Anda di halaman 1dari 14

ASKEP KLIEN DENGAN DISTRESS SPIRITUAL

Keperawatan Jiwa 1

Disusun Oleh:

1. Aulia Dwi Affandi (2720190052)


2. Alwiyanto (2720190051)
3. Iis Tarwiyah (2720190057)
4. Rugaya Rumaf (2720190092)
5. Tri purwanti (2720190025)
6. Wulandari (2720190109)

UNIVERSITAS ISLAM AS – SYAFI’IYAH


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN
2020/2021

Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ASKEP
Klien Dengan Distress Spiritual.

Makalah ini berisi tentang ASKEP Klien Dengan Distress Spiritual.Dalam penyusunannya
penulis melibatkan berbagai pihak, baik dari dalam kampus maupun luar kampus. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala dukungan yang diberikan
untuk menyelesaikan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal oleh penulis, akan tetapi penulis sebagai manusia biasa
sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari kata
sempurna. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil manfaat
dan pelajaran dari makalah ini.

Jakarta, 22 Maret 2021

(Penulis)

1
2
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................................1
Daftar Isi...................................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
Pendahuluan.............................................................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................................3
B. Tujuan........................................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
A. Definisi Distress Spiritual.........................................................................................4
B. Pengertian disteress spiritual...................................................................................4
C. Batasan Karakteristik...............................................................................................5
D. Etiologi........................................................................................................................5
E. Patosiologi..................................................................................................................6
F. Strategi pelaksanaan Distress Spiritual...................................................................6
G. Mekanisme Koping dari Distress Spiritual.............................................................7
H. Psikopatologi/Psikodinamika...................................................................................8
I. Respon Perilaku. Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan...........................9
1. Kasus Distress Spiritual............................................................................................9
2. Diagnosa Medis..........................................................................................................9
3. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................9
J. Penatalaksanaan........................................................................................................9
1. Terapi Medis..............................................................................................................9
2. Terapi Keperawatan.................................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................11
PENUTUP...............................................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................................11
B. Saran.........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

3
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Spiritual adalah suatu akitivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup yang
berhubungan dengan kegiatan spiritual atau agama. Distress Spiritual merupakan
merupakan suatu respons akibat dari suatu kejadian yang traumatis baik fisik maupun
emosional yang tidak sesuai dengan keyakinan atau kepecayaan pasien dalam menerima
kenyataan yang terjadi . Bagi individu yang mengalami masalah bencana, Ketidaknyamanan
akibat permasalahan-permasalahan akan menimbulkan pertanyaan bagi klien tentang
kejadian yang akan terjadi selanjutnya terhadap dirinya. Klien terkadang ragu terhadap
spiritual atau agama yang dianutnya. Menurut Rousseau (2003) distress spiritual harus pula
diperhatikan atau dipertimbangkan bila klien mengeluh gejala-gejala fisik dan tidak
berespon terhadap intervensi yang efektif. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarga. Seseorang belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama
termasuk nilai moral dari hubungan keluarga. Akan tetapi perlu diperhatikan apapun tradisi
agama atau sistem kepercayaan yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual unik
bagi setiap individu. Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat
mempengaruhi spiritual seseorang. Peristiwa buruk dianggap sebagai suatu cobaan yang
diberikan Tuhan pada manusia untuk menguji imannya. Krisis dan perubahan dapat
menguatkan kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang
menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang distress spiritual
2. Untuk mengetahui tentang psikopatologi atau psikodinamika
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang diagnosa medis dan diagnosa keperawatan
4. Untuk mengetahui strategi pelaksanaan distress spiritual

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Distress Spiritual

Distress spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami dan


mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain,
seni, music, literature, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar dari pada diri sendiri
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016).

Distress spiritual juga didefinisikan sebagai gangguan dalam prinsip hidup yang
meliputi seluruh kehidupan seseorang yang diintegrasikan secara biologis dan psikososial
(EGC, 2011). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa distress psiritual adalah kegagalan
individu menemukan arti atau kebermaknaan kehidupannya. Distress spiritual adalah
gangguan pada prinsip hidup yang meliputi aspek dari seseorang yang menggabungkan
aspek psikososial dan biologis seseorang.(Wilkinson, Judith M., 2007: 490)

Menurut Monod (2012) Distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan
marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006). 

B. Pengertian disteress spiritual.

Menurut Mirowsky dan Ross (2003) distress diakibatkan oleh dua bentuk utama
yaitu depresi dan kecemasan. Depresi adalah perasaan sedih, kehilangan semangat,
kesepian, putus asa, atau tidak berharga, berharap orang lain mati, kesulitan tidur, menangis,
merasa segala sesuatu adalah sebuah usaha, dan tidak mampu untuk pergi. Kecemasan
adalah ketegangan, gelisah, khawatir, marah, dan takut.
Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi tuhan, yang menimbulkan suatu kebutuhan
serta kecintaan terhadap adanya tuhan, dan permohonan maaf atas segala kesalahan yang
pernah diperbuat (Alimul, 2006).
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Nanda, 2005). Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu dalam menemukan arti
kehidupannya.

5
Karakteristik pasien yang mengalami distres spiritual menurut Dover (2001) antara
lain: pasien putus asa, tidak memiliki tujuan dalam hidupnya, menganggap dirinya dijauhi
Tuhan, dan tidak melakukan kegiatan ibadah.

C. Batasan Karakteristik.

1. Hubungan dengan diri sendiri.


a) Marah
b) Mengungkapkan kurangnya motivasi.
c) Mengungkapkan kekurangan harapan.
d) Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri.
e) Mengungkapkan kekurangan cinta.

2. Hubungan dengan orang lain.


a) Mengungkapkan rasa tersaing.
b) Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting.
c) Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual.
d) Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari sistem pendukung.

3. Hubungan dengan seni,musik,literatual, dan alam.


a) Tidak berminat pada alam.
b) Tidak berminat membaca literatur spiritual.
c) Ketidak mampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya (mis, menyanyi
atau mengdengarkan musik atau menulis).

4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri.
a) Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari dirinya.
b) Mengungkapkan telah diabaikan.
c) Mengungkapkan ketidak berdayaan.
d) Mengungkapkan penderitaan.

D. Etiologi.
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian Fisik → Abuse
b. Pengkajian Psikologis → Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan,
ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran yang
bertentangan (Otis-Green, 2002).
c. Pengkajian Sosial Budaya → dukungan sosial dalam memahami keyakinan klien
(Spencer, 1998).
1. Faktor Predisposisi.
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang
sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi

6
ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual
seseorang. Faktor predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender,
pendidikan, pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
2. Faktor Presipitasi.
a. Kejadian Stresfull.
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat
karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri,
orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.

b. Ketegangan Hidup.
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres
spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas.

E. Patosiologi.

Berhubungan dengan tantangan pada sistem keyakinan atau perpisahan dari


ikatan spiritual sekunder akibat : kehilangan bagian atau fungsi tubuh, penyakit
terminal, penyakit yang membuat kondisi lemah, nyeri, trauma, keguguran,
kelahiran, dan mati.

F. Strategi pelaksanaan Distress Spiritual.


Tindakan Psikoterapeutik 

1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien

Tujuan tindakan keperawatan gangguan spiritual untuk pasien adalah


agar pasien:
a) Mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat.

b) Mengungkapkan penyebab gangguan spiritual.

c) Mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang spiritual yang diyakininya.

d) Mampu mengembangkan skill untuk mengatasi masalah atau penyakit


atau perubahan spiritual dalam kehidupan.
e) Aktif melakukan kegiatan spiritual atau keagamaan.
f) Ikut serta dalam kegiatan keagamaan.

2. Tindakan Keperawatan.
a) Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
b) Kaji faktor penyebab gangguan spiritual pada pasien.

7
c) Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran akan terhadap spiritual yang
diyakininya.
d) Bantu klien mengembangkan skill untuk mengatasi perubahan spiritual dalam
kehidupan.
e) Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan atau agama yang dianut
oleh pasien.
f) Fasilitasi klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
g) Bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
h) Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan ibadah atau
kegiatan spiritual lainnya.

G. Mekanisme Koping dari Distress Spiritual

Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang
positif (Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:

1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri).

Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu dalam


memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan lingkungan (Pearlin &
Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini merupakan sumber daya psikologis yang
penting, diantaranya adalah:
a) Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori dari Colley’s
looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatasi masalah yg
dihadapi.
b) Mengontrol diri sendiri
c) Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan situasi
(internal control) dan external control (bahwa kehidupannya dikendalikan oleh
keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien akan mampu mengambil hikmah dari
sakitnya (looking for silver lining).

2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)

Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres dalam


mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam menghadapi situasi stres,
respons individu secara rasional adalah dia akan menghadapi secara terus terang,
mengabaikan, atau memberitahukan kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan
sesuatu yang penting untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya.
Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi sesuatu tantangan
dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua permasalahan dengan melakukan
kegiatan spiritual, lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta untuk mencari hikmah
dan makna dari semua yang terjadi.

8
3. Teknik Perilaku

Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam mengatasi


situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang
kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang dapat membantu
peningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat
anti retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang
cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah keadan sakitnya.

H. Psikopatologi/Psikodinamika

1. Faktor Predisposisi
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi
ini akan terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual
seseorang.
Faktor Predisposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapatan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial, tingkatan sosial. Faktor Predisposisi psikologi meliputi
kecerdasan, keterampilan verbal, moral, pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi,
pola asuh, pertahanan psikologi, dan kontrol.

2. Faktor Presipitasi
a) Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena
kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b) Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres
spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga,
kelompok maupun komunitas
Penilaian Terhadap Stressor :
1. Respon Kognitif
2. Respon Afektif

9
3. Respon Fisiologis
4. Respon Sosial

I. Respon Perilaku. Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan

1. Kasus Distress Spiritual


Seorang pasien wanita berusia 25 tahun di diagnosa medis menderita AIDS.
Pasien tersebut dibawa keluarganya ke RS dalam keadaan lemas, pucat, dan kurus.
Setelah dilakukan perawatan, pasien menolak untuk makan, pasien juga sering
menangis dan berteriak-teriak. Setelah dilakukan pengkajian, keluarganya
mengatakan bahwa dia belum menikah dan memiliki seorang kekasih. Namun, sejak
pasien sakit, kekasihnya tidak pernah datang ke rumahnya baik untuk menjenguk
ataupun menelepon. Keluarga juga mengatakan bahwa pasien tidak mau berdoa lagi
karena pasien berkata bahwa Tuhan sudah jahat kepadanya. Pasien tersebut ingin
segera meninggal karena ingin segera bertemu Tuhan untuk protes mengenai
masalahnya.

2. Diagnosa Medis
a) Stress
b) Depresi
3. Diagnosa Keperawatan
1. Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang
peduli, termasuk Tuhan
2. Distress Spiritual berhubungan dengan: tantangan sistem keyakinan dan
nilai, tes keyakinan spiritual (Sumber: Wilkinson, 2005).

J. Penatalaksanaan
1. Terapi Medis
Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.
Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)
di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk kedalam
aksis satu, dua, tiga, empat atau lima

2. Terapi Keperawatan
Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai
10
tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga kepuasan
spiritual dapat terwujud. Rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan
berdasarkan NANDA (2012) meliputi :
a. Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji sumber-
sumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat pasien tentang
hubungan spiritual dan kesehatan, memberikan privasi, waktu dan tempat bagi
pasien untuk melakukan praktek spiritual, menjelaskan pentingnya hubungan
dengan Tuhan, empati terhadap perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka agama,
meyakinkan pasien bahwa perawat selalu mendukung pasien.
b. Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan semua prosedur
dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur, mendampingi pasien untuk
memberikan rasa aman dan mengurangi rasa takut, memberikan informasi tentang
penyakit pasien, melibatkan keluarga untuk mendampingi.

pasien, mengajarkan dan menganjurkan pasien untuk menggunakan tehnik


relaksasi, mendengarkan pasien dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi
yang menimbulkan kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan persepsi.
c. Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman dalam
kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal pasien, memberikan rasa aman.

Menurut jurnal The spiritual distress assessment tool: an instrument to


assess spiritual distress in hospitalised elderly persons (2010) Distress spiritual
bisa dinilai dengan menggunakan model kebutuhan spiritual yang disebut dengan
SDAT (Spiritual Distress Assessment Tool). SDAT adalah prosedur penilaian
formal untuk mengidentifikasi kebutuhan rohani yang belum terpenuhi, mencetak
hasil sejauh mana kebutuhan rohani tetap terpenuhi dan untuk menentukan
kehadiran distress spiritual. Hasil awal menunjukkan bahwa SDAT adalah
instrumen yang diterima untuk menilai distress spiritual seseorang di rumah sakit.
Instrumen ini menyediakan alat untuk komunikasi dengan kosakata yang baik , dan
memberikan dasar baru untuk mengintegrasikan spiritualitas ke dalam rencana
pasien perawatan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Distress spiritual adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
kemampuan memaknai hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, atau
dengan kekuatan yang lebih tinggi. Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan
kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yaitu kerusakan kemampuan dalam
mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dihubungkan
dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam, atau kekuatan yang lebih besar
dari dirinya. Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat
mempengaruhi spiritual seseorang. Krisis dan perubahan dapat menguatkan
kedalaman spiritual seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi
penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian.
B. Saran
Perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang berinteraksi dengan pasien
selama 24 jam maka perawat adalah orang yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien. Oleh karena itu, sebagai perawat yang profesional harus memiliki
pengetahuan dan skill menangani klien dengan distress spiritual. Ketika memberikan
asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan peka terhadap kebutuhan
spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru
menghindar untuk memberi asuhan spiritual.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul.H. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Munusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Manod.S,Jobin.G,dkk.2010.The spiritual distress assessment tool: an instrument to assess


spiritual distress in hospitalised elderly persons. Jurnal BMC Geriatrics, 10:88

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006.
Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika
Nursalam dan Dian N.2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV.Jakarta : Salemba Medika

13

Anda mungkin juga menyukai