Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KONSEP PENGENDALIAN (CONTROLLING)

DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN

Disusun oleh : Kelompok 4

Gresyela Pulina Valentine 30140118002

Karolina Jun 30140118005

Lia Priska Purba 30140118006

Lisdayanti 30140118008

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan
BerkatNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Konsep
Pengendalian (Controlling) Dalam Manajemen Keperawatan” ini dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan. Makalah ini kami susun
berdasarkan dari buku yang kami baca yang ada kaitannya dengan makalah yang kami buat.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak
tertentu, oleh karena itu kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
kami, teman-teman kami yang telah membantu hingga makalah ini selesai. Kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.

Padalarang, 23 Maret 2021

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manajemen Keperawatan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,
pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan dan pengendalian aktivitas-aktivitas
upaya keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu,kualitas dan kwantittas pelayanan
dibidang kesehatan secara komprehensif sesuai dengan standar kesehatan yang ditetapkan
oleh pemerintah. Sering kita lihat manajemen keperawatan ini diberbagai rumah sakit
belum semaksimal diterapkan atau kurang terkordinir dengan baik dalam menciptakan
lingkungan yang nyaman dan harmonis antara perawat dan pasien untuk melakukan
tindakan keperawatan atau praktik keperawatan dan asuhan keperawatan.
Salah satu proses manajemen adalah controling yang merupakan salah satu fungsi
dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan
mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu pengawasan/controling dikatakan penting karena
tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang
memuaskan, baik bagi organisasi itu sendiri maupun bagi para pekerjanya.controling juga
merupakan proses terakhir dari manajemen tetapi bukan langkah terakhir dalam
manajemen karena seperti yang kita ketahui bahwa proses menajamen merupakan proses
yang berkesinambungan, dimana setiap fungsi manajemen saling memberikan kontribusi
yang sama terhadap keberlangsungan proses manajemen. Proses controling menjadi salah
satu proses yang memberikan kontribusi yang besar terhadap proses selanjutnya
khususnya dalam merencanakan strategi baru guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Hasibuan (2008:22) contoling ialah kegiatan mengendalikan semua
karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan
rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, dilakukan tindakan perbaikan
dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan,
perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
Siswanto (2005:22) mendefinisikan controlling sebagai suatu usaha sistematik
untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, mendesain system
informasi umpan balik, membandingkan aktivitas nyata standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan
perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa tenaga kerja telah melaksanakan
pekerjaan dengan cara paling efisien dan efektif untuk mewujudkan tujuan perusahaan,
Dalam controling, memiliki kecederungan tanggung jawab terhadap
keberlangsungan manajemen resiko,manajemen resiko ini termasuk kedalam
pengembangan dan implementasi strategi untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan tindakan

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk mengetahui dan memahami dan menerapkan tentang konsep
dan proses controling dalam manajemen
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi controlling
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami fungsi dan tujuan dari controlling
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami prinsip-prinsip controlling
d. Mahasiwa mampu mengetahui dan memahami proses dan jenis-jenis controlling
e. Mahasiwa mampu memahami dan melakukan cara cara untuk melakukan
controling

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENGENDALIAN DALAM KEPERAWATAN


1. PENGERTIAN PENGENDALIAN (CONTROLLING)
Controlling adalah proses pemeriksaan apakah segala sesuatu yang terjadi sesuai
dengan rencana yang telah disepakati, intruksi yang dikeluarkan,serta prinsip-prinsip
yang ditetapkan, yang bertujuan untuk menunjukan kekurangan dan kesalahan agara
dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Melalui fungsi pengawasan, standar
keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan
sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang
mampu dikerjakan oleh staf (Rosyidi,2013 & Simamora,2012).
Controling adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
pengendalian/pengontrolan meliputi menetapkan standar dan menetapkan metode
mengukur prestasi kerja, melakukan pengukuran prestasi kerja, menetapkan apakah
presetasi kerja sesuai dengan standar, mengambil tindakan korektif, peralatan, atau
instrument dipilih untuk mengumpulkan bukti dan untuk menunjukan standar yang
telah ditetapkan atau tersedia (Marquis dan Huston, 2016).
Kesimpulan dari kami controling adalah adalah proses pemeriksaan segala
sesuatu yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan supaya kesalahan itu tidak
terjadi lagi, dengan melakukan langkah-langkah yang dilakukan seperti menetapkan
standar dan metode mengukur prestasi kerja, melakukan pengukuran prestasi kerja
apakah prestasi kerja sesuai dengan standar, dll
2. PRINSIP CONTROLLING
1. Prinsip keseragaman yang menjamin bahwa control berkaitan dengan struktur
organisasi.
2. Prinsip perbandingan menjamin bahwa control dinyatakan dalam istilah-istilah
standar kinerja yang dibutuhkan, termasuk kinerja masa lalu. Pada pengontrolan
ini berarti menyusun tanda dan memeriksa serta menjelaskan hasil dalam istilah
yang ditandai.
3. Prinsip penerimaan memberikan ringkasan yang mengindentifikasi penerimaan
pada standar.
4. Pengawasan yang dilakukan harus mengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur.
5. Standar untuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada senua staff
a. Untuk meningkatkan kinerja
b. Bersifat edukatif dan suportif
c. Menerapkan proses manajemen (terencana)
d. Melihat “kinerja” bukan “orangnya”
e. Fleksibel, waktu, adil dan murah.

3. KARAKTERISTIK CONTROLLING
Proses pengendalian yang dilakukan seorang manajer dikatakan berhasil bila
mengandung beberapa karakteristik seperti di bawah ini :
1. Menggambarkan kegiatan yang sebenarnya
2. Melaporkan kesalahan dengan tepat.
3. Bersifat objektif
4. Bersifat fleksibel
5. Bersifat mudah dimengerti
6. Menunjukkan kegiatan perbaikan.

4. TUJUAN DAN MANFAAT CONTROLLING


Tujuan utama dari controling adalah menjamin setiap kegiatan yang telah
direncanakan berjalan secara tepat dan benar sehingga tujuan yang ditetapkan
tercapai, adapun juga tujuan lainnya adalah :
1. Menjaga eksistensi organisasi
2. Meningkatkan motivasi warga organisasi
3. Memberikan metode bagi menejemen dan melakukan evaluasi
4. Memberikan alat deteksi dini terhadap strategii yang dikembangkan/ dijalankan

Manfaat Controlling

Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan secara tepat,


organisasi akan memperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan sesuai
dengan standar atau rencana kerja dengan menggunakan sumber daya yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan mengendalian bermanfaat
untuk meningkatkan efisien program.
2. Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian staf
dalam melaksanakan tugas- tugasnya. Bila hal ini diketahui, pemimpin organisasi
akan dapat memberikan latihan bagi staf nya karena latihan memang dibutuhkan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan staf.
3. Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi
kebuutuhan dan telah digunakan secara benar.
4. Dapat diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.
5. Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk promosi
dalam latihan lanjutan.
6. Mempertahankan keseimbangan
7. Meningkatkan kinerja (Pengetahuan, Kemauan (motivasi), kemampuan, keahlian)
5. TIPE-TIPE CONTROLLING
1. Feedword controls/ pengawasan pendahuluan
Feedword control berfokus pada operasional sebelum kegiatan dimulai.
Tujuannya untuk mencegah timbulnya masalah. Pengawasan ini juga sering
disebut juga dengan streeng control, ini diarancang untuk mengantisipasi maslah-
masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standart dn tujuan yang
memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap diseusaikan ( kegiatan belum
dilaksankan).
2. Concurrent controls
penerapannya berfokus pada saat proses kegiatan/pekerjaan berlangsung.
Pengawasan concurrent maksudnya yang dilakukan bersamaan dengan
melakukan kegiatan. Pengawassn ini sering disebut pengawasan “Ya –Tidak,
screening control, berhenti terus” dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung.
3. Feedback controls/umpan balik
Feedback controls berffokus pada hasil dari pekerjaan yang dilakukan .
feedback control ini akan menjadi masukkan dalam membuat rencana
kedepannya, input dan proses kedepannya. Pengawasan ini biasa juga dikenal
sebagai “ Past – Action Control” yang mengukur hasil-hasil dri suatu kegiatan
yang telah diselesaikan dan pengkuruan ini dilakukan setelah kegiatan terjadi.

6. TEKNIK CONTROLLING
1. Langsung
“ supervisior mengawasi secara langsung hal yang ada dilapangan”
Keuntungan :
a. Relatif lebih objective
b. Perbaikan dan uman balik dapat secara langsung diberikan
Kerugian : Relatif membutuhkan waktu lebih banyak
2. Tidak Langsung
“ melalui tertulis atau lisan”
Keuntungan : Relative lebih mudah ( menghadapi benda mati)
Kerugian :
a. Komunikasi satu arah
b. Gampang direkayasa
c. Sangat dipengaruhi kemampuan pelapor.

