Tangis bayi.
d. Cara melakukan bounding attachment

15
Terdapat beberapa cara untuk membangun bounding
attachment, antara lain:
1) Pemberian ASI Ekslusif
Dengan dilakukannya pemberian ASI secara eksklusif
segera setelah lahir, secara langsung bayi akan mengalami
kontak kulit dengan ibunya yang menjadikan ibu merasa
bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua
manusia (Elisabeth, Endang 2015).
2) Rawat Gabung
Rawat gabung merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan agar antara ibu dan bayu terjali proses lekat (early
infant mother bounding) akibat sentuhan badan antara ibu dan
bayinya. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan
psikologis bayi selanjutnya karena kehangatan tubuh ibu
merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh
bayi. Bayi yang merasa aman dan terlindungi merupakan dasar
terbentuknya rasa percaya diri dikemudian hari (Elisabeth,
Endang 2015).
Rawat gabung antara ibu dan bayi setelah melahirkan akan
menimbulkan kasih sayang, rasa cinta, dan kehangatan antara
ibu dan bayi. Rawat gabung juga memberanikan seorang ibu
untuk dapat memberikan air susu ibu, menyentuh dan
melakukan perawatan pada bayi (Girsang, 2016).
3) Kontak Mata
Kontak mata merupakan komunikasi verbal yang dilakukan
oleh dua orang dengan saling melihat satu sama lain dan sangat
diperlukan ibu dalam mengembangkan komunikasi dengan
bayinya. Kontak mata yang dilakukan oleh ibu dan bayinya
akan membuat mereka lebih dekat sehingga bayi dapat
mengenali ibunya dan sebaliknya (Lowdermilk,dkk. 2013).
4) Suara

16
Mendengar dan merespon suara antara orang tua dan
bayinya sangat penting.Orang tua menunggu tangisan pertama
bayi mereka dengan tegang. Suara tersebut membuat mereka
yakin bahwa bayinya dalam keadaan sehat. Tangis tersebut
membuat mereka melakukan tindakan menghibur. Bayi dapat
mendengar sejak dalam rahim, jadi tidak mengherankan jika ia
dapat mendengar suara-siara dan membedakan nada dan
kekuatan sejak lahir, meskipun suara-suara itu terhalang
selama beberapa hari oleh cairan amniotic dari rahim yang
melekat pada telinga (Elisabeth, Endang 2015).
Seperti yang dinyatakan oleh Procelli dalam Suryani, dkk.
(2011) bahwa ibu postpartum menyusui yang diberi terapi
musik mengalami penurunan kecemasan dan perubahan
perilaku terhadap bayinya selama menyusui secara bermakna
dibandingkan dengan ibu postpartum menyusui yang tidak
diterapi musik. Kondisi ibu yang demikian dapat mendukung
terjadi bounding attachment yang baik. Kondisi ini ada
kaitannya dengan pengaruh musik sebagaimana yang
dinyatakan oleh Rosch dan Koeditz bahwa musik
memengaruhi sistem limbik diotak yang menekan fungsi poros
hipotalamus, hipofisis dan kelenjar adrenal sehingga
menghambat pengeluaran hormon stres.
5) Aroma
Orang tua dan bayi akan melakukan perilaku untuk
menjalin kedekatan yaitu dengan cara merespon bau masing-
masing. Ibu mengetahui bahwa anaknya memiliki aroma yang
unik dan bayi belajar mengetahui bau ibu dengan cepat dari
aroma air susunya (Stainton dalam Lowdermilk, dkk. 2013).
Indra penciuman pada bayi baru lahir sudah berkembang
dengan baik dan masih memainkan peran dalam nalurinya
untuk mempertahankan hidup.

17
6) Gaya Bahasa (Entrainment)
Setiap bayi yang baru lahir akan bergerak mengikuti
struktur pembicaraan orang yang didengarnya. Bayi akan
meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya seperti
menggoyangkan tangan, mengangkat kepala, menendangkan
kaki seperti sedang berdansa, saat itulah bayi telah dapat
berkomunikasi secara nonverbal kepada orang tuanya. Hal
tersebut sangat positif dalam proses pembentukan karakter
seorang anak (Lowdermilk, dkk. 2013).
7) Bioritme
Anak yang masih berada di dalam kandungan dan ketika
baru lahir akan senada dengan ritme alamiah seorang ibunya.
Karenanya, salah satu adaptasi fisiologis bayi dengan cara
menangis dan dapat ditenangkan dengan dipeluk sehingga
dapat mendengar denyut jantung ibunya. Salah satu tugas bayi
yang lahir adalah membentuk ritme personal (bioritme). Kasih
sayang yang konsisten dari orang tua dapat membantu proses
ini dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan
perilaku yang responsif sehingga dapat meningkatkan interaksi
sosial dan kesempatan bayi untuk belajar (Lowdermilk, dkk.
2013).
8) Kontak dini
Kontak dini merupakan suatu yang penting bagi orang tua
dan anak untuk membangun suatu pola hubungan namun
sampai saat ini belum ada penelitian yang mampu
membuktikan, diketahui bahwa kotak dini memiliki banyak
manfaat diantaranya yaitu fisiologis, dapat meningkatkan
kadar oksitosit dan prolaktin, merangsang reflek hisap sejak
dini, akan munculnya kekebalan aktif, dan dapat mempercepat

18
bonding atau ikatan batin antara orang tua dan anak. Kontak
dini juga berfungsi sebagai body warm (kehangatan tubuh)
dimana ada kontak langsung antara ibu dan bayi sehingga bayi
merasa kehangatan saat berada dalam dekapan ibu, serta akan
menambah lebih banyak kasih sayang ibu dan sebagai
stimulasi hormon. (Klaus, Kenel dalam Wahyuni, 2018).
9) Timbal Balik dan Sinkroni
Timbal balik adalah gerakan tubuh atau perilaku yang
memberikan isyarat kepada pengamat. Pengamat akan
mengartikan petunjuk tersebut dan meresponnya. Timbal balik
sering kali butuh beberapa minggu untuk berkembang pada
bayi. Contohnya ketika bayi rewel dan menangis, ibu akan
merespons dengan mengangkat dan menimang bayi, bayi akan
diam, bangun dan melakukan kontak mata, ibu akan bicara,
berdecak dan menyanyi sementara bayi menjaga kontak mata.
Istilah sinkron menunjukkan kecocokan isyarat bayi dan
respon orang tua. Ketika orang tua bayi mengalami interaksi
yang sinkron, hal ini akan sangat membanggakan bagi
keduanya. Orang tua butuh waktu untuk mengisyaratkan bayi
dengan benar (Lowdermilk, dkk. 2013).
e. Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment
Menurut Elisabeth dan Endang (2015) upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan bounding attachment adalah:
1) Dilakukan segera (menit pertama jam pertama)
2) Sentuhan orang tua pertama kali
3) Adanya ikatan yang baik dan sistematis berupa kedekatan
orang tua ke anak
4) Kesehatan emosional orang tua
5) Terlibat pemberian dukungan dalam proses persalinan
6) Persiapan PNC (post natal care)sebelumnya
7) Adaptasi

19
8) Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk
merawat anak
9) Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam
memberikan kehangatan ada bayi, menurunkan rasa sakit ibu,
serta memberi rasa nyaman.
10) Fasilitas untuk kontak lebih lama
11) Penekanan pada hal-hal positif
12) Perawat maternitas khusus atau bidan
13) Libatkan anggota keluarga lainnya atau dukungan sosial dari
keluarga, teman, dan pasangan
14) Informasi bertahap mengenai bounding attachment
f. Hambatan Bounding Attachment
Ada beberapa hal yang dapat menghambat proses bounding
attachment, antara lain (Elisabeth, Endang 2015):
1) Kurangnya support system
2) Ibu dengan risiko (ibu sakit)
3) Bayi dengan risiko ( premature, bayi sakit, bayi dengan cacat
fisik)
4) Kehadiran bayi yang tidak diinginkan
g. Manfaat Bounding Attachment
Adapun manfaat dari implementasi teori bounding
attachment jika dilakukan secara baik (Elisabeth, Endang 2015),
yaitu:
1) Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai,
menumbuhkan sikap sosial.
2) Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
3) Akan sangat berpengatuh positif pada pola perilaku dan
kondisi psikologis bayi kelak.
h. Tanda-tanda Bounding Attachment Yang Baik
Menurut Lestari Okta dan Sumiati (2013) hasil penelitian
didapatkan ibu nifas yang memberikan perlakuan inisiasi menyusu

