Anda di halaman 1dari 16

DISTRESS SPIRITUAL

A. PENGERTIAN
Distress spiritual merupakan gangguan pada keyakinan atau sistem nilai
berupa kesulitanmerasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan
diri,orang lain, lingkungan atau Tuhan (SDKI, 2017).Definisi lain
mengatakanbahwadistres spiritual adalahgangguandalamprinsiphidup yang
meliputiseluruhkehidupanseseorangdandiintegrasikanbiologisdanpsikososial
(Keliat, 2011). Dengan kata lain kitadapatkatakanbahwadistres spiritual
adalahkegagalanindividudalammenemukanartikehidupannya.

B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam
proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi
perkembangan spiritual seseorang.
Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial, tingkatan sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Kejadian Stresfull
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang
terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik
dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b. Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya
distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan,
perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual
baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

C. RENTANG RESPON
a. Respon adaptif
Respon spiritual yang adaptif akan menunjukkansikap yang positif terhadap
diri sendiri dan Tuhan dalamberbagai kondisi meskipun menderita dan
sedih sekalipun.Menurut Nursalam respon spiritual adaptif meliputiharapan
yang realistis, tabah dan sabar, dan mengambilhikmah (Nursalam, 2013).
b. Respon maladaptif
Distress spiritual bisa diartikan dengan responspiritual maladaptif. Distress
spiritual adalah kerusakankemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain,
seni,musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya.
Kegagalan otak untuk melakukan fungsikompensasi terhadap stresor akan
menyebabkan seseorangmengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkandengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan
fungsikompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguanpada
perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,sosial termasuk spiritual.
Perilaku ini yang diperkirakandapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalammemenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distressspritiual
karena pada kasus depresi seseorang telahkehilangan motivasi dalam
memenuhi kebutuhannyatermasuk kebutuhan spiritual (Suganda, 2015).

D. PSIKOPATOLOGI
Distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi
otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak
dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan
penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak
kita akan berespon untuk terjadi. Yang menguraikan respon “melawan atau
melarikan diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang
menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stres. Stres akan
menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan
perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik
dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab
terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik
menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian. Kegagalan otak
untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan menyebabkan
seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan dengan
munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan
munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,
sosial termasuk spiritual. Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual
dapat dihubungkan dengan timbulnya depresi. Tidak diketahui secara pasti
bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi. Pada kasus depresi
seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk
kebutuhan spiritual.
PREDISPOSING FACTOR
Biological: Psicologycal: Sosiokultural:
- Penyakit terminal - ncaman kematian - Asing tentang sosial
- Kehilangan fungsi - asing tentang diri sendiri - Gangguan
anggota tubuh sosiokultural
- persepsi tentang tugas
- Cacat tubuh - Kesepian
- Nyeri yang tidak selesai - Transisi Hidup
- Penuaan - Background keluarga

PRECIPITATING FACTOR
Nature: Origin: Timing: Number:
- Penyakit - Faktor internal: merasakan sakit yang - Muncul disaat - ≥ 2/3
terminal sangat sehingga putus asa ada faktor
(Misal: - Faktor Eksternal: dukungan keluarga pencetus
Kanker)

Appraisal of Stressor

Kognitif: Afektif: Physiological: Behavioral: Sosial:


- Menanyakan makna - Cemas - Tidak berdaya - Kurang pasrah - Menolak interaksi
penderitaan dan - Perasaan tidak - Menangis - Mudah marah dengan orang
hidup dicintai - Insomnia terdekat,
- Menanyakan - Rasa bersalah - pemimpin spiritual
identitas - Merasa Asing

Coping Resourches
Personal abilities: Social Support: Material Assets: Positive beliefe:
- Kemampuan - Dukungan - Harta benda - Percaya akan
Menyikapi keluarga - Mampu adanya
- Kemampuan - Stigma menghasilkan penyelesaian
beraktivitas masyarakat atau solusi

Coping Mechanism
Konstruktif: Destruktif:

Continum of Coping Responses

Adaptif Maladaptif:

Sehat Mental Distress Spiriual


E. TANDA DAN GEJALA
Gejaladantanda mayor
1) Subjektif
a) Mempertanyakanmakna/tujuanhidupnya
b) Menyatakanhidupnyaterasatidak/kurangbermakna
c) Merasamenderita/tidakberdaya
2) Objektif
a) Tidakmampuberibadah
b) MarahpadaTuhan

Gejaladantanda minor
1) Subjektif
a) Menyatakanhidupnyaterasatidak/kurangtenang
b) Mengeluhtidakdapatmenerima (kurangpasrah)
c) Merasabersalah
d) Merasaterasing
e) Menyatakantelahdiabaikan
2) Objektif
a) Menolakberinteraksidengan orang terdekat/pemimpin spiritual
b) Tidakmampuberkreativitas (mis. Menyanyi, mendengarkanmusik,
menulis)
c) Kopingtidakefektif
d) Tidakberminatpadaalam/literatur spiritual
(SDKI, 2017)

BatasanKarakteristik
1. Hubungan dengan diri sendiri
a. Ungkapan Kekurangan: Harapan, arti dan tujuan hidup, perdamaian atau
ketenangan, penerimaan, cinta, memaafkan diri sendiri, dan keberanian.
b. Marah
c. Kesalahan
d. Koping yang buruk
2. Hubungan dengan orang lain
a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan tujuan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam
a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi,
mendengarkan musik, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya
a. Ketidakmampuan untuk berdo’a
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
e. Tiba-tiba berubah praktik agama
f. Ketidakmampuan untuk introspeksi
g. Mengungkapkan hidup tanpa harpaan, menderita
(NANDA, 2018)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian dengan Puchalski’s FICA Spiritual History Tool
a. F : Faith atau keyakinan
Apa keyakinan saudara? Apakah saudara memikirkan diri saudara
menjadi seseorang yang spiritual atau religious? Apa yang saudara
pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?
b. I : Impotance dan influence
Apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara? Apakah pengaruhnya
terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri
sendiri? Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama
sakit?
c. C : Community
Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religious?
Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana?
Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-benar
saudara cintai atau begitu penting bagi saudara?
d. A : Adress
Bagaimana saudara akan mencintai seorang perawat untuk membantu
dalam asuhan keperawatan saudara?

2. Pengkajian Aktifitas Sehari-hari


a. Perasaan ketika seseorang gagal.
b. Perasaan tidak stabil.
c. Perasaan ketidakmampuan mengontrol diri.
d. Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam hidup.
e. Perasaan hampa

3. Faktor Predisposisi
a. Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam
proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi
perkembangan spiritual seseorang.
b. Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan,
politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.

4. Faktor Presipitasi
a. Kejadian stressful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang
terdekat kaena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik
dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhan.
b. Ketegangan hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkontribusi terhadap terjadinya
distress spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual
keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan
peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.

5. Penilaian terhadap Stressor


a. Respon kognitif
b. Respon afektif
c. Respon fisiologis
d. Respon sosial
e. Respon perilaku

6. Sumber Koping
a. Dukungan sosial yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan
pada kepentingan orang lain.
b. Dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thinking, mendorong
atau setuju dengan pendapat orang lain.
c. Dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan langsung yang
berkaitan dengan dimensi spiritual.
d. Dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan umpan
balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
e. Dukungan network yaitu menyediakan dukungan kelompok untuk
berbagai aktivitas spiritual.

B. Diagnosa
1. Distress spiritual
C. Intervensi
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Distress Spiritual SLKI : Status Spiritual SIKI : Dukungan Spiritual
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan, diharapkan keyakinan 1. Identifikasi perasaan khawatir, kesepian dan
atau sistem nilai klien membaik, ketidakberdayaan.
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi pandangan tentang hubungan antara
1. Verbalisasi makna dan tujuan spiritual dan kesehatan.
hidup 3. Identifikasi harapan dan kekuatan pasien.
2. Verbalisasi kepuasan terhadap 4. Identifikasi ketaatan dalam beragaman.
makna hidup Terapeutik
3. Verbalisasi perasaan 1. Berikan kesempatan mengekspresikan dan
keberdayaan meredakan marah secara tepat.
4. Verbalisasi percaya pada orang 2. Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung
lain selama masa ketidakberdayaan.
5. Perilaku marah pada Tuhan 3. Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas
6. Kemampuan beribadah spiritual.
7. Interaksi dengan orang 4. Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan
terdekat/ tokoh agama hidup.
5. Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah.
Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman
dan/atau orang lain.
2. Ajarkan metode relaksasi, meditasi dan imajinasi
terbimbing
Kolaborasi
1. Atur kunjungan dengan rohaniawan.
D. Implementasi dilengkapi dengan SPTK
SP 1 Pasien : Bina hubungan saling percaya dengan klien, kaji faktor penyebab
gangguan spiritual pada klien, bantu klien mengungkapkan perasaan dan pikiran
terhadap spiritual yang diyakininya, bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupannya

1. Fase Orientasi
“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama saya perawat…. Saya adalah mahasiswa
dari Universitas Brawijaya. Nama bapak siapa?”
“Bapak suka dipanggil apa?”
“Baik pak. Bagaimana perasaan bapak pagi ini? Bagaimana kalau kita berbincang-
bincang tentang masalah yang bapak alami, kita ngobrol selama 30 menit ya?
Dimana menurut bapak tempat yang cocok untuk kita ngobrol?”
“Oh ditaman? Mari pak kalua begitu”

2. Fase Kerja
“Apa masalah yang bapak rasakan saat ini?”
“Coba bapak sampaikan apa yang menyebabkan bapak tidak dholat dan mengaji
seperti dulu?”
“Selain itu faktor apa lagi yang menyebabkan bapak tidak sholat dan mengaji lagi?”
“Coba bapak sampaikan pendapat bapak tentang agaman atau keyakinan yang
bapak anut selama ini?”
“Menurut bapak, apakah agama yang bapak anut bisa membawa kedamainan dan
ketenangan dalam kehidupan bapak saat ini?”
“Apakah hal tersebut yang mempengaruhi bapak sehingga kurang aktif melakukan
sholat dan mengaji?”
“Apa saja kegiatan ibadah yang bapak jalankan?”
“Yang mana kira-kira yang ingin bapak jalankan?”
“Mari bapak coba untuk bersholawat atau berzikir”
“Bagus sekali! Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?”
“Apa keuntungan giat beribadah yang pernah bapak rasakan?”
“Betul sekali pak, setelah beribadah kita merasa tenang”

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang?”
“Coba bapak ulangi apa yang sudah kita diskusikan Bersama-sama hari ini”
“Bagus sekali, jadi bapak sudah tahu penyebab masalah bapak ya? Selain itu, bapak
juga telah mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang agama dan tahu kegiatan
yang bapak bisa lakukan”
“Sekarang bapak jangan lupa dengan ibadah yang bapak coba lakukan tadi ya pak”
“Besok lagi kita bertemu untuk mengetahui manfaat kegiatan ibadah yang bapak
lakukan serta belajar cara ibadah lain”

SP 2 Pasien : Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama
yang dianut oleh pasien, fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan
orang lain, bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
1. Fase Orientasi
“Assalamualaikum pak, bagaimana keadaan dan perasaan bapak saat ini? Apakah
sudah dicoba melakukan ibadah?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah mencoba?”
“Baik pak, hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapan alat-alat beribadah dan
cara-cara menjalankan ibadah baik sendiri maupun berjamaah. Bagaimana kalua
kita ngobrol selama 30 menit? Dimana bapak mau ngobrol? Bagaimana kalua disini
saja?”

2. Fase Kerja
“Baik pak, sepenngetahuan bapak, apa saja persiapan sholat, baik alat maupun diri
kita?”
“Bagus sekali! Menyiapkan kopiah, sajadah dan sarung serta sebelum sholat bapak
harus mandi dulu dan berwudhu.”
“Coba bapak sebutkan sholat lima waktu dalam sehari”
“Sholat subuh jam berapa pak? Bagaimana bacaan shalatnya?”
“Bagus sekali pak. Selain itu, bapak dapat melakukan shalat berjamaah?”
“Mungkin mulai sekarang bapak bisa membiasakan diri lagi untuk shalat berjamaah
pak”

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita diskusi tentang cara-cara mempersiapkan
alat shalat dan mengerjakan shalat?”
“Berapa kali sehari bapak akan mencoba? Mari kita buat jadwalnya, kalua sudah
dilakukan diberi tanda ya pak”
“Besok saya akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam
melakukan shalat serta membahas kegiatan ibadah yang lainnya”
“Kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa esok hari pak. Assalamualaikum”

SP 1 Keluarga : Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam


merawat pasien, bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual
yang dihadapi.
1. Fase Orientasi
“Asslamualaikum, bu. Bagaimana keadaan keluarga ibu hari ini?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang masalah yang ibu hadapi dalam merawat
atau membantu suami ibu, selama 30 menit. Apakah ibu bersedia?”
“Baik bu, untuk tempatnya apakah tidak apa-apa jika disini saja bu?”
“Baik bu”

2. Fase Kerja
“Baik bu, menurut ibu apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat atau membantu
suami ibu?”
“Apakah hal tersebut terjadi setelah gempa atau akibat tsunami yan lalu? Oh, jadi
masalah yang ibu hadapi adalah susah memberitahu dan mengajak suami ibu untuk
shalat lima waktu ya?”
“Bagaimana dengan kegiatan keagamaan lainnya? Apakah suami ibu mau
melakukannya?”
“Jadi ibu kewalahan menasehati agar dapat melakukan ibadah ya bu?”
“Bu, biasanya jika ada kejadian bencana seperti gempa tsunami, kadang seseorang
akan megalami kejadian seperti suami ibu. Oleh karena itu, mari saya bantu ibu
untuk bersama-sama merawat dan membantu suami ibu”
“Jadi bu, cara untuk membantu suami ibu yang malas shalat adalah dengan selalu
mengingatkan, mengajak atau memberi contoh shalat pada waktu shalat telah tiba.
Selain itu, ibu juga menyiapkan perlengkapan shalat untuk suami ibu, misalnya
kopiah, sarung dan sajadah. Lalu ibu bersama-sama satu keluarga melakukan shalat
berjamaah. Jangan lupa mengajak anak-anak untuk bersama-sama shalat
berjamaah juga bu. Bila perlu ajak anak ibu untuk menjadi imam”
“Setelah shalat ajak anak ibu untuk berdoa semoga diberi kekuatan dan ketabahan
dalam menghadapi masalah akibat adanya bencana alam yang dihadapi tersebut”
“Jangan lupa, agar ibu mengingatkan suami ibu untuk shalat Jumat berjamaah di
masjid bersama warga lainnya juga bu”
“Kemudian ibu jangan segan-segan untuk meminta nasehat dan bantuan kepada
ustadz setempat. Saya yakin mereka akan dengan senang hati emmbantu ibu dan
terutama memberi nasehat keagamaan kepada suami ibu”
“Bagaimana bu? Sudah bisa dimengerti cara merawat dan membantu suami ibu
yang mengalami masalah tersebut? Dengan demikian, ibu bisa membantu agar
suami ibu aktif dan rajin shalat lima waktu serta mengikuti pengajian ya bu?”

3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita diskusi tentang msalah-masalah yang ibu
hadapi dalam merawat suami ibu?”
“Coba ibu ulangi kembali apa saja cara untuk masalah yang ibu hadapi dalam
merawat suami ibu tersebut?”
“Bagus sekali bu, ibu sudah mengetahui permasalah yang terjadi ya?”
“Kalau begitu saya pamit dulu bu. Asslamualaikum”

E. Evaluasi
1. Kemampuan Pasien
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Pasien mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.
c. Pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya.
d. Pasien mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit
atau perubahan spiritual dalam kehidupan.
e. Pasien aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan.
f. Pasien ikut serta dalam kegiatan keagamaan.

2. Kemampuan Keluarga
a. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien dengan masalah
spiritual.
b. Mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi oleh pasien.
c. Mengetahui tentang cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
spiritual.
d. Melakukan rujukan pada tokoh agama apabila diperlukan.

3. Kemampuan Perawat
a. Mampu membina hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga.
b. Mampu membantu pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan
pikiran tentang gangguan spiritual.
c. Mampu membantu pasien dan keluarga mengembangkan skill untuk mengatasi
masalah atau perubahan spiritual.
d. Mampu membantu pasien dalam melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan
serta aktif dalam kegiatan sosial keagamaan.
e. Memberikan reinforcement bila keluarga melakukan hal-hal yang positif.

F. Dokumentasi
Ada beberapa hal yang harus didokumentasikan pada asuhan keperawatan pada
pasien ansietar, diantaranya :
1. Jadwal harian pasien (kegiatan yang dilakukan oleh pasien).
2. Catatan Perkembangan Perawatan Terintegrasi (CPPT), meliputi penilaian subjektif
dan objektif dan rencana tindakan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Wiyono, A. P., & Susanti, H. 2011. Manajemen Jasus Gangguan Jiwa : CMHN.
Jakarta: EGC.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Ediisi 3.
Jakarta. Salemba Medika
Prof. Dr. Budi Anna Keliat, AkematPawiroWiyono, HerniSusanti. (2011).
Manajemenkasusgangguanjiwa : CMHN ( intermadiate course ). Jakarta: EGC
Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp.,M.App.Sc., dkk. (2019). AsuhanKeperawatanJiwa. Jakarta:
EGC
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Stuard, G. W. (2013), Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.). Missouri:
Mosby, inc.
Suganda, Fitria, Pipit. (2015). Asuhan Keperawatan Disstres Spiritual.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai