Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

“ NIFAS PATOLOGIS KASUS HPP”

Dosen: Mei Lestari I.W, S.Kep.Ns., M.Kes

Disusun Oleh:

Nur Fajrina Fitriani (18022)

Desy Umami (18004)

Misriyah (18013)

Faisal Affandi (18007)

Syainol Akbar (18031)

Naufa Nadila (18016)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAZHATUT THULLAB


SAMPANG

PRODI DIII KEPERAWATAN

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha  Esa,
karena atas  berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan Tema “Nifas Patologis kasus HPP” yang merupakan salah
satu tugas dari mata kuliah “Keperawatan Maternitas”.
Sebagai makluk ciptaan Tuhan, kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar dalam
penyusunan makalah berikutnya akan lebih baik.
Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa keperawatan  pada khususnya.

Sampang, 03 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
Teori Medis Masa Nifas.......................................................................................4
A. Definisi Nifas................................................................................................4
B. Perubahan Fisiologis Masa Nifas..................................................................4
C. Sistem Psikologis Masa Nifas.......................................................................6
D. Kebutuhan Dasar Nifas.................................................................................7
E. Pemeriksaan Post Natal.................................................................................8
Konsep Dasar Pendarahan Post Partum...............................................................9
A. Definisi..........................................................................................................9
B. Pendarahan Post Partum................................................................................9
C. Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca persalinan.................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................................19
B. Saran............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan
selaput janin (menandakan akhir periode intra partum) hingga kembalinya
traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. (Varney, 2007).

Ingat bahwa perubahan ini adalah pada kondisi tidak hamil, bahkan
kondisi prahamil, seperti yang sering dikatakan. Kondisi dengan prahamil
hilang selamanya, paling mencolok setelah pertama kali hamil dan
melahirkan tetapi juga pada setiap kehamilan selanjutnya. Periode ini
disebut juga puerperium, dan wanita yang mengalami puerperium disebut
puerperal. Periode pemulihan pascapartum berlangsung sekitar 6 minggu.
(Varney, 2007).

Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional


yang perlu dan mendapatkan prioritas utama, karena sangat menentukan
kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang (Depkes, 2003).

Angka kematian ibu di suatu negara merupakan tolak ukur yang


sangat penting dalam menilai suatu keberhasilan pelayanan kesehatan. Bila
AKI masih tinggi mencerminkan masih rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan. AKI di Indonesia mengalami penurunan dari 307/100.000
(SDKI/2002-2003) kelahiran hidup menjadi 262/100.000 kelahiran hidup
(BPS,2005).

Sedangkan AKI di Jatim menurut (SUSENAS 2000), 168/100.000


kelahiran hidup. Adapun dari AKB di Jatim tahun 2004 sebesar 39/10.000
kelahiran hidup menurun pada tahun 2005 menjadi 34/10.000 kelahiran
hidup sedangkan target di Indonesia Sehat 2010 yang harus dicapai pada
tahun adalah 125/100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2003).

1
Penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah pada saat
kehamilan, melahirkan dan pasca persalinan merupakan penyebab utama
(23%) kelemahan wanita usia subur (15-49 tahun) sedangkan pada wanita
yang berumur 20-24 tahun, komplikasi obstetri yang tersering (90%)
adalah pendarahan , eklamsi , infeksi. (Depkes, 2003).

Karena itu perlu langkah untuk pencapaian penurunan AKI yang


meliputi 4 kali kunjungan masa nifas untuk menilai status ibu dan bayi
baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang
terjadi.

Dari data yang diambil di BPS Ny. Mukhliatin Amd. Keb. Mrican-
Kediri dari bulan September-November 2007 jumlah ibu melahirkan
normal sebanyak 25 orang. Sedangkan yang luka jahitan 7
orang,melahirkan normal tanpa jahitan 16 orang dan 2 diantara 25 orang
terdapat HPP primer.