20
dini 47% yang mempunyai interaksi positif pada bounding
attachment dan 3% yang mempunyai interaksi negatif, sedangkan
ibu nifas yang tidak memberikan perlakuan inisiasi menyusu dini
7% mempunyai interaksi positif pada bounding attachment dan
43% yang mempunyai interaksi negatif. Interaksi positif dan
negatif ini dapat dilihat dari hasil pengamatan langsung yang dapat
diketahui dari interaksi ibu terhadap bayinya. Tindakan ibu
digolongkan menjadi tiga yaitu:
1) Memandang (ibu terlihat sangat gembira, bahagia, tersenyum
dan antusias dengan kehadiran bayinya)
2) Berkata (ibu berbicara langsung, menggunakan nama bayinya,
memperlihatkan reaksi, memuji bayinya, serta membuat
sebutan bagi bayi.
3) Melakukan sesuatu (mengulurkan tangan ingin memegang
bayinya, memeriksa bayinya, membuat kontak mata dengan
bayinya dan mencium. Interaksi positif pada bounding
attachment ini dapat tercipta karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu adanya dukungan dari suami, keluarga dan tenaga
kesehatan, keterampilan ibu yang berusaha mengajak bicara
pada bayinya, rasa senang akan kehadiran bayinya serta
kecocokan jenis kelamin pada bayinya. Sedangkan interaksi
negatif yang terjadi pada ibu nifas terjadi karena adanya
ketidak cocokan antara ibu dan bayi, dimana ibu tidak
menginginkan jenis kelamin anaknya selain itu ibu merasa
tidak ada dukungan dari suaminya.
i. Peran Perawat Dalam Mendukung Terjadinya Bounding
Attachment
Menurut Elisabet dan Endang (2015) peran perawat dalam
mendukung terjadinya bounding attachment adalah:
1) Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu dan bayi
dalam jam pertama pasca kelahiran.

21
2) Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk
memberikan respon positif tentang bayinya, baik melalui sikap
maupun ucapan dan tindakan.
3) Sewaktu pemeriksaan ANC, perawat selalu mengingatkan
untuk menyentuh dan meraba perutnya yang semakin
membesar.
4) Perawat mendorong ibu untuk selalu mengajak janin
berkomunikasi.
5) Perawat juga men-support ibu agar dapat meningkatkan
kemampuan dan keterampilannya dalam merawat anak, agar
saat sesudah kelahiran nanti ibu tidak merasa kecil hati karena
tidak dapat merawat bayinya sendiri dan tidak memiliki waktu
yang seperti ibu inginkan.
6) Ketika dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk
melaksanakan salah satu cara bounding attachment dalam
beberapa saat setelah melahirkan, hendaknya perawat tidak
benar-benar memisahkan ibu dan bayi, melainkan perawat
mampu untuk mengundang rasa penasaran ibu untuk
mengetahui keadaan bayinya dan ingin segera memeluk
bayinya. Pada kasus ibu dengan risiko, ibu dapat tetap
melakukan bounding attachment ketika ibu memberi ASI
bayinya atau ketika mengunjungi bayi di ruang perinatal.

4. Perawatan Ibu Post Partum


a. Definisi
Perawatan postpartum merupakan perawatan terhadap
wanita yang telah melahirkan sampai alat-alat reproduksinya
kembali seperti sebelum hamil (Herlina, 2009). Perawatan post
partum merupakan perawatan yang khusus diberikan kepada ibu
setelah melahirkan dan berbeda dengan perawatan postnatal
yang lebih ditekankan untuk merawat bayi lahir (Fort, Kothari,

22
&Abderrahim, 2006). Asuhan keperawatan yang diberikan pada
masa postpartum bersifat supportif edukatif (Dunphy, 1984
dalam Riehl, 1985 dalam Komariah, 2003).
b. Macam-macam perawatan diri post partum
Perawatan diri ibu postpartum terdiri dari berbagai macam,
meliputi:
1) Memelihara kebersihan perseorangan (personal hygiene)
Kulit sebagai pertahanan pertama terhadap masuknya
mikroorganisme dan infeksi ke dalam tubuh perlu
dipertahankan agar tetap sehat dan bersih. Bertambahnya
keringat yang berinteraksi dengan bakteri pada kulit
menyebabkan bau badan dan meningkatkan pertumbuhan
bakteri. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara mandi secara
teratyr. Mandi juga memiliki keuntungan lain untuk
meningkatkan sirkulasi dan membantu mempertahankan
tonus otot, mobilitas sendi, relaksasi dan meningkatkan rasa
nyaman. Ibu postpartum harus mandi minimal dua kali sehari
dan segera setelah melahirkan ketika sudah bisa beraktivitas
(Craven, 2000).
Personal hygiene yang bisa dilakukan ibu untuk
memelihara kebersihan diri tidak hanya mandi, tetapi juga
menggosok gigi dan menjaga kebersihan mulut, menjaga
kebersihan rambut dengan keramas, menjaga kebersihan
pakaian, dan menjaga kebersihan kaki, kuku, telinga, mata
dan hidung (Potter & Perry, 2006). Selain itu juga mencuci
tangan sebelum memegang payudara, setelah mengganti
popok bayi, setelah buang air besar dan kecil dan sebelum
memegang atau menggendong bayi (Murray & McKinney,
2007). Akan tetapi, kebiasaan mencuci tangan anggota rumah
tangga menurut Depkes (2009) hanya mencapai 58%
(Siregar, 2009).

23
2) Melakukan perawatan perineum
Perawatan perineum agar tetap bersih pada ibu
postpartum sangat penting dilakukan. Hal ini terjadi karena
kulit ibu postpartum menjadi lebih sensitif, mudah pecah ,
tidak utuh (intact), terutama pada bagian episiotomi sehingga
akan mudah terjadi infeksi. Hal ini ditambah dengan
pengeluaran lokia pada semua ibu hamil.
Perawatan perineum yang dianjurkan untuk ibu
postpartum adalah membasuh perineum dengan air hangat
setelah berkemih dan buang air besar. Perineum harus dalam
keadaan kering dan dibersihkan dari arah dari depan ke
belakang (Potter & Perry, 2005). Ibu dianjurkan untuk
mengganti pembalut setiap kali mandi, setelah buang air
besar atau kecil atau setiap tiga sampai empat jam sekali. Hal
ini penting untuk mempertahankan kebersihan karena
pembalut dapat menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan
bakteri (May & Mahlmeister, 1990 dalam Aisyah, 2010;
Murray & McKinney, 2007).
3) Melakukan mobilisasi dini dan senam nifas
Mobilisasi pada ibu postpartum perlu dilakukan sesegera
mungkin untuk meningkatkan tonus otot dan aliran darah
balik dari bagian kaki dan bagian bawah abdomen (Bennet &
Brown, 1999 dalam Aisyah 2010). Ibu postpartum dianjurkan
untuk lebih banyak berjalan dan bergerak daripada hanya
duduk di tempat tidur. Mobilisasi dini terbukti bermanfaat
untuk mengurangi terjadinya tromboemboli dan mempercepat
pemulihan kekuatan ibu (Bobak, Lodermilk, Jensen & Perry,
2005).
Senam nifas merupakan senam yang dilakukan sejak hari
pertama melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh, terdiri
dari beberapa gerakan tubuh yang dilakukan untuk

24
mempercepat pemulihan keadaan ibu (Suherni, Widyasih &
Rahmawati, 2008 dalam Aisyah, 2010). Senam nifas
dilakukan pada saat kondisi ibu benar-benar pulih dan tidak
ada hambatan atau komplikasi pada masa nifas dan
dianjurkan terutama pada hari ketiga setelah melahirkan
(Nichols & Humenick, 2000 dalam Aisyah, 2010).
Salah satu jenis senam nifas yang dapat dilakukan 4-6
jam postpartum dan bisa dilakukan setiap hari adalah Kegel’s
exercise yang dapat meningkatkan kekuatan perineum,
mengencangkan otot-otot dasar panggul, mencegah
inkontinensia urin dan meningkatkan kepuasan seksual
(Bobak, Lodermilk, Jensen & Perry, 2005). Cara melakukan
Kegel’s exercise adalah mengontraksikan otot-otot dasar
panggul seperti menahan aliran urin dan menahannya selama
beberapa detik kemudian merelaksasikannya. Siklus
kontraksi dan relaksasi selama 30 kali dan diulang sebanyak
5 kali dalam sehari (Murray, McKinney, 2007)
4) Melakukan perawatan payudara
Perawatan payudara pada masa menyusui bertujuan
untuk mempertahankan ASI agar tetap lancar dan mencegah
terjadinya bendungan pada saluran ASI. Bentuk perawatan
payudara yang bisa dilakukan oleh ibu postpartum adalah
masase atau pemijatan payudara. Masase/ pemijatan dapat
dilakukan dua kali sehari dengan menggunakan minyak
kelapa atau baby oil untuk memudahkan pemijatan
(Perinasia, 1992 dalam Komariah, 2003). Penelitian di
Jepang menyebutkan bahwa mayoritas perempuan Jepang
diberikan pemijatan payudara oleh perawat/bidan untuk
memfasilitasi produksi ASI dan mencegah terjadinya
ancaman dalam menyusui dan ibu merasa kondisinya lebih

25
baik (Kishi, McElmurry, Vonderheid, Altfeld, McFarlin, &
Tashiro, 2011).
Perawatan payudara juga bisa dilakukan dengan tetap
menjaga kebersihan payudara. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menghindari penumpukan secret pada payudara
yang dapat mencegah terjadinya iritasi. Mencuci puting
dengan air bersih tanpa sabun untuk membersihkan sekret
yang keluar. Penggunaan bra yang tepat juga perlu dilakukan
untuk menyokong payudara sehingga dapat meningkatkan
rasa aman ibu. Bra juga dapat menjaga bentuk payudara
sehingga dapat mengurangi ketegangan pada saat payudara
bengkak (Bobak, Lodermilk, Jensen & Perry, 2005; Murray
& McKinney, 2007).
5) Meningkatkan kebutuhan nutrisi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi dimulai sejak masa
kehamilan. Nutrisi yang adekuat pada masa kehamilan dapat
mengurangi resiko komplikasi pada ibu, membantu
pertumbuhan jaringan dan meningkatkan berat badan janin
secara optimal (Nichols & Humerick, 2000 dalam Aisyah,
2010). Pemenuhan kebutuhan nutrisi setelah melahirkan
harus tetap diteruskan untuk meningkatkan kesejahteraan
bayi terutama pada tahun pertama setelah lahir, terutama pada
ibu menyusui. Kualitas dan kuantitas ASI dipengaruhi oleh
asupan nutrisi ibu. Peningkatan nutrisi pada ibu menyusui,
perlu dipertahankan karena setiap ibu yang menyusui mampu
memproduksi ASI 850 cc/hari (May & Mahlmeister, 1994
dalam Aisyah, 2010).
Kebutuhan kalori selama menyusui seimbang dengan
jumlah ASI yang dihasilkan dan lebih tinggi selama
menyusui dibandingkan selama hamil. Rata-rata ibu harus
mengonsumsi 2300 sampai 2700 kalori selama menyusui .

26
Hasil penelitian terbaru menunjukkan hal yang berbeda yaitu
dari Mudjajanto & Sukandar (2007) di kabupaten Cianjur
masih menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi dan
protein menyusui adalah 1744 kalori/hari dan 53,87 gram
protein/hari. Ibu memerlukan tambahan asupan cairan
sebanyak dua sampai tiga liter sehari atau setara dengan
delapan gelas sehari. Makanan yang dimakan ibu harus
mengandung tinggi protein dan mineral yang dibutuhkan
untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dan produksi
ASI, zat besi, dan vitamin untuk mencegah anemia dan tinggi
serat untuk membantu ekskresi dan meningkatkan kekuatan
otot cerna (Pilliteri, 2003; Bennet & Brown, 1999 dalam
Aisyah 2010).
6) Pemenuhan eliminasi urin dan bowel yang teratur
Eliminasi urin pada ibu postpartum harus dilakukan
setiap tiga sampai empat jam untuk mencegah distensi
kandung kemih. Ibu postpartum dapat menyiram perineum
dengan air hangat atau mendengar suara aliran air agar
terangsang untuk berkemih jika ibu sulit untuk berkemih
(Aisyah, 2010). Pemenuhan kebutuhan buang air besar yang
teratur dapat dipenuhi dengan ibu postpartum harus sering
bergerak seperti jalan, asupan cairan yang cukup dan
konsumsi serat yang cukup sehingga bisa terhindar dari
konstipasi yang umum terjadi pada ibu postpartum (Murray
& McKinney, 2007).
7) Pemenuhan kebutuhan seksual
Hubungan seksual pada ibu postpartum boleh
dilakukan setelah luka episiotomy sembuh, tidak terasa nyeri
dan lokia berhenti. Hubungan seksual yang dilakukan
sebelum proses tersebut berhenti akan menyebabkan infeksi
dan trauma. Selama bulan pertama menyusui sampai bulan

27
keenam setelah melahirkan, ibu postpartum akan mengalami
penurunan gairah untuk melakukan hubungan seksual dan
mengalami nyeri selama berhubungan. Hal ini terjadi karena
penuruan estrogen dan lubrikasi vagina yang berkurang.
Selain itu, nyeri juga diakibatkan oleh lukaepisiotomi (WHO,
2008 dalam Aisyah, 2010).
8) Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
Ibu akan mengalami kelelahan setelah melahirkan
sehingga harus diberikan kesempatan untuk beristirahat. Ibu
harus bisa mengatur istirahatnya seperti saat bayi tidur untuk
menggantikan waktu tidur ibu yang hilang saat bayi
terbangun malam hari (Pillitteri, 2003 dalam Aisyah, 2010).
Hasil penelitian Dennis dkk (2007) menyatakan bahwa
dibeberapa negara ibu postpartum dilarang untuk
mengerjakan tugas rumah tangganya dan hal tersebut
berlangsung antara 21 hari sampai 6 minggu setelah
melahirkan (Dennis, Fung, Griogoriadis, Robinson, Romans,
& Ross, 2007). Dengan demikian, Ibu harus dapat mengatur
kegiatan rumah tangganya sehingga dapat menyediakan
waktu untuk beristirahat pada siang hari sekitar dua jam dan
7-8 jam pada malam hari. Meskipun demikian, realitanya
hasil penelitian Rokhmiati (2002) menunjukkan bahwa dari
30 responden, (86,67%) menyatakan tidur kurang dari 6 jam
setelah melahirkan pada hari pertama dan kedua postpartum
(Rokhmiati, 2002).

5. Asuhan Keperawatan Pada Post Partum


a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Biodata klien berisi tentang : Nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, suku, agama, alamat, no. RM, nama penanggung

28
jawab, umur, pendidikan, pekerjaan , suku, agama, alamat,
tanggal pengkajian.
2) Keluhan Utama
Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut
bergerak.
3) Riwayat Haid
Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang
keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid terakhir,
perkiraan tanggal partus.
4) Riwayat Perkawinan
Kehamilan saat ini merupakan kehamilan hasil pernikahan
keberapa?
5) Riwayat Obsetri
a) Riwayat Kehamilan
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil
laboratorium : USG, darah, urin, keluhan selama
kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya
mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang
diperoleh.
b) Riwayat persalinan
 Riwayat persalinan lalu : Jumlah gravida, jumlah
partal, dan jumlah abortus, umur kehamilan saat
bersalin, jenis persalinan, penolong persalinan, BB
bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini.
 Riwayat nifas pada persalinan lalu : Pernah
mengalami demam, keadaan lochia, kondisi
perdarahan selama nifas, tingkat aktivitas setelah
melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada
payudara, kesulitan eliminasi, keberhasilan
pemberian ASI, respon dan suport keluarga.

29
 Riwayat persalinan saat ini : Kapan mulai timbulnya
his, pembukaan, bloody show, kondisi ketuban,
lama persalinan, dengan epiostomi atau tidak,
kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina
dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat,
lama pengeluaran plasenta, kelengkapan plasenta,
jumlah perdarahan.
 Riwayat new born : Apakah bayi lahir spontan atau
dengan induksi / tindakan khusus, kondisi bayi saat
lahir (langsung menangis atau tidak), apakah
membutuhkan resusitasi, jenis kelamin, BB, panjang
badan, kelainan kongenital, apakah dilakukan
bonding attachment secara dini dengan ibunya,
apakah langsung diberikan ASI atau susu formula.
6) Riwayat KB & Perencanaan Keluarga
Kaji pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi,
jenis kontrasepsi yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi
yang akan datang atau rencana penambahan anggota keluarga
dimasa mendatang.
7) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara
pengobatan yang dijalani, dimana mendapat pertolongan.
Apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh
berulang-ulang?
8) Pengkajian fisiologis
Pengkajian fisiologis lebih difokuskan pada proses involusi
organ reproduksi, perubahan biofisik sistem tubuh dan deteksi
adanya hambatan pada proses laktasi. Area pengkajian fisiologis
post partum antara lain:
a) Suhu

30
Suhu merupakan penanda awal adanya infeksi, suhu
yang cenderung tinggi juga dapat menandakan ibu
mengalami dehidrasi. Suhu dikaji tiap satu jam selama 8
jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap dua jam
sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
b) Nadi, pernapasan dan tekanan darah
Frekuensi nadi yang lebih dari normal (diatas 100
kali/menit) sebagai tanda adanya infeksi, hemoragi, nyeri,
atau kecemasan. Tekanan darah yang cenderung rendah
dapat merupakan tanda syok atau emboli. Nadi,
pernapasan dan tekanan darah dikaji tiap 15 menit sampai
dengan empat jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap
30 menit sampai dengan 24 jam setelah persalinan
c) Fundus, lokhea dan kandung kemih
Fundus dapat sedikit meninggi pasca persalinan,
tetapi dihari berikutnya fundus akan mulai turun sekitar
satu cm sehingga pada hari ke 10 fundus sudah tidak
teraba. Hari-hari awal setelah persalinan, fundus akan
teraba keras dengan bentuk bundar mulus, bila ditemukan
fundus teraba lembek atau kendur menunjukkan terjadinya
atonia atau subinvolusi. Ketika dilakukan palpasi, kandung
kemih harus kosong agar pengukuran fundus lebih akurat.
Kandung kemih yang terisi akan menggeser uterus dan
meningkatkan tinggi fundus. Lokhea dapat dijadikan
sebagai acuan kemajuan proses penyembuhan
endometrium. Lokhea memiliki warna yang berbeda setiap
harinya, lokhea rubra (berwarna merah gelap, keluar dari
hari kesatu sampai hari ketiga setelah persalinan,
jumlahnya sedang), lokhea serosa (berwarna merah muda,
muncul dihari ke empat sampai hari ke 10 setelah
persalinan, jumlahnya lebih sedikit dari lokhea rubra),

31
lokhea alba (berwarna putih kekuningan, muncul dari hari
ke 10 sampai minggu ketiga setelah persalinan, jumlahnya
sangat sedikit). Munculnya perdarahan merah segar
setelah selesainya lokhea rubra atau setelah selesainya
lokhea serosa menandakan terjadinya infeksi atau
hemoragi yang lambat.
Fundus, lokhea dan kandung kemih dikaji tiap 15
menit sampai dengan empat jam setelah persalinan,
kemudian dikaji tiap 30 menit sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
d) Perineum
Pengkajian pada daerah perineum dimaksudkan
untuk mengidentifikasi ada tidaknya hematoma, memar
(ekimosis), edema, kemerahan (eritema), dan nyeri tekan.
Bila ada jahitan luka, kaji keutuhan, perdarahan dan tanda-
tanda infeksi (kemerahan, nyeri tekan dan bengkak).
Perineum dikaji tiap satu jam sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
e) Payudara dan tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna,
dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan deteksi
apakah ada nyeri tekan guna persiapan menyusui. Hari
pertama dan kedua pasca melahirkan akan ditemukan
sekresi kolostrum yang banyak. Pengkajian pada tungkai
dimaksudkan untuk menetahui ada tidaknya
tromboflebitis. Payudara dan tungkai dikaji tiap satu jam
sampai dengan 8 jam setelah persalinan, kemudian dikaji
tiap empat jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
f) Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus,
inspeksi dan palpasi adanya distensi abdomen. Ibu post

32
partum dianjurkan untuk berkemih sesegera mungkin
untuk menghindari distensi kandung kemih. Eliminasi
dikaji setiap 9 jam, kaji juga defekasi setiap harinya.
9) Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan
adaptasi ibu, bayi baru lahir dan keluarga. Perawat melihat
status emosianal dan respon ibu terhadap pengalaman
kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir, menyusui bayi baru
lahir, penyesuaian terhadap peran baru, hubungan baru dalam
keluarga, dan peningkatan pemahaman dalam perawatan diri
(Reeder, Martin dan Koniak-Griffin, 2011).

b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidaknyamanan Pasca Partum b.d trauma perineum selama
persalinan dan kelahiran. (D.0075)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
(D.0077)
3) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplai ASI. (D.0029)
4) Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi
berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0111)
5) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
(D.0142)
c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
SLKI SIKI
. Keperawatan
1. Ketidaknyamanan Setelah dilakukan Perawatan Pasca Partum
Pasca Partum b.d Tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital
trauma perineum keperawatann……, 2. Monitor keadaan lokia (mis. warna,

33
selama persalinan diharapkan rasa jumlah)
dan kelahiran. kenyamanan pasca 3. Periksa perineum atau robekan
(D.0075) partum meningkat (kemerahan, edema, ekimosis,
dengan kriteria pengeluaran, penyatuan jahitan)
hasil: 4. Identifikasi kemampuan ibu merawat
1. meringis bayi
menurun 5. Identifikasi adanya masalah adaptasi
2. keluhan tidak psikologis ibu Post Partum
nyaman menurun 6. Dukung ibu untuk melakukan
3. payudara ambulasi dini
bengkak menurun 7. Berikan kenyamanan pada ibu
4. merintih 8. Fasilitasi tali kasih ibu dan bayi
menurun secara optimal
1. 9. Diskusikan kebutuhan aktivitas dan
istirahat selama masa Post Partum
10. Diskusikan tentang perubahan fisik
dan psikologis ibu Post Partum
11. Diskusikan penggunaan alat
kontrasepsi
12. Jelaskan tanda bahaya nifas pada
ibu dan keluarga
13. Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan
bayi secara rutin
14. Ajarkan cara perawatan perineum
yang tepat
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Tindakan 1. Identifikasi nyeri secara
agen pencedera fisik. keperawatan komprehensif termasuk lokasi,
(D.0077) selama…. karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Diharapkan nyeri dan faktor presipitasi. 2. Observasi
berkurang dengan respons nonverbal dari