7. PROSES CONTROLLING
Proses pengontrolan merupakan proses yang kontinyu antara pengukuran,
perbandingan dan kegiatan.Ada 4 langkah dalam melakukan proses pengontrolan :
pengembangan standar/ performance kerja, penilaian kinerja, membandingkan
penilaian kinerja dengan standar performance kerja, dan memperbaiki tindakan.
1. Langkah 1. mengembangkan standar performance kerja/kinerja. Standar dibuat
secara objektif pada saat melaksanakan perencanaan. Standar merupakan
pedoman dalam melakukan penilaian.Dalam standar tersebut terdapat pernyataan-
pernyataan mengenai hasil dari layanan, servis/pelayanan, peralatan yang dipakai,
sumber daya manusia, dan unit organisasi.Biasanya dibuat pada skala numerik
dan digunakan untuk kualitatif, kualtitatif seta waktu.Toleransi biasanya muncul
daalm penetapan stabdar hal ini didefinisikan sebagai sebuah penyimpanagn
terhadap standar yang diperbolehkan.
2. Langkah 2. Penilaian performance kerja/kinerja. Supervisor mengumpulakan
data untuk melakukan penilaian penampilan kerja/kinerja karyawan utnuk
menentukan berbagai variasi dari stanandar.Penulisan data termasuk waktu kerja,
produktifitas dan laporan hasil observasi yang dilakukan oleh manajer, laporan
statistik, lapran langsung, dan penulisan alporan daap digunakan untuk penilaian
performance kerja. Management by walking around, or observasi pekerjaan
karyawan, penyedian unfilter informasi, perluasan jarinagn informasi dan
kemampuan untuk membaca antar garis. Sistem komputerisasi dapat digunakan
oleh supervisor dalam menggumpulkan data dan referensi. Komputer juga
merupakan alat yang penting dalam menilai kinerja bagi organisasi yang sudah
menggunakan teknoogi komputerisasi.
3. Langkah 3. Membandingkan penilaian kinerja dengan standar performance kerja
membandingkan hasil pekerjaaan dengan standar yang telah ditentukan. Beberapa
variasi hasil akan muncul pada semua aktivitas yang dilakukan dan tugas
supervaisior adalah mengembangkan range variasi tersebut. Perbedaan dan
penyimpanagn dari standar yang telah ditentukan, hal itu akan menjadi tanda bagi
supervaisor bahwa ada masaalh yang terjadi. Dua metode pengukuran yang
digunakan untuk mengkaji pencapaian tujuan-tujuan keperawatan adalah analisa
tugas dan control kualitas. Pada analisa tugas kepala perawata melihat gerakan-
gerakan, tindakan-tindakan dan prosedur-prosedur yang tersusun dalam pedoman
tertulis, jadwal-jadwal, aturan-aturan, catatan-catatan dan anggaran. Hal ini adalah
suatu studi tentang proses pelayanan keperawatan yang diberikan. Hal tersebut
hanya mengukur dukungan fisik saja, dan secara relaif beberapa alat digunakan
untuk analisa tugas dalam keperawatan. Pada kualitas control kepala perawat
dihadapkan pada pengukuran kualitas dan akibat-akibat dari pelayanan
keperawatan. Melakisme atau model-model pelaksanaan telah dikembangkan oleh
American Nurses’Association (ANA), the Joint Comission on Accreditation of
Healthcare Organization (JCAHO) dan lain-lain. Banyak teknik-teknik jaminan
kualitas mengacu pada audit.
4. Langkah 4. Memperbaiki tindakan. Seorang supervisor harus bisa menemukan
penyebab terjadinya penyimpangan tindakan dengan standar yang telah
ditentukan, kemudian setelah itu, dia mengambil tindakan untuk memperbaiki dan
meminimalisir penyebab tersebut .Jika supervisor melihat bahwa perbaikan yang
telah dilakukannya itu kembali menjadi sebuah penyimpangan maka supervisor
dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki akar dari permasalahannya dengan
menentukan bagaimana dan kenapa performance kerja karyawan mengalami
penyimpangan dan mengoreksi sumber penyebab penyimpangan
tersebut.Melakukan perbaikan kerja secepat mungkin merupakan hal yang sangat
efisien karena bagaimanapun juga perbaikan tindakan harus berdasarkan kepada
akan permasalahnya sehingga akan menjadi lebih efektif dalam memecahkan
masalah.

B. KONSEP PENILAIAN KINERJA KEPERAWATAN


1. PENGERTIAN KINERJA
Kinerja merupakan hasil dari suatu tindakan atau pelaksanaan tugas dari
seseorang pada suatu organisasi dalam periode waktu tertentu, dimana untuk dapat
menghasilkan kinerja yang baik seseorang memiliki kemampuan, kemauan, usaha
serta dukungan dari lingkungan. Menurut Swansburg dalam (Mustofa, 2008),
deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan
penilaian. Pertama tujuan, dimana tujuan ini akan mempengaruhi perilaku dalam
melakukan pekerjaan dalam organisasi, kedua ukuran untuk mengetahui bagaimana
pencapaian kinerja yang di ukur secara kuantitatif dan kualitatif dan ketiga penilaian
yang dilakukan secara reguler untuk memastikan pelaksanaan tugas sesuai dengan
proses dan tujuan dari kinerja setiap karyawan dimana setiap pelaksanaan tugas
berorientasi pada tujuan yang akan dicapai.
Menurut Wibowo (2011), kinerja adalah prestasi atau hasil yang dicapai oleh
karyawan setelah melakukan suatu pekerjaan dalam sebuah organisasi. Berdasarkan
beberapa pengertian diatas disimpulkan kinerja adalah prestasi atau hasil kerja
seorang karyawan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang ditugaskan sesuai
dengan tujuannya dan tanggungjawabnya yang dapat dilihat baik secara kuantitas
maupun kualitas dalam kurun waktu tertentu.

2. PENGERTIAN KINERJA PERAWAT


Berdasarkan penelitian Ali dalam Desri (2008) menyatakan, kinerja perawat
merupakan aplikasi pengetahuan dan kemampuan yang telah diterima selama
mengikuti pendidikan sebagai perawat untuk dapat menerapkan ilmu dalam
memberikan pelayanan dan mempunyai tanggungjawab dalam meningkatkan derajat
kesehatan dan melayani pasien sesuai dengan tugas, fungsi dan kompetensi yang
dimiliki.
Menurut Sulistyowati (2012), penilaian kinerja perawat harus dilakukan sesuai
dengan tingkat ilmu dan kompetensi yang dimiliki dengan mengacu pada standar
praktek keperawatan dimana hasil dari penilaian kinerja disesuaikan dengan visi dari
rumah sakit yang berdampak pada kinerja rumah sakit.
3. PENGERTIAN PENILAIAN KINERJA PERAWAT
Huber (2010) menyatakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal)
merupakan proses untuk melakukan evaluasi terhadap hasil dari pekerjaan orang lain.
Penilaian kinerja dilakukan secara efektif dan efisien untuk memberikan arahan
perilaku dari karyawan dalam melakukan pekerjaan agar menghasilan kualitas jasa
pelayanan yang baik sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Satria,
2013).
Penilaian kinerja perawat adalah sebuah proses dimana pencapaian kinerja
individu atau kelompok diukur dan di evaluasi serta dibandingkan dengan standar
yang telah ditentukan (Ellis & Hartley, 2012). Proses penilaian kinerja perawat
sebaiknya dilakukan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam
rangka menghasilkan jasa keperawatan yang mempunyai kualitas yang baik (Depkes
RI, 2002).

4. PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN KINERJA PERAWAT


Berdasarkan Depkes RI tahun 2002 prinsip-prinsip penilaian kinerja perawat dapat
dijelaskan seperti berikut ini:
1. Pelaksanaan evaluasi kerja dilaksanakan sesuai dengan strandar pelaksanaan
pekerjaan dan posisi bertugas dari tenaga perawat. Penjelasan mengenai standar
pelaksanaan tugas telah dilakukan pada saat orientasi sebagai tujuan yang harus
diusahakan untuk dilakukan selama pelaksanaan tugas dan dievaluasi sesuai
sasaran yang sama.
2. Melakukan pengamatan tingkah laku dari sampel perawat sebaiknya dilakukan
dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerja sehari-hari, hal ini harus diperhatikan
dengan baik dan pengamatan dilakukan dengan konsisten untuk mencegah
terjadinya kesalahan yang tidak diinginkan.
3. Perawat dan supervisi sebaiknya diberikan salinan dari tugas dan fungsi perawat,
standar kerja yang dilaksanakan dan evaluasi yang akan dilakukan sehingga pada
saat dilakukan penilaian kinerja mempunyai kerangka pemikiran yang sama.
4. Manajer perlu menjelaskan pada saat pertemuan dan evaluasi skala serta area
prioritas yang penting untuk dilaksanakan sesuai dengan standar keperawatan
untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.
5. Pada laporan evaluasi dibuatkan dan disusun dengan baik dan teratur sesuai
dengan instrumen evaluasi sehingga perawat tidak mengetahui bahwa dirinya
sedang dilakukan pengamatan dan penilaian kinerjanya.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA


Faktor yang mempengaruhi kinerja perlu dikaji secara teori kinerja, dimana secara
teori yang disampaikan oleh Gibson (2008), ada tiga variabel yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja yaitu individu, organisasi dan psikologi. Dari ketiga variabel itu
akan mempengaruhi perilaku kerja dari personel yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerja personel tersebut. Perilaku kerja merupakan hal-hal yang
dilakukan pada saat melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas, tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai pada sebuah organisasi.
1. Keterampilan dan kemampuan fisik serta mental
Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor yang utama yang dapat
mempengaruhi kinerja dari individu karena akan mempengaruhi pencapaian hasil
kerja individu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sitepu, 2012), mendapatkan
hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi (sikap dan
keterampilan) terhadap kinerja perawat dimana variabel yang paling tinggi
pengaruhnya adalah keterampilan. Sedangkan hasil yang berlawanan diperoleh
pada penelitian (Mulyono, 2013), dimana kinerja tidak dipengaruhi oleh
kompetensi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
2. Latar belakang (keluarga, tingkat sosial dan pengalaman)
Pengalaman kerja merupakan waktu mulai bekerja hinggi saat ini, dimana
semakin lama pengalaman seorang bekerja akan semakin terampil dalam
melakukan pekerjaan tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Siagian (2000),
pengalaman seorang dalam bekerja akan mempengaruhi dalam melaksanakan
tugas sehari-hari yang akan semakin terampil dan berpengalaman dalam bekerja.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Lusiani (2006) yang menyatakan bahwa
perawat yang memiliki pengalaman kerja tinggi akan memiliki kinerja yang lebih
baik dalam memberikan asuhan keperawatan.
Tingkat pendidikan menurut Andrew dalam Mangkunegara (2004) yaitu
suatu proses dalam jangka panjang yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan
sistematis untuk mempelajari konseptual dan teoritis sesuai dengan jenis dan
tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menjadi dasar
seseorang untuk bertindak melakukan pekerjaan (Nursalam, 2003). Sementara
Siagian (2002) menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
akan semakin tinggi pula keinginan dan kemampuan untuk menerapkan
pengetahuan yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Faizin,
2009) yang mendapatkan hasil tingkat pendidikan seseorang mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerjanya.
3. Demografi (umur, jenis kelamin dan status kepegawaian)
Umur sering kali dikaitkan dengan kemampuan dan keterampilan
seseorang dalam bekerja, selain itu umur juga mempengaruhi fisik dan psikis
seseorang dimana semakin bertambah usia seseorang maka akan cenderung
mengalami perubahan potensi dan produktivitas kerjaa. Usia produktif dikatakan
mulai dari umur 20 sampai 35 tahun karena pada usia tersebut seseorang identik
memiliki idealisme tinggi dan tenaga yang masih prima (Handoko, 1997). Pada
penelitian Sastradijaya (2004) mendpatkan hasil bahwa salah satu faktor
bermakna yang dapat mempengaruhi kinerja adalah umur perawat. Sedangkan hal
berbeda pada penelitian Rusmiati (2006) dimana umur tidak memiliki hubungan
yang bermakna dalam mempengaruhi kinerja perawat.
Pengaruh jenis kelamin dalam melakukan pekerjaan tergantung dari jenis
pekerjaan itu sendiri. Pada pekerjaan yang lebih mengandalkan otot akan lebih
baik menggunakan pekerja laki-laki sedangkan pada pekerjaan yang lebih
mengutamakan keteramilan akan baik menggunakan pekerja perempuan. Robbins
(2006) menyatakan antara pria dan wanita tidak memiliki perbedaan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah, keterampilan analisis, motivasi dan bersosialisasi.
Teori tersebut dibuktikan pada penelitian Mustofa (2008) dan Muzaputri (2008)
yang mendapatkan hasil tidak menemukan perbedaan kinerja antara perawat pria
dan wanita dalam melakukan tugas keperawatan.
Pada status kepegawaian, terdapat berbagai jenis status kepegawaian
diantaranya PNS, honor, pegawai tetap, kontrak atau outsoursing dimana masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Bila dilihat dari kinerjanya mungkin
akan terjadi perbedaan tetapi berdasarkan hasil penelitian Muzaputri (2008), tidak
terdapat perbedaan kinerja antara perawat PNS dan perawat honor.
4. Persepsi
Persepsi dikaitkan dengan lingkungan disekitar individu, dimana persepsi
merupakan suatu proses seorang individu pengorganisasikan indera dan
menafsirkan sesuatu menjadi suatu yang mempunyai makna kepada lingkungan.
Meskipun mereka memandang satu benda atau hal yang sama tetapi setiap
individu dapat mempersepsikan berbeda (Robbins, 2006). Persepsi diri dalam
bekerja mempengaruhi sejauhmana pekerjaan tersebut memberikan tingkat
kepuasan dalam dirinya (Gibson, 2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Mustofa (2008), bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi supervisi
kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana.
5. Sikap dan kepribadian
Sikap sebagai suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek pada
lingkungan yang direspon oleh indra menjadi sebuah tindakan (Nototmodjo,
2005). Sikap adalah kesiapsiagaan mental, yang dipelajari dan diorganisasikan
melalui pengalaman dan mempunyi pengaruh tertentu atas tanggapan terhadap
orang lain, objek dan situasi yang dialaminya (Gibson, 2008).
Sikap merupakan faktor yang dapat menentukan perilaku seseorang karena
sikap mempunyai hubungan positif dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Perilaku bekerja sangat dipengaruhi oleh sikap saat bekerja. Sedangkan sikap
seseorang dalam merespon masalah dipengaruhi oleh kepribadian seseorang.
Antara hubungan sikap dan kinerja seperti pada penelitian Yuliastuti (2008) yang
menemukan bahwa sikap merupakan faktor yang paling dominan dalam
mempengaruhi kinerja dari perawat.
6. Pendapatan dan gaji (imbalan)
Kompensasi atau pendapatan merupakan suatu cerminan dari suatu hasil
pekerjaan dari seseorang yang diperoleh dari hasil penilaian kinerja. Kompensasi
adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa atas hasil
kerja mereka. Selain itu pendapatan/gaji menjadi satu aspek penting bagi seorang
pegawai karena besarnya pendapatan yang diperoleh menjadi cerminan dari nilai
kerja mereka.
7. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain. Menurut Siagian (2000), pada sebuah organisasi peran
seorang pemimpin terlihat pada kemampuan seorang pemimpin untuk
berkomunikasi dalam mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Untuk dapat mencapai hal tersebut, seorang pemimpin diharapkan
mampu menjadi pembangkit semangat, pemberi motivasi, fasilitator untuk saling
berkomunikasi dan pendamping sehingga dapat sebagai contoh oleh bawahan
untuk bekerja. Penelitian Firmansyah (2009), memperoleh hasil antara
kepemimpinan dan kinerja terdapat hubungan bermakna mempengaruhi kinerja
perawat pelaksana.

6. INDEKS KINERJA INDIVIDU BERDASARKAN KEPMENKES NO.625


TAHUN 2010
Keputusan Menteri Kesehatan No. 625 tahun 2010 tentang pedoman penyusunan
sistem remunerasi pegawai BLU rumah sakit di lingkungan kementerian kesehatan,
berisi mengenai sistem yang mengatur tentang remunerasi dimana besarnya
remunerasi atau bonus yang diperoleh sesuai dengan kinerja yang diberikan pada unit
kerja dan rumah sakit. Pencapaian kinerja yang diinginkan terutama pada kinerja
individu dilakukan melalui proses evaluasi kinerja dengan dibandingkan pada total
target kinerja dari rumah sakit. Penentuan indeks kerja individu pada penilaian kinerja
yang ditetapkan oleh Kepmenkes dilakukan dengan membandingkan antara total
target kinerja yang diperoleh dengan faktor-faktor satuan kinerja individu yang telah
ditetapkan dan ditargetkan.
Pada penilaian kinerja individu perawat, dilakukan berdasarkan dua faktor utama
yang dinilai yaitu kinerja hasil dan kinerja perilaku kerja. Pertama pada kinerja hasil
dibagi lagi menjadi dua komponen penilaian kinerja yaitu kinerja perawat
berdasarkan kuantitas dan kualitas. Kinerja perawat secara kuantitas diukur dengan
cara melihat rata-rata jumlah pasien rawat inap yang dilayani selama satu bulan pada
setiap perawat. Data pasien diperoleh dari buku catatan administrasi ruangan tentang
jumlah pasien setiap hari dan dicatatan buku perawatan pasien setiap hari, kemudian
dihitung jumlah pasien yang dirawat pada setiap perawat dan dijumlahkan setiap
bulan. Sedangkan kinerja perawat secara kualitas diukur dengan empat point
pengukuran yaitu kelengkapan dokumentasi keperawatan, penerapan International
Patient Safety Goals (IPSG), laporan insiden kejadian tidak diharapkan dan kepuasan
pelanggan. Target yang harus dicapai oleh perawat pelaksana untuk setiap komponen
sesuai dengan jumlah target setiap komponen. Target tersebut harus dicapai karena
apabila tidak dilakukan akan mengurangi poin yang diperoleh pada hasil kinerja.
Pencatatan hasil kerja kualitas dicantumkan dalam cacatan perawat perbulan
kemudian di hitung total dan rata-ratanya. Kedua, untuk penilaian kinerja perilaku
kerja perawat dinilai berdasarkan 5 komponen yaitu orientasi pelayanan, integritas,
komitmen, disiplin dan kerja sama dimana setiap masing-masing komponen
mempunyai cara penilaian tersendiri (Kepmenkes, 2010).

1. Kinerja Kualitas Perawat


Pelayanan keperawatan dilihat dari kualitas pelayanan yang diberikan. Pelayanan
yang berkualitas dapat menggambarkan kinerja dari perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan. Kinerja dari aspek kualitas kerja perawat dapat dilihat dalam hal
kelengkapan dokumentasi keperawatan dan penerapan IPSG.
a. Kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan
Menurut Nursalam (2008), tujuan dari standar keperawatan yaitu guna
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengurangi beban biaya, melindungi
perawat dalam melakukan tugas keperawatan dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Standar praktek keperawatan digunakan pedoman oleh setiap perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI tahun 2000 meliputi 5
standar.
1) Pengkajian keperawatan
Pada tahap ini perawat mengumpulkan data tentang kesehatan pasien secara
sistematis dan berkesinambungan, dimana tujuan dari pengkajian yaitu untuk
mengetahui kebutuhan pasien, mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi
pasien dengan berkordinasi dengan tenaga kesehatan lain dan untuk
merencanakan tindakan asuhan selanjutnya secara efektif. Kriteria pengkajian
keperawatan meliputi pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa,
observasi, pemeriksaan fisik dan penunjang, sumber data adalah dari pasien
sendiri atau keluarga, catatan rekam medis dan catatan lain yang berhubungan
dengan pasien serta data yang dikumpulkan untuk mengidentifikasi status
kesehatan pasien dari yang sudah lewat sampai saat ini, status bio-psiko-sosial
pasien, respon terhadap terapi, resiko kesehatan pasien dan harapan tingkat
kesehatan yang diinginkan.

2) Diagnosa
Setelah tahap pengkajian, hasilnya digunakan untuk merumuskan diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan tertulis yang jelas
tentang permasalahan kesehatan pasien, perkiraan faktor penyebab dan faktor
penunjang terjadinya masalah kesehatan tersebut. Proses kegiatan diagnosa
yaitu memilih data, pengelompokan data, mengetahui dan menyusun daftar
masalah, mencari referensi serta membuat kesimpulan permasalahan. Kriteria
proses diagnosa keperawatan yaitu tahapan diagnosa mulai dari analisa,
interpretasi data, identifikasi masalah dan perumusan diagnosa keperawatan,
diagnosa keperawatan meliputi masalah (P), penyebab (E), tanda atau gejala
(S) dan penyebab atau masalah (PE), memvalidasi diagnosa keperawatan
dengan melakukan kerjasama bersama dengan pasien dan petugas kesehatan
lainnya serta melakukan pengkajian ulang dan memperbaiki diagnosa apabila
menemukan data terbaru.
3) Perencanaan
Tujuan dari dibuatnya perencanaan tindakan perawat yaitu untuk rencana
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Kegiatan yang
dilakukan adalah membuat prioritas masalah, menentukan tujuan, membuat
rencana intervensi keperawatan dan membuat kriteria evaluasi. Kegiatan
perencanaan meliputi kriteria sebagai berikut perencanaan dimulai dari
menetapkan yang menjadi masalah prioritas, merumuskan tujuan dan tindakan
keperawatan yang direncanakan, bekerjasama dengan pasien untuk membuat
perencanaan tindakan yang akan dilakukan, perencanaan yang berdasarkan
kebutuhan pasien, menjamin rasa aman dan nyaman karena bersifat individual
serta setiap rencana tindakan perencanaan selalu didokumentasikan.

4) Implementasi

Implementasi tindakan dilakukan sesuai dengan perencanaan tindakan


keperawatan yang telah dibuat. Dalam implementasi tindakan keperawatan
perlu memperhatikan status biopsiko-sosial-spiritual pasien dengan baik,
tindakan dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan, menerapkan etika
keperawatan yang baik, menjaga kebersihan alat dan lingkungan serta
mengutamakan keselematan pasien. Kriteria proses implementasi yaitu
bekerja sama bersama pasien dan tim kesehatan lain pada setiap tindakan
keperawatan yang diimplementasikan, membantu dan memberikan pendidikan
mengenai konsep keterampilan diri dan membantu memodifikasi lingkungan
yang akan digunakan untuk tindakan keperawatan, melakukan evaluasi,
mengkaji dan merubah setiap tindakan keperawatan sesuai dengan respon
pasien serta setiap tindakan keperawatan mempunyai tujuan untuk mengatasi
kesehatan pasien.

5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan oleh perawat terhadap tindakan keperawatan yang tidak


sesuai dengan tujuan serta memperbaiki data awal sampai tahap perencanaan.
Pada proses evaluasi hal yang perlu dicatat yaitu waktu melakukan tindakan,
catatan perkembangan pasien apakah sesuai tujuan atau tidak dan tanda tangan
dari pasien dan perawat yang melakukan tindakan. Kriteria proses evaluasi
yaitu menyusun perencanaan evaluasi hasil dan intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan secara kontinyu, memakai data dasar dan
tanggapan dari pasien untuk mengetahui hasil pelaksanaan sesuai dengan
tujuan, memvalidasi dan melakukan analisa data baru dengan rekan tim
perawat, bekerja sama dengan pasien, keluarga dan petugas kesehatan lainnya
untuk merancang tindakan keperawatan selanjutnya.
b. Pengukuran Penerapan International Patient Safety Goals (IPSG)
Suatu sistem yang diterapkan di rumah sakit untuk menjaga agar dalam
pemberian pelayanan atau asuhan kepada pasien lebih aman dan benar maka
diterapkanlah sistem keselamatan pasien. Seperti yang dijelaskan dalam
Permenkes No. 1691/Menkes/Per/VIII/2011, dijelaskan bahwa setiap institusi
harus menerapkan keselamatan pasien pada setiap tindakan yang dilakukan sesuai
dengan standar. Standar yang maksudkan terkait dengan IPSG meliputi 6
indikator (Depkes, 2011).
1) Mengidentifikasi pasien dengan benar
Pengembangan yang dilakukan dirumah sakit dalam meningkatkan dan
memperbaiki ketelitian dalam mengindentifikasi pasien dengan membuat
kebijakan dan prosedur yang benar. Kesalahan dapat terjadi hampir di semua
tahapan diagnosis dan pengobatan. Biasanya penyebab kekeliruan tersebut
terjadi pada saat pasien masih dalam keadaan terbius, pada saat pindah kamar
atau ruangan, pasien mempunyai cacat indra dapat menimbulkan kesalahan
pengidentifikasian pasien. Kesalahan tersebut dapat diminimalisir dengan
adanya kebijakan atau prosedur yang baik dalam mengidentifikasi pasien,
dimana untuk mengurangi kesalahan minimal terdapat dua identitas pasien
harus diketahui diantaranya nomor rekam medis, nama pasien, tanggal lahir
(umur), gelang identitas pasien dan lainnya (Depkes, 2011).
Elemen yang dapat dilakukan dalam menilai identifikasi pasien yaitu
menggunakan dua identitas pasien, pada saat memberikan obat, pemeriksaan
darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, sebelum dilakukan
tindakan keperawatan, terdapat prosedur atau kebijakan yang mengatur
pengidentifikasi pasien secara konsisten di semua situasi dan lokasi (Hasan,
2015). 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif
2) Komunikasi yang efektif harus dilakukan disemua pemberi layanan
komunikasi yang efektif akan mampu meningkatkan keselamatan pasien
dan mengurangi kesalahan yang terjadi. Komunikasi dapat dilakukan secara
lisan, tertulis dan elektronik. Secara kolaboratif, rumah sakit menetapkan
prosedur dalam menyelenggarakan komunikasi seperti perintah lisan dan
telepon berupa menetapkan ketepatan informasi yang akan dilaporkan, oleh
siapa dan kepada siapa hasil tes dan prosedur diagnostik dilaporkan serta
jangka waktu saat pelaporannya. Salah satu teknik yang dapat digunakan yaitu
teknik baca kembali perintah atau hasil pemeriksaan yang sudah ditulis,
dengan cara ini dapat memastikan keakuratan informasi yang diberikan
(Depkes, 2011).
Elemen yang digunakan untuk menilai komunikasi yang efektif yaitu
penerima pesan berupa hasil kolaborasi maupun hasil pemeriksaan secara
lisan atau telepon harus menulis secara lengkap, penerima pesan memastikan
pesan dengan membacakan kembali isi pesan, pemberi pesan memberikan
konfirmasi kembali terhadap pesan yang disampaikan dan keakuratan
komunikasi secara lisan atau melalui telepon diarahkan oleh kebijakan dan
prosedur secara konsisten.
3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
Pengembangan kebijakan dan prosedur yang tepat akan mampu
menciptakan keselamatan pasien dan penyusunan daftar obat-obatan yang
wajib perlu diperhatikan pada setiap rumah sakit. Penyusunan kebijakan
menyangkut obat-obatan elektrolit konsentrat dan ruangan yang
diperbolehkan untuk menyimpan obat tersebut seperti pada kamar oprasi dan
IGD, cara penyimpanan yang baik dan benar serta pemberian label high alert
pada setiap obat sehingga akan mampu untuk mencegah terjadinya kesalahan
pemberian obat baik karena tidak sengaja atau kurang hati-hati (Depkes,
2011).
Elemen penilaian yang dapat dilakukan yaitu pengembangan kebijakan
dan prosedur mengenai identifikasi obat, memberikan obat label high alert,
menetapkan lokasi dan penyimpanan elektrolit konsentrat, elektrolit
konsentrat tidak boleh disimpan diunit pelayanan, kecuali di unit sesuai
dengan kebijakan dengan ketentuan elektrolit konsentrat disimpan dan
diberilabel yang jelas serta di simpan pada area yang dibatasi ketat, peraturan
yang buat wajib memuat tentang jenis obat, pemberian label, lokasi dan cara
penyimpanan yang baik dan benar, implementasi kebijakan dan prosedur
(Hasan, 2015).
4) Mengurangi resiko infeksi akibat perawatan kesehatan
Tantangan besar dari pelayanan kesehatan yaitu tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Dampak yang dapat ditimbulkan dari
permasalahan tersebut sangat perlu diperhatikan oleh pemberi pelayanan
kesehatan karena akan berdampak pada pembiayaan kesehatan dan kualitas
pelayanan. WHO menetapkan, langkah utama untuk dapat memotong
penularan infeksi adalah dengan cara mencuci tangan yang sesuai dengan
pedoman. Setiap rumah sakit wajib mengadopsi dan mengembangkan
kebijakan dan prosedur mengenai cara mencuci tangan yang baik dan benar
sesuai dengan petunjuk dari WHO yang wajib diimplementasikan oleh seluruh
tenaga kesehatan di rumah sakit (Aprilia, 2011).
Elemen yang dapat digunakan untuk menilai mengurangi resiko infeksi
yaitu pedoman yang telah diterbitkan oleh WHO mampu diadopsi dan
diterapkan pada rumah sakit, rumah sakit menerapkan program cuci tangan
yang efektif, pengembangan peraturan dan prosedur yang tepat untuk dapat
mengurangi penularan infeksi pada pelayanan kesehatan (Hasan, 2015).
5) Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
Kejadian jatuh pada pasien yang dapat menyebabkan cidera jumlahnya
cukup banyak terutama pada pasien rawat inap. Pengurangan resiko ini, pada
pelayanan kesehatan di masyarakat perlu dilakukan evaluasi pada fasilitas
yang dimiliki oleh rumah sakit agar mampu mengurangi resiko kejadian jatuh
pada pasien. Evaluasi dilakukan pada fasilitas dan juga pada keadaan pasien
sendiri mengenai riwayat jatuh, ada pengaruh obat atau alkohol, perubahan
keseimbangan dan gaya jalan pasien akibat penggunaan alat bantu jalan serta
prosedur yang wajib diterapkan di rumah sakit.
Elemen yang dapat digunakan dalam menilai resiko jatuh pada pasien
yaitu setiap pasien di rumah sakit dilakukan assesmen pasien resiko jatuh dan
setelah dilakukan tindakan pengobatan dilakukan assesmen ulang bila terjadi
perubahan pengobatan, perencanaan tindakan pencegahan resiko jatuh pada
pasien bila hasil assesmen mengarah pada pasien beresiko jatuh kemudian
implementasi perencanaan tersebut dimonitoring hasilnya dan bila berhasil
akan berdampak pada kejadian jatuh dan kejadian tidak diharapkan serta
penerapan kebijakan yang bertujuan untuk pengurangan berkelanjutan risiko
pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit (Hasan, 2015).

2. KINERJA PERILAKU KERJA PERAWAT


Dalam melaksanakan suatu pekerjaan banyak hal yang dapat mempengaruhi perilaku
kerja agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pengukuran kinerja perilaku kerja
dilihat dari lima indikator pengukuran.
a. Orientasi pelayanan
Pelayanan yang berkualitas dihasilkan oleh sumber daya yang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang baik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Pelayanan yang baik dapat dilihat dari kepuasan pasien, untuk dapat
menghasilkan kepuasan pasien maka pelayanan harus berorientasi kepada pasien.
Menurut Saura,dkk dalam (Nova, 2013) orientasi layanan didefinisikan sebagai
sekumpulan sikap dan perilaku yang mempengaruhi kualitas interaksi antara
karyawan dengan pelanggan mereka.
Pada perawat, orientasi pelayanan yang berfokus kepada pasien harus
dimiliki oleh seluruh perawat. Dalam memberikan pelayanan selain mempunyai
pengetahuan yang bagus tetapi juga perilaku dari perawat perlu dilakukan seperti
memberikan salam, ramah dan senyum pada saat pelayanan, bertindak cepat pada
saat ada keluhan dari pasien dan juga selalu menjaga kebersihan diri baik sebelum
ataupun sesudah tindakan dengan mencuci tangan. Hal tersebut perlu dilakukan
untuk meningkatkan keterampilan interpersonalnya agar dapat lebih ramah, sigap,
dan juga memahami kebutuhan pelanggan pada saat bekerja (Permata, 2006).
Pelayanan yang berkualitas maka pasien yang puas terhadap pelayanan yang
diberikan juga menandakan bahwa kinerja dari pelayanan baik.
b. Intergritas
Kualitas dari pelayanan yang baik merupakan yang wajib dilakukan oleh
seluruh karyawan demi mencapai tujuan dari organisasi. Setiap rumah sakit
mempunyai nilai-nilai luhur yang wajib dilaksanakan dan diamalkan dalam
perilaku sehari-hari yang tertuang dalam visi dan misi rumah sakit. Demikian pula
pada setiap unit atau katagori SDM memiliki nilai, prinsip dan etika kerja
tersendiri dalam melakukan pelayanan kesehatan. Pelayanan yang berkualitas
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya yaitu integritas dari karyawan.
Integritas adalah suatu sikap dan perilaku konsisten untuk menjunjung
tinggi etika kerja dan etika profesi. Pribadi yang berintegritas merupakan orang-
orang yang kompeten, teliti dan handal dalam berperilaku, dapat dipercaya oleh
rekan kerjanya, bawahan dan atasannya serta pihak luar. Indikator dari integritas
menurut Hendarjanto dalam Herlina (2013) yaitu harus memegang teguh prinsip,
berperilaku terhormat, bersikap jujur, mempunyai keberanian dan melakukan
tindakan berdasarkan keyakinan akan keilmuannya yang tidak ceroboh.
Pada profesi perawat mempunyai konsep etika keperawata, hak, peran dan
fungsi dari perawat yang wajib dilaksanakan dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Bila hal ini dikaitkan dengan integritas maka setiap tindakan pelayanan
keperawatan dilaksanakan sesuai dengan etika dan fungsi perawat kepada pasien.
Perawat yang mempunyai integritas yang baik maka akan menghasilkan
pelayanan yang berkualitas yang mencerminkan dari kinerja keperawatan yang
baik.
c. Komitmen
Setiap tenaga kesehatan mempunyai tugas dan fungsi masing-masing pada
sebuah rumah sakit. Tugas dari tenaga kesehatan ini ditunjukan dengan perilaku
kerja yang baik sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Perilaku kerja ini dapat dinilai dengan melihat sikap dari tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan yang harus sesuai dengan tujuan dari organisasi. Sikap
yang baik menunjukkan bahwa tenaga kesehatan tersebut berkomitmen untuk
melaksanakan tugasnya untuk mencapat tujuan bersama dalam sebuah organisasi.
Jadi komitmen organisasi dapat diartikan sebagai penerimaan yang kuat dalam
diri individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, sehingga individu
tersebut akan berusaha dan berkarya untuk mencapai tujuan organisasi (Ristiana,
2013).
Pada perawat, komitmen ini ditunjukan dengan melakukan setiap
pelayanan keperawatan sesuai dengan standar praktek keperawatan yang
disesuaikan dengan nilai dan tujuan dari rumah sakit. Komitmen dari perawat
merupakan sikap yang baik dan loyal terhadap rumah sakit dimana semakin tinggi
komitmen dari perawat akan menghasilkan kinerja pelayanan yang semakin baik.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Wahyudi (2011), yang menemukan
komitmen berkesinambungan merupakan faktor yang paling dominan dalam
menghasilkan kepuasan kerja perawat. Hal ini mengandung arti sebagaian besar
perawat memiliki loyalitas yang tinggi dalam bekerja dalam memberikan
pelayanan keperawatan untuk mencapai tujuan organisasi.