Untuk itu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri


dan neonatal, khususnya bidan harus mampu dan terampil memberikan
pelayanan sesuai dengan standart. Hal ini penting karena bidan harus
memberikan asuhan kebidanan yang meliputi konsep dasar tentang
pengkajian, analisa data, diagnosa atau masalah, diagnosa potensial,
tindakan segera, rencana tindakan, pelaksanaan secara komprehensif yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu
dan berkesinambungan yang menggunakan pendekatan suatu kesatuan
yang utuh khususnya secara fisik dan psikologis untuk memberikan
asuhan kebidanan yang memerlukan kesabaran, dan kepekaan yang
didukung oleh pengetahuan, ketrampilan, sikap yang professional pada
pelaksanaan asuhan kepearawatan.

Pada ibu dan keluarga perlu dilibatkan dengan harapan dapat


menimbulkan persepsi yang sama antara tenaga kesehatan (bidan) dengan
teciptanya kerjasama yang baik dalam proses penyembuhan dan mengatasi
permasalahan pada ibu post partum dengan HPP primer.

2
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asuhan keperawatan
pada ibu post partum dengan HPP Primer diperlukan untuk mendeteksi
resiko terjadinya komplikasi pada ibu nifas dan untuk melaksanakan askeb
yang benar, karena itu penulis berminat untuk mengambil study kasus
dengan judul : Asuhan Kebidanan Ibu Post Partum dengan HPP Primer.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi masa nifas?
2. Apa saja perubahan fisiologis pada masa nifas?
3. Bagaimana sistem psikologis masa nifas?
4. Apa saja kebutuhan dasar masa nifas?
5. Apa itu pemeriksaan post natal?
6. Bagaimana konsep dasar pendarahan post partum?

C. Tujuan
Tujuan umum :

Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif


pada ibu pos partum dengan HPP primer

Tujuan khusus :

Tujuan khusus dalam pelaksanaan asuhan kebidanan dengan HPP


primer adalah :

1. Melaksanakan pengkajian terhadap keadaan


2. Mengidentifikasi masalah dengan melakukan diagnose
3. Mengantisipasi masalah potensial yang terjadi
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera yang diperlukan
5. Merumuskan rencana Asuhan komprehensif
6. Melaksanakan Asuhan Keperawatan
7. Mengevaluasi Asuhan Keperawatan

3
BAB II

PEMBAHASAN
Teori Medis Masa Nifas.

A. Definisi Nifas
Periode postpartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput
janin (menandakan) akhir periode intra partum)hingga kembalinya traktus
reproduksi wanita padaa kondisi tidak hamil. (varney,2007).
Nifas adalah masa setelah partus selesai berakhirnya setelah
kirakira 6 minggu akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.(Sarwono, 2002).

Menurut Mochtar (1998) periode nifas dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Puepurium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan


berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerpurium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mencapai komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu atau bulan atau tahunan.

B. Perubahan Fisiologis Masa Nifas.


a. Involusi Uterus Adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya
alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga
mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Pada involusi uterus dapat
dilihat pada tabel proses involusi uterus (Manuaba, 1988).

TFU dan berat uterus masa involusi.

Involusi Tinggi Badan Uteri Badan Uterus


Bayi baru lahir Setinggi pusat 100 gram
1 hari lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat symphisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas symphisis 350 gram

4
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

b. Lochea Menurut Mochtar (1998) lochea adalah cairan sekret yang


berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Lochea dibagi
dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Lochea Rubra. Berwarna merah, berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, vernick kaseosa lanugo dan
mekonium, selama 2 hari post partum.
2. Lochea Sanguelenta Berwarna kuning, berisi darah dan lendir pada
hari ke 3-7 post partum.
3. Lochea Serosa. Berwarna kuning, cairan tidak berwarna lagi, pada
hari ke 7-14 post partum.
4. Lochea Alba. Cairan putih setelah 2 minggu.
5. Lochea Purelenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan
berbau bisul.
6. Lochea Statis. Lochea yang tidak lancar keluarnya.
c. Laktasi Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari
kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma
yaitu :
1. Prouferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan jaringan
lemak bertambah
2. Keluaran cairan susu jolong dari ductus laktiferus disebut
colostrum, berwarna kuning-putih susu.
3. Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana
vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4. Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron
hilang, maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau
prolaktin yang akan merangsang air susu.

5
Di samping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel
kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan
banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan. (Mochtar, 1998 : 117).
d. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2- 3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. (Mochtar, 1998 : 116).
e. After Pain
Adalah rasa sakit (meriang atau mules-mules) disebabkan
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan perlu
diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu
mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit atau anti mules.
(Mochtar, 1998 : 116).
f. Bekas Implantasi Uri Placenta bed mengecil karena kontraksi dan
menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu
menjadi 3,5 cm, pada minggu keenam 2,4 cm, dan akhirnya pulih.
(Mochtar, 1998 : 116).
g. Ligamen-Ligamen Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang
meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-
angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus
jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum
rotundum menjadi kendor. Setelah melahirkan, kebiasaan wanita
Indonesia melakukan “berkusuk” atau “ berurut”, dimana sewaktu
dikusuk/ urut, banyak wanita akan mengeluh “kandungannya turun”
atau “terbalik”. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan
latihanlatihan dan gimnastik pasca persalinan.

C. Sistem Psikologis Masa Nifas.


Diuraikan oleh Rubin terjadi dalam tiga tahap, meliputi :
Fase Taking In Pada tahap ini terjadi pada hari 1 dan 2 setelah
melahirkan. Rubin menjelaskan, hari tersebut merupakan fase “Taking In”

6
(menerima) yang merupakan peranan baru dan berkurangnya kemampuan
ibu untuk berkonsentrasi pada suatu informasi.

D. Kebutuhan Dasar Nifas.


1. Mobilisasi Dini.
Setelah telah sehabis bersalin, ibu harus istirahat selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan atau ke kiri
untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-
2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5
sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi,
bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-
luka. (Mochtar, 1998 : 116-117). Keuntungan dari early mobilization
(Manuaba, 1998 : 193)
a. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
b. Mempercepat involusi alat kandungan
c. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
2. Istirahat Setelah melahirkan
Penderita diusahakan agar dapat istirahat untuk memulihkan
kembali kesehatannya setelah mengeluarkan tenaga dan kesakitan
waktu melahirkan. Posisi tidur ibu waktu istirahat harus tidur telentang
hanya dengan satu bantal dan tidak boleh banyak bergerak agar
pembuluh darah yang pecah karena bekas melekatnya plasenta tetap
tertutup zat pembekuan darah sendiri.(manuaba,1998).
3. Diet
Masalah diet perlu mendapat perhatian pada kala nifas untuk dapat
meningkatkan kesehatan dan memberikan ASI. Penjabaran empat
sehat lima sempurna perlu diperhatikan dan dapat diterjemahkan untuk
masyarakat. Diantara penjabaran tersebut dapat dinasehatkan makanan
yang sehat, yaitu terdapat nasi, lauk, sayur secukupnya dan ditambah
satu telur setiap hari. Bila masih ada kemungkinan jangan lupa buah-

7
buahan. Tambahan “susu” pada masyarakat pedesaan belum terbiasa.
(Manuaba, 1998 : 193).
4. Miksi dan Buang Air Besar
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya,
kadangkadang wanita mengalami sulit kencing, karena sphingter uretra
ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi sphingcter ani selama
persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang
terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan wanita sulit
kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi. (Mochtar, 1998 : 117).
5. Perawatan Payudara Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita
hamil supaya putting susu lemas, tidak keras, dan kering sebagai
persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus
dihentikan dengan cara :
a. Pembalutan mammae sampai tertekan.
b. Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet lunoral
dan perlodel. Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya
karena angat baik untuk kesehatan bayinya. (Mochtar, 1998 : 117).
Pemberian ASI jangan pilih kasih, karena keenakan memberikan
ASI pada satu sisi. Kedua payudara harus dikosongkan saat
memberikan ASI, sehingga kelancaran pembentukan ASI berjalan
dengan baik. Stagnasi ASI dapat menimbulkan bahaya infeksi
sampai abses, yang memerlukan tindakan tertentu. Putting susu
perlu diperhatikan dan dibersihkan sebelum memberikan ASI.
Luka lecet pada putting susu dihindari sehingga mengurangi
bahaya infeksi.
6. Perawatan Vulva Hygiene
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada daerah
vulva, perineum maupun dalam uterus serta mempercepat
penyembuhan luka perineum.
E. Pemeriksaan Post Natal meliputi (Moctar, 1998 : 118)
1. Pemeriksaan umum : tekanan darah,nadi, keluhan, dsb.
2. Keadaan umum : suhu badan, selera makan, dll.

8
3. Payudara : ASI, putting susu.
4. Dinding perut : perineum,kandung kemih, rectum.
5. Sekret yang keluar, misalnya : lochea, flour albus.
6. Keadaan alat-alat kandungan.

Konsep Dasar Pendarahan Post Partum.

A. Definisi
Pendarahan post partum adalah pendarahan lebih dari 500-600 ml dalam
masa 24 jam setelah anak lahir (Mochtar, 1998 : 298).
Pendarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi dalam 24 jam
setelah persalinan berlangsung (Manuaba, 1998 : 193).
B. Pendarahan Post Partum dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Pendarahan post partum primer
a. Pendarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama
(Manuaba, 1998 : 193). 2)
b. Pendarahan post partum (early post partum hemoragi) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir. (Mochtar, 1998 : 298).
Penyebab PPH primer meliputi (safemother hood, 2002 : 44)
a) Uterus (terjadi karena, misalnya plasenta, atau selaput ketuban
tertahan).
b) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya, kelahiranyang
menggunakan peralatan termasuk seksio sesaria, episiotomi.
c) Koogulasi intravaskuler diseminata (jarang).
d) Inversi uterus (jarang).
2. Perdarahan post partum sekunder.
Perdarahan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam (Manuaba,
1998 : 295).
Penyebab PPH sekunder meliputi : (safe motherhood, 2002 : 45).
a. Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
b. Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di
serviks,, vagina, kandung kemih, rectum).

9
c. Terbukanya luka pada uterus (setelah seksio sesarean atau rupture
uterus).

C. Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca persalinan.


a. Atonia uteri.
b. Retensio placenta.
c. Trauma jalan lahir.
d. Inversio uteri.
e. Ruptur uteri.
f. Gangguan system pembekuan darah (kapita selekta, 2000 : 313)
1. Atonia uteri.
Perdarahan post partum dengan penyebab atonia uteri tidak berlaku
banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana
makin meningkat. Kegagalan kontraksi otot rahim menyebabkan
pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga
menimbulkan perdarahan. (Manuaba, 1998 : 295).
Faktor predisposisi atonia uteri adalah :
a. Umur : umur yang terlalu muda atau tua
b. Paritas : sering dijumpai pada multipara dan gravidamultipara.
c. Partus lama dan partus terlantar
d. Obstetri operatif dan narkosa
e. Uterus terlalu tegang dan besar misalnya pada gemely,
hidramnion atau janin besar
f. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri.
g. Faktor sosio ekonomi, yaitu malnutrisi (Mochtar, 1998 : 300).
h. Persalinan dan kelahiran cepat atau presipitatus (Varney,2007).
i. Riwayat atoni uteri/perdarahan pascapartum pada saat
melahirkan anak sebelumnya (Varney,2007 : 842).
Tanda dan gejala Atonia uteri:
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (Prawirohardjo,2002 :
175)

10
Penanganan Atonia uteri (Prawirohardjo, 2002 : 176)

a. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonio uteri.


b. Sementara dilakukan pemasangan infuse dan pemberian
uretonika, lakukan kompresi bimanual.
c. Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian
plasenta masih tertinggal lakukan evaluasi plasenta) dan tak
ada laserasi jalan lahir.
d. Berikan transfuse darah bila sangat diperlukan.
e. Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem
pembekuan darah

Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi


perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut :

a. Kompresi bimanual internal. Menekan uterus melalui


dinding abdomen dengan jalan saling mendekati kedua
belah telapak tangan yang meliputi uterus. Pantau aliran
darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi atau di bawa ke fasilitas kesehatan rujukan.
Bila belum berhasil, coba dengan kompresi bimanual
internal.
b. Kompresi bimanual eksternal. Uterus ditekan diantara
telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dlam vagina untuk mengepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi).
Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini
bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap
terjadi, cobalah kompresi aorta abdominalis.
c. Kompresi aorta abdominalis. Raba arteri femoralis dengan
ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut.
Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah

11
umbilicus, tegak lurus dengan sumbu badan hingga
mencapai kolomna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan
menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri
femoralis, lihat hasil kompresi dengan memperhatikan
perdarahan yang terjadi.
d. Penanganan perdarahan post partum pada atonia uteri
(Mochtar, 1998:302) terbagi dalam 3 tahap :
Tahap I : perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi
dengan cara pemberian uterotonika, mengurut rahim
(massage), dan memasang gurita.
Tahap II: bila perdarahan belum berhenti dan bertambah
banyak, selanjutnya berikan infuse dan transfuse darah dan
dapat dilakukan.
1. parasat (manuver) sangemeister.
2. pirasat (manuver) fritch.
3. kompresi bimanual.
4. kompresi aorta.
5. tamponade utero vaginal.
e. Jepitan arteri uterine dengan cara Henkel. tamponade utera-
vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya
masih memuaskan, terutama di daerah pedesaan dimana
fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada .
Tahap III : bila semua upaya diatas tidak menolong juga,
maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber
perdarahan, dapat ditempuh dua cara yaitu dengan meligasi
arteri hipogastrika atau histerektomi.
2. Inversio Uteri
Inversio Uteri Adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya masuk kedalam cavum uteri (Mochtar,
1998 : 304). 2)

12
Inversio Uteri Adalah keadaan di fundus uteri masuk ke dalam
kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan
(Manuaba, 1998 : 304).
a. Inversio uteri di bagi menjadi 3 bagian meliputi :
1. Inversio uteri ringan. Fundus uteri terbalik menonjol dalam
kavum uteri, namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang. Terbalik dan sudah masuk vagina.
3. Inversio uteri berat. Uterus dan vagina semuanya terbalik
dan sebagian sudah keluar vagina. Adapula yang
membaginya menjadi inversion uteri inkomplit, yaitu 1 dan
2, dan komplit 4 (Mochtar, 1998 : 304).
b. Etiologi Inversio Uteri.
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan.
Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang
lembek. Lemah, tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang
berlebihan; atau patulous kanalis servikalis yang spontan dapat
terjadi pada gravide multipara, atonia uteri, kelemahan alat
kandungan, dan tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan
dan batuk) yang karena tindakan dapat disebabkan cara crade
yang berlebihan, tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta
yangdipaksakan, apalgi bila ada perlekatan palsenta pada
dinding rahim (Mochtar, 1998 : 306).
c. Diagnosis dan gejala klinis pada inversion uteri
Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri
yang hebat. Perdarahan yang banyak sampai syok, apalagi bila
plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas;
dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pemeriksaan dalam.
1. Bila masih inkomplit, maka pada daerah senfisis uterus
teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas sympisis uterus teraba bokong dan
dalam vagina teraba tumor lunak.

13
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik) (Mochtar; 1998 :
306).
d. Penanganan inversion uteri.
Pencegahan.
a. Hati-hati dalam memimpin persalinan; jangan terlalu
mendorong rahim atau melakukan perasat crede berulang-
ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta
melakukan pengeluaran plasenta dengan tangan (Mochtar,
1998 : 306).
b. Persalinan legeartis, perhatikan tanda plasenta telah lepas,
tes plasenta telah lepas, dorongan fundus uteri crade saat
kontraksi, meningkatkan penerimaan KB (Manuaba, 1998 :
305).
c. Bila telah terjadi, maka terapinya adalah :
1. Jika ibu sangat kesakitan , ada perdarahan dan ibu syok,
berikan infuse dan transfuse darah serta perbaiki
keadaan umum.
2. Sesudah itu segera dilakukan reposisi kalau perlu dalam
narkosa (Mochtar, 1998 : 306). Reposisi inversion
meliputi :
a. Masukkan tangan ke vagina
b. Fundus di dorong ke atas.
c. Berikan uterotonika.
3. Lakukan placenta manual (Manuaba, 1998 : 305).
4. Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan operatif
secara perabdominan (operasi haultein) atau
pervaginam (operasi menurut spinelli). 5. Di luar rumah
sakit dapat di Bantu dengan melakukan reposisi ringan
yaitu dengan tamponade vaginal. Berikan antibiotika
untuk mencegah infeksi (Mochtar, 1998 : 306).

14
3. Perdarahan Robekan Jalan Lahir

Merupakan penyebab kedua tersering dan perdarahan pasca


persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina dan
perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada
pertolongan persalinan oleh dukun (Maternal dan Neonatal, 2002 :
29).

Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus


dievaluasi yaitu :

a. Sumber dari jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber


perdarahan dapat berasal dari perineum vagina, serviks dan
robekan uterus (rupture uteri).
b. Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus
berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7
menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan
mudah menunjukkan adanya koagulopati. (Maternal dan
Neonatal, 2002 : M-29)
c. Melakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum
untuk dapat menetapkan sumber perdarahan.
d. Memeriksa perineum untuk perdarahan aktif
1) Derajat satu mukosa vagina penjahitan tidak dilakukan
Fourchette posterior jika tidak ada perdarahan kulit
perineum. jika luka teraposisi secara ilmiah.
2) Derajat dua.
a) amukosa vagina
b) fourchette posterior jahit dengan menggunakan
teknikteknik yang dijelaskan
c) kulit perineum.
d) Otot perineum.
3) Derajat tiga.

15
a) mukosa vagina.
b) fourchette posterior.
c) kulit perineum.
d) otot-otot perineum.
e) otot sfingter ani eksternal
4) Derajat empat.
a) fourchette posterior.
b) kulit perineum.
c) otot-otot perineum.
d) otot sfingter ani eksternal.
e) Dinding rectum anterior (APN, 2002 : 5-13)
4. Retensio plasenta
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah persalinan bayi. (Manuaba, 1998 : 300). 2)
Penyebab retensio plasenta
a. Plasenta adhesive yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam, yang menurut tingkat pendekatannya dibagi
menjadi :
b. Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam.
c. Plasenta inkrieta, dimana vili khanalis tambah lebih dalam
dan menembus desidua sampai ke miometrium.
d. Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam miometrium
tetapi belum menembus serosa.
e. Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau
peritonium dinding rahim.
f. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri
dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak atau
karena adanya lingkaran kontraksi pada bagian bawah
rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Bila

16
plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan
terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar
karena kandung kemih atau rectum itu keduanya harus
dikosongkan.
Penanganan retensio placenta.
a. Pencegahan.
1. Meningkatkan penerimaan keluarga berencana
sehingga memperkecil terjadi retensio placenta.
2. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang terlatih
3. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan
kala III tidak diperkenankan untuk masase dengan
tujuan mempercepat proses persalinan plasenta,
masase yang tidak tepat waktu dapat
mengacaukan kontraksi otot rahim dan
menganggu pelepasan plasenta. (Manuaba, 1998 :
300).
b. Tindakan yang dapat dikerjakan.
1. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu
untuk mengedan, jika anda dapat merasakan
plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2. Pastikan kandung kemih kosong.
3. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10
unit. Jika belum dilakukan pada penanganan aktif
kala III.
4. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit
pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi,
lakukan peregangan tali pusat terkendali.

17
5. Jika dilakukan peregangan tali pusat terkendali
belum berhasil, cobalah untuk melakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
6. Jika perdarahan terus berlangsung lakukan uji
pembekuan darah sederhana.
7. Jika terdapat tanda-tanda infeksi berikan antibiotika
untuk metritis (Maternal dan Neonatal, 2002 :
M.30).

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada ibu post partum
dengan HPP primer dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut
Hellen Varney, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Dalam
melakukan pengkajian dengan menggunakan data secara sistematis dan
lengkap dari semua yang berkaitan dengan kondisi pasien, pengkajian
dalam kasus ibu post partum dengan HPP primer berpengaruh pada
kualitas pelayanan yang diberikan.

Pada pengkajian data ditemukan diagnosa Ny. “S” P10001 umur


20 tahun post partum dengan HPP primer dengan DS : klien mengatakan
darahnya keluar sur-sur, klien mengatakan badannya agak lemas, DO :
Tanda-tanda vital; tensi : 110/70 mmHg, nadi : 80 kali/menit, suhu : 37oC,
RR : 20 kali/menit, payudara : simetris, putting susu menonjol, dan bersih,
hiperpigmentasi areola mamae, colostrums positif, Abdomen : TFU 2 jari
bawah pusat, kontraksi uterus lembek, Genetalia : tidak oedem, varises
tidak ada, tidak ada kelainan dalam pergerakan. Masalah yang muncul
cemas pada saat adanya pendarahan, dengan DS : klien mengatakan cemas
dengan keadaannya , DO : wajah tampak agak pucat karena melihat
banyak darah.

Dalam langkah identifikasi adanya masalah potensial, masalah


yang muncul pada ibu post partum dengan HPP primer adalah potensial
terjadi syok, pada kasus ini tidak terjadi karena dapat dicegah dengan
melaksanakan tindakan asuhan kebidanan sesuai dengan prosedur.
Identifikasi kebutuhan segera yang dapat dilakukan pada klien post partum
dengan HPP primer tidak ada karena keadaan umum pasien baik dan tidak
ditemukan tanda-tanda syok. Perencanaan dibuatkan suatu rencana asuhan
berdasarkan standar pelayanan. Penulis tidak menemukan kesenjangan,
sebagai wujud asuhan sayang ibu dimana petugas kesehatan khususnya

19
bidan dalam memberikan asuhan dengan maksimal. Pada pelaksanaan
merupakan langkahlangkah menjalankan rencana yang telah disusun
sebelumnya. Pada pelaksanaan penulis tidak menemukan kendala atau
hambatan yang berarti, karena pasien, keluarga maupun petugas kesehatan
sangat kooperatif.

Evaluasi ini dilaksanakan setelah pelaksanaan, penulis melakukan


penilaian setelah melaksanakan rencana asuhan, pada evaluasi berakhir
dengan baik sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan.

B. Saran

Memperhatikan dan melaksanakan saran yang di berikan dukungan


yang di berikan dukungan keluarga dan suami sangat penting dalam
perawatan kesehatan masa nifas, namun yang lebih penting adalah usaha
mandiri dan klien dalam menjaga dan mempertahankan kesehatanya .

20
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, (2007), APN (Asuhan Persalinan Normal), Jakarta : Jaringan Nasional


Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi

Midyuin. (2011, Februari 7). Askep perdarahan post partum. Retrieved April 3,
2020, from http://diar13-midyuin08.blogspot.com/2011/02/askeb-perdarahan-
post-partum.html: http://diar13-midyuin08.blogspot.com

21

Anda mungkin juga menyukai