34
kriteria hasil: ketidaknyamanan.
1. keluhan nyeri 3. Kontrol lingkungan yang dapat
menurun memperberat rasa nyeri seperti suhu
2. gelisah menurun ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
3. meringis 4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
menurun yaitu teknik relaksasi napas dalam.
4. kesulitan tidur 5. Kolaborasi pemberian analgesic
menurun
5. frekuensi nadi
membaik
1.
3. Menyusui tidak Setelah dilakukan Edukasi Menyusui
efektif berhubungan tindakan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
dengan keperawatan menerima informasi.
ketidakadekuatan selama….. 2. Identifikasi tujuan atau keinginan
suplai ASI. (D.0029) diharapkan menyusui.
menyusui tidak 3. Dukung ibu meningkatkan
efektif berkurang kepercayaan diri dalam menyusui.
dengan kriteria 4. Libatkan sistem pendukung : suami,
hasil: keluarga, tenaga kesehatan, dan
1. perlekatan bayi masyarakat.
pada payudara ibu 5. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu.
meningkat 6. Ajarkan posisi menyusui dan
2. kemampuan ibu perlekatan dengan benar
memposisikan bayi Konseling Nutrisi
dengan benar 1. Identifikasi kebiasaan makanan dan
meningkat perilaku makan yang akan diubah.
3. suplai ASI 2. Gunakan standar nutrisi sesuai
adekuat program diet dalam mengevaluasi
4. berat badan bayi kecukupan asupan makanan.
meningkat

35
5. kecemasan 3. Kolaborasi pada ahli gizi, jika perlu
maternal menurun
4. Defisit pengetahuan setelah dilakukan Edukasi Menyusui
(kebutuhan belajar) Tindakan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
tentang laktasi keperawatan menerima informasi.
berhubungan dengan selama …… 2. Identifikasi tujuan atau keinginan
kurang terpapar diharapkan menyusui.
informasi (D.0111) pengetuhan klien 3. Dukung ibu meningkatkan
meningkat dengan kepercayaan diri dalam menyusui.
kriteria hasil: 4. Libatkan sistem pendukung : suami,
1.kemampuan keluarga, tenaga kesehatan, dan
menjelaskan masyarakat.
pengetahuan 5. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu.
tentang suatu topik 6. Ajarkan posisi menyusui dan
meningkat perlekatan dengan benar
2. perilaku sesuai
dengan
pengetahuan
3. persepsi keliru
terhadap masalah
menurun
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan Tindakan 1.Monitor tanda dan gejala infeksi local
efek prosedur keperawatan dan sistemik
invasive (D.0142) selama ….. 2. berikan perawatan kulit pada area
diharapkan risiko edema
infeksi menurun 3. cuci tangan sebelum dan sesudah
dengan kriteria kontak dengan lingkungan pasien
hasil: 4. pertahankan Teknik aseptic pada
1.demam menurun pasien yang berisiko tinggi
2. kemerahan

36
menurun 5. jelaskan tanda dan gejala infeksi
3. nyeri menurun 6. ajarkan cara mencuci tangan dengan
4. bengkak benar
menurun 7. ajarkan cara memerika kondisi luka
atau luka operasi
8. anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi

6. Home Visit
Kunjungan pada masa nifas dilakukan minimal 4x. Tujuan
melakukan kunjungan rumah yaitu untuk menilai keadaan ibu dan
bayi baru lahir serta mencegah, mendeteksi, dan menangani
komplikasi pada masa nifas.
a. Manfaat melakukan kunjungan rumah yaitu:
1) Perawat dapat melihat dan berinteraksi dengan keluarga
dalam lingkungan yang alami dan aman.
2) Perawat mampu mengkaji kecukupan sumber daya yang ada
keamanan dan lingkungan di rumah.
b. Kekurangan dalam melakukan kunjungan rumah yaitu :
1) Memerlukan biaya yang banyak.
2) Jumlah perawat terbatas.
3) Kekhawatiran tentang keamanan untuk mendatangi pasien di
daerah tertentu.
c. Jadwal kunjungan rumah pada masa nifas sesuai dengan
program pemerintah meliputi:
1) Kunjungan I (6-8 jam post partum), bertujuan untuk :
a) Mencegah perdarahan masa nifas akibat atonia uteri
(keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi palsenta setelah bayi
lahir).

37
b) Mendeteksi dan melakukan perawatan penyebab lain
perdarahan serta melakukan rujukan apabila perdarahan
berlanjut.
c) Pemberian ASI awal.
d) Konseling ibu dan keluarga tentang cara mencegah
perdarahan karena atonia uteri.
e) Mengajarkan cara mempererat hubungan ibu dan bayi
baru lahir.
f) Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.
2) Kunjungan II (6 hari post partum), bertujuan untuk :
a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus
berkontraksi baik, tunggi fundus uteri di bawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan
perdarahan.
c) Memastikan ibu cukup istirahat, makanan, dan cairan.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta
tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
e) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru
lahir.
3) Kunjungan III (2 minggu post partum)
Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan
yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.
4) Kunjungan IV (6 minggu post partum), bertujuan untuk :
a) Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama
masa nifas.
b) Memberikan konseling KB secara dini.

B. Praktek
1. Teknik Menyusu

38
Posisi ibu dan bayi ketika menyusu yang perlu diperhatikan adalah:
✓ Kepala ibu dan bayi dalam satu garis lurus
✓ Seluruh badan bayi ditopang
✓ Posisi dada/perut bayi menempel pada perut ibu dan muka bayi
mendekat ke payudara. Seluruh badan bayi menghadap ke badan
ibu membentuk garis lurus
✓ Terjadi kontak mata antara ibu dan bayi
✓ Pegang belakang bahu bayi dan kepala terletak di lengan bukan
di siku

b) Posisi menyusui yang benar :


1. Posisi menggendong/ Cradle
Bayi berbaring menghadap ibu, leher, dan punggung atas bayi
diletakkan pada lengan bawah di sisi payudara
2. Posisi mendekap silang/ Cross cradle
Sangga tubuh bayi dengan satu lengan sedangkan lengan yang lain
digunakan untuk menyokong kepala
3. Posisi back lying
Sangga tubuh bayi dengan satu lengan sedangkan lengan yang lain
digunakan untuk menyokong kepala

39
4. Posisi football/mengepit
Bayi berbaring atau punggung melingkar antara lengan dan samping
dada ibu

c) Perlekatan menyusui yang benar :


Perlekatan menyusui yang benar dapat mensukseskan pemberian
ASI karena bayi dapat menghisap secara efektif. Tanda perlekatan bayi
dan ibu yang baik yaitu :
1. Dagu menempel pada payudara
2. Mulut terbuka lebar
3. Sebagian besar atau seluruh aerola masuk ke mulut bayi, bukan hanya
puting saja
4. Hidung menghadap ke atas, tidak tertutup oleh payudara
5. Tidak menimbulkan suara Jika perlekatan tidak benar maka akan
timbul nyeri dan lecet pada puting. Payudara akan bengkak karena ASI
tidak keluar secara efektif, bayi merasa tidak puas menyusu, dan dapat
berakibat berat badan bayi yang tidak naik

40
d) Cara Memerah ASI Yang Benar
Memerah ASI diperlukan untuk merangsang pengeluaran ASI pada
keadaan payudara sangat bengkak, puting lecet, bayi yang tidak bisa
menyusu, dan menjaga produktivitas ASI.

e) Cara memerah ASI dengan tangan :


1. Cuci tangan terlebih dahulu
2. Duduk dengan posisi nyaman
3. Anda dapat menggunakan gambar bayi Anda, rekaman suara anak
Anda, selimut dengan bau bayi Anda, atau teknik relaksasi lainnya
seperti musik untuk membantu merangsang let down relex
4. Payudara dipijat lembut dari dasar payudara ke arah putting
5. Letakkan ibu jari di bagian atas aerola dan jari telunjuk serta jari tengah
di bawah aerola.

