Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP TEORI


A. Definisi
o Presentasi bokong (sungsang) yaitu, letak di mana bayi letaknya sesuai dengan sumbu
badan ibu, kepala berada pada fundus uteri sedangkan bokong merupakan bagian
terbawah (di daerah pintu atas panggul/simfisis).
(Saifuddin, Abdul Bari, 2009 : 520)
o Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah
(presentasi bokong).
(Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010 : 239)
o Presentasi bokong adalah suatu keadaan dimana bokong atau tungkai janin sebagai
bagian yang terendah di dalam panggul ibu.
(Fadlun, Achmad Feryanto, 2012 : 122)

B. Etiologi
1. Multipara
2. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban masih banyak,
dan kepala janin relatif besar.
3. Hidramnion karena janin mudah bergerak
4. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala janin ke dalam pintu atas panggul
5. Kelainan bentuk kepala janin seperti anensefalus dan hidrosefalus karena keduanya
dapat mempengaruhi bentuk fungsi atau gerakan janin (kepala kurang sesuai dengan
bentuk pintu atas panggul)
6. Penyebab lain seperti : anomali rahim, kehamilan ganda, panggul sempit dan tumor
pelvis.
(Fadlun, Achmad Feryanto, 2012 : 122)
7. Tungkai ekstensi. Versi sefalik spontan dapat terhambat jika tungkai janin mengalami
ekstensi dan membelit punggung.
8. Kehamilan kembar. Karena dapat membatasi ruang yang tersedia untuk perputaran
janin, yang dapat menyebabkan salah satu janin atau lebih memiliki presentasi bokong.
(Myles, 2009 : 551)

C. Diagnosis
1. Anamnesis : pergerakan anak teraba oleh ibu di bagian perut bawah,dan ibu sering
merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga dan rasa nyeri pada daerah tulang iga
karena kepala janin.
2. Palpasi : teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri. Punggung dapat
diraba pada salah satu sisi perut, bagian kecil pada sisi yang berlawanan, diatas
simpisis teraba bagian yang kurang bundar dan lunak.
3. Auskultasi : DJJ sepusat atau DJJ ditemukan paling jelas pada tempat yang lebih tinggi
(sejajar atau lebih tinggi dari pusat)

1
4. Vagina Toucher : terbagi tiga tonjolan tulang yaitu kedua tubera osis ischii dan ujung
os sacrum, anus, genetalia anak jika edema tidak terlalu besar dapat diraba. Perbedaan
antara letak sungsang dan kepala pada pemeriksaan dalam jika anus posisi terendah
maka akan teraba lubang kecil, tidak ada tulang, tidak menghisap, keluar mekonium.
Jika presentasi kaki maka akan teraba tumit dengan sudut 90 derajat, terasa jari-jari.
Pada presentasi lulut akan terasa patela dan poplitea. Pada presentasi mulut maka akan
terasa ada hisapan di jari, teraba rahang dan lidah. Presentasi tangan dan siku: terasa
jari panjang, tidak rata, patela (-).
(Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010 : 246)

D. Klasifikasi
Ada empat macam letak sungsang :
1. Letak bokong murni (Frank breech)
Yaitu bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.
Atau kedua paha janin berfleksi dan kedua tungkai berekstensi pada lutut.
(Fadlun, Achmad Feryanto, 2012 : 122)
2. Letak bokong kaki/lengkap (Complete breech)
Sikap janin pada posisi ini fleksi sempurna dengan pinggu; dan lutut fleksi dan kaki
terlipat ke dalam disamping bokong.
(Myles, 2009 : 551)
3. Presentasi kaki (Incomplete breech)/ bokong footling (footling breech)
Satu atau kedua kaki menjadi bagian presentasi karena baik pinggul atau lutut tidak
sepenuhnya fleksi. Kaki lebih rendah daripada bokong, yang membedakannya dari
presentasi bokong sempurna.
(Myles, 2009 : 551)
4. Presentasi lutut
Satu atau kedua pinggul mengalami ekstensi dengan lutut fleksi.
(Myles, 2009 : 551)
Berdasarkan jalan yang dilalui, maka persalinan sungsang dibagi menjadi:
1) Persalinan pervaginam
 Spontaneous breech (Bracht)
 Partial breech extraction: manual aid, assisted breech delivery
 Total breech extraction
(Saifuddin, Abdul Bari, 2009 : 520)
2) Persalinan per abdominam : Seksio sesarea
Persalinan per SC dipertimbangkan pada presentasi bokong, kelainan panggul (panggul
sempit/patologis), janin besar diproporsi kepala panggul (nulipara berat badan janin
lebih dari 3500 gram, multipara berat badan janin lebih dari 4000 gram), riwayat
obstetri buruk, cacat rahim, hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia berat,
eklampsia), ketuban pecah sebelum waktunya, kepala hiperekstensi, gawat janin,
pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, nulipara (primitua/infertile/presentasi kaki),
kemajuan persalinan terganggu, kontraindikasi per vaginam (bekas operasi fistula).
(Fadlun, Achmad Feryanto, 2012 : 126)
Pada persalinan secara Bracht ada 3 tahap :
 Fase lambat (bokong lahir sampai umbilikus/ skapula anterior)
 Fase cepat (dari umbilikus sampai mulut/hidung)
 Fase lambat (dari mulut hidung sampai seluruh kepala lahir)
2
(Saifuddin, Abdul Bari, 2009 : 520)

E. Jenis Pimpinan Persalinan Sungsang


1. Persalinan pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan per
vaginam dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Persalinan spontan (spontaneus breech) janin dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut bracht.
b. Manual aid. Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan
sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c. Ekstraksi sungsang. Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
2. Persalinan per abdominam (seksio sesarea)
(Prawirohardjo, Sarwono, 2010 : 100)

F. Mekanisme Persalinan Sungsang


1. Penurunan
Bokong masuk panggul jika diameter bithokanterika telah melewati PAP. Pada saat
sakrum berada di kuadran kanan depan panggul pasien, dan diameter bithokanterika
ada pada diameter bithokanterika ada pada diameter oblikua kanan. Karena bokong
merupakan pembuka yang kurang baik dibanding kepala, penurunan berjalan lambat
dan mungkin bokong masih tetap tinggi sampai persalinan sudah berjalan beberapa
lama. Kebanyakan bokong tidak turun sampai pembukaan lengkap dan ketuban pecah.
2. Fleksi
Untuk memudahkan bokong melewati panggul, terjadi fleksi lateral pada panggul,dan
panggul depan menjadi bagian terendah. Apabila presentasinya adalah bokong murni,
kaki-kaki janin bekerja sebagai bidai sepanjang badan dan dengan mengurangi fleksi
lateral, dengan keluwesannya maka kaki-kaki ini dapat menghambat penurunan
bokong ke dalam panggul.
3. Putaran paksi
Panggul depan mendapat tahanan dari dasar panggul dan berputar ke depan bawah ke
arah garis depan. Diameter bithokanterika berputar 45 derajat dari diameter oblik
kanan panggul ke anteroposterior. Sakrum berputar menjauhi garis tengah dari kuadran
kanan depan ke kanan lintang.
4. Bokong lahir dengan fleksi ke lateral
Panggul depan terbentur di bawah simpisis pubis, terjadi fleksi ke lateral dan panggul
belakang keluar dan dilahirkan di atas perineum. Kemudian bokong jatuh kearah anus
dan panggul depan tergelincir ke luar di bawah simpisis.
5. Bahu masuk panggul
Bahu masuk panggul pada diameter oblik kanan panggul ketika sakrum berputar dari
Right Sacrum Transversum ke Right Sacrum Anterior.
6. Putaran paksi dalam
Bahu depan berputar di bawah simpisis dan diameter bisakromial berputar 45 derajat
dari diameter oblik kanan ke diameter anteroposterior pintu bawah panggul. Sakrum
mengikuti dari right sacrum anterior ke right sacrum transversum.
7. Bahu lahir dengan fleksi ke lateral

3
Bahu depan terbentur di bawah simfisis dan bahu belakang dengan lengan dilahirkan
diatas perineum ketika tubuh bayi diangkat ke atas.
8. Penurunan kepala dan masuk ke panggul
Pada saat bahu ada di PBP, kepala mencapai panggul. Ia mencapai panggul dengan
sutura sagitalis pada diameter oblik kiri, uuk ada di kuadran kanan depan panggul.
9. Fleksi kepala
Fleksi kepala terjadi seperti pada presentasi lain. Penting agar fleksi ini dipertahankan.
10. Putaran paksi dalam (kepala)
Kepala sampai di dasar panggul dan mengadakan putar paksi dalam sehingga mencapai
PBP dengan sutura sagitalis pada diameter anteroposterior, dahi pada lengkung sakrum,
dan uuk di bawah simfisis. Sakrum berputar kearah pubis sehingga punggung ada di
depan.
11. Kepala lahir dengan fleksi
Diameternya sama dengan kedudukan uuk depan tetapi dalam arah yang sebaliknya.
Tengkuk menjadi titik putar di bawah simfisis, dagu, mulut, hidung, dahi, bregma, dan
uuk dilahirkan diatas perineum dengan gerakan fleksi.
(Sulistyawati, Ari, 2013 : 140)

G. Prognosis
o Bagi ibu: robekan perineum lebih besar, jika ketuban pecah dini (KPD) dapat terjadi
partus lama, dan infeksi.
o Bagi janin: prognosis tidak terlalu baik karena adanya gangguan peredaran darah
plasenta setelah bokong dan perut lahir karena tali pusat terjepit.
o Pertolongan persalinan dilakukan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang dapat
melakukan operasi, bila memungkinkan lakukan versi luar, bila tidak berhasil lakukan
persalinan sungsang pervaginam atau SC
(Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010 : 243)

H. Komplikasi
o Komplikasi pada janin:
1. Kematian perinatal
2. Prolaps tali pusat
3. Trauma pada bayi akibat: tangan dan kepalan yang menjuntai, pembukaan serviks
yang belum lengkap, CPD.
4. Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat, pelepasan plasenta dan
kepala macet.
5. Perlukaan/ trauma pada organ abdominal atau pada leher.
(WHO, 2013 : 144)
o Komplikasi pada ibu :
1. Pelepasan plasenta atau plasenta terlepas sebelum waktunya.
(Myles, 2009 : 562)
2. Perlukaan vagina atau serviks
3. Endometritis
(WHO, 2013 : 144)
4. Jika ketuban pecah dini (KPD) dapat terjadi partus lama, dan infeksi.
(Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010 : 243)

I. Pemeriksaan Penunjang

4
o Pemeriksaan ultrasound. Digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi
bokong, bila bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin. USG
dilakukan pada usia kehamilan 32-34 minggu yang bergunan baik untuk menegakkan
diagnosis maupun untuk memperkirakan ukuran dan konfigurasi panggul ibu.
(Fadlun, Achmad Feryanto, 2012 : 124)
o Pemeriksaan sinar-X. Meskipun sudah digantikan secara besar-besaran oleh
ultrasound, sinar-X memiliki manfaat tambahan yang memungkinkan dilakukannya
pelvimetri secara bersamaan.
(Myles, 2009 : 553)

J. Penatalaksanaan
1) Sewaktu Kehamilan
Presentasi bokong dapat diketahui melalui pemeriksaan palpasi abdomen.
Manuver leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan antenatal bila umur
kehamilannya ≥ 34 minggu. Untuk memastikan apabila masih terdapat keraguan pada
pemeriksaan palpasi, dapat dilakukan pemeriksaan dalam atau pemeriksaan USG.
Pemeriksaan yang hanya menunjukkan adanya presentasi bokong saja belum
cukup untuk membuat perkiraan besarnya risiko guna pengambilan keputusan cara
persalinan. Taksiran berat janin, presentasi bokong, keadaan selaput ketuban, ukuran
dan struktur tulang panggul ibu, keadaan hiperekstensi kepala janin, kemajuan
persalinan, pengalaman menolong, dan ketersediaan fasilitas pelayanan intensif
neonatal, merupakan hal-hal yang penting untuk diketahui.
Tujuan penanganan pada masa kehamilan adalah mencegah malpresentasi
pada waktu persalinan. Perubahan spontan menjadi presentasi kepala sebagian besar
akan terjadi pada umur kehamilan 34 minggu, sehingga penemuan adanya presentasi
bokong mulain umur kehamilan 34 minggu akan bermanfaat dan dapat segera
diberikan penanganan.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009 : 588)
Knee chest position (Posisi dada-lutut) merupakan posisi bersujud dengan posisi
perut seakan-akan menggantung kebawah. Greenhill menyatakan bahwa versi spontan
adalah yang diharapkan setelah melakukan Knee Chest Position. Usia kehamilan yang
dianjurkan untuk Knee Chest Position adalah usia kehamilan 30-32 minggu. Bila posisi
ini dilakukan dengan baik dan teratur, kemungkinan besar bayi yang sungsang dapat
kembali ke posisi yang normal. Posisi sujud bisa dilakukan 2-3 kali selama 10-15
menit setiap hari. Seminggu kemudian diperiksa ulang untuk mengetahui berubah
tidaknya letak janin. Bila letak janin tidak berubah, tindakan sujud bisa diulang.

2) Tata lakasana umum


1. Persalianan lama pada presentasi sungsang adalah indikasi seksio sesarea
2. Seksio sesarea lebih aman dan direkomendasikan pada
a. Presentasi bokong pada primigravida
b. Double footling breech
c. Pelvis yang kecil atau malformasi
d. Janin yang sangat besar
e. Bekas seksio sesarea dengan indikasi CPD
5
f. Kepala yang hiperekstensi atau defleksi.
3. Persalinan pada presentasi kaki sebaiknya dilahirkan dengan seksio sesarea.
Persalinan pervaginam hanya bila:
a. Persalinan sudah sedemikian maju dan pembukaan sudah lengkap
b. Bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil
c. Bayi kedua pada kehamilan kembar
(WHO, 2013 : 145)
3) Tatalaksana khusus
Pada upaya persalinan pervaginam, lakukan langkah berikut:
Tentukan apakah persalinan pervaginam mungkin dilakukan. Persalinan pervginam
oleh tenaga penolong yang terlatih akan cenderun aman bila:
a. Pelvis adekuat
b. Presentasi bokong lengkap/murni
c. Kepala fleksi
d. Tidak ada riwayat seksio sesarea karena CPD
e. Janin tidak terlalu besar
(WHO, 2013 : 146)
Pertolongan pada kelahiran spontan.
Pelahiran per vagina harus ditawarkan kepada ibu sebagai hal yang normal untuk
presentasi bokong, selama tidak ada komplikasi tetapi harus dijelaskan juga kepada ibu
bahwa terdapat resiko pelahiran dengan seksio sesarea.
Kala satu
Asuhan dasar selama kala satu sama dengan persalinan normal. Meskipun
presentasi bokong dengan tungkai ekstensi dapat masuk dengan cukup tepat pada
serviks, tidak begitu halnya dengan presentasi bokong sempurna dan selaput ketuban
cenderung untuk pecah secara dini. Oleh karena itu terdapat peningkatan resiko prolaps
tali pusat , dan pemeriksaan vagina dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan ini
setelah ketuban pecah. Jika ketuban tidak pecah pada tahap awal akan lebih aman jika
selaput ketuban tersebut dibiarkan tetap utuh sampai terjadi persalinan dan posisi
bokong sejajar dengan spina iskium. Cairan bercampur mekonium terkadang ditemukan
akibat kompresi abdomen janin dan tidak selalu menjadi tanda-tanda gangguan kondisi
janin.
(Myles, 2009 : 556)
Kala dua
Dilatasi lengkap pada serviks harus selalu dipastikan dengan pemeriksaan vagina
sebelum ibu mulai mengejan aktif. Hal ini karena pada presentasi kaki, kaki dapat
terlihat pada vulva ketika serviks hanya berdilatasi sebagian, atau jika tungkai
mengalami ekstensi, terutama jika janin kecil, bokong dapat masuk ke dalam serviks
yang belum berdilatasi sempurna. Pada kasus lain, kepala dapat terperangkap dalam
serviks ketika janin baru dilahirkan sebagian. Mengejan aktif tidak dimulai sampai
bokong mendistensi vulva. Kegagalan bokong untuk turun ke perineum pada kala dua
walaupun kontraksi uterus baik dapat mengindikasikan diperlukannya seksio sesarea.
(Myles, 2009 : 556)
A. Cara Bracht

6
Biasanya ditolong secara Bracht. Pada primigravidae selalu didahului dengan
episiotomi. Pada pertolongan secara Bracht bokong diangkat ke atas supaya badan
anak searah dengan paksi jalan lahir, tidak diakukan tarikan.
Prinsip :
Penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna mengikuti gerakan
rotasi anterior, yaitu punggung janin didekkan pada peru ibu. Penolong hanya
mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut hanya
disesuaikan dengan gaya berat janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan
hiperlordosis ini, seorang asisten melakukan ekspresi kristeler.
Tehnik:
Pertolongan dimulai setelah bokong anak lahir. Pada letak bokong ini dipegang
dengan dua tangan sedemikian rupa, hingga kedua ibu jari pada permukaan belakang
pangkal paha dan 4 jari-jari lainnya pada permukaan bokong.
Kalau kaki sudah lahir seperti pada letak bokong kaki, letak lutut dan letak kaki
maka bokong dipegang sedemikian rupa hingga kedua ibu jari terletak pada lipat paha
dan jari lainnya menggenggam bokong.
Bokong ini dibawa ke atas, ke arah perut ibu dan sedikit ke kiri atau ke kanan
sesuai dengan letaknya punggung anak: sama sekali tidak boleh dilakukan tarikan
karena dengan tarikan lengan dapat menjungkit.
Bokong ini terus dibawa ke atas ke arah perut ibu sampai kepala lahir.
Keuntungan dari pertolongan secara Bracht ialah bahwa tangan sama sekali tidak
masuk ke dalam jalan lahir, yang mengecilkan kemungkinan infeksi.

B. Ekstraksi parsiil (sebagian) atau manual aid.


Biasanya letak sungsang dapat lahir spontan sampai pusat lahir karena rintangan
timbul pada waktu kelahiran bahu.
Kalau pusat sudah lahir dan tidak ada kemajuan misalnya karena his lemah atau
karena rintangan bahu maka tidak boleh kita menunggu terlalu lama karena pada saat
ini kepala mulai masuk ke dalam rongga panggul dan menekan tali pusat pada dinding
panggul hingga anak harus dilahirkan dalam ± 8 menit.
Untuk melahirkan anak dalam keadaan ini kita pergunakan ekstraksi parsiil atau
manual aid. Ekstraksi disebut parsiil karena sebagian tubuh anak sudah lahir.
Tehnik:
Panggul dipegang begitu rupa, hingga ibu jari berdampingan pada os sakrum,
kedua jari telunjuk pada krista iliaka dan jari lainnya menggenggam bokong dan
pangkal paha. Sekarang dilakukan tarikan ke bawah ke arah kaki penolong sampai ada
rintangan. Pada saat ini kita dapat melahirkan bahu dengan 2 cara:
a. Cara klasik (cara Deventer)
Prinsip melahirkan klasik adalah melahirkan bahu dan lengan secara klasik
ini ialah melahirkan lengan belakang terlebih dahulu, karena lengan belakang
berada diruangan yang lebih luas (sakrum), baru kemudian melahirkan lengan
depan yang berada dibawah simpisis. Tetapi bila lengan depan sulit dilahirkan,

7
maka lengan dapat diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang
bahu ke arah belakang dan baru kemudian lengan belakang ini dilahirkan.
Pada cara klasik kita lahirkan tangan belakang dulu, masukkan tangan yang
sesuai dengan tangan anak yang akan dilahirkan (misal: tangan kiri anak
dilahirkan dengan tangan kiri penolong), maka untuk meluaskan daerah yang akan
dimasuki, tangan satunya memegang kedua kaki dengan jari telunjuk di antaranya
dan jari lainnya menggenggam kedua kaki tersebut.
Kaki ini dibawa keatas ke arah berlawanan dengan bahu yang akan
dilahirkan (misal lengan ada di kanan belakang, maka kaki dibawa ke kiri depan).
Jari telunjuk dan jari tengah dari tangan dalam melalui punggung dan skapula
pergi ke lengan atas sampai kelipatan siku, kedua ibu jari diletakkan searah dengan
lengan atas dan bekerja sebagai spalk. Kemudian lipat siku ditekan, hingga seolah
anak itu menghapus mukanya dan akhirnya lengan dan bahu lahir.
Untuk melahirkan bahu depan maka kaki pindah tangan dan dibawa ke
kanan belakang ke arah yang berlawanan dengan tempat diman bahu depan ada
dan kemudian lengan depan dilahirkan sebagaimana kita melahirkan lengan
belakang.
Setelah kedua bahu lahir, maka kepala anak dilahirkan secara Mauriceau.
Tangan yang masuk ialah tangan yang berhadapan dengan perut anak. Mula-mula
tangan luar menggenggam kaki dengan jari telunjuk diantara kedua kaki dan
mengangkat kaki tinggi ke atas.
Sekarang tangan dalam masuk dan jari tengah dimasukkan kedalam mulut
atau jari tengah dan jari telunjuk ditempatkan pada fossa canina. Maksud jari ini
ialah untuk mempertahankan fleksi dan untuk memutar dagu anak ke belakang
kalau dilakukan tarikan, bukan untuk menarik. Badan anak sekarang diturunkan
hingga menunggang lengan dalam. Tangan luar menggenggam leher sedemikian
rupa hingga leher terdapat antara jari telujuk dan jari tengah dan jari lainnya
terletak pada pundak. Tangan luar melakukan tarikan dan tangan dalam memutar
dagu ke belakang sampai sub oksiput terdapat di bawah simpisis.
Kemudian badan anak dibawa ke atas dan berturu-turut lahirlah dagu, mulut,
hidung, dahi, dan akhirnya belakang kepala pada komisura posterior. Kalau kepala
anak agak lama lahir dianjurkan perasat De Lee: dipasang spekulum pada dinding
vagina belakang yang ditekan ke bawah supaya hidung dan mulut anak bebas dan
anak dapat bernapas walaupun kepala belum lahir.
b. Cara Muller
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara mueller ialah melhirkan bahu dan
lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan
lengan belakang. Pada cara Muller lengan depan dilahirkan lebih dulu kemudian
lengan belakang. Keuntungan cara Muller adalah bahwa jari tidak jauh masuk ke
dalam jalan lahir, hingga kemungkinan infeksi kurang tetapi metode klasik lebih
berhasil pada bahu yang sulit lahir karena rongga sakrum lebih luas. Karena itu
8
cara Muller dipergunakan kalau bahu terhenti di pintu bawah panggul sedangkan
cara klasik kalau bahu masih tinggi.
(Rustam Mochtar, 2011 : 243)
Kala Tiga
Manajemen Aktif Kala III
1. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin
untuk membantu uterus berkontraksi baik.
2. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10
unit, IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin!).
3. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat
pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia
neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem penjepit,
dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua
pada 2 cm distal dari klem pertama.
4. Potong dan ikat tali pusat. Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit
kemudian gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut
bayi). Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan
kedua menggunakan simpul kunci. Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan
klorin 0,5%.
5. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu
bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu.
Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi
lebih rendah dari puting payudara ibu.
6. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi
pada kepala bayi.
7. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
8. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi
atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang
lain.
9. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial
secara hati-hati, seperti gambar berikut, untuk mencegah terjadinya
inversio uteri.
10. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan
lahir dengan tetap melakukan tekanan dorso-kranial.
11. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan.

9
12. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras).
13. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin
dan pastikan bahwa selaputnya lengkap dan utuh.
14. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.
(WHO, 2013 : 44)
K. Pencegahan
1) Jika diketahui janin letak sungsang pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu tidak
perlu dilakukan intervensi apapun, karena janin masih cukup kecil dan cairan amnion
masih cukup banyak, sehingga kemungkinan besar janin masih dapat memutar dengan
sendirinya.
2) Lakukan rujukan atau kolaborasi dengan dokter kandungan untuk melakukan USG
pada usia kehamilan 35 – 36 minggu. Untuk mengetahui presentasi janin, mengetahui
jumlah cairan amnion, letak plasenta dan keadaannya.
3) Konseling mengenai pilihan untuk melahirkan jika saat umur kehamilan 35 – 36
minggu bagian terendah janin bukan kepala.

10
2.2 KONSEP MANAJEMEN PADA IBU HAMIL DENGAN LETAK SUNGSANG
I. PENGKAJIAN
Identitas (Biodata)
Merupakan data umum pribadi yang dikaji melalui anamnesa/ pertanyaan kepada ibu
hamil
 Nama : pengkajian nama dapat memudahkan bidan dalam melakukan
komunikasi saat memberi asuhan kepada klien.
 Usia : Menurut Puji Rochyati, primipara muda berusia kurang dari 16 tahun,
primipara tua berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi terhadap kehamilan.
Sedangkan menurut Ida Bagus Gde Manuaba, menyederhanakan faktor resiko yang
perlu diperhatikan adalah Usia ibu (< 19 tahun dan > 35 tahun.
 Agama : mengetahui apa yang dilarang dan dianjurkan dalam agama klien sehingga
dalam memberikan asuhan akan lebih mudah.
 Pendidikan : mengetahui tingkat pendidikan ibu agar memudahkan dalam
melakukan koseling.
Menentukan status sosial ibu dan pengetahuan ibu mengenai perawatan selama
kehamilan.
 Pekerjaan : mengetahui aktivitas-aktivitas ibu sehari-hari.
 Penghasilan : mengetahui tingkat perekonomian klien dan menentukan persiapan
mengenai pembiayaan ibu dalam menghadapi persalinan.
 Telepon dan alamat : memudahkan tenaga kesehatan dalam mengidintifikasi apakah
daerah di sekitar ibu beresiko tinggi penularan penyakit.

A. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama
 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009 : 341)
 Ibu merasakan peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya
 Ibu merasakan peningkatan pengeluaran lendir dan darah
(Erawati, Ambar Dwi, 2011 : 54)
 Pergerakan anak teraba oleh ibu di bagian perut bawah,dan ibu sering merasa
benda keras (kepala) mendesak tulang iga dan rasa nyeri pada daerah tulang iga
karena kepala janin.
(Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010 : 246)
2. Riwayat Menstruasi
 HPHT (Periode menstruasi terakhir) : tanggal pada hari pertama periode menstruasi
terakhir atau last normal menstrual periode (LNMP) digunakan sebagai dasar
untuk menentukan usia kehamilan dan perkiraan taksiran partus (TP), maka
penting untuk mendapatkan tanggal perkiraan kelahiran yang seakurat mungkin.
(Varney, Hellen, 2007 : 521)
 Usia Kehamilan dan Taksirann Persalinan (menggunakan rumus Neagel : tanggal
HPHT ditambah 7 dan bulan dikurangi 3)
(Prawiroharjo, Sarwono, 2010 : 279)
3. Riwayat hamil ini
Riwayat kehamilan sekarang digunakan untuk mendeteksi adanya komplikasi,
ketidaknyamanan, dan setiap keluhan seputar kehamilan yang dialami wanita sejak
HPHT nya.
11
 Mengidentifikasi kehamilan
- Jumlah kunjungan ANC ke bidan
- Keluhan beserta terapi yang sudah diberikan pada trimester sebelumnya
- Penyuluhan yang sudah didapat seputar kehamilan baik dari bidan maupun
dari sumber lainnya.
- Jumlah suntikan TT juga dikaji, untuk mengetahui dalam tubuh ibu sudah
terdapat kekebalan terhadap penyakit.
 Gerakan bayi dalam kandungan.
(Prawiroharjo, Sarwono, 2010 : 279)
 Penggunaan obat-obatan dan pengobatan selama kehamilan merupakan hal yang
kompleks dan bidan perlu meninjau setiap obat dan menyeimbangkan alasan
penggunaan obat dengan resiko yang dapat timbul bila obat digunakan selama
masa hamil.
(Varney, Hellen, 2007 : 527)
4. Riwayat kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu
 Asuhan antenatal, persalinan, dan nifas kehamilan sebelumnya.
 Cara persalinan.
 Jumlah dan jenis kelamin anak hidup.
 Berat badan lahir.
 Cara pemberian asupan bagi bbayi yang dilahirkan.
 Informasi dan saat persalinan atau keguguran terakhir.
(Prawiroharjo, Sarwono, 2010 : 280)
5. Riwayat Kesehatan penyakit yang pernah diderita
Riwayat penyakit yang pernah diderita ibu hamil yaitu penyakit menahun seperti
jantung, penyakit menurun seperti hipertensi, DM, penyakit menular seperti TBC,
Hepatitis, PMS baik yang sudah sembuh/yang masih dalam penyembuhan dan lain-lain
yang akan mempengaruhi kehamilan dan persalinan

12
6. Riwayat penyakit keluarga (Ayah, Ibu, Mertua) yang pernah menderita sakit
Kaji apakah di dalam silsilah keluarga klien mempunyai penyakit keturunan, misalnya
DM, asma, dan penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, dan HIV/AIDS.
(Nugroho, Taufan,dkk, 2014 : 148)
7. Status Perkawinan
Hal ini penting untuk dikaji karena dari data ini bidan akan mendapatkan gambaran
mengenai suasana rumah tangga pasangan.
(Sulistyawati, Ari, 2009 : 114)
8. Riwayat psiko sosial ekonomi
Bagaimana keadaan ibu dengan keluarga dan dukungan dari mereka. Dengan keadaan
psikologis yang baik pada ibu hamil trimester III memungkinkan dalam proses
persalinan seperti rasa cemas dan takut terhadap persalinan dapat teratasi.
(Prawiroharjo, Sarwono, 2010 : 281)
9. Riwayat KB dan rencana KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi yang digunakan ibu, jenisnya dan berapa lama,
apakah ada keluhan atau tidak
10. Riwayat Ginekologi
Untuk mengetahui riwayat penyakit ginekologi yang pernah dialami ibu seperti
penyakit kanker payudara, kanker serviks, kista, tumor dll.
11. Pola makan / minum/ eliminasi/ istirahat
 Pola aktivitas sehari-hari
Aktivitas yang terlalu berat dianjurkan untuk dikurangi karena semakin tua usia
kehamilan.
 Pola eliminasi
Pola eliminasi merupakan indikator adakah masalah BAB/BAK yang timbul saat
kehamilan sudah memasuki trimester III.
 Pola makan dan minum
Pemenuhan nutrisi pada ibu dapat diketahui dengan pengkajian pola makan dan
minum, bidan akan mengetahui bagaimana pemenuhan nutrisi ibu selama hamil.

B. DATA OBYEKTIF
1) Pemeriksaan umum
 Keadaan umum
Ibu dalam keadaan baik apabila ibu memperlihatkan respon yang baik bagi
lingkungan sekitar dan orang lain, serta dalam keadaan lemah bila tidak
memperlihatkan respon yang baik pada lingkungan sekitar dan orang lain.
(Sulistyawati, Ari, 2009 : 121)
 Kesadaran
Ibu dalam keadaan sadar (composmentis) atau coma?
(Sulistyawati, Ari, 2009 : 122)
 Tanda vital :
- TD : 110/70-120/80 mmHg (normal) <140 mmHg
- N : 80-100 x/mnt
- S : 36.5-37.5o C

13
- RR : 16-24 x/mnt
 Lila : >23.5 cm
 Berat Badan : berat badan diperkirakan akan bertambah 12,5 kg.
 Tinggi Badan : >145 cm
(WHO, 2013 : 24)
2) Pemeriksaan Khusus
 Abdomen :
Palpasi :
- Teraba keras, bundar, melenting pada fundus. Punggung dapat diraba pada
salah satu sisi perut,bagian keci pada sisi yang berlawanan, diatas symphisis
teraba bagian yang kurang bundar dan lunak.
(Rukiyah, Ai Yeyeh, 2010 : 240)
- TFU (menggunakan pita ukur bila usia kehamilan >20 minggu)
- TFU kehamilan TM III adalah berkisar antara 26 cm – 33 cm.
- TFU yang normal untuk usia kehamilan 20-36 minggu dapat diperkirakan
dengan rumus : (UK dalam minggu + 2 ) cm
TFU Usia Kehamilan
1/3 diatas pusat 28 minggu
½ pusat – prosessus xifoideus 34 minggu
Setinggi prosesus xifoideus 36 minggu
Dua jari (4cm) di bawah prosesus xifoideus 40 minggu

Leopold I : menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang terletak di
fundus uteri (lakukan sejak trimester I).
Leopold II : menentukan bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu(dilakukan
pada akhir trimester II).
Leopold III : menentukan bagian janin yang terletak dibagian bawah uterus
(dilakukan pada akhir trimester III).
Leopold IV : menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintu atas panggul
(dilakukan bila usia kehamilan > 36 minggu)
(WHO, 2013 : 27)
- Auskultasi :
a) denyut jantung janin (DJJ) sepusat atau DJJ ditemukan paling jelas pada
tempat yang lebih tinggi (sejajar atau lebih tinggi dan lunak)
b) Jika denyut jantung <100x/menit atau >180x/menit, lakukan seksio sesarea.
(WHO, 2013 : 146)
 Anogenital
- Periksa genetalia eksternal untuk mengetahui adanya luka atau massa
(termasuk kondiloma), varikositas vulva atau rektum, atau luka parut di
perineum.
(Erawati, Ambar Dwi, 2011 : 28)
- Periksa cairan vagina dan tentukan apakah terdapat bercak darah, perdarahan
pervaginam, atau mekonium.
a) Jika ada perdarahan pervaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam.
(Erawati, Ambar Dwi, 2011 : 28)
b) Ketuban dibiarkan tetap utuh sampai pembukaan cukup lebar. Hindari
prosedur yang dapat membuat ketuban di awal misalnya seperti tindakan
pemeriksaan dalam yang terlalu sering.
(Sulistyawati, Ari, 2013 : 145)
14
c) Bila ketuban pecah, lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan apakah
ada tali pusat yang menumbung.
(Sulistyawati, Ari, 2013 : 145)
d) Jika ketuban pecah, lihat warna dan baunya. Jika mekonium ditemukan,
tentukan kental atau encer dan periksa DJJ.
(Erawati, Ambar Dwi, 2011 : 28)
Mekonium yang keluar sebelum janin memasuki panggul dapat merupakan
indikasi terjadinya gawat janin.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009 : 593)
Mekonium biasa terdapat pada persalinan sungsang dan tidak berbahaya
selama denyut jantung janin normal.
(WHO, 2013 : 146)
- Periksa vagina:
a) Lentur atau kaku? (mudah diregangkan atau tidak)
b) Ada tumor atau varises?
c) Ada luka parut lama?
(Erawati, Ambar Dwi, 2011 : 28)
- Periksa penipisan (effacement) dan pembukaan serviks. Pembukaan serviks
harus benar-benar lengkap sebelum memimpin ibu untuk mengejan guna
mencegah terjebaknya kepala akibat bagian janin yang lebih kecil lahir sebelum
pembukaan lengkap.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009)
- Vagina Toucher : terbagi 3 tonjolan tulang yaitu kedua tubera ossis ischi dan
ujung os sacrum, anus, genetalia anak jika edema tidak terlalu besar dapat
diraba.
(Ai Yeyeh Rukiyah,dkk. 2010)
c) Pemeriksaan Laboratorium
 Hemoglobin : >12, 5 g/dl
(Prawiroharjo, Sarwono. 2010 : 183)
 Pemeriksaan ultrasound. Digunakan untuk memastikan perkiraan klinis presentasi
bokong, bila bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin. USG
dilakukan pada usia kehamilan 32-34 minggu yang bergunan baik untuk
menegakkan diagnosis maupun untuk memperkirakan ukuran dan konfigurasi
panggul ibu.
(Fadlun, Achmad Feryanto, 2012 : 124)
 Pemeriksaan sinar-X. Meskipun sudah digantikan secara besar-besaran oleh
ultrasound, sinar-X memiliki manfaat tambahan yang memungkinkan dilakukannya
pelvimetri secara bersamaan.
(Myles, 2009 : 553)

C. ANALISA / INTEPRETASI DATA


Dx : G..P....UK (28-40) minggu dengan letak sungsang inpartu kala II
Janin tunggal, hidup
Janin intrauterine (Pemeriksaan USG)

D. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu, ibu memahami.
2. Mempersiapkan diri dengan menggunakan alat pelindung diri, petugas sudah siap.

15
3. Melakukan inform consent pemasangan infus glukosa 5%. Diperlukan kontraksi uterus
yang baik sehingga pasien harus mempertahankan kemampuan menerannya
(Sulistyawati, Ari, 2013). Ibu memahami dan bersedia diberi tindakan pemasangan
infus.
4. Memfasilitasi KIE pada ibu dan keluarga mengenai persiapn calon pendonor dengan
golongan darah yang sama dengan ibu, pertolongan persalinan letak sungsang berisiko
tinggi mengalami perdarahan sehingga sangat dibutuhkan transfusi darah
(Sulistyawati, Ari, 2013). Ibu dan keluarga memahami dan bersedia mempersiapkan
calon pendonor.
5. Mempersiapkan alat menolong persalinan. Siapkan alat resusitasi bayi dan petugas
yang siap melakukannya (Prawirohardjo, Sarwono, 2009). Petugas sudah
mempersiapkan alat dan bahan, serta petugas lain yang siap melakukan resusitasi.
6. Melakukan tindakan mengosongkan kandung kemih sebelum pembukaan lengkap
dengan kateterisasi, kandung kemih yang penuh menghalangi penurunan bagian
terendah janin dan menghambat kontraksi uterus (Sulistyawati, Ari, 2013). Ibu
memahami dan bersedia dilakukan tindakan kateterisasi.
7. Memposisikan pasien berbaring diatas meja ginekologi dengan posisi litotomi
(Sulistyawati, Ari, 2013). Ibu memahami dan bersedia berbaring diatas meja
ginekologi dengan posisi litotomi.
8. Melakukan inform consent tindakan episiotomi untuk memperlebar jalan lahir. Bokong
tidak membuka perineum cukup besar, untuk mempermudah lahirnya kepala,
dilakukan sesaat sebelum bokong membuka vulva, episiotomi yang terlalu awal dapat
meningkatkan risiko perdarahan berlebih (Sulistyawati, Ari, 2013). Ibu dan keluarga
memahami dan bersedia diberi tindakan episiotomi.
9. Melakukan pimpinan meneran saat pembukaan sudah lengkap dan ada kontraksi, dan
tetap arus istirahat setelah kontraksi selesai (Sulistyawati, Ari, 2013). Ibu memahami
apa yang disampaikan oleh petugas.
10. Melakukan pertolongan persalinan sungsang dengan teknik bracht, teknik
muller/teknik lovset (melahirkan bahu dan lengan), teknik mauriceau (melahirkan
kepala), penolong melakukan pertolongan persalinan letak sungsang sesuai prosedur.
11. Melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir dengan kemungkinan terjadinya asfiksia
dan trauma (Prawirohardjo, Sarwono, 2009), bayi baru lahir diberikan resusiatasi oleh
petugas lain yang melakukan tindakan resusitasi.
12. Melakukan manajemen aktif kala III untuk melahirkan plasenta meliputi pemberian
injeksi oksitosin 10 IU secara IM, melakukan penegangan tali pusat, dan melakukan
masase uterus setelah plasenta lahir (Prawirohardjo, Sarwono, 2009), petugas sudah
melakukan sesuai prosedur APN.
13. Melakukan pemeriksaan robekan pada jalan lahir dan penjahitan luka episiotomi,
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009), petugas sudah melakukan sesuai prosedur APN.
14. Membuang sampah yang telah terkontaminasi di tempat khusus yang tidak bocor,
melakukan dekontaminasi alat dan sarung tangan, cuci tangan pasca tindakan
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009), petugas sudah melakukan sesuai prosedur APN.
16
15. Melakukan pengamatan pascapersalinan/observasi kala IV (Prawirohardjo, Sarwono,
2009), petugas sudah melakukan sesuai prosedur APN.

17
DAFTAR PUSTAKA

Diane Fraser et all. Alih bahasa : Sri Rahayu, dkk. (2009). Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta:
EGC.
Fadlun, Achmad Feryanto. (2012). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Erawati, Ambar Dwi. (2011). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Normal. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde Fajar, dkk. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB.
Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. (2011). Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC.
Nugroho, Taufan, dkk. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Prawiroharjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rukiyah, Ai Yeyeh. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : TIM.
Saifuddin, Abdul Bari. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
Sulistyawati, Ari. (2009). Buku Ajar Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: ANDI.
Sulistyawati, Ari, Esti Nugraheny. (2013). Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarta:
Salemba Medika.
Varney, Hellen. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol.1. Jakarta : EGC.
WHO. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai