Anda di halaman 1dari 31

TUGAS I ANATOMI

( Postur, kelainan morfologi dan kesejajaran)

I. CARA MENILAI POSTUR.

1) Pada suatu dinding, digantungkan tali yang telah diberi pemberat untuk mengetahui
kelurusannya terhadap permukaan lantai. Permukaan lantai harus datar.
2) Orang percobaan berdiri dalam posisi anatomis. Postur dinilai dari 2 sisi yaitu
anteroposterior dan lateral.
3) Cara penilaian.
4) Cara penilaian mengacu pada “New York State Posture Rating Position and
Scale”(NYSPRPS)
5) .NYSPRPS telah membuat suatu form yang berisikan bagian-bagian tubuh yang dinilai
dan skor penilaian
6) Pada form tersebut terdapat 3kolom .
Kolom kiri menggambarkan postur tubuh yang normal. Skor 5.
Kolom tengah menggambarkan postur tubuh yang agak abnormal. Skor 3
Kolom kanan menggambarkan postur tubuh yang paling abnormal. Skor 1
7) Deskripsi postur yang normal
A. Dari sisi anteroposterior.
1) Kepala tegak lurus terhadap sumbu horisontal tubuh.
2) Kepala tegak dalam keadaan seimbang/stabil sejajar/segaris vertikal dengan bahu.
3) Leher sejajar dagu tidak menjorok kedepan
4) Dada tegap tidak cekung.
5) Bahu tegap, tidak cembung/bungkuk.
6) Punggung (belakang atas) tegap,tidak cembung ke belakang.
7) Batang badan berdiri tegak.
8) Perut datar
9) Lengkung pinggang (belakang bawah),cekungan normal.
B. Dari sisi lateral
1) Kepala tegak lurus terhadap sumbu horisontal
2) Kedua bahu sejajar horisontal
3) Tulang belakang lurus
4) Pinggul simetris horisontal
5) Kedua tumit menempel,lurus vertikal.
6) Lengkung telapak kaki tinggi/tidak datar

II. KELAINAN MORFOLOGI.

A. LEHER
Torticolli : Pemendekan abnormal satu sisi m.sternocleidomastoideus

B. TULANG BELAKANG
1. Skoliosis non struktural terjadi akibat paralisis otot,histerikal dan perkembangan.
2. skoliosis struktural : terjadi kerusakan diskus dengan ciri terjadi rotasi 1 atau beberapa
korpus vertebra yang disertai hilangnya hubungan antara gerak tulang belakang dan
toraks.
3. Sakralisasi: penyatuan korpus vertebra sakaral 5 dan lumbal 1
4. Tropisme : persendian sacrolumbar junction yang tidak simetris.
5. Spina bifida occulta: celah pada garis tengah korpus vertebra.
6. Cleft(celah) dan pseudoarthrosis : Penutupan inkomplit lengkung vertebra lumbal 5 dan
sakral 1
7. Spondilosis: prosessus artikularis terpisah oleh celah sehingga menjadi
pseudoarthrosis/sindesmosis.
8. Sakrum horizontal: bagian atas sakrum berbentuk horizontal. biasanya ditemukan
bersama vertebra lumbal 5 berbentuk baji dengan komponen posterior terkompressi.
9. Retrospondylolysthesis: vertebra lumbal 5 berpindah kebelakang terhadap sakrum.

C. TORAKS.
1. Funnel chest
2. Pigeon chest
3. Barrel chest
4. Ricketts thorax
5. Harrison s groove
6. Scapula alata.

D. PELVIS
1. Anterior cleft : diastase cincin anterior pelvis sehingga terjadi pemisahan simfisis. Sering
disertai vesica urinaria ektopik.
2. Posterior cleft : celah pada lengkung vertebra lumbal 5 - vertebra sakaral 1.
3. Spondilolysthetic pelvis : pergeseran ke depan vertebra lumbal 5
4. Asimilasi pelvis :vertebra lumbal 5 mengalami transisi sehingga terdapat 6 vertebra sakral
5. Chondrodystrophic pelvis: pelvis gepeng ,acetabulum mendatar dan
menebal,promontorium menonjol,sakrum horisontal,sudut inklinasi pelvis bertambah.
6. Osteomalacia pelvis : deformitas bentuk paruh bebek.
7. Kypotic pelvis: tidak terdapat promontorium,pelvis berbentuk corong
8. Dysplasia sendi panggul: keadaan kelainan perkembangan acetabulum dan kaput
femoris.
9. Paralisis gluteal dan tensor : m.gluteus maximus,medius et minimus dan m.tensor
fasciae.
10. Paralisis gluteal dan tensor : m.iliopsoas,m.tensor fasciae,m.rectus femoris dan
m.sartorius.

E. TUNGKAI DAN KAKI.

1. Coxa Vara : sudut inklinasi collum femoris < 122 ( < normal )
2. Coxa valga : sudut inklinasi collum femoris > 139 (> normal )
3. Genu recurvatum : hiperekstensi sendi lutut > 5
4. Frog s eye patella : patella bergerak ke lateral krn m.vastus medialis lemah.
5. Genu Valgum ( kaki O ): derajatnya dilihat dari jarak sfirion-sfirion. Condylus medialis
membesar,condylus lateralis menghilang dan rata akibat weight bearing melalui b
bagian lateral lutut.Meniscus interna atrofi,meniscus lateralis hipertrofi akibat tekanan
statik.
6. Genu varum (kaki X) : derajatnya dilihat dari jarak kedua epicondylus medialis femoris.
Tidak terdapat eksorotasi tibia. Kaki berada pada posisi adduksi
7. Pronated foot : pertumbuhan asimetris akibat kerusakan epifisa tibia bagian bawah.
Sumbu transversa tallocruralis oblik.

III. KESEJAJARAN ( alignment)


8. Lutut.
· Posisi bayi normal waktu lahir anteversi 39
· Genu recurvatum menghilang pada usia 9
· Genu varum menghilang pada usia 2 tahun.
· Genu valga menghilang setelah 7 tahun

a) Tibia fibula.
· Dalam kandungan : sumbu malleolus medialis lebih posterior dari pada
fibularis.
· Saat lahir: sumbu malleolus medialis - lateralis berada dalam bidang frontal.
· Usia 3 bulan eksorotasi dimulai.
· Usia 6 tahun eksorotasi 18 - 23 sampai dewasa.

a) Pronasi calcaneus
· Saat lahir : 8 - 10 varus
· Usia 9 tahun : 5 varus
· Lebih 9 tahun : 3 varus.

TUGAS II ANATOMI
( Range of motion & Antropometri )

I. Pemeriksaan Range of motion


Degree of freedom of movement : merupakan penggabungan derajat kebebasan sendi pada
saat melakukan gerakan. Makin distal segmen (dari tumpuan) makin tinggi derajat kebebasan
gerak
Cincin / rantai kinematik : kombinasi beberapa sendi yang menyatukan bagian-bagian yang
berurutan / saling menyambung sehingga terjadi hubungan antar tulang dalam satu rangkaian
gerak.
Cincin kinematik terbuka : segmen distal bebas. contoh pada saat melakukan gerakan
melambai.
Cincin kinematik tertutup : Ujung semen menyatu membentuk lingkaran/cincin tertutup.
Dalam cincin terdapat gerakan memutar dan saling meniadakan. Contoh mendorong tembok,
pelvic girdle.