d. Disiplin

Pada setiap rumah sakit mempunyai kebijakan atau peraturan yang wajib
ditaati oleh setiap pegawai yang berada di lingkungan rumah sakit tersebut.
Peraturan yang ada dapat berupa peraturan tertulis maupun tidak tertulis, salah
satu tujuan dibuatnya peraturan yaitu meningkatkan disiplin kerja pada karyawan.
Disiplin diartikan bila karyawan yang tepat waktu kedatangan dan kepulangan,
mampu melakukan pekerjaan dengan baik sampai selesai, mematuhi semua
peraturan, norma dan nilai-nilai norma sosial dimasyarakat (Alfrella, 2011). Jadi
disiplin kerja pegawai merupakan sikap atau tingkah laku seseorang yang
diartikan sebagai rasa kesetiaan dan ketaatan pada peraturan di tempat kerja baik
yang secara lisan maupun tertulis sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan
baik secara efektif dan efisien.

Pada perawat tingkat disiplin dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
diantaranya yaitu jam kedatangan dan kepulangan kerja, menaati prosedur
temberian obat, waktu untuk menyelesaikan tugas dan kewajiban perawat serta
mematuhi peraturan di rumah sakit maupun etika di profesi perawat baik yang
tertulis maupun tidak tertulis. Perawat yang mempunyai tingkat disiplin yang
tinggi akan mempengaruhi dari kinerja pelayanan yang diberikan, dimana perawat
yang kurang disiplin akan memberikan pelayanan yang kurang memuaskan
kepadapasien. Sesuai dengan hasil penelitian dari Garay (2013), memegang teguh
disiplin dan komitmen untuk mencapai tujuan menjadi salah satu hal yang penting
untuk mencapai kesuksesan dan hasil kinerja yang baik. Hasilnya menunjukkan
kinerja perawat di rumah sakit berhubungan dengan disiplin kerja perawat.

e. Kerjasama
Pada pelayanan kesehatan sangat memerlukan kerjasama terutama oleh tenaga
kesehatan medis dan paramedis untuk memberikan pelayanan kesehatan. Seperti
yang disampaikan oleh Waluya (2000) bahwa pelayanan kesehatan yang efektif
dapat tercipta bila terjadi kerjasama yang baik antara dokter, perawat dan tim
kesehatan lainnya. Setiap profesi tenaga kesehatan mempunyai kompetensi kerja
masing-masing, dimana tidak ada profesi yang memiliki kuasa lebih tinggi
sehingga apabila semua kompetensi tersebut disatukan akan tercipta sebuah
pelayanan kesehatan yang baik untuk mencapai tujuan bersama. Berbagai faktor
yang mempengaruhi dalam terciptaya sebuah kerjasama yang baik diantaranya
sikap untuk mau saling menerima, perbedaan kompetensi dan tanggungjawab
yang dimiliki serta cara komunikasi efektif yang dilakukan dalam sebuah tim.
Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas akan mampu tercipta bila
kolaborasi antara tim kesehatan terlaksana dengan baik.

C. KONSEP MONITORING DAN EVALUASI KEPERAWATAN


1. PENGERTIAN MONITORING
Monitoring adalah suatu proses pengumpulan  dan menganalisis informasi dari
penerapan suatu program termasuk mengecek secara reguler untuk melihat apakah
kegiatan/program itu berjalan sesuai rencana sehingga masalah  yang dilihat /ditemui
dapat   diatasi(WHO).
Monitoring merupakan bagian penting dalam manajemen kinerja klinis perawat
dan bidan dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan
keperawatan dan kebidanan dan disisi lain meningkatkan kualitas kesehatan pasen.
Temuan monitoring di"feedback"kan kepada staf untuk diketahui seberapa jauh
pencapaian kinerjanya. Manajer menggali penyebab masalah dan merencanakan
monitoring sebagai tindak lanjut untuk perbaikan. Hasil monitoring dilaporkan
kepada pimpinan untuk dipergunakan sebagai informasi dalam pengambilan
keputusan.
Dalam melakukan monitoring kinerja perawat,perlu ada seorang koordinator
untuk perawat. Dengan demikian diharapkan kinerja perawat dapat
dipertanggungjawabkan dan segera diketahui bila terjadi penyimpangan, namun
keputusan harus dibuat berdasarkan informasi yang lengkap.Hasil monitoring ini
harus dilaporkan dan bila terdapat penyimpangan segera ditindaklanjuti tetapi
sebaliknya bila terdapat peningkatan kinerja perlu diberikan penghargaan.

2. PENGERTIAN EVALUASI
Evaluasi adalah suatu proses pengumpulan data menganalisis informasi tentang
efektifitas dan dampak dari suatu tahap atau keseluruhan program . Evaluasi juga
termasuk menilai pencapaian program dan mendeteksi serta menyelesaikan masalah
dan merencanakan kegiatan yang akan datang (WHO).
Evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan bisa dilaksanakan menggunakan
metode audit keperawatan . metode ini perlu diterapkan dan di kembangkan di
masing-masing unit pelayanan keperawatan disesuaikan dengan misi dan visinya
penilaian terhadapkinerja perawat harus memperhatikan aspek- aspek yang dinilai
agar adanya kejelasan apakah menilai perawat, dan metode yang pergunakan.

3. EVALUASI KINERJA PERAWAT


Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan evaluasi kinerja
perawat untuk memperoleh hasil evaluasi kinerja perawat secara optiomal ,antara lain
aspek-aspek yang akan dinilai ,pelaksana penilaian ,masalah yang dihadapi dalam
penilaian .metode-metode dalam penilaian dan management by objective (mob). 

a. Aspek yang Dinilai


Evaluasi terhadap kinerja perawat dapat  dilakukan dengan memenilai
berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan perawat ,yaitu kualitas pekerjaan
yang diselesaikan, kuantitas pekerjaan ,tanggung jawab dalam melaksanakan
kuantitas pekerjaan ,dan inisiatif serta ketepatan dalam bekerja. Faktor  lain yang
dapat dinilai adalah kecepatan dalam bekerja,tingkat kemandirian ,perilaku
selama bekerja,kehadiran/ pemanfaatan waktu. Di samaping itu evaluasi kinerja
perawat juga dapat dilakukan dengan menilai berbagai aspek yang disesuaikan
dengan tingkat atau jabatan perawat, aspek tersebut ,antara lain prestasi kerja
,tanggung jawab, ketaatan, kejujuran , kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan.
b. Pelaksana penilaian
Pelaksanaan penilaian pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan
penilaian. Evaluasi penilaian ini untuk mencapai hasil penilaian yang objektif.
Evaluasi kinerja terhadap perawat dapat dilakukan oleh berbagai unsure, yaitu
penilaian atasan langsung , perawat sendiri ,perawat lain ,konsultan penelitian
kerja ,dan dpat juga dilakukan oleh pasien atau keluarga pasien. Menegakkan
indikator evaluasi harus mencerminkan deskripsi pekerjaan yang harus mereka
lakukan dan harus sederhana, khusus dan jelas. Penilaian kinerja klinis dapat
menggunakan tehnik kualitatif untuk mengukur kompetensi pekerjaan di bagian
khusus. Susunan indikator harus dikembangkan berdasarkan kekhususan fungsi
dan tugas dan itu juga digunakan untuk mengukur proses dari outcomes kilnis.
c. Metoda evaluasi kinerja bervariasi seperti:
1) Catatan Anecdotal.
Catatan Anecdotal adalah catatan individu berdasarkan peristiwa,
kegiatan klinik dan hasil serta masalah yang terjadi pada pegawai yang
bersangkutan. Setiap pegawai mempunyai catatan/buku anecdotal. Isu
yang dicatat akan dibahas antara manajer atau supervisor dengan
pegawai/staf yang bersangkutan dan ditandatangani oleh pegawai dan
supervisor. Walaupun catatan anecdotal memberi satu arti sistematis
untuk pencatatan observasi, mereka tidak dapat menjamin bahwa
observasi akan dibuat sistematis atau khusus  terhadap  perilaku yang
relevan diobservasi. Hal ini memerlukan pertimbangan waktu pencatat
observasi.  Dokumen anecdotal disimpan oleh manajer, dan menulis
laporan rekapitulasi  serta mengirim laporan anecdotal kepada seksi
keperawatan dan kebidanan di rumah sakit / koordinator di Puskesmas.
2) Check List
Check List dapat mengkaji kategori kehadiran atau absen, atau
karakteristik yang diharapkan atau perilaku. Check list harus
digunakan untuk variabel nyata seperti inventaris perlengkapan.
Metoda ini dapat pula digunakan untuk evaluasi ketrampilan
keperawatan atau kebidanan klinis dan disarankan untuk mencatat
perilaku esensial dalam keberhasilan kinerja.
3) Peer Review
Peer Review adalah proses evaluasi diantara teman sekerja dan
seprofesi dengan kemampuan yang sama praktek. Mereka secara kritis
mereview praktek sejawatnya dengan menggunakan standar kinerja
yang baku. Ini adalah self-regulation dan mendukung prinsip
autonomi. Peer review terdiri dari sejawat yang memeriksa tujuan
asuhan langsung dari sejawatnya dengan standar yang khusus,
indicator kritis dari asuhan yang ditulis oleh sejawat. Tujuan peer
review adalh untuk mengukur akontabilitas, evaluasi dan
meningkatkan pemberian asuhan, identifikasi kekuatan dan
kelemahan, mengembangkan policy yang baru atau diubah.

4. EVALUASI DATA PENYIMPANGAN KINERJA


Evaluasi data penyimpangan kinerja adalah satu bagian penting dalam
peningkatan kinerja.  Ada dua jenis penyimpangan.Pertama, penyebab umum
terjadinya penyimpangan yang erat kaitannya dengan penyimpangan minor yang
terjadi dalam satu organisasi pelayanan kesehatan, tanpa memperdulikan sistem yang
telah mapan.Penyebab umum terjadi penyimpangan mungkin juga termasuk
penyimpangan minor dalam penampilan kinerja staf, dimana prosedur yang tidak
jelas dan keterbatasan peralatan.
Oleh karena itu, keterbatasan sumber untuk mendeteksi penyebab setiap
penyimpangan minor dapat ditoleransi.Kedua, penyebab khusus terjadinya
penyimpangan, mungkin termasuk kesalahan pegawai, kurangnya pengetahuan dalam
menjabarkan peralatan.Target indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk
mengidentifikasi penyebab penyimpangan tertentu yang dapat mentoleransi fluktuasi
penyebab umum.Penyebab khusus terjadinya penyimpangan biasanya mudah
dikoreksi dari pada penyebab umum terjadinya penyimpangan.  Sebagai contoh; 
Keharusan mencuci tangan secara rutin mungkin ditingkatkan dengan drastis, apabila
staf sadar dan menerima bahwa praktek cuci tangan akan di evaluasi.  Rencana
tindakan adalah kunci untuk menghilangkan penyebab khusus terjadi penyimpangan.

5. MASALAH DALAM PENILAIAN


Sering  dalam melakukan penilaian kinerja, perawat dihadapkan pada berbagai
masalah, permasalahan yang dapat dijumpai dalam melaksanakan evaluasi kinerja
terhadap perawat adalah terdapatnya kelonggaran atau kekerasan, kecendrugan ke
pusat dan halo error/halo effect. Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering
ditemukan berbagai permasalahan antara lain (Gillies, 1996):
1) Pengaruh haloeffect
Pengaruh haloeffect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja
bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya pegawai yang dekat
dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan sebaliknya pegawai
yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan
mendapat nilai yang rendah.
2) Pengaruh horn
Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah
dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang
pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang tahun
sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja tahunannya
telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervisi pegawai,
cenderung menerima penilaian lebih rendah daripada sebelumnya.

6. PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN
Menurut Gillies (1996), untuk  mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer
sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu:
1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi
tingkah laku untuk posisi yang ditempati (Rombert, 1986 dikutip Gillies , 1996).
Karena diskripsi kerja dan sstandar pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama
masa orientasi  sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya
dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama.
2) Sample tingkah laku perawat yang cukup representatiif sebaiknya diamati dalam
rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan untuk
mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta guna   menghindari  hal-hal yang
tidak diinginkan.
3) Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanan kerja, dan
bentuk evaluasi  untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi sehingga baik
perawat  maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja
yang sama.
4) Didalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya
menunjukan segi-segi dimana pelaksanaan itu bisa memuaskan dan perbaikan apa
yang diperlukan. Supervisor sebaknya merujuk pada contoh-contoh khusus
mengenai tingah laku yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan supaya
dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluative.
5) Jika diperlukan, manajar sebaiknya menjelaskan area mana yang akan
diprioritaskan seiringdengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.
6) Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perwat dan
manajer, diskusi  evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi
keduanya. Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaik nya disusun denga
terencana sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang
dianalisa (Simpson, 1985). Seorang  pegawai dapat bertahan dari kecamatan
seorang manajer yang menunjukan pertimbangan atas perasaanya serta
menawarkan bantuan untuk menigkatkan pelaksanaan kerjanya.

7. MANFAAT PENILAIAN KERJA


1) Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri
dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan RS.
2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya
akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya.
3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatakan
hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka
tentang prestasinya.
4) Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf
yang lebih tepat guna. Sehingga RS mempunyai tenaga yang cakap dan tampil
untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan.
5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan
meningkatkan gajinya atau system imbalan yang baik.
6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur
komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan
bawahan.Dengan manfaat tersebut diatas maka dapat diidentifikasi siapa saja staf
yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karirnya dapat dicalonkan untuk
menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan
dating atau mendapatkan imbalan yang lebih baik.

D. KONSEP PENJAMINAN MUTU DAN PENCAPAIAN INDIKATOR MUTU


PELAYANAN KEPERAWATAN
1. PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
Mutu adalah nilai kepatutan yang sebenarnya (proper value)terhadap unit
pelayanan tertentu, baik dari aspek technical (ilmu keterampilan dan teknologi medis
atau kesehatan) dan interpersonal (tata hubungan perawat-pasien, dokter-pasien,
komunikasi, empati dan kepuasan pasien) Widayat,2009. mutu adalah tingkat
kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan
Mutu pelayanan Keperawatan adalah suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif, meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat
profesional kepada pasien(individu,keluarga,maupun masyarakat) baik sakit maupun
sehat,dimana perawatan yang diberikna sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar
pelayanan, namun pada dasarnya,definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat
berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat
(Rakhmawati,2009).

2. DIMENSI MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN


a. Tangible (bukti langsung)
Merupakan hal yang dapat dilihat atau dirasakan langsung oleh pasien
yang meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan sehingga
dalam pelayanan keperawatan bukti langsung dapat dijabarkan melalui
kebersihan,kerapihan dan kenyamanan ruang perawatan, penataan ruang
perawatan, kelengkapan dan kesiapan
b. Reliability (keandalan)

Keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah kemampuan untuk


memberikan pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya dalam hal ini
didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang konsisten oleh karena ini
penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah prosedur penerimaan
pasien yang cepat dan tepat, pemberian perawatan yang cepat dan tepat,jadwal
pemberian pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten
(pemberian makan,obat, istirahat,dll) prosedur perawatan tidak berbelit-belit

c. Responsiveness (Ketanggapan

Perawat yang tanggap adalah yang bersedia atau mau membantu


pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, ketanggapan juga
didasarkan pada persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik
disekitar pasien merupakan hal yang penting untuk diperhatikan

d. Assurance ( Jaminan Kepastian)

Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin


pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien
akan yakin dalam pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai
jaminan kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh
komponen;kompentisi yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan, keramahan yang juga
diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap perawat, dan keamanan
yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak
menimbulkan dampak negative pada pasien dan menjamin pelayanan yang
diberikan kepada pasien aman

e. Empathy (Empati)

Berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang


meliputi perhatian kepada konsumen,perhatian staff secara pribadi kepada
konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap
kepentingan,kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen

3. PENILAIAN MUTU KEPERAWATAN


Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu
a. Audit struktur (input)
Wijono,2000 struktur merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik
perlengkapan/peralatan,organisasi,manajemen,keuangan,sumberdaya manusia,
dan sumberdaya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Maka pendekatan struktur
lebih difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu :
1) fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih,nyaman dan aman
serta penataan ruang perawatan yang indah.
2) peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap,bersih, rapih dan ditata dengan
baik.
3) staff keperawatan sebagai sumberdaya manusia, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas
b. Proses (Process)
Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga
kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini
mencakup diagnosa,rencana perawatan,indikasi tindakan, prosedur, dan
penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat dalam
merawat pasien, dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya
proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas,mutu proses itu sendiri sesuai dengan
standar pelayanan yang semestinya dan kewajaran ( tidak kurang dan tidak
berlebihan).
c. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil dari akhir kegiatan dan tindakan perawat
terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
baik positif maupun negatif.sehinggaa baik tidaknya hasil dapat diukur dari
derajad kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang
telah diberikan.(Donabedian,1987 dalam Wijono 2000).

4. INDIKATOR MUTU KEPERAWATAN


a. Indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan, meliputi :
1) Angka infeksi nosokomial : 1-2%
2) Angka kematian kasar : 3-4%
3) Kematian pasca bedah : 1-2%
4) Kematian ibu melahirkan : 1-2%
5) Kematian bayi baru lahir : 20/1000
6) NDR ( Net Death Rate) : 2,5%
7) ADR ( Anasthesia Death Rate) : maksimal 1/5000
8) PODR ( Post Operation Death Rate) : 1%
9) POIR ( Post Operative Infection Rate) : 1%
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :
1) Biaya per unit untuk riwayat jalan
2) Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3) Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4) BOR : 70-85%
5) BTO (Bed Turn Over) : 5-45 hari atau 40-50 kali persatu tempat tidur/tahun
6) TOI (Turn Over Internal) : 1-3 hari TT yang kosong
7) LOS ( Length of Stay) : 7-10 hari (komplikasi,infeksi nosocomial, gawat
darurat,kontaminasi dalam darah,tingkat kesalahan dan kepuasan pasien)
8) Normal tissue removal rate : 10%
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan
jumlah pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat masuk
dikotak saran, dan lainnya
d. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien :
1) Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2) Pasien diberi obat salah
3) Tidak adaa obat /alat emergenci
4) Tidak ada oksigen
5) Tidak ada suction (penyedot lendir)
6) Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7) Pemakaian obat
8) Pemakaian air,listrik, gas dan lainnya

Standar Nasional
BOR 75-80%
ALOS 1-10 Hari
TOI 1-3 hari
BTO 5-45 hari
NDR <2,5%
GDR <3%
ADR 1,15.000
PODR <1%
POIR <1%
NTRR <10%
MDR <0,25%
IDR <0,2%

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan,
mutu, dan efisiensi pelayanan rumah skait. Indikator-indiktator berikut bersumber dari sensus
harian rawap inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio =Angka penggunaan tempat tidur )
Menurut Depkes RI (2005) ,BOR adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara
60-85%
Rumus :
(Jumlah hari perawataan dirumah sakit) x 100%
(jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam satu periode)
2. ALOS (Average Length of Stay )
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator
ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberika gambaran
mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang
perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9
hari.
Rumus :
(jumlah lama dirawat )
(jumlah pasien keluar (hidup+mati)

3. TOI (Turn Over Internal= Tenggang perputaran


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diiisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran
1-3 hari
Rumus :
(jumlah tempat tidur x periode) – Hari Perawatan)
(Jumlah pasien keluar (hidup+mati)

4. BTO (Bed Turn Over =Angka perputaran tempat tidur )


BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya
dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup+mati)
(jumlah tempat tidur)
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) Adalah angka kematian 48 jam setelah dirwat untuk
tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan
dirumah sakit.
Rumus :
(jumlah pasien mati>48 jam x 100%
(jumlah pasien keluar (hidup+mati)
6. GDR (Gross Death Rate) GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum
untuk setiap 1000 penderita keluar.
Rumus :
(Jumlah pasien mati seluruhnya) x 100%
(jumlah pasien keluar (hidup+mati)
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Controlling atau pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa
mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan
bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan semula.
Menurut Swansburg dalam (Mustofa, 2008), deskripsi dari kinerja menyangkut
tiga komponen penting yaitu tujuan, ukuran dan penilaian. Pertama tujuan, dimana tujuan
ini akan mempengaruhi perilaku dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi, kedua
ukuran untuk mengetahui bagaimana pencapaian kinerja yang di ukur secara kuantitatif
dan kualitatif dan ketiga penilaian yang dilakukan secara reguler untuk memastikan
pelaksanaan tugas sesuai dengan proses dan tujuan dari kinerja setiap karyawan dimana
setiap pelaksanaan tugas berorientasi pada tujuan yang akan dicapai.
penilaian kinerja perawat harus dilakukan sesuai dengan tingkat ilmu dan kompetensi
yang dimiliki dengan mengacu pada standar praktek keperawatan dimana hasil dari
penilaian kinerja disesuaikan dengan visi dari rumah sakit yang berdampak pada kinerja
rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Mugianti Sri.2016.Manajemen Dan Kepemimpinan Dalam Praktek


Keperawatan.Jakarta:Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/996e7205ae
9775ccc8f195c6729e1478.pdf&ved=2ahUKEwia96e3vMrvAhUHVH0KHYi2DRsQFjA
AegQIBBAC&usg=AOvVaw0y9PtBYdQduayW6GI0o3wt (diunduh pada tanggal 23
Maret 2021, Pukul 10.41 WIB)

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unair.ac.id/30729/3/3.%2520BAB
%25202%2520TINJAUAN
%2520PUSTAKA.pdf&ved=2ahUKEwia96e3vMrvAhUHVH0KHYi2DRsQFjAKegQIB
hAC&usg=AOvVaw2NDp-bTRjlzkBftEKScQOB (diunduh pada tanggal 23 Maret 2021,
Pukul 10.47)
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.umbjm.ac.id/651/4/BAB
%25202.pdf&ved=2ahUKEwjjgL_KwMXvAhUFiOYKHQmpB1AQFjAAegQIARAC&
usg=AOvVaw0KUb7PrBDKZFvMHFErHhxJ (diunduh pada tanggal 20 Maret 2021,
Pukul 14.00 WIB)

https://studylibid.com/doc/726188/bab-ii-tinjauan-pustaka (diunduh pada tanggal 20


Maret 2021, Pukul 14.10 WIB)

https://www.academia.edu/36550687/Mankep_kelompok (diunduh pada tanggal 22


Maret 2021, Pukul 15.00 WIB)

https://id.scribd.com/doc/87127382/Konsep-Dan-Proses-Controling-mankep (diunduh
pada tanggal 22 Maret 2021, Pukul 15.55 WIB)

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/996e7205ae
9775ccc8f195c6729e1478.pdf&ved=2ahUKEwjG69GWxMrvAhVugUsFHaYcDu4QFjA
BegQIAxAG&usg=AOvVaw0y9PtBYdQduayW6GI0o3wt (diunduh pada tanggal 23
Maret 2021, Pukul 15.20 WIB)

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.scribd.com/document/454712758/MAKALAH-
PENJAMINAN-MUTU-PELAYANAN-
KEPERAWATAN&ved=2ahUKEwiDjdi9xcrvAhVEU30KHfr8A5EQFjAMegQIBRAC
&usg=AOvVaw2QwogjARmmK-UcByDTmFaW&cshid=1616644991114 (diunduh
pada tanggal 23 Maret 2021, Pukul 19.00 WIB)

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php
%3Farticle%3D1564765%26val%3D3933%26title%3DFUNGSI%2520PENGAWASAN
%2520KEPALA%2520RUANG%2520DALAM%2520PENERAPAN%2520PATIENT
%2520SAFETY%2520PERSEPSI%2520PERAWAT
%2520PELAKSANA&ved=2ahUKEwiq_bCY7dLvAhWP63MBHdr-C-
kQFjABegQIFhAC&usg=AOvVaw3H7RbGZK7TdMdb1oiUFaf8 (diunduh pada tanggal
28 Maret 2020, Pukul 19.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai