Anda di halaman 1dari 77

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS II

PERSALINAN LETAK LINTANG

Di susun Oleh :

Silvia Setya Afifa (2720190013)

Fakultas Ilmu Kesehatan


Program Studi S1 Keperawatan
Universitas Islam As-Syafi’iyah
2020/2021
TINJAUAN PUSTAKA

LETAK LINTANG

A.    DEFINISI
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu
miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada
bayi besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan
distosia bahu.
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya bahu merupakan bagian
terendah janin
(sarwono 2002)
Pada letak lintang, bisaanya bahu berada di atas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak
di salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Keadaan seperti ini disebut
sebagai presentasi bahu atau presentasi akromion. Arah akromion menghadap sisi tubuh ibu
menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan. Lebih lanjut, karena pada kedua
posisi tersebut punggung dapat mengarah ke anterior atau posterior, ke superior atau ke inferior,
bisaanya jenis letak lintang ini dapat dibedakan lagi menjadi letak lintang dorsoanterior dan
dorsoposterior.
(Cunningham, 1995)

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit
lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung
janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior),
di bawah (dorsoinferior).
(Sarwono, 2005)
Pada latak lintang sumbu panjang anak tegak lurus atau hamper tegak lurus pada sumbu
panjang ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah, maka juga disebut presentasi bahu
atau presentasi akromion.
(Fakultas Kedokteran UNPAD,1984)

Letak lintang (transverse lie) adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 900. jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini
tajam disebut oblique lie, yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepala mengolak)
dan deviated breech presentation (letak bokong mengolak). Karena bisaanya yang paling rendah
adalah bahu, maka dalam hal ini disebut juga shoulder presentation.
(Mochtar, 1998)

Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu
memanjang tubuh ibu.
(Mansjoer, 1999)

B.     JENIS-JENIS LETAK LINTANG


Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu;
  Menurut letak kepala terbagi atas;
1.      LLi I
Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
.      LLi II
Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.

  Menurut posisi punggung terbagi atas;


.      Dorso anterior
Apabila posisi punggung janin berada di depan.
.      Dorso posterior
Apabila posisi punggung janin berada di belakang.
.      Dorso superior
Apabila posis punggung janin berada di atas.
.      Dorso inferior
Apabila posisi punggung janin berada di bawah.

C.    ETIOLOGI
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil atau
sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar,
dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam
rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya
letak lintang tersebut. Distosia bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke
dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas empat
atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita nullipara.

D.    PATOFISIOLOGI
Distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat ke dalam
panggul yang disebabkan oleh fase aktif dan fase persalinan kala II yang pendek pada multipara
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui
jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala
II sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus beralih ke
depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir,
yang menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau letak miring
kadang-kadang dalam persalinan terjadi dari posisi longitudinal yang semula, dengan
berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka.
Pada proses persalinan, setelah ketuban pecah apabila ibu dibiarkan bersalin sendiri, bahu
bayi akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah
penurunan, bahu berhenti sebatas pintu atas panggul dengan kepala di salah satu fosa iliaka dan
bokong pada fosa iliaka yang lain.
Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit di bagian atas panggul. Uterus kemudian
berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi halangan tersebut.
Setelah beberapa saat akan terjadi cincin retraksi yang semakin lama semakin tinggi dan semakin
nyata. Keadaan seperti ini disebut sebagai letak lintang kasep. Jika tidak cepat diatasi, dan
ditangani secara benar, uterus akan mengalami ruptura dan baik ibu maupun janin dapat
meninggal.

E.     MEKANISME PERSALINAN


Ada kalanya anak yang pada permulaan persalinan dalam letak lintang, bisa berputar sendiri
dan menjadi letak memanjang. Kejadian seperti ini disebut versio spontanea. Tanda-tanda pada
persalinan letak lintang bisaanya ketuban cepat pecah, pembukaan berjalan lambat, partus
menjadi lebih lama, tangan menumbung (20-50%), tali pusat menumbung 10%.
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat terjadi
persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian
janin dan ruptura uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga rongga panggul seluruhnya
terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk
mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen
bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin
tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep,
sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptura
uteri, sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke
dalam rongga perut. Ibu berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi,
dan sering kali meninggal pula.
Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat
berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir atau lahir dengan
evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas.
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang
belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian
disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong
dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua
cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi
lateral yang maksimal dari tubuh janin.

F.     PROGNOSIS
Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya bagi ibu dan
bayi.
  Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan
ekstraksi. Pada partus lama, ketuban pecah dini dengan mudah dapat mengakibatkan terjadinya
infeksi.

  Bagi bayi
Angka kematian tinggi sekitar 25-40% yang dapat disebabkan oleh prolapsus funikuli,
trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus. Prognosa bayi sangat tergantung
pada saat pecahnya ketuban, maka kita harus berusaha supaya ketuban selama mungkin tetap
utuh misalnya;
  Melarang pasien mengejan
  Pasien dengan bayi yang melintang tidak dibenarkan berjalan-jalan
  Tidak diberi obat his
  Toucher harus hati-hati jangan sampai memecahkan ketuban. Atau lebih baik apabila tidak
dilakukan toucher

Setelah ketuban pecah bahayanya bertambah karena;


  Dapat terjadi letak lintang kasep kalau pembukaan sudah lengkap
  Bayi dapat mengalami asphyxia karena peredaran darah placenta berkurang
  Tali pusat dapat menumbung
  Bahaya infeksi bertambah

G.    KOMPLIKASI
Komplikasi dari letak lintang adalah cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah
dan lengan menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptura uteri.
H.    PENATALAKSANAAN MEDIS
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan
mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar pada primigravida usia kehamilan 34
minggu, pada multigravida usia kehamilan 36 minggu. Sebelum melakukan versi luar harus
dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset,
dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk
rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi perubahan letak,
segera dapat ditentukan diagnosis dan penanganannya.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang janin menjadi
presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada
seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan sectio caesarea.
Sikap ini berdasarkan berbagai pertimbangan sebagai berikut;
  Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang
primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
  Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his, maka
lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat
mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli
  Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan

Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung pada beberapa faktor.
Apabila riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul,
dan janin tidak seberapa besar dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap
untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban
tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus
segera dilakukan sectio caesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prilapsus funikuli, maka
bergantung kepad tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi
ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan sectio caesarea. Dalam hal ini persalinan dapat
diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancer
atau tidak.
Versi ekstraksi dapat pula dilakukan pada kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama
lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi
akan mengakibatkan ruptura uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan sectio
caesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per vagina dengan
dekapitasi.

SECTIO CAESAREA
A.    DEFINISI
Sectio caesarea atau persalinan caesarea didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui insisi
pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak
mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen dalam kasus ruptura uteri atau kehamilan
abdominal.
(Cunningham, 1995)

Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 g,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact).
(Sarwono, 2002)

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan uterus.
(Sarwono, 2005)

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim.
(Mansjoer, 1999)

Kelahiran sesarea adalah alternatif dari kelahiran vagina bila keamanan ibu atau janin
terganggu.
(Doengoes, 2001)

Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
(Mochtar, 1998)
Sectio caesarea merupakan pembedahan obstetric untuk melahirkan janin yang viable melalui
abdomen.
(Farrer, 2001)

B.     JENIS-JENIS SECTIO CAESAREA


Sectio caesarea dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan tehniknya, yaitu;
1.      Sectio caesarea segmen bawah (SCSB) atau sectio caesarea transperitonealis profunda
Insisi melintang dilakukan pada segmen bawah uterus. Segmen bawah uterus tidak begitu
banyak mengandung pembuluh darah dibandingkan segmen atas sehingga risiko perdarahan
lebih kecil. Karena segmen bawah terletak di bawah kavum peritonei, kemungkinan infeksi
pasca bedah juga tidak begitu besar. Di samping itu, risiko ruptura uteri pada kehamilan dan
persalinan berikutnya akan lebih kecil bilamana jaringan parut hanya terbatas pada segmen
bawah uterus. Kesembuhan luka bisaanya baik karena segmen bawah merupakan bagian uterus
yang tidak begitu aktif.
2. Sectio caesarea klasik atau korporal
Insisi klasik hanya kadang-kadang dilakukan. Hal ini dilakukan kalau segmen bawah tidak
terjangkau karena ada perlekatan atau rintangan plasenta, kalau terdapat vena verikosa pada
segmen bawah, dan kadang-kadang juga dilakukan bagi janin yang letaknya melintang serta
untuk histerektomi caesarea.
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Sectio caesarea ekstraperitoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi
puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini sekarang
tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tehniknya dan sering kali
terjadinya sobekan peritoneum tidak dapat dihindarkan. Mengingat bahwa tindakan ini kini
dalam praktek jarang sekali dilakukan, maka tehniknya sudah tidak dibicarakan lagi.

C.    INDIKASI
Pada umumnya sectio caesarea digunakan bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan
yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau keduanya. Padahal
persalinan per vagina tidak mungkin diselesaikan dengan aman.
Sectio caesarea elektif dilakukan kalau sebelumnya sudah diperkirakan bahwa persalinan per
vagina yang normal tidak cocok atau tidak aman. Persalinan dengan sectio caesarea dilakukan
untuk;
            1.      Plasenta previa
            2.      Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi
            3.      Riwayat obstetric yang jelek
            4.      Disproporsi sefalopelvik
            5.      Infeksi herpes virus tipe II (genital)
            6.      Riwayat sectio caesarea klasik
            7.      Diabetes (kadang-kadang)
            8.      Presentasi bokong (kadang-kadang)
Sectio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada:
  Panggul sempit
  Primigravida
  Janin besar dan berharga
            9.      Penyakit atau kelainan yang berat pada janin, seperti eritoblastosis atau retardasi
pertumbuhan yang nyata

Sectio caesarea emergensi dilakukan untuk;


            1.      Induksi persalinan yang gagal
            2.      Kegagalan dalam kemajuan persalinan
            3.      Penyakit fetal atau maternal
            4.      Diabetes atau pre-eklamsi berat
            5.      Persalinan macet
            6.      Prolapsus funikuli
            7.      Perdarahan hebat dalam persalinan
            8.      Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan
a.      Letak lintang
  Bila ada kesempitan panggul maka sectio sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak
lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
  Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio sesarea walau tidak ada
perkiraan panggul sempit.
  Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.
b.      Letak bokong
Sectio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada:
  Panggul sempit
  Primigravida
  Janin besar dan berharga
c.       Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
d.      Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
e.       Gemelli, dianjurkan sectio sesarea bila
  Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
  Bila terjadi interlock
  Distosia oleh karena tumor
  Gawat janin

D.    KONTRAINDIKASI
Perlu diingat bahwa sectio sesarea dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk
kepentingan anak, oleh sebab itu sectio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa,
apabila misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau apabila terlalu kecil untuk hidup di
luar kandungan. Apabila janin terbukti menderita cacat seperti hidrosepalus, anensepalus dan
lain-lain.