Derajad kebebasan gerak


1 deajat kebebasan gerak : gerakan sendi hanya pada 1 sumbu
2 derajat kebebasan gerak : gerakan sendi pada 2 sumbu
3 derajat kebebasan gerak ; gerakan sendi pada 3 sumbu

II. Gerakan -gerakan pada sendi.


Nama Sendi Jenis gerakan derajat kebebasan gerak
Articulatio atlanto occipitale fleksi
ekstensi
rotasi
Articulatio intervertebrae fleksi
cervicalis
ekstensi
latefleksi/abduksi
torsi/rotasi
Articulatio intervertebrales ekstensi
trunci
Articulatio sacrolumbal fleksi/antefleksi
ekstensi/retrofleksi
Nama sendi Jenis gerakan Derajat kebebasan gerak
Junctura intercostals pengangkat iga/inspirator
penurun iga/ekspirator
Articulatio humeri antefleksi
retrofleksi
abduksi
adduksi
endorotasi
eksorotasi
Articulatio penggerak skapula ke atas
acromioclavi cularis
penggerak skapula ke bawah
penggerak skapula ke depan
Articulatio cubiti fleksi
ekstensi
pronasi dan supinasi
Articulatio radiocarpea fleksi
adduksi
abduksi
adduksi
Articulatio fleksi
metacarpophalangea II- IV
ekstensi
abduksi
adduksi
Articulatio sirkumdiksi
metacarphophalangea I
(pangkal ibu jari)
rotasi
fleksi
Nama sendi Jenis gerakan Derajat kebebasan gerak
Articulatio interphalangea fleksi
proximal
ekstensi
Articulatio interphalangea fleksi
distalis
ekstensi
Articulatio sacroiliaca putaran ke depan
(panggul)
putaran ke belakang
Articulatio coxae (pangkal antefleksi
paha)
retrofleksi
abduksi
adduksi
eksorotasi
endorotasi
Articulatio genu fleksi
ekstensi
Articulatio talocruralis dorsofleksi / ekstensi
plantofleksi / fleksi
Articulatio talotarsalis supinasi-adduksi
pronasi-abduksi
II. Titik-titik antropometri
Titik antropometri : titik-titik tetap pada tubuh ( dalam posisi anatomis )

1. Vertex Perpotongan bidang medial sagital, merupakan titik


tertinggi puncak kepala pada sikap /bidang jerman
(bidang datar yang melalui lekuk bawah orbita -
atap m a e)
2. Trichion Perpotongan bidang medial sagital-perbatasan dahi
rambut.
3. Glabella Perpotongan bidang medial -sagital garis yang
menghubungkan kedua ujung medial alis.
4. Frontoporale
5. Nasion Titik paling lateral linea temporalis.
Perpotongan bidang medial sagital-sutura
6. Zigion nasofrontalis.
7 Frostion Titik paling lateral pada zygomatikus
. Perpotongan bidang medial sagital-peralihan gigi-
8 Gonion gusi pada incisivus I-II
9. Gnathion Titik paling lateral bawah angulus mandibulae.
. Perpotongan bidang medial sagital -titik paling
10. Suprastenale inferior dagu
Perpotongan bidang median sagital-incisura
11. Acromiale jugularis sterni
12. Mesosternale Ujung paling lateral acromion
Perpotongan bidang median sagital-art.
13 Telion sternocostale IV kanan kiri.
14 Omphalion Titik puting susu (laki-laki)
15. Ilio kristale Perpotongan bidang median sagital-pusar.
16 Ilio spinale anterior Titik paling lateral labium externum crista iliaca.
17 Simfision Titik paling bawah SIAS
Perpotongan bidang median sagital-simfisis os.
18. Radiale pubis atas.
Titik tertinggi pada capitulum radii, paling lateral
.19. Stylion pada lengan tergantung.
20. Dactylion Titik paling bawah proc. styloideus radii.
Titik paling bawah ujung jari III pada lengan
21. Metacarpale radiale tergantung.
Titik paling radial pada articulatio metacarpal
22. Metacarpale ulnare palangeus II
Titik paling ulnare pada articulatio methacarpal
23. Tibiale palangeus V
Sphyrion Titik tertinggi pada condylus medialis tibiae
24. Pternion Titik paling medial bawah dari maleolus medialis
25 Akropodion Titik paling belakang kaki (pada tumit)
27. Metatarsale medial (tibiale) Titik paling depan kaki (jari II / tergantung jari)
28 Titik terjauh dan paling medial dari metatarsal I
. Metatarsale lateral (fibulare) jari I
29. Cervicale Titik terlebar (paling lateral) metatarsal I jari V
30. Perpotongan bidang median sagital-prog. spinosus
. Lumbale cervical VII
31 Perpotongan bidang median sagital-ujung proc.
. Caudale spinosus V
32. Trochanterion Perpotongan bidang median sagital-ujung coccigis
33 Phalangion Titik paling tinggi dan lateral dari trokhanter mayor
34. Metopion Titik ujung paling proksimal basis falanx I jari II
35 Perpotongan bidang median sagital-garis
. penghubung tonjolan kedua tulang dari (tuber
. Labiale superior frontale)
36. Labiale inferior Perpotongan bidang median sagital-garis bibir atas
37 Perpotongan bidang medain sagital-garis bibir
Stomion bawah
38. Perpotongan bidang median sagital-garis bibir
. Opisthocranion tengah pada bibir yang mengatup
39 Xinion Titik terjauh belakang kepala
40. Ectocanthion Titik sudut mata luar
41 Endocanthion Titik sudut mata dalam
42.

III . Ukuran-ukuran anatomis

1. Tinggi badan Tinggi vertex - lantai


2. Tinggi mata Tinggi ectocanthion - lantai
3. Tinggi dagu Tinggi gnathion - lantai
4. Tinggi bahu Tinggi acromiale - lantai
5. Tinggi pangkal lengan atas
6. Tinggi sendi siku Tinggi radial / olecranon - lantai
7. Tinggi pergelangan tangan Tinggi stylion - lantai
8. Tinggi ujung jari III Tinggi dactylion - lantai
9. Tinggi pangkal paha Tinggi trochanterion - lantai
10. Tinggi sendi lutut Tinggi tibiae - lantai
11. Tinggi mata kaki tengah Tinggi sphyrion - lantai
12. Lebar bahu Jarak acromiale - acromiale
13. Lebar depa Jarak dactilion - dactilion
14. Lebar dada Jangka lebar - mesoternale 3 posisi (expirasi
maxsimal, expirasi minimal, napas biasa)
15. Lebar pinggang Jarak pinggang melalui omphalion
16. Lebar panggul Jarak bicrista iliocristale
17. Lebar pangkal paha Jarak kedua trochanterior
18. Lebar kaki Jarak antara metatarsal madial - lateral
19. Dalam dada Jarak antara mesosternale - garis horizontal proc.
spinososus Vertebrae thoracalis (pada 3 posisi)
20. Dalam perut Jarak melalui asephalion
21. Lingkar kepala Lingkaran glabella - opistocranion
22. Lingkar dada Melalui thelion
23. Lingkar pinggang Melalui omphalion
24. Lingkar panggul Melalui bicrista
25. Lingkar pangkal paha Melalui trochanter mayor
26. Lengan atas Acromiale - radial
27. Lengan bawah Radiale - stylion
28. Panjang tangan Stylion - dactilion
29. Panjang kaki Pternion - acropodion
30. Panjang kaki Metatarsal lateral - mediale
Bagaimana sifat dan karakteristik jaringan sistim saraf saraf niken, sehingga memungkinkan
terjadinya komunikasi antara lingkungan dengan tubuh niken ?

No. 3
Proses pengindraan
Pengenalan terhadap rangsangan dimulai dari adanya stimulus di ujung saraf perifer
sampai berubah menjadi potensial aksi ( transduksi ) dan dihantarkan melalui akson-akson
aferen yang bersinap di neuron I, II, dst, ke sistim saraf pusat yaitu Sensorik korteks serebri
yang menerima terhadap rangsang yang disadari. Pengenalan rangsang disebut Sensasi, dan
Interpretasi suatu sesnsasi disebut Persepsi.

Rangsang

Millie interior/eksteror

Aferen

Tak Disadari Disadari


Aferen Viseral Aferen Sensorik

Somatosensorik Indra
Somastetik Propioseptik Penglihatan
Nyeri otot Penghidu
Kulit tulang Pendengaran
Alat dalam Ortikulus Pengecap
Sakulus
Semisirkularis

Pengindraan Niken di dalam Bis :


1. Indera Penghidu : pada indera ini terdapat 3 macam sel :
· Sel penunjang
· Sel Basal
· Sel Saraf berpolar

Sel saraf bipolar merupakan sel reseptor penghidu yang akson sel sarafnya berpolar
setelah bergabung dengan akson lain yang berdekatan membentuk Filaolfaktoria atau
saraf penghidu. Berkas ini berjalan keatas pada alur di dalam tulang limoid menembus
tulang tengkorak melalui lubang-lubang pada lempeng kiri biformis dan berahir di
Bulbusolfaktorius dan bersinap pada dendrit sel mitral. Sinap antara saraf penghidu
dan sel mitral membentuk bulatan-bulatan yang disebut Glomerolus Olfaktorius , jadi
sel saraf penghidu bersinap di salah satu sel mitral.

Proses penghidu :
Udara masuk dalam epitel penghidu yang terdapat di puncak rongga hidung dengan
cara : difusi, Konveksi, Aliran turbulen. Rangsang bau ( bau asap rokok, keringat, dll )
akan merengsang reseptor bau yang akan merangsang menimbulkan sekresi air liur dan
sekresi asam lambung sampai timbul rasa mual dan ingin muntah, proses adaptasi
berlangsung mula-mula bau terasa, ambang pembauan sedikit demi sedikit meningkat
sehingga peka dan bau tidak dirasakan lagi.
Reseptor Bau

Sekresi Saliva
Asam lambung

Rasa mual
ingin muntah

Proses Adaptasi
Ambang pembauan meningkat

Bau tidak dirasakan lagi


1. Adaptasi kulit Terhadap Suhu
Dalam Bis berdesakan sehingga terasa pengap dan suhu meningkat, sumasi ruang pada
kulit terangsang oleh timbulnya rasa panas atau dingin. Dari reseptor rasa suhu melalui
serat aferen rasa panas yaitu serat golongan IV ( serat C ) . Adanya rangsang panas
tubuh berusaha beradaptasi sehingga mengeluarkan keringat.
Mekanisme Suhu :
Rasa Panas/Dingin

Reseptor Panas/Dingin

Pengindraan

Reflek Pengaturan Suhu Tubuh

Reseptor adaptasi di Kulit


( dari Reseptor SSP )

2. Sikap dan keseimbangan tubuh


Keseimbangan tubuh dipertahankan karena adanya interaksi antara berbagai reflek
yang kompleks. Jalur aferen dalam lengkung reflek ini adalah Neuron Motorik Alfa
yang menuju ke otot rangka. Jalur aferennya berasal dari mata ( reseptor penglihatan )
dan Propioreseptor ( Reseptor yang mengindrai posisi bagian tubuh yang satu dengan
yang lain yang terdapat di otot, tendo, sendi, kulit dan alat vestibuler telinga dalam ).
Sikap Berdiri Tegak melalui 3 Proses :
· Sikap Statik/Sikap Tonik ( Static Posture/Tonic Posture )
· Koreksi terhadap perubahan pada possisi tubuh ( Righting Reflexes )
· Pemeliharaan saat melakukan gerakan ( Statikinetik Reflexes )

Sikap tegak berdiri diatas kedua kaki :


Impuls Propioseptik
dari otot-otot interosius telapak kaki

Negative Supporting Reaction


bila terjadi fleksi ditungkai
( Menimbulkan regangan pada otot ekstensor yt.
otot plantar dan volar )

Korteks serebri dan ganglia basal


refleks medula spinalis

Sikap Berdiri

Righting Reflexes merupakan rentetan respon yang timbul akibat perubahan posisi
tubuh. Integrassinya terjadi di Midbrain yang berguna untuk mempertahankan posisi
berdiri yang normal dengan kepala tetap tegak. Reseptor yang mendeteksi perubahan
tubuh adalah :
· Reseptor Penglihatan
· Alat Vestibuler
· Propioseptor pada otot, tendo dan sendi leher
· Propioseptor diseluruh tubuh
Reseptor Penglihatan :
Rangsang perubahan posisi bayangan di retina
Otot mata berkontraksi mempertahankan
posisi bola mata

Otot leher menyesuaikan posisi kepala

Gerakan tubuh mendukung kepala


Alat Vestibuler :
Alat ini terletak di telinga bagian dalam yang berperan penting dalam mempertahankan
sikap. Ada dua jenis organ yang fungsinya berbeda :
· Organ Otolit ( Utrikilus dan Sakulus ) untuk mendeteksi kepala terhadap tarikan
gravitasi
· Kanalis Semisirkularis yang penting untuk mendeteksi adanya percepatan yang
mempengaruhi posisi kepala, dan membantu mengotrol arah gerakan bola
mata, nukleus vestibuler berhubungan dengan nukleus II yang mengontrol
gerakan bola mata dengan serebelum serta neuron motorik spinal. Ada tiga
pasang saluran setengah lingkaran yang salah satu ujungnya membetuk ampula
yang didalamnya terdapat Krista Ampularis yang mengandung reseptor berupa
sel rambut dalam kupula dan terdapat cairan endolimp. Ketiga pasang saluran
ini membentuk posisi yang saling tegak lurus

Proses Kerja Kanalis :


Rangsang
( percepatan sudut )

Reseptor ujung krista Ampularis

Kupula membengkok

Sel Depolarisasi

Sensasi Karena terdorongnya kupula


Rasa jatuh ke depan/kebelakang
samping kiri/kanan

No. 1 DASAR DASAR :


Aktifitas Motorik Somatik :
Neuron terahir di serat otot (perifer) menerima reseptor/impuls dari berbagai arah (dari
modula spinalis yang bersegmen sama/lebih tinggi, batang otak juga dari kortek serebri).
Penerimaan impuls ada yang langsung, ada juga yang tidak langsung yaitu: melalui interneuron
atau neuron motor gama sehingga membuat aktivitas yang terencana dalam mengatur sikap
tubuh dan gerakan yang terkoordinir.

Pusat Pusat Motorik :


Impuls yang langsung maupun yang tidak langsung dari pusat motorik ( Korteks serebri,
ganglia basal, formatio retikularis di batang otak, serebelum dan medula spinalis ) akan
memberikan impuls ke neuron motor ( Korteks Motorik ).
Perencanaan di otak akan melibatkan : Korteks serebri, ganglia basal/serebelum bagian
lateral dan intermediet serebelum. Timbulnya ide-ide perintah gerakan volunter itu berasal
dari daerah asosiasi korteks serebri, dari sini diteruskan ke ganglia basal , serebelum bagian
lateral ke korteks motorik dan premotorik untuk menghasilkan rencana yang baik.
Pelaksanaan gerak ini diteruskan ke traktus kortikospinal yang berhubungan dengan otot-otot
ekstremitas dan traktus kortikobulber yang berhubungan dengan otot-otot daerah kepala,
sebagian lagi melalui jaras yang berasal dari berbagi nukleus batang otak atau ada yang
langsung ke korteks serebri.
Hasil gerakan menjadi perubahan input (masukan) ke Propioseptik ( sensorik dari otot, tendo,
sendi dan kulit ), imformasi ini merupakan umpan balik yang menyesuaikan dan menhaluskan
gerakan yang di pancarkan kembali (relai) langsung ke kortek motorik dan ke spinoserebelum.
Dari spinoserebelum diproyeksikan lagi ke batang otak membentuk traktus-traktus
rubrospinal, retrikulospinal, tektospinal , vestibulospinal dan serabut yang sesuai dengan
proyeksi neuron motor dibatang otak yang berhubungan dengan pengaturan sikap dan
koordinasi gerakan.

Ganglia Basal

Area Perencanaan
Ide Pusat di Gerakan
Motorik Korteks Motorik

Intermediet
serebelum
Serebelum lateral
Korteks Serebri :
Dalamperencanaan pengaturan dan penghalusan gerakan berada di :
1. Traktus Kortikospinal Lateral yang merupakan 80% serat dari kortek yang turun langsung
ke Medula spinalis berahir di neuron motor alfa.
2. Traktus Kortikobulber untuk untuk otot-otot daerah kepala hanya sampai di batang otak
juga berahir neuron motor alfa.
Kedua jaras ini berasal dari kortek motorik (daerah 4 Brodman ) yang terdiri dari :
· 30% Korteks Motorik
· 30% Korteks Premotorik
· 40% Somato Sensorik
Daerah Motor Suplemen seratnya berhubungan dengan Kortek Motorik yang terlibat dalam
perencanaan urutan gerakan. Di Korteks Premotorik proyeksinya ke batang otak yang
berhubungan dengan fungsi pengaturan sukap tubuh, bersama-sama korteks motorik
membentuk Traktus Kortikospinal (fungsi belum jelas ). Korteks Perientalis Posterior : daerah
ini berhuibungan erat dengan daerah Somatosensorik Primer (3,1,2 Brodman) yang bersama-
sama membentuk Traktus Kortikospinal/Kortikobulber yang keduanya berhubungan dengan
kortek premotorik.

Ganglia Basal :
Ganglia basal bersama Neoserebelum (Lateral Cerebellum ) merupakan bagian dari terminal
(sirkuit) umpan balik ke kortek Premotorik dan Motorik yang berhubungan dengan
perencanaan dan pengaturan gerakan , mewujutkan pikiran /memori gerakan yang terencana.

Serebelum :
Fisiologi serebelum dibagi menjadi 3 bagian :
· Vestibuloserebelum (Flukolonolobularis) : berhubungan dengan fungsi Vestibuler yaitu:
keseimbangan tubuh.
· Spinoserebelum ( bagian besar Vermis dan bagian medial Hemifer) : menerima impuls
propioseptik dari tubuh dan mencopy rencana motorik dari korteks serebri dengan
membandingkan rencana dan hasil yang dikerjakan, mulai dengan menghaluskan dan
mengkoordinasikan gerakan yang sedang berlangsung. Proyeksi Vermis ke batang otak
yang mengontrol otot-otot aksial dan Hemisfer medial berhubungan dengan otot-otot
ekstremitas. Gerakan langsung di hantarkan kembali (relai) ke korteks motorik dan
spinoserebelum.
· Neoserebelum (lateral) bagian sisa yang terbesar dari serebelum yang berinteraksi dengan
Kortek serebri motorik dalam perencanaan dan program gerakan.

Secara umum fungsi serebelum :


1. Pengendalian kesalahan : bila gerakan terlalu cepat akan dihambat, bila terlalu lambat akan
dipercepat. Proses membandingkan rencana gerakan dengan pelaksanaan gerakan di
korteks serebri.
2. Fungsi peredam : untuk meredam gerakan-gerakan yang berlebihan/berlawanan.
3. Fungsi peramal : untuk mengetehui kecepatan, lama, waktu gerakan.

Formatio Retikularis :
Ini dibentuk dari neuron neuron kecil yang saling berhubungan menbentuk suatu anyaman
yang terletak dibagian ventral tengah modula oblongata dan mesensefalon, yang betukas
sebagai pusat Eksitasi dan pusat inhibisi ( pengaturan pernafasan, tekanan darah, denyut
jangtung, pusat sadar/jaga dan tidur.

Modula Spinalis
Impuls sensorik dari bagian tubuh lain disalurkan melalui serat-serat aferen sensorik dan
masuk ke medula spinalis, pengaruh neuron motorik yang langsung/tidal langsung atau lewat
interneuron di medula spinalis dikendalikan melalui terminal refleks-refleks sederhana (refleks
fleksor) membentuk pola yang diperlukan untuk gerakan yang terkoodinasi.

KASUS
Ketika bis tiba, Ahmad yang semula duduk diruang tunggu terminal segera berdiri dan lari
mengejar bis.

Pembahasan :
Dari Reseptor mata meberikan imformasi ke kortek serebri motorik membentuk ide yang
berupa impuls yang dilanjutkan ke pusat motorik . di pusat motorik akan menyusun
perencanaan mulai dari melihat Bis masuk terminal, dari duduk ke berdiri, dari berdiri
langsung lari.
Korteks serebri terlibat dalam perncanaan pengaturan /penghalusan gerakan sampai di traktus
kortikospinal. Di ganglia basal merencanakan dan memogram gerakan dan mewujutkan
pikiran serta memori gerakan. Selanjutnya di Serebelum melibatkan : Vestibuloserebelum
(Keseimbangan tubuh), Spinoserebelum (menghaluskan, mengkoordinasikan gerakan),
Neoserebelum (merencanakan dan memogram gerakan).

Ganglia basal Traktus Otot


Kepala
Kortikobulber

Reseptor Ide di
Dari Mata Korteks Rencana Traktus Otot
badan
Serebri Kortikospinalis
Ekstremitas
Serebelum Lateral

Masukan Perencanaan Medula Spinalis


Sensorik Gerakan

Refleks
Perifer
Memori

Pemantauan Pelaksanaan
Penyesuaian Gerakan
Gerakan

Masukan
Sensorik

Hasil perencanaan gerakan akan menjadi lebih baik, maka diolah kembali (masukan) ke
Propioseptik imformasi ini merupakan umpanbalik yang menyesuaikan dan
menghaluskan gerakan yang dipadukan dengan memori gerakan yang sudah ada
(berdiri dan lari) dari duduk langsung berdiri, lari yang bagaimana yang cocok karena
sambil membawa tas dan berebutan menyesuaikan dengan kecepatan bis yang sedang
berjalan. Dari perencanaan program ini di pancarkan kembali (direlai) langsung ke
kortek motorik dan ke spinoserebelum. Dari spinoserebelum diproyeksikan lagi ke
batang otak membentuk traktus-traktus rubrospinal, retrikulospinal, tektospinal,
vestibulospinal dan serabut yang sesuai dengan proyeksi neuron motor dibatang otak
yang berhubungan dengan pengaturan sikap dan koordinasi gerakan yang diharapkan.
Sekali dalam melaksanakan gerakan mulai dari duduk ke berdiri langsung mengejar bis
dan tidak berhasil terangkut, kegiatan ini sudah termemori dengan baik. Untuk gerakan
selanjutnya sudah menjadi gerakan reflek, misal : begitu Bis terlihat reflek langsung
berdiri dan lari megejar prosesnya sudah cepat sekali (seperti proses reflek perifer
melalui jalur yang langsung di Medula spinalis).

Korteks Motorik T. Rubospinal

Umpan balik T. Retikolospinal


Pengatur
Gerakan Perub. input Batang Otak Sikap
&
Propioseptik T. Testospinal
Koordinasi
gerak

Spinosrebelum T. Vestibulospinal

MASALAH
ANJING MENGGONGGONG KAFIL TERJATUH

Kafil mahsiswa PSIK tingkat II sedang menunggu bis di depan sebuah rumah mewah. Tiba-
tiba dari balik pagar seekor anjing emnggonggong sehingga kafil terjatuh , ternyata pintu
pagar tidak tertutup rapat sehingga anjing menyelinap keluar dan mengejar Kafil . Kafil berlari
sampai terkencing-kencing tetapi anjing berhasil menggigit betis kirinya. Setelah menggigit
Kafil, anjing berlalu menjauhi karena dihalau oleh orang dijalan. Kafil berkeringat, nafasnya
terengah-engah. pucat, lemah dan dari betisnya metetes darah. Kafil digotong kerumah sakit
terdekat ternyata :
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Frekuensi Pernafasan : 24 x / menit
Denyut Nadi : 120 x/menit
Hb : 14 gr % Ht : 50 %

Pertanyaan dan Jawaban

I. Uraikan secara sistematis mekanisme yang mendasarai pengaturan pernafasan serta


faktor-faktor yang mempengaruhi pengaturan pernafasan pada keadaan normal. Terangkan
terjadinya peningkatan frekuensi pernafasan pada Kafil.

Pengaturan Pernafasan
Pernafasan spontan berirama dihasilkan oleh pelepasan listrik motor neuron berirama (rhytmic
discharge ) dari pusat pernafasan di batang otak. Samai batas tertentu , aktifitas pernafasan
dapat dimodifikasi dan diatur secara volunter (dibawah kemauan) sepreti berbicara ,
bernyanyi, teriak, atau menahan nafas waktu berenang.
Pusat pengaturan pernafasan ada 2 yaitu :
· Pusat pernafasan volunter (di bawah kemauan), terletak dikorteks serebri. Umpulsnya
disalurkan melalui traktus kortiko spinalis menuju motor neuron saraf -saraf
pernafasan.
· Pusat pernafasan otomatis, terletak dipons dan medula oblongata , jarasnya berjalan
dibagian ventral dan lateral medula spinalis.
Pusat pernafasan dibatang otak (otomatis) bertanggung jawab membentuk pola pernafasan
ritmik , terdiri atas tiga bagian :
1. Pusat respirasi (inspirasi dan ekspirasi)
2. Teletak di formatio retikularis medula oblongata, secara anatomis dibagi mejadi dua
· Kelompok dorsal ; terdiri dari neuron I secara periodik melepas impuls dengan
frekuensi 12 - 15 x /menit . Serat aferen keluar dari neuron I sebagian besar
berakhir pada motor neuron dio medula spinalis yang mempersarafi otot-otot
inspirasi sehingga lepas motor neuron I akan menimbulkan gerak inspirasi.
· Kelompok ventral; terdiri dari neuron I dan neuron E , keduanya tidak aktif pada
pernafasan tenang, tidak ada impuls yang dihantarkan melalui serat saraf yang
keluar dari neuron E.
Bila kebutuhan ventilasi meningkat , neuron I kelompok ventral diaktifkan melalui rangsang
dari kelompok dorsal . Impuls yang keluar dari neuron I bagian ventral akan mrangsang
neuron yang mempersarafi otot-otot inspirasi tambahan melalui N IX dan N X. Demikian
neuron E akan dirangsang untuk mengeluarkan impiuls yang menyebabkan kontrakso otot-
otot ekspirasi aktif. Terdapat pula mkanisme feedback negatif antara neuron I kelompok
Dorsal dan neuron E kelomok ventral. Impuls dari keompok dorsal neuron I selain
merangsang motor neuron otot inspirasi , juga merangsang kelompok E dari kelompok ventral
dan sebaliknya neuron E ventral akan mengeluarkan impuls yang menghambat neuron I
kelompok dorsal. Dengan demikian neuron I kelompok dorsal akan menghentaikan
aktifitasnya sendiri melalui penglepasan rangsang inhibisi. Pusat respirasi ini dipengaruhi
impuls dari berbagai bagian yaitu impils aferen dari jaringan parenkim paru melalui n. vagus ,
kortek serebri , pusat apneustik, dan pusat pneumotaksik

Pusat Apneustik
Terletak di formatioretikularis pons bagian bawah, mempuntai pengaruh tonik terhadap
respirasi. Dihambat oleh impuls aferen melalui n. Vagus.

Pusat Pneumoaksik
Terletak di pons bagian atas . Impuls dari sini akan menghambat aktifitas neuron I sehingga
rangsang inspirasi dihentikan.
Pusat apnustik dan pneumotaksik menyebabkan impuls spotan dan berirama pada pusat
respirasi menjadi halus dan teratur. Dengan demikian proses inspirasi dan kspirasi berjalan
dengan mulus.

PENGATURAN PUSAT PERNAFASAN


Pusat pernafasan dibatang otak dipengaruhi oleh berbagai rangsang yang dapt
digolongkan dalam rangsang kimia dan rangsang non kimia.

Rangsang Kimia
Pusat pernafasan menerima input yang memberikan informasi tentang kebutuhan tubuh
akan pertukaran gas selanjutnya akan mengirmkan impuls yang sesuai untuk menyelaraskan
frekuensi dan kedalaman ventilasi dengan kebutuhan jaringan.
Rangsang yang meningkatkan ventilasi : penurunan PO2, peningkatan PCO2, dan peningkatan
ion H darah arteri.
erubahan O2, CO2, dan ion H akan mempegaruhi pusat respirasi melalui perangsangan
reseptor kimia di perifer dan pusat.

Kemoreseptor Perifer
Yaitu glomus karotikus yang terleak di percabangan arteri karotis komunis dan glomus
aortikum yang terletak di arkus aorta.
Kemoreseptor perifer peka terhadap peningkatan PCO2 dan penurunan PO2/pH darah.
Rangsang pada glomus karotikum diteruskan ke pusat respirasi melalui cabang n.
glosoparingeus, perangsangan pada glomus aortikum diteruskan ke pusat melalui cabang
asenden n. Vagus.
Akibat perangsangan reseptor kimia ini ventilasi akan meningkat.
Penurunan PCO2 dan peningkatan PO2 /PH darah menyebabkan kemoreseptor kurang
terangsang sehingga impuls ke pusat respirasi berkurang dan ventilasi menurun .

Kemoreseptor Pusat:
Terletak dibagian ventral medula oblongata;
· CO2 dan mudah menembus membran abar darah,
· otak dan abar darah cairan otak. Sedangkan ion H dan ion HCO3 sukar menembus.
· Co2 yang masuk ke otak dan cairan otak segera berubah menjadi H2CO3 dan kemudian
terurai kembali menjadi ion H dan ion HCO3. Maka kadar ion H di cairan otak
meningkat, hal ini merangsang reseptor kimia di medula oblongata sehingga ventilasi
meningkat.
Respon ventilasi terhadap penurunan PO2 arteri : ventilasi meningkat bila PCO2 arteri turun
< 60 mmHg
Respon ventilasi terhadap peningkatan PCO2 arteri :
· Ventilasi meningkat bila PCO2 meningkat
· Ventilasi menurun bila PCO2 arteri menurun
· Bila PCO2 arteri terus turun, ventilasi tidak akan turun sampai nol
Respon ventilasi terhadap peningkatan ion H arteri : Kemoreseptor perifer lebih sensitif
terhadap perubahan kadar ion H.
Hiperventilasi akan menurunkan PCO2 arteri, sehingga konsentrasi ion H arteri turun pada
asidosis metabolik.
Pada alkalosis metabolik, ventilasi dihambat sehingga PCO2 arteri meningkat dan kadar ion H
meningkat menuju normal.

Rangsang non kimia


Sewaktu berbicara, mandi air dingin, tertusuk jarum atau stressor lain yang datang tiba-tiba
akan terjadi perubahan irama pernapasan sebagai akibat perangsangan pusat respirasi dari
berbagai tempat .
Berbagai rangsang tersebut dapat berasal dari :
· Korteks serebri ,
· Langsung : adanya serat saraf dari korteks serebri menuju neuron motorik otot
pernafasan memungkinkan seseorang menyendakkan pernafasan secara sengaja
misal menahan nafas, atau melakukan hiperventilasi .
· Tidak langsung : Sebagian impuls yang disalurkan dari korteks serebri ke otot
rangka (mis : waktu olah raga) akan disalurkan ke formatio retikularis dan
menggiatkan pusat respirasi sehingga ventilasi diaktifkan.
· Sistim limbik dan Hipotalamus : Rangsang nyeri dan emosi mempengaruhi pola
pernapasan.
· Propioseptor di otot, sendi dan tendo : Gerakan sendi back aktif di perut akan
meningkatkan ventilasi.
· Baroreseptor di sinus karotilus, arkus aorta, atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar;
peningkatan tekanan darah akan menurunkan frekuensidenyut jantung, penurunan
ventilasi dan vasodilatasi pembuluh darah.
· Suhu : peningkatan suhu (demam atau berolahraga) akan merangsang ventilasi sebagai
upaya untuk mengeluarkan panas yang berlebihan .
· Peningkatan hormon epinefrin/rangsang simpatis : mreangsang pusat respirasi sehingga
ventilasi meningkat.
· Iritasi mukosa saluran napas: refleks bersin, batuk, menelan, muntah akan mengubah pola
pernapasan.
· Refleks Hering-Brearer yaitu refleks hambatan inspirasi-ekspirasi

Terjadinya peningkatan frekuensi pernapasan pada Kafil:


Karena adanya rangsang non kimia pada pusat pernafasan yaitu yang berasal dari:
· Sistim limbik dan hipotalamus : rangsang nyeri, karena betisnya digigit anjing
· Suhu : suhu meningkat karena lari-lari , sehingga meningkatkan ventilasi sebagai upaya
mengeluarkan panas.
· Propioseptor di otot, tendo, sendi : lari meningkatkan ventilasi .
II. Jelaskan secara sistematik mekanisme pengaturan denyut jantung serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya, sehingga dapat meneranmgklan terjadinya peningkatan frekuensi denyut
nadi pada kafil.

MEKANISME PENGATURAN KERJA JANTUNG


Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh setiap ventrikel dalam waktu satu
menit, dinyatakan dalam ml/menit. jumlah darah yang mengalir dalam sirkulasi pulmonal pada
suatu periode tertentu adalah sama dengan jumlah darah yang terdapat di dalam sirkukasi
sistemik . Oleh karena itu curah jantung kanan sama dengan curah jantung kiri.
Besar curah jantung ditentukan oleh hasil perkalian frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup.
Seseorang yang memiliki frekuensi denyut jantung per menit rata-rata 70 x/menit dengan isi
sekuncup sebesar 70 ml/denyut mempunyai jumlah curah jantung sebesar 4900 ml/menit atau
rata-rata 5 liter/menit. Pada keadaan istirahat besar jumlah curah jantung diperkirakan atau
dipertahankan konstan. Perubahan salah satu faktor penerus curah jantung, isi sekuncup akan
meningkat. Sebaliknya apabila terjadi penurunan jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel,
maka curah jantung dipertahankan dengan cara meningkatkan frekuensi denyut jantung.
Bila kebutuhan jaringan akan oksigen meningkat misalnya pada waktu olah raga curah jantung
juga meningkat. Pada olah raga berat curah jantung dapat mencapai 20-25 l/menit, bahkan
pada atlit terlatih dapat mencapai 40 l/menit. Selisih antara curah jantung istirahat dengan
jumalah darah maksimum yang dipompa oleh jantung sewaktu kerja fisik berat disebut daya
cadang jantung.

Frekuensi Denyut jantung.


Frekuensi denyut jantung pada keadaan normal ditentukan oleh kecepatan pelepasan impuls
spontan dari simopul SA, yang besarnya 70 x/m. Di dalam tubuh , jantung dipengaruhi oleh
persarafan otonom yang dapat mengubah baik frekuensi denyut jantung maupun kekuatan
kontraksinya. Persarafan parasimpatis (N.Vagus) ke janutng terutama akan menutju ke simpul
SA, simpul AV serta atrium, dan hanya beberapa serat saja yang akan menuju ke ventrikel.
Persarafan simpatis ke jantung menuju simpul SA, simpul AV, atrium dan ventrikel.
peningkatan rangsang parasimpatis akan menurunkan denyut jantung. Asetikolin yang
dilepaskan diujung serat saraf parasimpatis akan meningkatan membran simpun SA terhadap
ion K. Akibatnya potensial membran simpul menjadi lebih negatif (hiperpolarisas) karena
efluks ion K meningkat, dan potensial aksi akan lebih sukar terbentuk. Peningkatan
permeabilitas terhadap ion K ini juga melawan penurunan permeabilitas spontan ion K yang
mendasari terjadinya depolarisasi lambat menjadi berkurang, sehingga dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mencapai ambang letup.
Sebagai hasil akhir nampak frekuensi pembentukan potensial aksi oleh simpul SA menurun,
sehingga frekuensi denyut jantungpun berkurang.
Pengaruh perangsangan parasimpatis pada simpul AV ialah menurunkan eksitabilitas simpul
AV serta m,emperpanjang masa transisi impuls ke ventrikel. Di atrium rangsang parasimpais
akan memperpendek potensial aksi miokardium dengan cara menurunkan pemasukan ion Ca
melalui cenel lambat. Sebagai hasil akhgir terjadi penurunan kekuatan kontraksi atrium.
Sebaliknya peningkatan rangsang simpatis akan meningkatkan frekuensi denyut jantung.
Norepineprin menurunkan permeabilitas membran ion K dengan cara mempercepat inaktifasi
cannel K. Menurunnya efgluk K menyebabkan keadaan intrasel menjadi kurang negatif
(terdepolarisasi), sehingga potensial aksi lebih mudah terbentuk.

1. Isi sekuncup
Makin besar volume akhir diastole (EDV) atau makin kecil volume akhior sistol
(ESV), makin besar isi sekuncup. EDV tergantung pada kecepatan aliran balik vena,
edangkan ESV bergantung pada kuat kontraksi ventrikel serta besar tekanan dalam
pembuluh darah yang harus di lawan oleh ventrikel pada wakltu memompakan darah.
Dengan demikian, besar isi sekuncup ditentukan oleh 3 faktor/variabel, yaitu :
2. Preload, yaitu derajat pengisian. Makin basnyak darah yang kembali ke jantung, makin
banyak pula darah yang diinjeksikan oleh ventrikel. Hubungan langsung antara EDV
dan sisi sekuncup merupakan pengaturan intrisik curah jantung. Yang menggambarkan
kemampuan jantung untuk mengatur besar jumlah curah jantungnya sendiri.
Pengaturan intrisik ini tergantung pada hubungan panjang awal dengan tegangan
miokardium, yaitu penerapan hukum Frank-Starling pada otot jantung (makin besar
preload), makin kuat kontraksi jantung, sehingga isi sekuncup jga meningkat, sampai
batas tertentu.

3. Kontraktilitas, Pengaturan curah jantung juga dapat dilakukan melalui faktor yang tidak
berasal dari jantung sendiri (pengaturan ekstrinsik), misalnya persarafan otonom.
Rangsang simpatis dan peningkatan epineprin akan meningkatkan kontraktilitas
jantung (efek inotropik positif ). Hal ini terjadi melalui peningkatan influks ion Ca.
Meningkatnya ion Ca dalam sitosol memungkinkan otot jantung untuk memungkinkan
menghimpun kekuatan yang lebih besar saat berkontraksi. Menggunakan contoh pada
uraian sebelumnya,bila pada keadaan normal EDV adalah 135 ml dan ESV 65 ml,
maka isi sekuncup 70 ml. Pada perangsangan simpatis, untuk EDV yang sama, ESV
menjadi 35 ml, sehingga isi sekuncup adalah 100 ml. Efek perangsang simpatis yang
lain ialah meningkatkan arus balik vena melalui efek vasokontriksi pembuluh darah
vena . Peningkatan arus balik vena akan meningkatkan EDV, sehingga sesuai dengan
hukum Sterling, kuat kontraksi jantung akan meningkat.

4. Afterload , yaitu tekanan rata-rata dalam pembuluh aorta dan pembuluh pulmonal. Pada
saat ventrikel berkntraksi, tekanan di dalam rongga ventrikel harus meningkatkan
sedemikian rupa sehingga melampaui tekanan di dalam aorta atau pembuluh pulmonal,
agar katup semilunaris dapat terbuka. Tekanan di dalam pembuluh arteri dinyatakan
sebagai afterload, karena merupakan bahan yang harus dilawan (tegangan yang harus
dikembangkan) oleh ventrikel pada awal fase sistol. Apabila tekanan di dalam pembuluh
arteri meningkat, atau katup semilunar menyempit (stenosis), ventrikel harus
membangkitkan tekanan yang lebih besar di dalamnya agar dapat mengejeksikan darah. Sel
otot jantung juga memperlihatkan hubungan antara beban kerja dengan kecepatan
kontraksi, seperti halnya otot rangka. Makin besar beban kerja jantung, makin lama waktu
yang dibutuhkan oleh ventikel untuk memompa darah melawan peningkatan afterload.
Bergantung pada frekuensi denyut jantung, waktu ejeksi ventrikel berkisar antara 100-150
milidetik. Adanya keterbatasan waktu ejeksi serta hubungan antara beban kerja dan
kecepatan kontraksi, peningkatan afterload menyebabkan penuruna jumlah yang dapat
dipompa ventrikel dalam fase sistol. sebagai hasil akhir tampak bahwa peningkatan
afterload menyebabkan penurunan curah jantung.

Pengukuran curah jantung.


Curah jantung adalah salah satu para meter penting yang digunakan untuk menilai fungsi
pompa jantung, karena curah jantunglah yang bertangguna jawab untuk transport bebrbagai
subtansi ke dan dari jaringan. Pada manusia biasanya pengukuran curah jantung dilakukan
secara tidak langsung. Dua metode yang lazim dilakukan adalah metode oksigen Fick dan
metode dilusi zat warna.
Prinsip Fick, menyatakan bahwa jumlah ambilan suatu substansi oleh sebuah organ per
satuan waktu sama dengan selisih kadar substansi tersebuta dalam darah vena dikalikan
dengan jumlah aliran darah. Prinsip ini dapat digunakan untuk mengukur curah jantung
dengan mengukur jumlah ambilan oksigen oleh tubuh per satuan waktu dibagi selisih kadar
darah sehingga sampel darah arteri dan vena di paru-paru. Kadar oksigen darah arteri
diseluruh tubuh adalah sama , sehingga sampel darah arteri dapat diambil dari sembarang arteri
dalam tubuh. Sampel darah vena dalam arteri pulmonalis diperoleh dengan cara kateterisasi
jantung. Konsumsi oksigen diukur menggunakn spirometer atau tehnik kantong Douglas.
Dengan demikian curah jantung dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut :
Curah jantung = Konsumsi O 2 (ml/menit)
(AO2)-(VO2)
= 250 ml/menit
(190-140)m/l
= 250ml/menit
50 ml/l
= 5 Liter/menit.
Pada metode dilusi zat warna /bahan radioisotop yang tidak dapat berdifusi disuntikan ke
dalam pembuluh darah vena besar atau jantung sebelah kanan. Dicatat pada saat waktu
penyuntikan zat tersebut. Zat ini segera akan diedarkan melalui jantung kanan, paru, jantung
kiri, dan akhirnya masuk ke aliran sistemik. Kadar zat warna diukur secara berkala pada salah
satu pembuluh arteri perifer, dan dibuat kurva berdasarkan waktu kapan zat warna mulai
terdeteksi serta berapa lama waktu yang diperlukan mulai zat tercatat sampai konsentrasinya
dalam darah menjadi nol kembali.
Curah jantung = A mg zat warna yang disuntikan x 60
(Zat) rata-rata/ml darah x lama kurva (detik)

Indeks Jantung
Dasar curah jantung berkaitan dengan besar tubuh seseorang. Terdapat korelasi antara curah
jantung dengan luas permukaan tubuh seseorang. Pada keadaan tertentu, besar curah jantung
dinyatakan per satuan luas permukaan tubuh. Parameter ini dikenal sebagai Indeks Jantung.
Sebagai contoh, seorang dengan berat badan 60 kg dan tinggi badan 170 cm memiliki
permukaan tubuh 1,5 m2. Apabila curah jatungnya 4,5 l/menit indeks jantungnya = 3 liter
normal, ineks jantung berkisar antara 3,2-3,8 liter.
Pengaturan Kerja Jantung
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya jantung dapat mengatur curah jantungnya sendiri
sesuai dengan kebutuhan, melalui pengaturan intrisik dan ekstrinsik. Pengaturan intrisik terjadi
melalui mekanisme Frank-Strarling. Pengaturan ini sering dinyatakan pula sebagai pengaturan
heterometrik, karena perubahan curah jantung didasarkan atas perubahan panjang serat otot
jantung. Faktor ekstrinsik yang mengatur kerja jantung misalnya faktor saraf dan zat kimia.
Pengaturan ini merupakan pengaturan homometrik karena tidak bergantung pada panjang
serat otot miokardium.
Beberapa zat yang dikatakan mempengaruhi kerja jantung,antara lain: Epineprin, Zantine,
digitalis tiroksin, yang akan meningkatkan kerja jantung, efeknya dapat berupa peningkatan
kontraktilitas atau penigkatan frekuensi jantung atau keduanya.
Acetikolin dan barbiturat akan menurunkan kerja jantung.

Refleks Jantung
Pengaturan kerja jantung umumnya terjadi secara refleks. Penggiatan atau penghambatan kerja
jantung merupakan jawaban atas rangsang tertentu yang akan diterima oleh reseptor tertentu.
Reseptor-refleks jantung yang spesifik dan penting ialan :
· Baroreseptor pada dinding sinus carotikus dan arkus aorta
· Kemoreseptor pada glomur karotikus dan glomus aortikus
· Baroreseptor pada dinding atrium
Baroreseptor peka terhadap perubahan, tekanan darah, sedangkan kemoreseptor peka
terhadap perubahan kadar zat kimia tertentu dalam darah, misalkan oksigen, karbondioksida,
dan ion H.
Penting diingat bahwa respon tubuh terhadap berbagai rangsang tidak saja menimbulkan
respon yang terbatas pada jantung, namun umumnya juga diikuti oleh respon pada pembuluh
darah serta sistem pernapasan.
Beberapa contoh refleks jantung pada tubuh antara lain:
1. Refleks kardivaskuler : yitu refleks pada jantung dan pembuluh darah yang bertujuan
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal. Apabila oleh suatu sebabtekanan
darah sistemik meningkaat, baroreseptore pada sinus karotikus dan arkus aorta akan
terangsang dan mengirimkan implus ke pusat jaringan jantung dan vasomotor. Sebagai
jawabab terhadap rangsang tersaebut akan terjadi penghambatan kerja jantung
(penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas) serta vasodilatasi pembuluh
darah oleh peningkatan tonus parasimpatis dan simpatis. Sebaliknya penurunan
tekanan sistemik akan menimbulkan refleks peningkatan denyut jantung, peningkatan
kekuatan kontraksi jantung serta vasokontriksi pembuluh darah.
2. Refleks Bainbrige; yaitu refleks meningkatkan denyut jantungapabila volume darah dalam
sistem meningkat. Refleks ini pertama kali dilaporkan oleh Brainbrige yang
menem,ukan adanya peningkatan frekuensi denyut jantung pada pemberian infus garam
fisiologi. Pemberian infus tersebut disebabkan peningkatan tekanan darah vena sentral
yang cukup besar, sehingga atrium kanan meregang. Hal ini akan merangsang reseptor
regang pada muara vena kava dan impul dikirimkan ke pusat jantung melalui serat
eferens (N. Vagus) sebagai respon tampak peningkatan frekuensi denyut jantung.
Refleks ini dapat dihilangkan apabila dilakukan pemotongan nervus vagus.
3. Refleks kemoreseptor: yaitu refleks yang timbul apabila terjadi perubahan kadar substansi
kimia tertentu di dalam tubuh. Kemoreseptor spesifik pada glomus karotikus dasn glomus
aortikus peka terhadap perubahan oksigen, kerbondioksida dan Ph darah. Pengaruh O2
dan CO2 terhadap jantung sukar dinilai melalui percobaan karena zat ini memperngaruhi
sistem kardiovaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung (efek lokal) maupun
melalui perangsangan kemoreseptor refleks. Apabila oleh suatu sebab, kandungan oksigen
dalam darah menurun, kemoreseptor dalam pembuluh darah besar akan mengirimkan
inpuls ke pusat pengaturan kerja jantung dan pusat vasomotor. Sebagai jawaban tampak
peningkatan frekuensi denyut jantung disertai vasokontriksi pembuluh darah. Tetapi
apabila O2 dalam darah menurun(hipoksia) berat terjadi penghambatan kerja jantung.
Hiperkapnia (peningkatan kadar CO2 darah) juga akan menggiatkan kerja jantung,
disamping itu hiperkapmia secara langsung mempengaruhi jaras penghantar khusus,
menimbulkan efek kronotropik negatif, dromotropik negatif dan sering akli menimbulkan
aritmia jantung.

IV. Jelaskan mekanisme terjadi penghentikan perdarahan pada kaki kafil !


Hemostasis : Peristiwa penghentian perdarahan yang dimulai pada waktu pembuluh darah
terluka.
Proses :
· Kontriksi pembuluh darah
· Pembentukan sumbatan sementara hemostatis tromboosit
· Perubahan sumbatan menjadi bekuan besar
Kontriksi pembuluh darah sama denga vasokontriksi lokal yang nyata pada pembuluh darah
kecil (arteriol). Ini disebabkan oleh serotinin dan vasokonstriktor lain yang dilepaskan
trombosit akhirnya melekat pada tdinding pembuluh yang rusak.
Sumbatan sementara hemostasis : Jika pembuluh darah rusak, endotel rusak, dan lapisan
kolagen yang mendasarinya terbuka, kolagen menarik trombosit-trombosit dan melekat
padanya dan melepaskan serotonin dan ADP. ADP yang cepat menarik trombosit dan
terbentuk sumbatan yang jarang dari masa trombosit. ADP dari sel darah merah dan jaringa
yang rusak dapat juga membantu permulaan masa trombosit.
Reaksi pembekuan darah.
Dasar : Fibrinogen-------Trombin--------> fibrin.

Mekanisme pembekuan darah dalam beberapa tahap :


Pembentukan aktifator protrombin
Konversi protrombin-------- trombin
Konversi fibrinogen ---------fibrin
Reaksi pembekuan darah :

Sistem Sistem
intrisik ekstrinsik
Inaktif XII Tissue
Kolagen tromboplas
Aktif XII tin
Aktif XI
Inaktif IX Aktif IX Aktif VII Inaktifd
Inaktif X VIII Aktif X Inaktif X VII
Trombosit
(Platelet) Ca 2+

Trombosit
Protrombin Trombin
Fibrinogen Fibrin
(losse)
XIII

Fibrin
(Tight)

V. Jelaskan mekanisme kopensasi sistem cairan tubuh akibat kehilangan sejumlah cairan tubuh
pada waktu berkeringat dan terkencing-kencing, menncakup perpindahan cairan antar
kompartemen !
Ada 3 kompartemen dalam tubuh yaitu :
1. Plasma darah (cauran intravaskuler)
2. Cairan interstisial (bagian cairan ekstrasel yang terdapat diluar sistem vaskuler dan yang
membasahi sel)
3. Cairan intrasel (cairan sel)

Perpindahan antar komparetemen (pergerakan cairan) tersebut dipengaruhi oleh berbagai


peroses yaitu : Diffusi, Osmose, Filtrasi, dan Transport aktif.
Mekanisme kopensasi cairan tubuh pada kasus kafil adalah :

Terkejut

Hipotalamus anterior Medulla oblongata

ADH meningkat Sistem saraf simpatis


Epineprin
Rasa haus Medulla adrenal
Norepineprin

Pembuluh darah : Kulit


Vasokontriksi
Tekanan darah Kel. keringat
meningkat meningkat
Denyut jantung
meningkat
TUGAS DISKUSI FISIOLOGI
KARDIOVASKULER, PERNAPASAN, CAIRAN TUBUH
DAN DARAH

DISUSUN OLEH :

Kelompok I

Agus Setiawan Harif Fadilah


Gunawan Irianto MM. Sri Mintarsih
Tedi Indriadi Saifudin Zukri
Endang Lestiwati Dian Avrianti
Titin Ungsianik Sahat Simanjuntak
IGA Puja Astuti Dewi Antia
Budhy Ermawan Siti Sabartiarah

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
1996

Anda mungkin juga menyukai