41
f) Memerah dengan menggunakan pompa ASI :
1. Memerah ASI dapat menggunakan pompa manual atau pompa elektrik
2. Pilihlah pompa yang nyaman digunakan
3. Pompa manual tipe terompet tidak disarankan karena padam bagian
bola karet tidak dapat disterilkan
4. Sebelum dan sesudah memompa tetap memperhatikan kebersihan,
seperti mencuci tangan, mensterilkan alat sebelum digunakan
5. Tekan dan pencet payudara diantara jari-jari, sambil dorong ke puting
mengikuti gerakan menghisap bayi
6. Ulang gerakan tersebut sampai payudara terasa lembek dan kosong
g) Cara Menyimpan ASI Perah

Ibu bekerja tentunya harus mempunyai persediaan ASI Perah untuk bayi
ketika ditinggal bekerja. Berikut adalah tabel yang menjelaskan
penyimpanan ASI perah.

42
h) Cara Menghangatkan ASI Perah
 ASI perah tidak boleh direbus karena akan menghilangkan zat gizi
yang terkandung didalam ASI perah.
 ASI perah tidak boleh dihangatkan di microwave karena selain
dapat merusak zat gizi, suhu yang tinggi dapat membuat mulut
bayi merasa terbakar

i) Langkah-langkah menghangatkan ASI perah :


1. ASI perah beku dikeluarkan terlebih dahulu ari freezer, kemudian
diletakkan dalam kulkas ±24 jam

43
2. Ibu juga bisa mengaliri ASI perah beku dengan air dingin, bertahap
sampai beberapa bagian dan seluruhnya mencair
3. ASI perah beku yang sudah mencair kemudian dapat direndam dalam
air hangat
4. ASI perah yang tidak beku dapat dihangatkan dengan cara
mengalirkan air dingin bertahap menjadi air hangat di bagian luar
wadah ASI perah. Atau meletakkan wadah ASI perah ke dalam
baskom air hangat.

Perlu diingat ASI perah beku yang sudah cair sempurna bisa bertahan
24 jam dalam kulkas atau hingga 4 jam dalam suhu ruang. Selebihnya
sebaiknya tidak digunakan lagi. ASI perah beku yang sudah dihangatkan
tidak boleh dibekukan kembali. Sisa ASI perah yang sudah dihangatkan
dan tidak dihabiskan bayi dapat dimasukkan ke dalam kulkas selama 1-2
jam dan bila tidak dikonsumsi bayi segera buang.

i) Masalah Dalam Menyusui dan Cara Mengatasinya


1. Puting susu lecet dan nyeri
Cara mengatasinya :
a) Posisikan pelekatan awal dengan benar
b) Lakukan berbaga variasi posisi menyusui sehingga menemukan
posisi yang nyaman dan mengurangi nyeri
c) Ibu dapat mengoleskan ASI akhir (hindmilk) untuk
mempercepat penyembuhan
2. Mastitis atau saluran ASI tersumbat
Cara mengatasinya :
a) Menyusui/ perah ASI dengan sering
b) Pijat lembut ke arah putting
c) Kompres dengan air hangat dan dingin secara bergantian

44
d) Susukan semua ASI hingga payudara terasa kosong, bila bayi
sudah tidak mau menyusu, pompa ASI agar keluar kemudian
ASI dapat disimpan.
3. Puting susu flet
Keadaan fisiologis seperti ini biasanya keadaan bawaan dari lahir.
Cara mengatasinya adalah dengan melakukan tarikan pada puting
secara terus menerus dengan memutar kekiri dan kekanan kemudian
tarik keluar pada saat masih menjalani masa kehamilan
4. Bingung putting
Pencegahan bingung puting :
j) Hindari memberikan empeng pada bayi lahir
k) Hindari memberikan ASI perah dengan menggunakan dot.
Gunakan media pemberian lain seperti sendok, pipet, spuit, dan cup
feeder.
l) Jangan paksa bayi untu menyusu karena bayi dapat mengalami
trauma menyusu pada payudara ibu

2. Manajemen Laktasi
Manajemen laktasi merupakan upaya yang dilakukan untuk
mencapai keberhasilan dalam menyusui. Secara alami, manajemen
laktasi sudah dimulai sejak awal kehamilan. Hal ini ditandai
dengan payudara yang mulai membesar, areola yang terlihat lebih
gelap, serta puting yang menjadi tegak.
a) Anatomi Payudara

45
1. Areola adalah area berwarna gelap yang mengelilingi puting
susu ibu.
2. Alveoli adalah pabrik ASI, tempat sel-sel laktosit menarik zat
gizi yang diperlukan dari darah
3. Duktus laktoferus : merupakan saluran kecil yang berfungsi
menyalurkan ASI dari alveoli ke sinus laktoferus (dari pabrik
ASI ke gudang ASI)
4. Sinus laktoferus merupakan saluran ASI yang melebar dan
membentuk kantung di sekitar aerola yang berfungsi untuk
menyimpan ASI
5. Jaringan lemak di sekitar alveoli dan duktus laktoferus
menentukan besar kecilnya ukuran payudara. Payudara kecil
maupun besar mempunyai alveoli dan sinus latoferus yang
sama, sehingga menghasilkan ASI yang sama banyak.
b) Pengertian ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang mengandung
protein, laktosa, dan garam-garam organik yang diproduksi dari
kelenjar payudara ibu setelah melahirkan dan berguna sebagai
sumber nutrisi bayi. ASI wajib diberikan kepada bayi karena
ASI mengandung nutrisi sempurna yang dibutuhkan bayi dan

46
tidak didapatkan dari sumber makanan lain. ASI Ekslusif
diberikan selama 6 bulan pertama sejak bayi dilahirkan, tanpa
diberi tambahan makanan atau minuman apapun. Saat
memasuki usia 6 bulan, bayi baru diperkenalkan pada makanan
pendamping ASI (MPASI) sedangkan pemberian ASI tetap
diteruskan hingga bayi berusia 2 tahun.
c) Manfaat ASI
Bagi Ibu :
1. Menurunkan berat badan.
2. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
3. Mencegah terjadinya kanker ovarium dan kanker payudara
4. Meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi.
5. Menjadi metode kontrasepsi bila ibu menyusui eksklusif
selama 6 bulan dan belum mendapatkan menstruasi yang
pertama setelah nifas .
6. Dapat menghemat biaya dibandingkan asupan cair lainnya.
Bagi Bayi :
1. Komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan bayi
2. Mengandung zat protektif sehingga meningkatkan imunitas
3. Mudah dicerna dan diserap oleh tubuh bayi
4. Dapat mendukung tumbuh kembang bayi optimal
5. Mencegah terjadinya penyakit infeksi dan penyakit kronik
6. Melindungi terhadap alergi
d) ASI dan Hormon Prolaktin
Hisapan bayi pada saat menyusu pada ibu akan merangsang
saraf disekitar payudara dan akan merangsang kelenjar hipofisis
bagian depan untuk menghasilkan hormo prolaktin. Semakin
banyak ASI yang dikeluarkan dari sinus laktoferus (gudang
ASI), maka semakin banyak produksi ASI. Dapat dikatakan
bahwa, semakin sering bayi menyusu maka semakin banyak ASI
yang diperoduksi. Hormon prolaktin banyak dihasilkan pada

47
malam hari, sehingga menyusui pada malam hari dapat
membantu mempertahankan produksi ASI.
e) ASI dan Hormon Oksitoksin
Hormon oksitosin sering disebut sebagai hormon bahagia.
Oleh karena itu untuk supaya tubuh dapat menghasilkan hormon
oksitosin yang banyak, ibu harus merasakan bahagia. Keadaan
yang dapat meningkatkan hormon oksitosin adalah :
1. Celoteh bayi
2. Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.
3. Dukungan suami dan lingkungan sekitar dalam pengasuhan
bayi
4. Pijat oksitosin, dapat dilakukan oleh suami maupun tenaga
kesehatan
f) Lama dan Frekuensi Menyusui
Rata-rata bayi menyusu selama 5-15 menit, namun
terkadang lebih. Bayi akan melepas payudara jika sudah merasa
kenyang. Sebaiknya bayi menyusu pada satu payudara sampai
selesai baru kemudian jika masih menginginkan dapat diberikan
pada payudara yang satunya. Hal ini dapat memberikan
stimulasi yang sama kepada payudara untuk menghasilkan ASI.
Frekuensi menyusu minimal 8 kali dalam waktu 24 jam. Susui
bayi sesering dan selama bayi menginginkannya. Jika bayi
tertidur dan belum menyusu selama kurang lebih 2-3 jam,
sebaiknya ibu membangunkan bayi untuk menyusui.
g) Pentingnya Dukungan Pada Ibu Menyusui
1. Dukungan suami dapat berupa pembagian tugas dalam
rumah tangga, sehingga dapat mengurangi beban ibu Hal ini
dapat membantu memperlancar produksi ASI
2. Dukungan Sesama Ibu yang telah berpengalaman menyusui
dan merawat anak dapat berupa saling memberikan
informasi dan edukasi tentang ASI dan menyusui, dukungan

48
emosional, penguatan, dan membantu ibu dalam
menghadapi masalah dan tantangan menyusui
3. Dukungan Pemerintah dalam pemberian ASI dan menyusui
melalui berbagai kebijakan antara lain Peraturan Pemerintah
No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
h) Keyakinan Diri Ibu Dalam Memberikan ASI Ekslusif
Diperlukan keyakinan diri ibu yang tinggi untuk dapat
berhasil dalam memberikan ASI eksklusif. Didukung dengan
pengetahuan yang baik dan mendapat dukungan dari keluarga
dan berbagai pihak.

3. Pijat Oksitoksin
Pijat oksitosin adalah pijat yang dilakukan di sepanjang kedua
sisi tulang belakang untuk merangsang hormon oksitosin sehingga
dapat merangsang pengeluaran ASI. Pijatan oksitosin pada bagian
punggung yang dapat dilakukan di rumah bersama pasangan,
orangtua, atau dari saudara terdekat. Jika produksi hormon
oksitosin ini lancar, anda dapat merasakan suasana diri lebih
bahagia, rileks, bahkan dapat mengurangi rasa nyeri di tubuh.
Selain itu juga dapat membantu mengurangi stres, cemas, dan
menurunkan tekanan darah.

Untuk Ibu :
1. Duduklah dengan nyaman sambil bersandar ke depan, bisa
dengan cara melipat tangan di atas meja
2. Letakkan kepala ibu diatas lengan
3. Lepas bra dan baju bagian atas. Biarkan payudara tergantung
lepas
Untuk Pemijat :
1. Gunakan minyak aromaterapi/baby oil di seluruh permukaan
tangan

49
2. Kepalkan kedua tangan dengan ibu jari menunjuk ke depan,
mulai dari bagian tulang yang menonjol di tengkuk
3. Dengan menggunakan kedua ibu jari, mulailah memijat
membentuk gerakan melingkar kecil menuju tulang belikat atau
daerah dibagian batas bawah bra ibu
4. Setelah selesai memijat, kompres pundak ibu dengan handuk
hangat

4. Perawatan Payudara
Perawatan payudara sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bagi bayi, kadang-kadang tidak semua lancar
dalam pengeluaran ASI nya, pengeluaran ASI yang tidak lancar
bisa dilakukan dengan cara perawatan payudara.
Perawatan payudara untuk ibu menyusui di dalam perihal ini
tidak hanya sebatas melakukan pijat payudara. Malahan, perawatan
payudara untuk ibu menyusui ini mencakup apa yang perlu di
kerjakan untuk menyusui bayi dengan intensif. Nah, berikut ini
beberapa cara perawatan payudara saat menyusui, antara lain:
a. Pastikan kebersihan payudara terutama bagian putting
Ibu menyusui tentu kerap kali menyentuh payudara, baik
ketika akan menyusui langsung atau ketika hendak memeras
ASI. Setiap akan menyentuh payudara, bersihkanlah tangan
memakai sabun sebagai perawatan payudara untuk ibu
menyusui. Ketika mandi, usahakan untuk membilas payudara
sehingga tidak ada sumbatan pada puting susunya.Untuk
melakukan perawatan payudara untuk ibu menyusui,
membersihkan payudara dan puting susu berguna untuk
mencegah terjadinya infeksi bakteri pada payudara.
Kamu dapat mengikuti cara membersihkan payudara yang
benar dengan membersihkan payudara memakai air hangat
ketika mandi. Tetapi, bila kulit kamu terlalu sensitif, janganlah

50
memakai sabun pada payudara. Karena, hal ini dapat
mengakibatkan kulit payudara kering, iritasi, bahkan pecah-
pecah. Bila kamu sedang mengalami infeksi pada payudara,
menurut penelitian yang terbit di Jurnal Geburtshilfe und
Frauenheilkunde menjelaskan, bahwa langkah menjaga puting
payudara saat puting infeksi dengan menggunakan larutan
saline, atau dengan sabun dengan pH netral, atau pun memakai
antiseptik.
b. Menggunakan bra yang pas
Cara merawat payudara saat menyusui bisa juga di kerjakan
dengan pemilihan bra yang pas. Tidak hanya mengetahui
ukuran bra yang pas saja, ibu menyusui perlu
memperhitungkan menggunakan bra khusus untuk ibu
menyusui. Memang tidak harus memakai bra menyusui,
namun, ibu menyusui bisa juga menggunakan bra biasa. Yang
perlu di ingat, sebaiknya pakailah bra yang tidak begitu ketat.
Pilihlah bra yang berbahan katun sehingga kulit payudara bisa
bernapas. Jika terasa tidak nyaman menggunakan bra berkawat,
maka gunakanlah bra tanpa kawat yang bisa menopang
payudara secara baik.
c. Pelekatan pada bayi yang tepat
Soal pelekatan mulut bayi ke areola payudara bukanlah hal
yang simpel. Untuk ibu yang menyusui langsung bayi mereka,
terus mendalami bagaimana pelekatan yang benar. Di awal bayi
lahir, lumrah bila baik ibu atau bayi masih sama-sama mencari
teknik menyusui yang pas, yakni dengan mencari posisi
menyusui yang pas. Tetapi, bila posisi pelekatan telah pas,
biasanya di tandai dengan tidak ada rasa ngilu saat bayi
mengisap. Dan bisa membuat proses menyusui jadi lancar.
Bahkan juga, hal ini dapat menghindari terjadinya problem

51
seperti puting nyeri, bengkak, aliran susu tersumbat, sampai
mastitis.

d. Melepas isapan bayi dengan tepat


Tidak hanya masalah perlekatan yang perlu kita
perhatikan, perawatan payudara bagi ibu menyusui mencakup
tahu cara melepaskan isapan bayi saat mereka telah berhenti
menyedot ASI. Perlu di perhatikan, jangan menarik bibir bayi
karenahal ini dapat mengakibatkan puting ketarik. Tekniknya,
tempatkan jemari bersih pada bagian ujung mulut bayi untuk
membuka perlekatan di antara mulutnya dan payudara ibu.
e. Cara perawatan payudara bagi ibu menyusui dengan
menggntilah breast pad secara teratur
Ada ibu menyusui yang memerlukan breast pad untuk
menahan bocornya ASI menempel ke baju. Apabila kamu
tergolong yang memakai breast pad ini, maka lakukan cara
merawat payudara saat menyusui dengan mengganti breast pad
secara teratur. Jangan menunggu breast pad sangat basah.
Breast pad yang bersih dapat menghindari permasalahan pada
puting payudara seperti ngilu pada payudara lebam sampai
mastitis.

C. Prinsip-prinsip Etika Keperawatan


1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang
dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri,
memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek
terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak
memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak

52
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai
hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

2. Berbuat baik (Beneficience)


Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien
sangat mengerti. Prinsip veracityberhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar
menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi
pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun
demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan

53
untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien
untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors
knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak
untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada
teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dihindari.

Contoh Kasus:

1. ibu post partum mengalami perdarahan setelah melahirkan.


Berdasarkan program terapi perawat harus memberikan terapi
transfusi darah kepada pasien. Namun, pasien dan keluarga pasien
memiliki kepercayaan bahwa melakukan transfusi darah bertentangan
dengan keyakinannya.

54
Penyelesaian:
Maka dalam hal ini perawat mengambil tindakan tidak melakukan
transfuse darah pada pasien dengan memberikan informed consent
menolak dilakukannya transfusi. Dalam hal ini perawat berusaha
melakukan hal terbaik dan menghargai keputusan klien dengan tidak
melakukan transfuse sesuai dengan prinsip etik keperawatan
beneficence (berbuat baik).
2. ibu post partum menanyakan kondisi anak yang baru sajaa
dilahirkannya padahal anaknya tersebut meninggal dan keluarga
meminta untuk merahasiakan dahulu kematian anaknya sampai
kondisi ibu stabil.
Penyelesaian:
Berdasarkan kasus diatas, pasien memiliki hak untuk mendapatkan
informasi mengenai dirinya. Sebagai seorang perawat professional
maka dalam hal ini perawat mengambil tindakan berkata jujur kepada
pasien mengenai informasi tekait dirinya. Hal ini sesuai dengan
prinsip etik keperawatan yaitu veracity (kejujuran).

55
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil. Periode ini
kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan.
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik.
2. Psikologi post bartum terdiri dari 3 fase, yaitu fase taking in (fase
mengambil)/ ketergantungan, fase taking hold/ ketergantungan mandiri
dan fase letting go / kemandirian.
3. Bounding attachment adalah sentuhan awal atau kontak kulit antara ibu
dan bayi pada menit-menit pertama sampai beberapa jam setelah
kelahiran bayi. Konsep ikatan perlahan berkembang mulai dari awal
kehamilan dan berlanjut selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan
mungkin seumur hidup setelah melahirkan.
4. Prinsip-prinsip etika dalam keperawatan terdiri dari 7, yaitu
otonomi (autonomy), berbuat baik (beneficience), keadilan (justice),
tidak merugikan (nonmaleficience), kejujuran (veracity), menepati janji
(fidelity), dan kerahasiaan (confidentiality)

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi dapat memberikan tambahan referensi tentang
keperawatan maternitas dengan pokok bahasan post partum.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan pokok bahasan post partum ini dapat diterapkan secara
efektif dan efisien sehingga mendapatkan hasil maksimal.

56
3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa memahami pokok bahasan post partum ini
sehingga dapat menerapkannya pada praktik klinik keperawatan di
kemudian hari.

57
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S.M.,Sofoewan,S.,Supardi,S.(2003). Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di Kota Palu. Jurnal Sains
Kesehatan, 16 (3).

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


(2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta

Bobak,I.,Lowdermilk, D.L., Jensen, M.D., & Perry, S.E., (2005). Buku ajar
keperawatan maternitas (4 ed). (R.Komalasari, Penyunt., M.A. Wijayarini,
& P.I. Anugerah, Penerj). Jakarta, Indonesia: EGC

Bulechek, G M. Dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi


keenam. United Kingdom : Elseiver

Craven, R.F. (2000). Fundamentals of Nursing: Human Health and Function. (3 rd

Ed). Philadelphia: JB. Lippincott Company.

Dennis,C.-L., Grigoriadis, S., Robinson, G.E., Romans, S., & Ross, L. (2007).
Traditional postpartum practices and rituals: a qualitative systematic
review. Women's Health, 3 (4), 487-502.

Dinkes DKI Jakarta. (2007). Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007.
Jakarta.

Fort, A.L., Kothari, M.T., and Abderrahim, N. (2006). Postpartum care: levels
and determinants in developing countries. Calverton, Maryland USA:
Macro International USA.

Gaston, A., & Gammage, K.L. (2011). The effectiveness of a health-based


message on pregnant women's intentions to exercise postpartum. Journal
of Reproductive and Infant Psychology, 29 (2), 162-169.

Gjerdingen, D.K., and Center, B.A. (2003). First time parents’ prenatal to
postpartum changes in heatlh, and the relation of postpartum health to
work and partner characteristic. The Journal of the American Board of
Family Practice,16 (4) 304-311.

58
Gjerdingen, D., Crow, S., McGovern, P., Miner, M., & Center, B. (2011).
Changes in depressive symptoms over 0-9 months postpartum. Journal of
women's health, 20 (3), 381-386

Haksari, E.L., dan Surjono, A. (2001). Risiko kematian perinatal pada primipara
di lima Rumah Sakit Daerah Tingkat II di Yogyakarta. Berkala Ilmu
Kedokteran, 33 (4)

Herdman, T. H. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : Definisi


& Klasifikasi 2015 – 2017. Jakarta : EGC

Kanotra, S., D'Angelo, D., M.Phares, T., Morrow, B., D.Barfield, W., & Lansky,
A. (2007). Challenges faced by new mothers in the early postpartum
period: an analysis of comment data from the 2000 pregnancy risk
assessment monitoring system (PRAMS) survey. Maternal Child Health
Journal, 11, 549-558.

Kishi, R., McElmurry, B.J., Vonderheid, S., Altfeld, S., McFarlin, B., & Tashiro,
J. (2011). Japanese Women's Experiences From Pregnancy Through Early
Postpartum Period. Health Care for Women International, 32, 57-71.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika


Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi
kelima. United Kingdom : Elseiver

Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi kelima.


United Kingdom : Elseiver

Novita, R. VT. 2011. Keperawatan Maternitas. Bogor : Ghalia Indonesia

Nurarif, A. H. & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC – NOC Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta : Mediaction

Nurbaeti, Irma Dkk. 2013. Asuhan Keperawatan pada Ibu Postpartum dan Bayi
Baru Lahir. Jakarta : Mitra Wacana Media

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik (4ed., Vol.2). (M. Ester, D. Yulianti, I. Parulian,
Penyunt., R.Komalasari, D. Evriyani, E. Novieastari, A. Hany, & S.
Kurnianingsih, Penerj.)Jakarta: EGC.

Rouhi.,M, Alicadeh C, Usefi, and Rouhi. (2011). Postpartum Morbidity and Help-
seeking Behaviours in Iran. British Journal of Midwifery,19 (3), 1.

59
Sharon, J. R. Dkk. 2011. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi, &
Keluarga Volume 2. Jakarta : EGC

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Wiludjeng, R.L.K. (2005). Gambaran penyebab kematian maternal di rumah


sakit (Studi di RSUD Pesisir Selatan, RSUD Padang Pariaman, RSUD
Sikka, RSUD Larantuka dan RSUD Serang, 2005). Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Departemen Kesehatan
RI, Surabaya, Indonesia.

Wong, D.L., Perry, S.E., & Hockenberry, M.J. (2002). Maternal Child Nursing
Care. (2nd Ed). St Louis: Mosby Elsevier

60

Anda mungkin juga menyukai