E.     Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh
karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah,
indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit
dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per
1000. Nasib janin yang ditolong secara sectio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan
fasilitas neonatal yang sempurna angka kematian 4-7%.
F.     KOMPLIKASI
Komplikasi dari tindakan sectio caesarea bisa terjadi pada ibu dan bayi. Pada ibu dapat
terjadi infeksi puerperal, perdarahan, luka pada kandung kencing, embolisme paru-paru, ruptura
uteri. Sedangkan pada bayi dapat terjadi kematian perinatal.
1.      Infeksi puerpuralis (nifas)
  Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
  Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung
  Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar
dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2.      Perdarahan, disebabkan karena:
a.      Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b.      Atonia uteri
c.       Perdarahan pada placenta bed
3.      Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi.
4.      Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
G.    HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM SC
Dalam melakukan sectio caesarea perlu diperhatikan beberapa hal.
1.      Sectio caesarea elektif
Sectio caesarea ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan
harus diselesaikan dengan pembedahan itu. Keuntungannya ialah bahwa waktu pembedahan
dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat
dilakukan dengan baik. Kerugiannya ialah oleh karena persalinan belum mulai, segmen bawah
uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi
atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai dengan kontraksinya.
2.      Anastesia
Anastesia umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernafasan janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Selain
itu ada pengaruh terhadap tonus uterus, sehingga kadang-kadang timbul perdarahan postpartum
karena atonia uteri. Akan tetapi bahaya terbesar ialah apabila diberi anastesi umum sedangkan
lambung pasien tidak kosong.
Pada wanita yang tidak sadar karena anastesi ada kemungkinan isi lambung masuk ke
dalam saluran pernafasan. Hal ini merupakan peristiwa yang sangat berbahaya. Dapat
diusahakan mengeluarkan isi perut dengan pipa lambung sebelum anastesi umum, akan tetapi
tindakan ini bisaanya tidak memuaskan. Apabila ada seorang ahli anastesi dapat dilakukan
intubasi dengan memasang pipa endotrakeal sehingga anastesi kemudian dapat dilakukan dengan
aman.
Anastesi spinal aman untuk janin akan tetapi selalu ada kemungkinan bahwa tekanan
darah pasien menurun dengan akibat yang buruk bagi ibu dan janin. Cara yang paling aman ialah
anastesi local akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.

3.      Transfusi darah


Pada umumnya perdarahan pada sectio caesarea lebih banyak daripada persalinan per
vagina. Perdarahan tersebut disebabkan oleh insisi pada uterus, ketika pelepasan plasenta,
mungkin juga terjadi karena atonia uteri postpartum. Berhubung dengan itu pada tindakan sectio
caesarea perlu diadakan persediaan darah.
4.      Pemberian antibiotika
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sectio caesarea elektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

H.    TEHNIK-TEHNIK SECTIO CAESAREA


1.      Tehnik sectio caesarea transperitoneal profunda
Dauercatheter dipasang dan wanita berbaring dalam letak trendelenbrug ringan. Diadakan
insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa sentimeter di bawah
pusat. Setelah peritoneum dibuka, dipasang speculum perut, dan lapangan operasi dipisahkan
dari rongga perut dengan satu kain kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus
depan dan bawah dipegang dengan pinset, plika vesiko-uterina dibuka dan insisi ini diteruskan
melintang jauh ke lateral. Kemudian kandung kencing dengan peritoneum di depan uterus
didorong ke bawah dengan jari.
Pada segmen bawah uterus, yang sudah tidak ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung
kencing dan yang bisaanya sudah menipis, diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung
kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteria
uterine. Karena uterus dalam kehamilan tidak jarang memutar ke kanan, sebelum dibuat insisi,
posisi uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligamenta rotunda kanan dan kiri. Di
tengah-tengah, insisi diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak. Kemudian
luka yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang sudah
dibuat lebih dahulu.
Sekarang ketuban dipecahkan, dan air ketuban yang keluar diisap. Kemudian speculum
perut diangkat dan tangan dimasukan ke dalam uterus di belakang kepala janin dan dengan
memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan penolong, diusahakan lahirnya kepala
melalui lubang insisi. Jika dialami kesulitan untuk melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat
dipasang cunam Boerma. Sesudah kepala janin, badan terus dilahirkan, muka dan mulut
dibersihkan, tali pusat dipotong, dan bayi diserahkan kepada orang lain untuk diurus. Pada
presentasi sungsang atau letak lintang kaki janin dicari dan janin dilahirkan dengan tarikan pada
kaki.
Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena
untuk mengusahakan kontraksi yang baik. Pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa cunam
ovum, dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual.
Tampon untuk sementara dimasukan ke dalam rongga uterus guna mempermudah jahitan
luka pada dinding uterus. Tampon ini diangkat sebelum luka uterus ditutup sama sekali. Jahitan
otot uterus dilakukan dalam dua lapisan. Lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dengan
catgut dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Jahitan ini memegang otot uterus,
akan tetapi sedapat-dapatnya jangan mengikutsertakan desidua. Lapisan kedua terdiri atas jahitan
menerus, sehingga luka pada miometrium tertutup rapi. Akhirnya luka peritoneum pada plika
vesiko-uterina ditutup dengan jahitan catgut halus sehingga menutup bekas luka pada
miometrium dan setelah diamati bahwa uterus berkontraksi baik, dinding perut ditutup dengan
cara biasa.
Kelebihan dan kekurangan dari section caesarea transperitoneal profunda;
  Kelebihan
a.      Penjahitan luka lebih mudah
b.      Penutupan luka dengan repetonialisasi yang baik
c.       Tumbang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum
d.      Perdarahan kurang atau tidak seberapa banyak
e.       Dibandingkan dengan cara korporal, kemungkinan rupture uteri spontan kurang atau lebih kecil
f.       Bahaya peritonitis tidak besar
g.      Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri dikemudian hari tidak besar,
karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami konraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
  Kekurangan
a.       Luka dapat melebar ke kirim, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan a. uterine putus,
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak.
b.      Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
2.      Tehnik sectio caesarea corporal
Setelah dinding perut dan peritoneum terbuka pada garis tengah dipasang beberapa kain kasa
panjang antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban dan
darah ke rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm
dengan ujung bawah di atas batas plika vesikouterina. Diadakan lubang kecil pada kantong
ketuban untuk menghisap air ketuban sebanyak mungkin; lubang ini kemudian di lebarkan, dan
janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya. Setelah anak lahir, korpus uteri dapat di keluarkan
dari rongga perut untuk memudahkan tindakan-tindakan selanjutnya. Sekarang diberikan
suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena, dan plasenta serta selaput
ketuban dikeluarkan secara manual. Kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang
kuat dalam dua lapisan; lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dan lapisan kedua atas jahitan
menerus. Selanutnya diadakan jahitan menerus dengan catgut yang lebih tipis, yang
mengikutsertakan peritoneum serta bagian luar miometrium dan yang menutup jahitan yang
terlebih dahulu dengan rapi. Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
  Data Subyektif
1.      Biodata
  Nama ; untuk lebih mengenal pasien
  Umur ; untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan dengan dengan umur ibu
  Suku bangsa ; untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat
  Agama ; untuk mengetahui agama serta cara pandangnya terhadap kehamilan
  Pendidikan ; untuk mengetahui tingkat intelektual karena pendidikan mempengaruhi sikap perilaku
kesehatan seseorang
  Pekerjaan ; untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan
kesehatan dan untuk menilai social ekonomi
  Alamat ; untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang lain bila ada keperluan yang
mendesak
2.      Keluhan pasien
Keluhan utama ditujukan untuk menggali masalah atau keluhan-keluhan yang
mengandung pada trimester ke-3. keluhan fisiologis yang sering dialami ibu yaitu meningkatnya
keletihan, sukar tidur, sakit pinggang bagiang bawah.
3.      Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit keturunan yang mungkin
menurun pada pasien dimana penyakit tersebut erupakan rsiko terhadap kehamila seperti hipertensi
dan DM. dikaji juga apakah keturunannya ada yang menderita penyakit kanker, jantung, asma,
keturunan kembar, dan penyakit lain yang mempunyai faktor risiko terhadap kehamilan.
4.      Riwayat kesehatan pasien
Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita yang merupakan
risiko tinggi terhadap kehamilan seperti DM, hipertensi, jantung, ginjal, hepatitis, paru-paru.
Dikaji juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita panyakit berat, lama, dan terapinya agar
dapat diberikan asuhan keperawatan secara tepat dan berkesinambungan.
5.      Riwayat obstretrik
  Riwayat menstruasi
a.       Menorche
Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur 10-16 tahun. Oleh sebab
tertentu yang dikaitkan dengan keadaan gizi yang lebih baik, haid pertama menjadi awal.
Menarche sebenarnya puncak dari serangkaian perubahan wanita. Perubahan tersebut adalah
tumbuh rambut kemaluan, rambut ketiak, payudara membesar, putting menghitam.
b.      Dismenorhoe
Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan
selama haid sehingga dikatakan dismenorhoe jika nyeri haid begitu hebatnya.
c.       Siklus haid
Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35 hari, dengan rata-rata 29
hari. Tetapi pada wanita yang haidnya teraturpun dapat terjadi kemelesetan beberapa hari baik
maju maupun mundur. Siklus haid dihitung sejak hari pertama haid hingga hari terakhir sebelum
haid berikutnya
d.      HPHT
Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan partus menurut
naegle adalah hari +7, bulan -3, dan tahun +1. bila hari pertama haid terakhir tidak diingat lagi
maka sebagai pegangan dapat dinyatakan antara lain gerakan janin, umurnya pada primigravida,
gerakan janin dirasakan ibunya pada kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada
kehamilan 16 minggu.
  Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Pada multi dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan misalnya vakum atau
SC serta besarnya berat bayi waktu dilahirkan.
6.      Riwayat keluarga berencana
Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat kontrasepsi berikutnya.
7.      Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang memungkinkan dapat timbulnya
faktor resiko seperti hipertensi, riwayat perkawinan dikaji tentang umur berapa menikah, berapa
kali menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan keadaan kehamilannya dan faktor resiko.
8.      Pola kehidupan sehari-hari
a.       Pola nutrisi
Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan gizi ibu sudah terpenuhi atau
belum, kelebihan atau kekurangan. Ibu hamil yang makannya terpenuhi akan mendapat kenaikan
berat badan yang cukup baik. Kenaikan berat badan selama hamil adalah 6,5-16 kg.
b.      Pola eliminasi
Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III, bisaanya pasien sering kencing
karena penekanan rahim pada kandung kemih, tetapi sebaliknya pasien sering mengeluh sukar
BAB. Hal ini dikarenakan menurunnya tavus otot-otot traktus digestifus sehingga motilitas
seluruh traktus digestifus juga berkurang.

c.       Personal hygiene


Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan kemampuan pasien untuk menjaga
kebersihan diri.
d.      Pola kativitas
Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas dan istirahat tidak terpenuhi bisa
menyebabkan komplikasi obstetric, seperti hipertensi yang menjadi pre eklamsi atau eklamsi,
solution plasenta, plasenta previa yang kemungkinan bisa terjadi pada trimester III.
e.       Pola istirahat dan tidur
Untuk mengetahui pola istirahat ibu tersebut kurang atau berlebihan, istirahat yang normal
kira-kira 6-8 jam setiap harinya.
f.       Pola peran dengan orang lain
Untuk mengetahui apakah pasien dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap tetangganya
atau orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah hubungan bila keadaan mendesak dan
membutuhkan bantuan.
g.      Pola hubungan sexual
Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam hubungan seksual, coitus sebaiknya dihentikan
pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk dalam rongga panggul karena dapat menimbulkan
perasaan sakit dan perdarahan.
h.      Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan pasien.
i.        Pola pengetahuan ibu
Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh ibu mengetahui tentang proses kehamilan.
j.        Koping dan toleransi stress
Untuk mengetahui seberapa besar pasien dapat mengetahui dan mengatasi masalah yang
dihadapinya.
k.      Data spiritual
Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan pasien.
9.      Keadaan psikologis
Keadaan psikologi yang dikaji adalah penerimaan pasien terhadap kehamilannya, penerimaan
suami atau keluarga terhadap kehamilannya, dukungan suami dan keluarga terhadap upaya-
upaya masalah terhadap keadaan kehamilan.

  Data Obyektif
1.      Pemeriksaan umum
a.       Keadaan umum
Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien apakah lemah, pucat, atau
baik.
b.      Pemeriksaan TTV
  Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh mencapai 140/90 mmHg dan
tidak boleh kurang dari 90/50 mmHg.
i ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
  Suhu ; suhu normal 360C-370C
  Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada kehamilan 32
minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena usus-usus tertekan oleh uterus yang membesar
kea rah diafragma, sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
c.       Berat badan dan tinggi badan
Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap minggu setelah
kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak boleh lebih dari 1 kg setiap
minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat badan seluruhnya pada wanita hamil
normalnya 6,5-16 kg.
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm, kemungkinan panggul
sempit perlu diperhatikan.
2.      Pemeriksaan fisik
a.       Kepala
  Rambut ; dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak. Bila mudah dicabut
kemungkinan menunjukan defisiensi vitamin A dan B.
  Kulit kepala ; kulit kepala diperiksa apakah ada kelainan atau adanya tumor.
  Mata ; diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat, konjungtiva, bila pucat maka
kemungkinan menunjukan adanya anemi, sclera apakah ikterik atau tidak.
  Hidung ; diperiksa apakah ada pholip atau tidak.
  Mulut ; diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies, dan lidah kotor atau tidak.
  Leher ; diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas seperti vena lebar yang terdistensi
dan penonjolan terutama pada daerah kelenjar.
b.      Dada
  Dinding thorak ; diperiksa simetris atau tidak dan adanya penonjolan.
  Payudara ; ukuran payudara simetris atau tidak, perubahan warna kulit, dapat
menunjukan infeksi atau penyakit dermatologis yang dievaluasi. Putting susu menonjol, areola
menghitam, adakah kolostrum.
  Aksila ; diperiksa ada benjolan, tumor, atau pembesaran limfa.

c.       Abdomen
  Observasi ; untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk mengetahui adanya striae pada
dinding abdomen.
  Palpasi ; untuk mengetahui adanya pembesaran hepar, limpa, daerah nyeri tekan dan
kemungkinan masa.
  Perkusi ; untuk mengetahui udara di dalam ssaluran pernafasan.
  Auskultasi ; untuk mengetahui gerak peristaltic usus, gerak janin, dan DJJ.
d.      Ekstremitas
Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat atau tidak, begitu pula kaki ada tidak varises dan
oedema.
e.       Anus
Dikaji apakah ada varises atau hemoroid.
f.       Reflek patella
Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau patella,
yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi. Bila reflek
patella negative maka kekurangan vitamin B1.
3.      Pemeriksaan obstetric
a.       Inspeksi
  Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya oedema.
  Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam, kolostrum.
  Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada letak lintang membesar ke
samping), striae gravidarum, atau bekas luka.

b.      Palpasi
  Leopod I
Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin yang terdapat dalam
fundus. Sifat kepala ialah keras, bundar dan kurang melenting. Pada letak lintang fundus uteri
kosong.
  Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas. Kadang-kadang di
samping terdapat kepala atau bokong pada letak lintang.
  Leopod III
Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP
atau belum.
  Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa
masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c.       Auskultasi
Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau tidak. Normalnya 120-
160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat menggunakan leaneq atau dopler.
d.      Reflek patella
Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau patella,
yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi. Bila reflek
patella negative maka kekurangan vitamin B1.
e.       Panjang uterus
Untuk mengetahui umur kehamilan dan tafsiran berat janin. Cara menghitungTBJ menurut
Johnson Tausak;
   TFU (dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I)
   TFU (dalam cm) – 11x155 (bila penurunan kepala H II)

4.      Pemeriksaan penunjang


a.       Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)
Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan kelainan
bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau lebih.
b.      Pemeriksaan dalam (VT)
Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;
  Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
  Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
  Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan klavikula.
  Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun
pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
c.       Pemeriksaan diagnostic penunjang
  Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah, Hb, Ht, LED
  Pemeriksaan urine; menentukan kadar albumin atau glukosa.
  Kultur; mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
  Amniosentesis; mengkaji maturitas paru janin.
  Ultrasonografi; melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin.
  Foto rontgen; tampak janin dalam letak lintang.
  Tes stress kontraksi atau tes nonstress; mengkaji respon janin terhadap gerakan atau stress dari
pola kontraksi uterus.
  Pemantauan elektronik kontinu; memastikan status janin atau aktivitas uterus.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
  Letak Lintang
1.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan krisis situasi.
2.      Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses persalinan yang
lama.
3.      Risiko cedera terhadap maternal berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses persalinan
yang lama.
4.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
5.      Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin.

  Sectio Caesarea
  Pre Operasi
1.      Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas dan krisis situasi.
2.      Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
  Intra Operasi
1.      Kekurangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan perdarahan.
2.      Kelebihan volume cairan intratitial berhubungan dengan aliran balik vena terganggu.
3.      Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penekanan pada penonjolan tulang dalam
waktu yang lama.
  Post Operasi
1.      Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan trauma jaringan.
2.      Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan dan imobilisasi dalam waktu
lama.
3.      Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual dan muntah.
4.      Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret pada jalan nafas.
5.      Pola nafas inefektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
6.      Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive dan kerusakan barier primer.
C.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
  Letak Lintang
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
. Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan Mandiri
berhubungan  
asuhan keperawatan   Memberikan dukungan
Dorong
dengan diharapkan klien keberadaan/partisipasi emosional, dapat
kurangnya mampu mengatasi dari pasangan. mendorong
informasi yang ansietas, yang pengungkapan
diterima   Kaji tingkat ansietas masalah.
dan dibuktikan dengan
krisis situasi. kriteria hasil dan   Identifikasi masalah
diskusikan
sebagai berikut; penyebabnya bila spesifik akan
1.  Klien mungkin. meningkatkan
mengungkapkan kemampuan individu
kesadaran akan untuk menghadapinya
perasaan ansietas. dengan lebih realistis.
2.  Klien  
mampu Tentukan   Proses kelahiran yang
tingkat
mengidentifikasi ansietas klien dan tidak normal mungkin
cara untuk sumber dari masalah. dipandang sebagai
menurunkan atau Berikan informasi kegagalan dalam
menghilangkan sehubungan dengan hidup oleh klien .
ansietas. normalnya perasaan.   Selalu berada dengan
3.    Berikan waktu untuk cara ini akan membuat
Klien
mengungkapkan mendengarkan pasien pasien merasa
ansietas berkurang. mengenai masalah dan diterima .
dorong ekspresi
4.  Menggunakan perasaan yang bebas,
mekanisme koping mis: rasa marah, ragu
yang tepat. takut dan sendiri.
  Akui realita situasi dan
5.  Menunjukkan TTV   Memungkinkan
normal. perasaan klien, terima ekspresi perasaan
ekspresi marah sambil membantu dimulainya
membatasi tingkah resolusi.
laku agresif dan
berlebihan.
  Kembangkan hubungan
  Hubungan yang saling
pasien/perawat. mempercayai diantara
pasien,orang
terdekat,staf akan
meningkatkan
perawatan dan
dukungan yang
  Anjurkan penggunaan optimal.
tehnik pernafasan dan
relaksasi.  
Bernafas Membantu dalam
dengan klien atau menurunkan ansietas
pasangan bila perlu. dan persepsi ketakutan
Kolaborasi persalinan,
  Berikan kombinasi meningkatkan kontrol
narkotik dan perasaan.
tranquilizer (missal;
meperidin   Tranquilizer
hidroklorida, mempunyai kerja
hidroksizin pamoat) narkotik, menurunkan
ansietas, dan
membantu klien
memfokuskan pada
tehnik pernafasan atau
relaksasi.
2. Risiko cedera Setelah dilakukan Mandiri
terhadap   Kaji DJJ secara manual
janin asuhan keperawatan   Mendeteksi respon
berhubungan diharapkan klien atau elektronik. abnormal, seperti
dengan letak mampu Perhatikan variabilitas yang
lintang kasep dan berpartisipasi dalam variabilitas, perubahan dilebih-lebihkan,
proses persalinan intervensi untuk periodic, dan frekuensi bradikardia dan
yang lama. memperbaiki pola dasar. Bila pada pusat takikardia, yang
persalinan dan kelahiran alternative mungkin disebabkan
menurunkan faktor (PKA), periksa irama oleh stress, hipoksia,
risiko yang jantung janin diantara asidosis, atau sepsis.
teridentifikasi, yang kontraksi dengan
dibuktikan dengan menggunakan
kriteria hasil doptone. Jumlahkan
sebagai berikut; selama 10 menit,
1.    DJJ menunjukan istirahat selama 5
dalam batas normal menit, dan jumlahkan
144x/menit. lagi selama 10 menit.
2.    Variabilitas baik. Lanjutkan pola ini
3.    Tidak ada sepanjang   Tekanan istirahat lebih
kontraksi
deselerasi lambat. sampai pertengahan besar dari 30 mmHg
diantaranya dan atau tekanan kontraksi
setelah kontraksi. lebih dari 50 mmHg
  Perhatikan tekanan dapat menurunkan
uterus selama istirahat atau mengganggu
dan fase kontraksi oksigenasi dalam
melalui kateter ruang intravilos.
tekanan  
intrauterus Kadang-kadang
bila tersedia. prosedur sederhana
seperti membalikan
klien ke posisi
  Identifikasi faktor- rekumben lateral
faktor maternal seperti dapat meningkatkan
dehidrasi, asidosis, sirkulasi darah dan
ansietas, atau sindrom oksigen ke uterus dan
vena kava. plasenta serta dapat
mencegah atau
memperbaiki hipoksia
janin.
  Prolaps tali pusat lebih
mungkin terjadi pada
presentasi bokong,
karena bagian
  Observasi terhadap presentasi tidak
prolaps tali pusat menonjol kuat, juga
samara atau dapat tidak secara total
dilihat bila pecah memblok tulang,
ketuban. Untuk seperti pada presentasi
deselerasi variable verteks.
pada   Infeksi asenden dan
strip
pemantauan, sepsis disertai dengan
khususnya bila janin takikardia dapat tejadi
pada presentasi pada pecah ketuban
bokong. lama.

  Perhatikan bau dan


perubahan   Kontraksi yang terjadi
warna
cairan amnion pada setiap 2 menit atau
pecah ketuban lama. kurang tidak
Dapatkan kultur bila memungkinkan
temuan abnormal. oksigenasi adekuat
Kolaborasai dari ruang intravilos.
  Perhatikan frekuensi
  Menentukan
kontraksi uterus, beri pembaringan janin,
tahu dokter bila posisi, dan presentasi
frekuensi 2 menit atau dapat
kurang. mengidentifikasi
factor-faktor yang
  Kaji malposisi dapat memperberat
menggunakan disfungsional
maneuver Leopod dan persalinan.
temuan   Penurunan yang kurang
pemeriksaan
internal. Tinjau ulang dari 1 cm/jam pada
hasil ultrasonografi. primipara atau kurang
dari 2 cm/jam pada
multipara dapat
  Pantau penurunan menandakan CPD
kepala janin pada atau malposisi.
jalan lahir   Melahirkan per vagina
secara
teratur dan teliti dalam janin dengan
hubungannya dengan malpresentasi
kolumna vertebralis dihubungkan dengan
iskial. cedera pada kolumna
vertebralis janin,
  Siapkan untuk metode pleksus brakialis,
melahirkan secara klavikula, dan sutura
caesarea bila otak, meningkatkan
malpresentasi janin, mortalitas dan
janin gagal turun, morbiditas neonatal.
kemajuan persalinan Risiko hipoksia
berhenti, atau karena stimulasi vagal
teridentifikasi CPD. lama dengan kompresi
kepala, dan trauma
kepala seperti
hemoragi intracranial,
dapat dihilangkan atau
dicegah bila CPD
teidentifikasi dan
intervensi bedah
segera dilakukan.
  Mencegah atau
mengatasi infeksi
asenden dan akan
melindungi janin juga.

  Berikan antibiotic pada


klien sesuai indikasi.
3. Risiko cedera Setelah dilakukan Mandiri
terhadap   Tinjau ulang riwayat
asuhan keperawatan   Membantu dalam
maternal diharapkan klien persalinan, awitan, mengidentifikasi
berhubungan mampu dan durasi. kemungkinan
dengan letak berpartisipasi dalam penyebab, kebutuhan
lintang kasep dan intervensi untuk pemeriksaan
proses persalinan memperbaiki pola diagnostic, dan
yang lama. persalinan   Catat waktu atau jenis intervensi yang tepat.
dan
menurunkan faktor obat.  
Hindari Pola kontraksi
risiko yang pemberian narkotik hipertonik dapat
teridentifikasi, yang atau anastesik blok terjadi pada respon
dibuktikan dengan epidural sampai tehadap rangsangan
kriteria hasil serviks dilatasi 4 cm. oksitosin. Sedative
sebagai berikut; yang diberikan terlalu
1.      Mencapai dilatasi dini atau melebihi
serviks sedikitnya kebutuhan dapat
 
1,2 cm/am untuk Evaluasi tingkat menghambat atau
primipara dan 1,5 keletihan yang menghentikan
cm/jam untuk menyertai, serta persalinan.
  Keletihan ibu yang
multipara pada fase aktivitas dan istirahat,
aktif. sebelum awitan berlebihan
2.      Penurunan janin persalinan. menimbulkan
sedikitnya 1 cm/jam disfungsi sekunder,
untuk primipara dan atau mungkin akibat
2 cm/jam   Kaji pola kontraksi dari persalinan lama
untuk
multipara. uterus secara manual atau persalinan palsu.
3.      Menyelesaikan atau secara elektronik.  Disfungsi kontraksi
kelahiran tanpa memperlama
komplikasi. persalinan,
  Catat penonjolan, meningkatkan risiko
posisi janin, dan komplikasi maternal
presentasi janin. atau janin.
  Indicator kemajuan
persalinan ini dapat
mengidentifikasi
timbulnya penyebab
  Palpasi abdomen pada persalinan lama.
klien kurus terhadap
 
adanya cincin retraksi Pada persalinan
patologis diantara terhambat, depresi
segmen uterus. cincin patologis dapat
terjadi pada hubungan
segmen atas dan
  Tempatkan klien pada bawah, menandakan
posisi rekumben ancaman rupture
lateral dan anjurkan uterus.
tirah baring  
atau Relaksasi dan
ambulasi sesuai peningkatan perfusi
toleransi. uterus dapat
memperbaiki pola
hipertonik. Ambulasi
dapat membaqntu
kekuatan gravitasi
dalam merangsang
  Kaji derajat hidrasi, pola persalinan
catat jumlah dan jenis normal dan dilatasi
masukan. serviks.
  Persalinan yang lama
dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
serta kekurangan
cadangan glukosa,
mengakibatkan
kelelahan dan
persalinan lamam
dengan peningkatan
risiko infeksi uterus,
  Sediakan kotak hemoragi pasca
peralatan kedaruratan. partum, atau pencetus
kelahiran pada adanya
persalinan hipertonik.
  Mungkin diperlukan
Kolaborasi pada kejadian
  Gunakan rangsangan pencetus persalinan
puting untuk oksitosin dan kelahiran, yang
endogen, atau melalui dihubungkan pada
infus oksitosin persalinan hipertonik.
eksogen atau
prostaglandin.   Oksitosin perlu untuk
  Berikan narkotik atau menambah atau
sedative, seperti; memulai aktivitas
morfin, fenobarbital, miometrik untuk pola
atau sekobarbital uterus hipotonik.
untuk tidur  
sesuai Dapat membantu
indikasi. membedakan antara
persalinan sejati dan
persalinan palsu. Pada
persalinan palsu
kontraksi berhenti,
pada persalinan sejati
pola lebih efektif
dapat terjadi
mengikuti istirahat.
Morfin membantu
meningkatkan sedasi
berat dan
menghilangkan pola
kontraksi hipertonik.
Periode istirahat
  Bantu dengan persiapan mengubah energi dan
untuk SC sesuai menurunkan
indikasi untuk penggunaan glukosa
malposisi, CPD, atau untuk menghilangkan
cincin Bandl. kelelahan.

  Melahirkan caesarea
segera diindikasikan
untuk cincin Bandl
dan untuk distress
janin karena CPD.
4. Kekurangan Setelah dilakukan Mandiri
volume   Penurunan
  Pertahankan masukan
cairan asuhan keprawatan haluaran
berhubungan diharapkan dan haluaran akurat, urin dan peningkatan
dengan klien mampu tes urin terhadap berat jenis urin
perdarahan. mempertahankan keton, dan kaji menunjukan dehidrasi.
stabilisasi atau pernafasan terhadap Ketidakadekuatan
perbaikan dalam bau buah. masukan glukossa
keseimbangan mengakibatkan
cairan, yang pemecahan lemak dan
dibuktikan dengan adanya keton.
kriteria hasil   Hipotensi, takikardi
sebagai berikut;   Pantau tanda-tanda dapat
1.   Menunjukkan TTV vital. mengindikasikan
dalam batas kekurangan cairan.
normal.   Kulit yang dingin atau
  Pantau suhu kulit. lembab
mengindikasikan
penurunan sirkulasi
perifer dan dibutuhkan
2.   Pengisian kapiler untuk penggantian
cepat cairan tambahan.
3.   Turgor kulit baik   Kaji bibir dan membran
  Membran mukossa
4.   Bibir lembab/tidak mukosa oral dan atau bibir yang kering
kering. derajad salivasi. dan penurunan
5.   Bebas dari salivasi adalah
komplikasi indikator lanjut dari
  Perhatikan respon DJJ dehidrasi.
abnormal.   Dapat menunjukan
efek dehidrasi
Kolaborasi maternal dan
  Tinjau ulang data penurunan perfusi.
labolatorium; Hb, Ht,
  Peningkatan kadar Ht
elektrolit serum, dan
glukosa serum. menunjukan dehidrasi.
Kadar elektrolit serum
mendeteksi terjadinya
ketidakseimbangan
elektrolit, kadar
  Berikan cairan IV glukosa serum
mendeteksi
hipoglikemia.
  Larutan parenteral
mengandung elektrolit
dan glukosa dapat
memperbaiki atau
mencegah
ketidakseimbangan
  Tingkatkan kecepatan maternal dan janin
IV jika diperlukan. serta dapat
menurunkan keletihan
maternal.
Untuk mencegah
terjadinya kehilangan
cairan yang telah
didokumentasikan.
5. Reaksi berduka Setelah dilakukan Mandiri
berhubungan   Beri kode pada grafik
asuhan keprawatan   Mewaspadakan staff
dengan kematian diharapkan klien, pintu ruangan, rumah sakit dan
janin. klien mampu dan tempat tidur sukarelawan apabila
menghadapi proses sesuai indikasi. kehilangan klien.
berduka dengan   Tempat dimana
baik,  
yang Berikan ruangan keluarga dan teman
dibuktikan dengan pribadi bila klien dapat bicara dan
kriteria hasil menginginkannya, menangis tanpa
sebagai berikut; dengan kontak yang pembatasan
1.   Mengungkapkan sering oleh perawat. meningkatkan
tahap proses Anjurkan kunjungan ventilasi perasaan dan
berduka yang tidak terbatas oleh rasa kekeluargaan.
dialami. keluarga dan teman.   Partisipasi dalam
2.    
Mengekspresikan Libatkan pasangan perencanaan dan
perasaan dengan dalam perencanaan pembuatan keputusan
tepat. perawatan. Berikan menunjukan pasangan
3.   Mengidentifikasi kesempatan untuk juga kehilangan anak
masalah proses pasangan terlibat dan memerlukan
berduka. bersama. Anjurkan waktu untuk
4.   Mencari bantuan diskusi tentang mengekspresikan
dengan tepat. kekhawatiran. perasaan kehilangan
dan menerima
dukungan tanpa harus
menjadi pendukung
klien dan pasangan.
  Setelah kematian anak,
  Kaji pengetahuan klien orangtua berespon
dan pasangan serta syok, menyangkal,
intrepretasi terhadap atau tidak percaya.
kejadian sekitar Reaksi emosi ini dapat
kematian janin atau menyembunyikan
bayi. Berikan kemampuan pasangan
informasi dan perbaiki untuk memproses
kesalahan konsep informasi dan
berdasarkan kesiapan mengintrepretasi
pasangan dan kejadian bermakna.
kemampuan untuk Pola berfikir konkret
memdengarkan secara mungkin merupakan
efektif. cara mekanisme
koping satu-satunya
yang ada terhadap
informasi saat ini.
  Luas dan durasi respon
berduka dapat
  Tentukan makna tergantung pada
kehilangan terhadap makna kehilangan.
kedua pasangan. Selain itu, orangtua
Perhatikan bagaimana dapat merasa
pasangan kehilangan sepanjang
menginginkan hidup mereka berduka
kehamilan dan untuk anak yang tidak
kelahiran ini. pernah lagi mereka
tahu atau lihat
bertumbuh.
  Isyarat verbal dan
noverbal memberikan
  Anjurkan keluarga informasi tentang
untuk derajad kesedihan,
mengekspresikan rasa bersalah, dan rasa
perasaan dan takut keluarga.
mendengar secara Keluarga yang
efektif. Catat bahasa berduka memerlukan
tubuh. Tingkatkan kesempatan ulang
situasi rileks. untuk
mengungkapkan
pengalaman mereka.
  Kebanyakan keluarga
mengantisipasi
kehamilan sehat dan
  Tinjau ulang perubahan hasil positif dan tidak
peran dan rencana disiapkan untuk
untuk mengatasi berfokus pada
kehilangan. Perhatikan pengaturan
kehadiran sibling. penguburan, apa yang
dilakukan terhadap
ruang perawatan,
bagaimana
melanjutkan
kehidupan mereka,
dan bagaimana
rencana untuk
Kolaborasi perawatan anak
  Rujuk atau hubungi mereka.
rohaniawan sesuai
keinginan keluarga.   Keluarga mungkin
ingin bicara pada
pendeta atau
penasehat agama
  Bantu membuat untuk memberikan
permintaan dan pembaptisan, upacara
mendapatkan tanda agama, dan koseling.
tangan  
untuk Keluarga mungkin
pelaksanaan autopsy menginginkan atau
bila dibutuhkan. memerlukan
Tinjau ulang penjelasan penyebab
keuntungan dan kematian, yang
keterbatasan autopsy. mungkin tidak
  Berikan informasi mungkin.
tentang penguburan
bayi.   Mayat bayi, seperti
Hubungi
perusahaan orang dewasa, harus
pemakaman pilihan dipindahkan dari
keluarga bila bantuan rumah sakit ke
diperlukan. fasilitas kamar mayat
atau yang lain,
  Rujuk pada terapi biasanya 24 jam
konseling atau setelah kematian.
psikiatri bila perlu.   Konseling atau teapi
mungkin perlu pada
kasus berduka pada
kasus berduka
patologis untuk
membantu individu
mengidentifikasi
kemungkinan
penyebab reaksi
abnormal dan
mencapai resolusi
proses berduka.

  Sectio Caesarea
            a.                        Pre Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Interven
1. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Mandiri
informasi yang diterima tidak jelas keperawatan diharapkan  
klien Dorong keberadaan
dan krisis situasi mampu mengatasi ansietas, yang pasangan.
dibuktikan dengan kriteria hasil
sebagai berikut;   Kaji tingkat ansietas
1.   Klien mengungkapkan kesadaran penyebabnya bila mungk
akan perasaan ansietas.

  Tentukan tingkat ansietas


2.   Klien mampu mengidentifikasi cara
untuk menurunkan atau dari masalah. Ber
menghilangkan ansietas. sehubungan dengan norm
3.   Klien mengungkapkan ansietas
berkurang.   Berikan waktu untuk men
4.   Menggunakan mekanisme koping mengenai masalah dan
yang tepat. perasaan yang bebas, mis
5.   Menunjukkan TTV normal. takut dan sendiri.
  Akui realita situasi dan
terima ekspresi marah s
tingkah laku agresif dan b
  Kembangkan hubungan pa

  Anjurkan penggunaan tehn


relaksasi. Bernafas de
pasangan bila perlu.
Kolaborasi
  Berikan kombinasi narkot
(missal; meperidin
hidroksizin pamoat)

2. Risiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan Mandiri


prosedur invasive. keperawatan diharapkan klien tidak Tetap pada fasilitas
mengalami infeksi akibat sterilisasi, dan prosedur/k
komplikasi penyakit, dengan kriteria Fasilitasi penggunaan alat
hasil sebagai berikut;
1.   Mengidentifikasi factor-faktor
risiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi.
2.   Pertahankan lingkungan aseptic
yang aman.
3.   Mencapai penyembuhan luka tepat
waktu bebas eksudat purulen dan
tidak demam

 Ulangi studi labo


kemungkinan infeksi iste

 Periksa kulit untuk m


infeksi yang terjadi.

 Identifikasi gangguan pa
dan atasi dengan segera p

Kolaborasi
 Lakukan irigasi luka yang
 Dapatkan spesimen kultu
Gram.

 Berikan antibiotik sesuai

            b.                        Intra Operasi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
. Keperawatan
1. Kekurangan Setelah dilakukan Mandiri
volume cairan asuhan keprawatan   Penurunan haluaran
  Pertahankan masukan
intravaskuler diharapkan dan haluaran akurat, urin dan peningkatan
berhubungan klien mampu tes urin terhadap berat jenis urin
dengan mempertahankan keton, dan kaji menunjukan
perdarahan stabilisasi atau pernafasan terhadap dehidrasi.
perbaikan dalam bau buah. Ketidakadekuatan
keseimbangan masukan glukossa
cairan, yang mengakibatkan
dibuktikan dengan pemecahan lemak
kriteria hasil sebagai dan adanya keton.
berikut;   Pantau   Hipotensi, takikardi
tanda-tanda
1.  Menunjukkan TTV vital. dapat
dalam keadaan batas mengindikasikan
normal. kekurangan cairan.
  TD 120/80 mmHg   Pantau suhu kulit.   Kulit yang dingin atau
  Nadi 60-100 x/menit lembab
  RR 16-24 x/menit mengindikasikan
  Suhu 360-370C penurunan sirkulasi
2.  Pengisian kapiler perifer dan
cepat dibutuhkan untuk
3.  Turgor kulit baik   Kaji bibir dan penggantian cairan
4.  Bibir lembab atau membran mukosa oral tambahan.
tidak kering. dan derajad salivasi.   Membran mukossa
5.  Bebas dari atau bibir yang
komplikasi kering dan
  Perhatikan respon DJJ penurunan salivasi
abnormal. adalah indikator
lanjut dari dehidrasi.
Kolaborasi   Dapat menunjukan
  Tinjau ulang data efek dehidrasi
labolatorium; Hb, Ht, maternal dan
elektrolit serum, dan penurunan perfusi.
glukosa serum.
  Peningkatan kadar Ht
menunjukan
dehidrasi. Kadar
  Berikan cairan IV elektrolit serum
mendeteksi
terjadinya
ketidakseimbangan
elektrolit, glukosa
serum mendeteksi
hipoglikemia.
  Larutan parenteral
mengandung
  Tingkatkan kecepatan elektrolit dan
IV jika diperlukan. glukosa dapat
memperbaiki atau
mencegah
ketidakseimbangan
maternal dan janin
serta dapat
menurunkan
keletihan maternal.
  Untuk mencegah
terjadinya
kehilangan cairan
yang telah
didokumentasikan.
2. Kelebihan volume Setelah dilakukan Mandiri
cairan intratitial asuhan  
keprawatan Pantau  
adanya Bila penggantian
berhubungan diharapkan peningkatan TD dan cairan berlebihan,
dengan aliran klien mampu nadi. Perhatikan gejala-gejala
balik vena mmemperbaiki dan pernafasan terhadap kelebihan beban
terganggu. mempertahankan tanda dispnea, stridor, sirkulasi dan
keseimbangan ronki bassah, atau kesulitan pernafasan
volume cairan, yang ronki. dapat terjadi.
dapat   Tinggikan ekstremitas
dibuktikan   Meninggikan
dengan kriteria hasil segera apabila ekstremitas dapat
sebagai berikut; terdapat edema pada membantu
1.  Menunjukan TTV ekstremitas. mempercepat
dalam batas normal. perbaikan aliran
  TD 120/80 mmHg balik vena dan
  Nadi 60-100 x/menit mencegah terjadinya
  RR 16-24 x/menit   Pantau frekuensi edema ekstremitas.
  Suhu 360-370C  
infuse secara manual Masukan harus
2.  Bebas dari edema atau elektronik. Catat kurang lebih sama
dan gangguan masukan dan dengan haluaran
penglihatan. haluaran, ukur berat dengan kadar cairan
3.  Bunyi nafas bersih jenis urin. stabil. Berat jenis
dan tidak ada sesak berubah kebalikan
nafas. dengan haluaran,
sehingga apabila
fungsi ginjal
  Kaji status neurologis, membaik, angka
perhatikan perubahan berat jenis menurun,
perilaku dan dan sebaliknya.
peningkatan   Perubahan perilaku
iritabilitas. mungkin tanda awal
Kolaborasi dari edema serebral
  Pantau kadar Ht. karena retensi cairan.

  Bila volume plasma


  Berikan MgSO4 per membaik, kadar Ht
pompa infuse bila menurun.
diindikasikan.   MgSO4 bekerja pada
persimpangan
mioneural dan
mungkin mempunyai
efek-efek sementara
dari penurunan TD
dan peningkatan
haluaran urin.
3. Risiko kerusakan Setelah dilakukan Mandiri
integritas kulit tindakan asuhan Beri penguatan atau Lindungi daerah
berhubungan keperawatan bantalan pada daerah penonjolan tulang
dengan penekanan diharapkan klien penonjolan tulang untuk mencegah
pada penonjolan mampu atau pengantian posisi terjadinya luka.
tulang dalam mempertahankan sesuai indikasi.
waktu yang lama. integritas kulit Gunakan tehnik Lindungi luka dari
dengan baik, yang aseptic yang ketat. perlukaan mekanis
dapat dibuktikan dan kontaminasi
dengan kriteria hasil serta untuk
sebagai berikut; mencegah akumulasi
1.  Mencapai cairan yang dapat
penyembuhan luka Secara hati-hati menyebabkan
dengan cepat sesuai lepaskan perekat. ekskoriasi.
waktu yang  Mengurangi resiko
diperkirakan. trauma kulit dan
2.  Menunjukan tingkah Gunakan sealant atau gangguan pada luka.
laku atau tehnik barier kulit sebelum
yang tepat perekat jika di Menurunkan resiko
untukmengatasi dan perlukan.Gunakan terjadinya trauma
meningkatkan perekat yang halus kulit atau abrasi dan
kesembuhan. atau silk (hipoalergik memberikan
3.  Bebas dari atau perekat perlindungan
komplikasi. Montgoumery atau tambahan untuk kulit
elastis untuk atau jaringan yang
membalut luka yang halus.
membutuhkan
pergantian balutan
yang sering ).
 Hindari menutup Dapat menggangu
pada seluruh atau membendung
ekstremitas. sirkulasi pada luka
sekaligus bagian
distal dari
 Periksa luka secara ekstremitas.
teratur catat Pengenalan akan
karakteristik dan adanya kegagalan
integritas kulit. proses penyembuhan
luka secara dini
dapat mencegah
terjadinya
Kolaborasi komplikasi yang
 Berikan es pada lebih serius.
daerah luka jika di
butuhkan.  Menurunkan
pembentukan edema
yang mungkin
menyebabka tekanan
yang tidak dapat di
 Irigasi luka ; bantu identifikasi pada luka
dengan melakukan selama periode pasa
debridemen sesuai operasi tertentu.
kebutuhan.  Membuang jaringan
nekrotik/luka
eksudat untuk
meningkatkan
penyembuhan.

             c.                        Post Operasi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
. Keperawatan
1. Gangguan Setelah Mandiri
rasa nyaman; dilakukan  Catat umur dan Pendekatan pada manajemen
nyeri tindakan asuhan berat pasien, sakit pasca operasi berdasarkan
berhubungan keperawatan masalah medis pada factor-faktor variasi
dengan diharapkan klien atau psikologis multiple.
trauma jaringa mampu yang muncul
mengontrol nyeri kembali,
yang dibuktikan sensifitas
dengan criteria idiosinkratik
hasil sebagai analgesik dan
berikut; proses intra Sediakan informasi mengenai
1.  Mengidentifikasi operasi. (mis : kebutuhan atau efektifitas
dan ukuran atau lokasi intervensi.
menggunakan insisi penggantian
intervensi untuk saluran, zat-zat
mengatasi anastesi ) yang di
ketidaknyamana gunakan  Dapat mengindikasikan rasa
n dengan tepat  Kaji tanda-tanda sakit akut dan ketidaknyamanan.
2.  Mengungkapkan vital, perhatikan
berkurangnya takikardia,
nyeri hipertensi, dan
3.  Mengatakan peningkatan  Mungkin mengurangi rasa sakit
bahwa rasa sakit pernapasan, dan meningkatka sirkulasi.
telah terkontrol bahkan jika
atau dapat pasien  Lepaskan tegangan emosional
diatasi. menyangkal dan otot ; tingkatkan perasaan
4.  Tampak santai. adanya rasa sakit. kontrol yang mungkin dapat
5.  Dapat Evaluasi rasa meningkatkan kemampuan
beristirahat atau sakit secara koping.
tidur. regular (mis :
6.  Ikut serta dalam setiap 2 jam x 12) Analgesik IV akan dengan
aktifitas sesuai catat karakteristik, segera mencapai pusat rasa
kemampuan lokasi dan sakit, menimbulkan
intensitas (skala penghilangan yang lebih efektif
0-10 ). dengan obat dosis kecil.
 Lakukan reposisi Pemberian IM akan memakan
sesuai petunjuk. waktu lebih lama dan
keefektifanya bergantung
 Dorong kepada tingkat dan absorbsi
penggunaan sirkulasi.
tekhnik relaksasi, Penggunaan ADP mengharuskan
mis : latihan instruksi secara detail pada
napas dalam, metode penggunaanya dan harus
bimbingan di pantau secara ketat namun
imajinasi, dianggap sangat efektif dalam
visualisasi. mengatasi rasa sakit pasca
Kolaborasi operasi dengan jumlah narkotik
 Berikan analgesik yang sedikit.
IV (setelah Analgesik mungkin di injeksikan
mengulangi ke dalam lokasi operasi atau
catatan anestesi saraf ke lokasi yang mungkin
untuk tepat terlindung pada
kontraindikasi pascaoperasi yang segera untuk
dan/atau mencegah penyakit.
menyebabkan
analgesia)
menyediakan
analgesia setiap
saat dengan dosis
penyelamat yang
intermiten

 Berikan analgetik
dikontrol pasien
(ADP).
 Anestesi lokal,
misalnya blok
epidural.

2. Kerusakan Setelah Mandiri


intregritas dilakukan  Beri penguatan Lindungi luka dari perlukaan
kulit tindakan asuhan pada balutan awal mekanis dan kontaminasi.
berhubungan keperawatan atau pengantian Mencegah akumulasi cairan
dengan diharapkan klien sesuai yang dapat menyebabkan
trauma mampu indikasi.Gunakan ekskoriasi.
jaringan dan mempertahankan tehnik aseptic
imobilisasi integritas kulit yang ketat.  Mengurangi resiko trauma kulit
dalam waktu dengan baik, dan gangguan pada luka.
lama. yang dapat Secara hati-hati Menurunkan resiko terjadinya
dibuktikan lepaskan perekat. trauma kulit atau abrasi dan
dengan kriteria Gunakan sealant memberikan perlindungan
hasil sebagai atau barier kulit tambahan untuk kulit atau
berikut; sebelum perekat jaringan yang halus.
1.     Mencapai jika diperlukan.
penyembuhan Gunakan perekat
luka dengan yang halus atau
cepat sesuai silk (hipoalergik
waktu yang atau perekat Dapat menggangu atau
diperkirakan. Montgoumery membendung sirkulasi pada
2.     Menunjukan atau elastis untuk luka sekaligus bagian distal dari
tingkah laku atau membalut luka ekstremitas.
tehnik untuk yang
meningkatkan membutuhkan
kesembuhan. pergantian balutan Pengenalan akan adanya
3.     Bebas dari yang sering ). kegagalan proses penyembuhan
komplikasi.  Periksa tegangan luka atau berkembangnya
balutan. Beri komplikasi secara dini dapat
perekat pada mencegah terjadinya kondisi
pusat insisi ke tepi yang lebih serius.
luar dari balutan
luka. Hindari Menurunkan pembentukan
menutup pada edema yang mungkin
seluruh menyebabka tekanan yang tidak
ekstremitas. dapat di identifikasi pada luka
 Periksa luka selama periode pasa operasi
secara teratur tertentu.
catat karakteristik Membuang jaringan nekrotik
dan integritas dan eksudat untuk membantu
kulit di sekitar mempercepat dan meningkatkan
luka. penyembuhan.

Kolaborasi
 Berikan es pada
daerah luka jika di
butuhkan.
 Lakukan
debredimen sesuai
dengan
kebutuhan.
3. Gangguan Setelah Mandiri
keseimbangan dilakukan   Ukur dan catat
  Dokumentasi yang akurat akan
volume tindakan asuhan pemasukan dan membantu dalam
cairan dan keperawatan pengeluaran mengidentifikasi pengeluaran
elektrolit diharapkan klien (termasuk cairan/ kebutuhan penggantian
berhubungan mampu pengeluaran dan pilihan-pilihan yang
dengan mual mempertahankan cairan mempengaruhi intervensi
dan muntah. keseimbangan gastrointestinal).   Mungkin akan terjadi penurunan
volume cairan Tinjau ulang ataupun penghilangan setelah
dan elektrolit, catatan prosedur pada system
yang dapat intraoperasi. genitourinarius atau struktur
dibuktikan   Kaji pengeluaran yang membedakan (misalnya:
dengan kriteria urinarius, ureteroplasti, ureterolitotomi,
hasil sebagai terutama untuk histeroktomi abdominal ataupun
berikut; tipe prosedur vaginal), mengindikasikan
1.  Kebutuhan operasi yang malfungsi ataupun obstruksi
cairan terpenuhi dilakukan system urinarius.
dengan 2000-   Meningkatkan relaksasi otot
2500 ml/hari parineal dan memudahkan
2.  Eliminasi urin upaya pengosongan.
teratur
3.  TTV normal
  TD 120/80 mmHg
  Nadi 60-100   Hipotensi, takikardi, peningkatan
x/menit pernafasan mengindikasikan
  RR 16-24 x/menit  Berikan bantuan kekurangan cairan, misal
  Suhu 360-370C pengukuran dehidrasi atau hipovolemia.
4.  Mual muntah berkemih   wanita pasien dengan obesitas
sesuai
berkurang kebutuhan. dan mereka yang memiliki
5.  Tidak ada luka Misalnya privasi, kecenderungan mabuk
pembengkakan posisi duduk, air perjalanan penyakit memiliki
6.  Tidak ada yang mengalir risiko mual muntah yang lebih
hipotensi akibat dalam BAK tinggi pada masa pascaoperasi.
penurunan   Pantau tanda-tanda Selain itu semakin lama durasi
vasomotor vital anestesi, semakin besar resiko
untuk mual.
  Perdarahan yang berlebihan
dapat mengacu kepada
hipovolemia atau hemoragi.
  Catat munculnya Pembengkakan local mungkin
mual muntah. mengindikasikan formasi
Riwayat pasien hematoma atau perdarahan.
mabuk perjalanan Catatan kedalam rongga
(misalnya retroperitoneal)
mungkin tersembunyi dan hanya
terdiagnosa melalui depresi
tanda-tanda vital, laporan pasien
akan sensasi tekanan pada
daerah yang terpengaruh.
  Periksa pembalut
  Kulit dingin atau lembab, denyut
pada alat drain yang lemah mengindikasikan
pada interval penurunan sirkulasi perifer dan
regular. Kaji luka dibutuhkan untuk penggantian
untuk terjadinya cairan tambahan.
pembengkakan
dan adanya
perdarahan.
  Gantikan kehilangan cairan yang
telah didokumentasikan. Catat
waktu penggantian volume
sirkulasi yang potensial bagi
penurunan komplikasi, misalkan
ketidakseimbangan elektrolit,
dehidrasi, pingsan
kardiovaskuler.
Pada awalnya mungkin
  Pantau suhu kulit, dibutuhkan peningkatan volume
palpasi denyut untuk mendukung volume
perifer. sirkulasi atau mencegah
hipotensi karena penurunan
tonus vasomotor akan mengikuti
pemberian fluothane.
Pemasukan oral bergantung
kepada pengembalian fungsi
gastrointestinal.
Kolaborasi
  Berikan cairan
parenteral,
produksi darah
atau plasma
sekspander sesuai
petunjuk. jika
diperlukan.
  Tingkatkan
kecepatan IV jika
diperlukan.
.

4. Bersihan jalan Setelah Mandiri


nafas inefektif dilakukan  Catat perubahan Penggunaan otot interkostal atau
berhubungan tindakan asuhan upaya dan pola abdominal dan pelebaran nasal
dengan keperawatan bernafas. menunjukkan peningkatan
penumpukan diharapkan klien upaya bernafas
secret pada mampu  Ekspansi dada terbatas atau tak
jalan nafas. memperbaiki dan Observasi sama sehubungan dengan
mempertahankan penurunan akumulasi cairan, edema, dan
bersihan jalan ekspansi dinding sekret dalam seksi lobus.
nafas yang dada dan adanya Karakteristik dapat berubah
efektif, yang atau peningkatan tergantung pada penyebab gagal
dapat dibuktikan fremitus. pernafasan.
dengan kriteria Catat karakteristik Pengumpulan sekret dapat
hasil sebagai bunyi nafas mengganggu ventilasi dan dapat
berikut; mengakibatkan terjadinya
1.  Menunjukkan Bantu dengan edema paru.
hilangnya batuk atau nafas
dispnea dalam, ubah Kelembaban dapat membantu
2.  Mempertahankan posisi dan untuk meningkatkan
jalan nafas paten. penghisapan memobilisasi sekret dan
3.  bunyi nafas sesuai indikasi. meningkatkan transpor oksigen
bersih tidak ada Kolaborasi  Pengobatan diberikan untuk
ronki basah atau Berikan oksigen mengirim
ronki. lembab, cairan IV oksigen,bronkodilatasi,kelemba
4.  Mengeluarkan ban dengan kuat pada alveoli
sekret tanpa dan untuk memobilisasi sekret
kesulitan  Berikan terapi Meningkatkan drainase dan
5.  Menunjukkan aerosol, nebuliser eliminasi sekret paru ke dalam
perilaku untuk ultrasonik sentral bronkus.
memperbaiki
bersihan jalan
nafas.
 Bantu dengan
fisioterapi dad,
contoh drainase
postural, perkusi
dada atau vibrasi
sesuai indikasi.
5. Pola nafas Setelah Mandiri
inefektif dil;akukan  Pantau TTV Meningkatnya pernafasan,
berhubungan tindakan asuhan secara terus- takikardi/bradikardi
dengan keperawatan menerus menunjukkan kemungkinan
penurunan diharapkan klien adanya hipoksia
ekspansi paru. mampu  Kurangnya suara nafas adalah
memperbaiki dan Auskultasi suara indikasi adanya obstruksi oleh
mempertahankan nafas. Dengarkan mukus.
pola nafas yang adanya mengi,
efektif, yang dapt crow, dan
dibuktikan keheningan  Dilakukan untuk memastikan
dengan kriteria setelah selesai efektifitas pernafasan sehingga
hasil sebagai periode ekstubasi. upaya memperbaiki dapat segera
berikut;  Observasi dilakukan
1.     Menetapkan pola frekuensi dan
nafas yang kedalaman
normal pernafasan,  Elevasi kepala dan posisi miring
2.     Tidak terdapat perluasan rongga akan mencegah terjadinya
sianosis dan dada, aspirasi dari muntah.
tanda-tanda retraksi/pernafasa
hipoksia lainnya n cuping hidung,
3.     Tidak terlihat warna kulit, dan Setelah pemberian obat-obat
penggunaan otot- aliran udara relaksasi otot selama masa
otot bantu Letakkan pasien intraoperatif, pengembalian
pernafasan. pada posisi yang fungsi otot pertama kali terjadi
4.     Menunjukan sesuai, tergantung pada diafragma, otot-otot
wajah rileks pada kekuatan interkostal, dan laring yang akan
tanpa adanya pernafasan dan diikuti dengan relaksasi
sesak nafas. jenis pembedahan kelompok otot-otot utama.
 Observasi
pengembalian  Dilakukan untuk meningkatkan
fungsi otot, pengambilan oksigen yang akan
terutama diikat oleh Hb yang
penggunaan otot- menggantikan tempat gas
otot pernafasan anastesi dan mendorong
pengeluaran gas tersebut melalui
zat-zat inhalasi
 Narkan akan mengubah induksi
narkotik yang menekan SSP dan
Kolaborasi Dopram menstimulasi gerakan
 Berikan tambahan otot-otot pernafasan.
oksigen sesuai Dilakukan tergantung pada
kebutuhan penyebab depresi pernafasan
atau jenis pembedahan, selang
endotrakeal mungkin tetap pada
tempat dan penggunaan mesin
bantu pernafasan dipertahankan
untuk jangka waktu tertentu
 Berikan obat-
obatan IV seperti
nalokson (narkan)
atau doksapram
(dopram)


Berikan/pertahank
an alat bantu
pernafasan
(ventilator)

6. Risiko infeksi Setelah Mandiri


berhubungan dilakukan  Tetap pada Tetapkan mekanisme yang di
dengan tindakan asuhan fasilitas kontrol rancang untuk mencegah
prosedur keperawatan infeksi, sterilisasi, infeksi.
invasive dan diharapkan klien dan  Benda-benda yang di pakai
kerusakan tidak mengalami prosedur/kebijaka mungkin tampak steril,
barier primer infeksi akibat n aseptic. meskipun demikian, setiap
komplikasi  Fasilitasi benda harus secara teliti di
penyakit, dengan penggunaan alat periksa kesterilanya, adanya
kriteria hasil secara steril. kerusakan pada pemaketan, efek
sebagai berikut; lingkungan pada paket dan
1.     Mengidentifikasi teknik pengiriman Sterilisasi
factor-faktor paket/tanggal kadaluarsa, nomor
risiko individu lot atau seri harus di
dan intervensi dokumentasikan jika perlu.
untuk  Peningkatan SDP akan
mengurangi mengindikasikan adanya infeksi
potensial infeksi. di mana prosedur operasi akan
2.     Pertahankan mengurangi atau munculnya
lingkungan  Ulangi hasil infeksi sistemik atau organ.
aseptic yang pemeriksaan Dimana mungkuin dapat
aman. laboratorium menyebabkan kontraindikasi
3.     Mencapai untuk dari prosedur pembedahan dan
penyembuhan kemungkinan anestesi.
luka tepat waktu infeksi sistemik.  Gangguan pada intregitas kulit
bebas eksudat atau dekat dengan lokasi operasi
purulen dan tidak menunjukan adanya sumber
demam kontaminasi luka..
 Kontaminasi dengan lingkungan
atau kontak personal akan
 Periksa kulit menyebabkan daerah yang steril
untuk mengetahui menjadi tidak steril sehingga
adanya infeksi dapat meningkatkan resiko
yang terjadi. infeksi.

 Identifikasi
gangguan pada
teknik aseptic dan Dapat digunakan pada intra
atasi dengan operasi untuk mengurangi
segera pada waktu jumlah bakteri pada lokasi dan
terjadi. pembersihan luka debris, mis :
tulang, jaringan iskemik,
kontaminan usus, toksin.
 Identifikasi segera tipe-tipe
organisme infeksi dengan
Kolaborasi pewarnaan Gram, yang
 Lakukan irigasi memungkinkan di perlukanya
luka yang banyak. pengobatan yang sesuai pada
waktu identifikasi yang lebih
khusus melalui kultur dapat
diperoleh dalam waktu beberapa
hari atau jam.
 Dapatkan Dapat diberikan secara
spesimen kultur profilaksis bila di curigai
atau pewarnaan terjadinya infeksi .
Gram.

 Berikan antibiotik
sesuai petunjuk
TINJAUAN KASUS

KASUS 31
Ny. S 23 tahun G1 P0 A0 masuk RS 17 Agustus 2005, tanggal pengkajian anda 18 Agustus
2005. BB sebelum hamil 46 kg, BB sekarang 53 kg. Klien cemas bagaimana nanti dengan
persalinannya karena menurut bidan yang memeriksa sebelumnya janin klien melintang. Klien
terlihat gelisah, ekspresi wajah tegang. RR 30 x/menit, N 88 x/menit. Klien menyatakan semakin
nyeri pada daerah perut menjalar ke punggung. Saat ini dari VT pembukaan 3 cm, ketuban (+),
presentasi bahu, posisi belum masuk PAP, tidak ada hambatan jalan lahir, dari leopod IV
konvergen. His 3x/10 menit selama 20 detik, fase relaksasi baik. Klien direncanakan SC. Klien
cemas dengan rencana operasinya. Wajah tampak tegang dan berkeringat.
Soal A
1.      Rencanakan NCP pada klien.
2.      Apa intervensi anda dan bagaimana evaluasi terkait dengan data berikut.
Sebelum klien dibawa ke OK anda mengajarkan klien untuk banyak berdoa, mengajarkan tehnik
nafas dalam, memberikan support juga memotivasi keterlibatan keluarga untuk mendampingi
klien. Anda menjelaskan prosedur operasi. Klien di bawa ke ruang OK dan diberikan injeksi
anastesi several pada pukul 15.00 WIB. TD 120/80 mmHg, RR 24 x/menit, N 90 x/menit. Pada
shiff malam, klien kembali ke ruangan dari ruang recovery. Klien tampak tertidur, terdapat insisi
abdomen SCTP.
Soal B
1.      Bagaimana prioritas diagnosa anda sekarang.
2.      Rumuskan NCP bila ada diagnosa baru.
SOAL A

A.    ANALISA DATA


No Data Focus Masalah Penyebab
.
1. Data subjektif ; Ansietas. Rencana tindakan
a.  Klien mengatakan cemas operasi dan krisis
dengan persalinannya karena situasi.
menurut bidan janinnya
melintang.
b.  Klien mengatakan cemas
dengan rencana operasinya.
Data objektif ;
a.  Klien terlihat gelisah.
b.  Ekspresi wajah tegang.
c.  Wajah klien tampak tegang
dan berkeringat.
d. RR 30 x/menit.
e.  Nadi 88x/menit.
2. Data subjektif ; Gangguan rasa Dilatasi serviks.
a.  Klien menyatakan semakin nyaman; nyeri.
nyeri pada daerah perut
menjalar ke punggung.
Data objektif ;
a.  VT pembukaan 3 cm.
b.  Ketuban (+).
c.  Presentasi bahu.
d. Posisi belum masuk PAP.
e.  Tidak ada hambatan jalan
lahir.
f.   Leopod IV konvergen.
g.  His 3 /10 menit dalam 20
detik.
h.  Fase relaksasi baik.

B.     PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi dan krisis situasi.
2.      Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks
C.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
. keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan Mandiri
berhubungan asuhan    
Dorong Memberikan
dengan rencana keperawatan keberadaan/partisipasi dukungan
tindakan operasi diharapkan klien dari pasangan. emosional, dapat
dan krisis situasi. mampu mengatasi mendorong
ansietas,   Kaji tingkat ansietas dan pengungkapan
yang
dibuktikan dengan diskusikan masalah.
kriteria hasil penyebabnya   Identifikasi masalah
bila
sebagai berikut; mungkin. spesifik
1.   Klien meningkatkan
mengungkapkan kemampuan individu
kesadaran  
akan Tentukan tingkat untuk
perasaan ansietas. ansietas klien dan menghadapinya
2.   Klien mampu sumber dari masalah. dengan lebih
mengidentifikasi Berikan informasi realistis.
cara untuk sehubungan   Kelahiran caesarea
dengan
menurunkan atau normalnya perasaan. mungkin dipandang
menghilangkan   Berikan waktu untuk sebagai kegagalan
ansietas. mendengarkan pasien dalam hidup oleh
3.   Klien mengenai masalah dan klien dan dapat
mengungkapkan dorong ekspresi memiliki dampak
ansietas perasaan yang bebas, negatif.
berkurang.   Selalu berada dengan
mis: rasa marah, ragu
takut dan sendiri. cara ini akan
4.     Akui realita situasi dan membuat
Menggunakan pasien
mekanisme koping perasaan klien, terima merasa diterima dan
yang tepat. ekspresi marah sambil dapat mengurangi
5.   Menunjukkan membatasi tingkah laku tingkat kecemasan.
TTV normal. agresif dan berlebihan.
  Kembangkan hubungan
pasien/perawat.   Memungkinkan
ekspresi perasaan
membantu
dimulainya resolusi.

  Anjurkan penggunaan
 
tehnik pernafasan dan Hubungan yang
relaksasi. Bernafas saling mempercayai
dengan klien atau diantara
pasangan bila perlu. pasien/orang
Kolaborasi terdekat/staf akan
  Berikan kombinasi meningkatkan
narkotik dan perawatan dan
tranquilizer (missal; dukungan yang
meperidin hidroklorida, optimal.
hidroksizin pamoat)   Membantu dalam
menurunkan ansietas
dan persepsi
ketakutan
persalinan,
meningkatkan
kontrol perasaan.

  Tranquilizer
mempunyai kerja
narkotik,
menurunkan
ansietas, dan
membantu klien
memfokuskan pada
tehnik pernafasan
atau relaksasi.
2. Gangguan rasa Setelah dilakukan Mandiri
nyaman; nyeri tindakan  
asuhan Kaji   Tindakan dan reaksi
derajad
berhubungan keperawatan ketidaknyamanan nyeri adalah
dengan dilatasi diharapkan klien melalui isyarat verbal individual dan
serviks mampu dan non verbal. berdasarkan
mengontrol nyeri Perhatikan pengaruh pengalaman masa
yang dibuktikan budaya pada respons lalu, memahami
dengan criteria nyeri. perubahan fisiologis,
hasil sebagai dan latar belakang
berikut;   Bantu dalam penggunaan budaya.
 
1.   Mengidentifikasi tehnik pernafasan atau Dapat memblok
dan menggunakan relaksasi yang tepat. impuls nyeri dalam
tehnik  
untuk Bantu tindakan korteks serebral
mengatasi kenyamanan seperti; melalui respon
ketidaknyamanan gosokan punggung, kondisi.
dengan tepat tekanan  
sacral, Meningkatkan
2.   Mengungkapkan perubahan posisi, dan relaksasi dan
berkurangnya lain-lain. hygiene,
nyeri   Berikan informasi meningkatkan
3.   Mengatakan tentang ketersediaan perasaan sejahtera.
bahwa rasa sakit analgesia, respon atau
telah   Memungkinkan klien
terkontrol efek samping biasanya,
atau dapat diatasi. dan durasi efek membuat piihan
4.   Tampak santai dan analgesia pada lampu persetujuan tentang
tenang diantara atau situasi penyerta. cara pengontrolan
kontraksi.   Instruksikan klien dalam nyeri.
5.   Bebas dari efek menggunakan analgesic
samping bila agent yang dikontrol pasien,
analgesia atau pantau   Memungkinkan klien
caranya
anastesik menggunakan. untuk mengatur
diberikan.   Hitung waktu dan catat control nyerinya
frekuensi, intensitas, sendiri, biasanya
dan durasi pola dengan sedikit
kontraksi uterus setiap medikasi.
30 menit.
Kolaborasi   Memantau kemajuan
 Berikan analgesik IV persalinan dan
seperti; alfaprodin, memberikan
hidroklorida, atau informasi untuk
meperidin hidroklorida klien.
(setelah mengulangi
catatan anestesi untuk
kontraindikasi   Analgesik IV akan
dan
menyebabkan dengan segera
analgesia) mencapai pusat rasa
menyediakan analgesia sakit, menimbulkan
setiap saat dengan dosis penghilangan yang
penyelamat yang lebih efektif dengan
intermiten obat dosis kecil.
Pemberian IM akan
 Lakukan atau bantu memakan waktu
dengan blok lebih lama dan
paraservikal bila serviks keefektifanya
dilatasi 4-5 cm. bergantung kepada
tingkat dan absorbsi
sirkulasi.
 Berikan oksigen dan
  .Menganastesi
tingkatkan masukan pleksus hipogastrik
cairan biasa bila inferior dan ganglia,
tekanan sistolik turun di memberikan
bawah 100 mmHg atau kelegaan selama
turun lebih dari 30% di dilatasi serviks.
bawah tekanan dasar.   Meningkatkan
 Pantau DJJ secara volume cairan
elektronik dan catat sirkulasi, perfusi
penurunan variabilitas plasenta, dan
atau bradikardia. ketersediaan oksigen
Dapatkan sample kulit untuk ambilan janin.
kepala janin bila
bradikardia  
menetap Bradikardia dan
selama 30 menit atau penurunan
lebih. variabilitas janin
adalah efek samping
yang biasa dari blok
paraservikal. Efek
samping ini dapat
mulai 2-10 setelah
pemberian anastesik
dan dapat berakhir
selama 5-10 menit.

D.    IMPLEMENTASI
No Hari/Tanggal/Waktu Implementasi Respon TTD
.
1. Kamis, 18 Agustus
1.      Mengajarkan klien untuk
1.      Klien mengikuti anjuran
2005 banyak berdoa. untuk banyak berdoa.
Pukul 15.00 WIB 2.      Mengajarkan tehnik nafas
2.      Klien mampu
dalam. menggunakan tehnik
nafas dalam.
3.      Memberkan support dan
3.      Keluarga memberikan
motivasi keterlibatan support dan motivasi
keluarga untuk serta ikut terlibat dalam
mendampingi klien. proses keperawatan.
4.      Menjelaskan prosedur
4.      Klien mengatakan telah
operasi. memahami tentang
prosedur operasi.
2. Kamis, 18 Agustus
1.      Mengajarkan klien tehnik
1.      Klien mampu
2005 non farmakologis untuk menggunakan tehnik
Pukul 15.00 WIB mengurangi nyeri yaitu relaksasi untuk
tehnik relaksasi. mengurangi nyeri.
2.      Mengajarkan klien tehnik
2.      Klien mengatakan nyeri
napas dalam sudah mulai berkurang
3.      Mengajarkan klien
3.      Klien
menginterprestasikan menginterprestasikan
nyeri dengan nyerinya dalam skala 4
menggunakan skala nyeri
0 - 10 4.      Klien mengatakan nyeri
4.      Membantu klien untuk berkurang.
meningkatkan rasa
5.      Klien mau bekerjasama
nyaman. dalam pemeriksaan
5.      Mengkaji nyeri tekan
6.      Klien
menginterprestasikan
uterus dan menginspeksi
nyeri berkurang dalam
luka insisi. skala 4
6.      Mengobservasi kembali
skala nyeri

E.     EVALUASI
No. Evaluasi TTD
1. S:-
O : Klien tampak tenang.
TD 120/80 mmHg
RR 24 x/menit.
Nadi 90 x/menit.
A : Ansietas dapat diatasi.
P : Pertahankan hasil yang telah dicapai.
2. S : -
O : Pengukuran skala nyeri sudah menurun mencapai skala 4
A : Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
P : Pertahankan hasil yang telah dicapai dan lanjutkan intervensi.
SOAL B

A.    ANALISA DATA


No. Data Fokus Masalah Penyebab
1. Data Subjektif ; - Gangguan rasa nyaman; Diskontinuitas
Data objektif ; nyeri. jaringan
a.  Terdapat insisi abdomen
SCTP.
2. Data subjektif ; - Risiko infeksi. Kerussakan barier
Data objektif ; primer dan
a.  Terdapat insisi abdomen terpajan
SCTP. mikroorganisme.

B.     PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
2.      Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan barier primer dan terpajan mikroorganisme.
C.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
. Keperawatan
1. Gangguan rasa Setelah Mandiri
nyaman; nyeri dilakukan   Kaji  
derajad Tindakan dan
berhubungan tindakan asuhan ketidaknyamanan melalui reaksi nyeri
dengan keperawatan isyarat verbal dan non adalah individual
diskontinuitas diharapkan klien verbal. Perhatikan dan berdasarkan
jaringan. mampu pengaruh budaya pada pengalaman masa
mengontrol nyeri respons nyeri. lalu, memahami
yang dibuktikan perubahan
dengan criteria fisiologis, dan
hasil   Bantu dalam penggunaan latar
sebagai belakang
berikut; tehnik pernafasan atau budaya.
1.  Mengidentifikasi relaksasi yang tepat.   Dapat memblok
dan impuls nyeri
menggunakan   Bantu tindakan kenyamanan dalam korteks
tehnik untuk seperti; gosokan punggung, serebral melalui
mengatasi tekanan sacral, perubahan respon kondisi.
ketidaknyamanan posisi, dan lain-lain.   Meningkatkan
dengan tepat   Berikan informasi tentang relaksasi dan
2.   Mengungkapkan ketersediaan analgesia, hygiene,
berkurangnya respon atau efek samping meningkatkan
nyeri biasanya, dan durasi efek perasaan
3.   Mengatakan analgesia pada lampu atau sejahtera.
bahwa rasa sakit situasi penyerta.   Memungkinkan
terkontrol   Instruksikan klien dalam klien
dan membuat
dapat diatasi. menggunakan analgesic piihan persetujuan
4.   Tampak santai yang dikontrol pasien, tentang cara
dan tenang. pantau caranya pengontrolan
menggunakan.. nyeri.
Kolaborasi
 Berikan analgesik  
IV Memungkinkan
seperti; alfaprodin, klien untuk
hidroklorida, atau mengatur control
meperidin hidroklorida nyerinya sendiri,
(setelah mengulangi catatan biasanya dengan
anestesi untuk sedikit medikasi.
kontraindikasi dan
menyebabkan   Analgesik IV akan
analgesia)
menyediakan analgesia dengan segera
setiap saat dengan dosis mencapai pusat
penyelamat yang intermiten rasa sakit,
menimbulkan
penghilangan
yang lebih efektif
dengan obat dosis
kecil. Pemberian
IM akan
memakan waktu
lebih lama dan
keefektifanya
bergantung
kepada tingkat
dan absorbsi
sirkulasi.

2. Risiko infeksi Setelah Mandiri


berhubungan dilakukan  Tetap pada fasilitas kontrol Tetapkan
dengan kerusakan tindakan asuhan infeksi, sterilisasi, dan mekanisme yang
barier primer dan keperawatan prosedur/kebijakan aseptic. di rancang untuk
terpajan diharapkan klien Fasilitasi penggunaan alat mencegah infeksi.
mikroorganisme. tidak mengalami secara steril.  Benda-benda yang
infeksi sebagai di pakai mungkin
akibat tampak steril,
komplikasi meskipun
penyakit, dengan demikian, setiap
kriteria hasil benda harus
sebagai berikut; secara teliti di
1.   Mengidentifikasi periksa
factor-faktor kesterilanya,
risiko individu adanya kerusakan
dan intervensi pada pemaketan,
untuk  Ulangi hasil pemeriksaan efek lingkungan
mengurangi laboratorium untuk pada paket dan
potensial infeksi. kemungkinan infeksi teknik pengiriman
2.   Pertahankan sistemik. Sterilisasi
lingkungan paket/tanggal
aseptic yang kadaluarsa, nomor
aman. lot atau seri harus
3.   Mencapai di
penyembuhan dokumentasikan
luka tepat waktu jika perlu.
bebas eksudat  Peningkatan SDP
purulen dan tidak Periksa kulit untuk akan
demam mengetahui adanya mengindikasikan
infeksi . adanya infeksi di
mana prosedur
operasi akan
mengurangi atau
 Identifikasi gangguan pada munculnya
teknik aseptic dan atasi infeksi sistemik
dengan segera pada waktu atau organ.
terjadi. Dimana
mungkuin dapat
menyebabkan
kontraindikasi
dari prosedur
Kolaborasi pembedahan dan
 Dapatkan spesimen kultur anestesi.
atau pewarnaan Gram.  Gangguan pada
intregitas kulit
atau dekat dengan
lokasi operasi
menunjukan
adanya sumber
kontaminasi luka..
 Kontaminasi
dengan
 Berikan antibiotik sesuai lingkungan atau
petunjuk kontak personal
akan
menyebabkan
daerah yang steril
menjadi tidak
steril sehingga
dapat
meningkatkan
resiko infeksi.

 Identifikasi segera
tipe-tipe
organisme infeksi
dengan
pewarnaan Gram,
yang
memungkinkan di
perlukanya
pengobatan yang
sesuai pada waktu
identifikasi yang
lebih khusus
melalui kultur
dapat diperoleh
dalam waktu
beberapa hari atau
jam.
 Dapat diberikan
secara profilaksis
bila di curigai
terjadinya
infeksi .
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi. 1984. Obstetric Patologi. Bandung; FK UNPAD

Cunningham, Gary. 1995. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta; EGC

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

-----. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta; EGC

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta; EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; Tridasa
Printer

-----. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta; Tridasa Printer

Anda mungkin juga menyukai