Anda di halaman 1dari 18

DETEKSI DINI KOMPLIKASI DAN

PENYULIT PERSALINAN KALA II

1. PRESENTASI

Dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada di bawah Rahim yang
dijumpai pada palpasi atau pemeriksaan dalam, misalnya presentasi kepala,
presentasi bokong, presentasi bahu, dan lain-lain.

a. Presentasi Muka

Presentasi muka merupakan akibat kelainan sikap (Habitus) berupa defleksi


kepala maksimum. Pada presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum
kepala sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan demikian
maka yang merupakan presentasi (bagian terendah) janin dan sekaligus
denominator adalah mentum. Dalam orientasinya dengan simfisis pubis, maka
presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior atau mento posterior.
Pada janin aterm dengan presentasi muka mento-posterior, proses
persalinan terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang
simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar persalinan
pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan muka spontan per
vaginam tidak mungkin terjadi.
Persalinan pervaginam hanya mungkin berlangsung bila dagu berputar ke
anterior. Bila dagu berada di anterior, persalinan kepala per vaginam masih
dapat berlangsung pervaginam melalui gerakan fleksi kepala. Pada sejumlah
kasus presentasi muka dagu posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior
pada persalinan lanjut sehingga dapat terjadi persalinan spontan per vaginam.

b. Presentasi Dahi
Bentuk dari Kelainan Sikap (habitus) berupa gangguan defleksi moderate.
Presentasi yang sangat jarang. Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP meraba
orbital ridge dan ubun-ubun besar.
Kepala berada di antara posisi fleksi sempurna dengan ekstensu sempurna.
Kecuali pada kepala yang kecil atau panggul yang sangat luas, engagemen
kepala yang diikuti dengan persalinan pervaginam tak mungkin terjadi.

c. Diagnosis
Presentasi dapat dikenali melalui pemeriksaan palpasi abdomen dimana dagu
dan oksiput dapat diraba dengan mudah. Diagnosa dipastikan dengan VT dan
teraba sutura frontalis – orbital ridges – mata atau pangkal hidung. Kadang-
kadang dagu juga dapat diraba melalui VT.

d. Presentasi Rangkap
Prolapses lengan disamping bagian terendah janin. Presentasi rangkap, tangan
kiri berada di depan bagian terendah janin dan biasanya desensus kepala dapat
berlangsung normal.

2. POSISI

a. Posisi oksipitalis posterior


Suatu bentuk kelainan putar paksi dalam (internal rotation) pada proses
persalinan. Pada 10% kehamilan, kepala masuk PAP dengan oksiput berada
pada segmen posterior panggul. Sebagian besar keadaan ini terjadi pada
arsitektur panggul yang normal, namun sebagian kecil terjadi pada bentuk
android. Diagnosa ditegakkan melalui palpasi abdomen dimana panggung
janin teraba di satu sisi pinggang ibu dan di lokasi tersebut DJJ terdengar
paling keras. Pada persalinan aktif, pemeriksaan VT dapat memberi informasi
yang lebih banyak dengan terabanya occiput dan ubun-ubun besar.
Selama persalinan berlangsung, kepala janin memperoleh tekanan kearah
pelvis sehingga terjadi fleksi kepala. Setelah dilatasi lengkap, proses
persalinan selanjutnya dapat terjadi melalui satu dari 3 kemungkinan di
bawah:
a) 65% kasus, kepala melakukan PPD sejauh 135 0 sehingga occiput berada di
belakang simfisis (rotasi panjang) > persalinan spontan pervaginam
normal.
b) 20% kasus, kepala tidak dapat melakukan PPD secara lengkap sehingga
ubun-ubun kecil berada di kiri atau di kanan (deep tranverse arrest)
c) 15% kasus, terjadi PPD 450 kearah posterior (rotasi pendek) > position
occipitalis posterior persisten.

Persalinan pervaginam dapat terjadi melalui berbagai kemungkinan :


a. Persalinan spontan.
b. Ekstraksi cunam dengan occiput posterior
c. Rotasi manual menjadikan occiput anterior dan diikuti dengan persalinan
spontan atau dengan ekstraksi cunam.
d. Rotasi dengan cunam kea rah occiput anterior dan kemudian dilahirkan.

b. Posisi Oksipitalis Tranversal persisten


(deep tranverse arrest – letak malang melintang rendah)
Pada arsitektur pada panggul normal, posisi occiput transversal umumnya
bersifat sementara (penempatan) sebelum berakhir sebagai posisi occiput
anterior atau posterior. Bila kontraksi uterus cukup kuat, dapat terjadi PPD
keanterior dan persalinan dapat berlangsung secara normal atau dengan
bantuan ekstraksi cunam outlet. Bila kontraksi uterus tidak kuat atau terdapat
kelainan bentuk panggul, persalinan pervaginam mungkin berlangsung dengan
di dahului oleh tindakan rotasi manual kepala dan dilanjutkan dengan
persalinan ekstraksi cunam dengan occiput di anterior atau di posterior.
Etiologi posisi occipitalis transversal tidak selalu sederhana. Panggul jenis
platipeloid atau android tidak memiliki cukup ruangan untuk terjadinya rotasi
kepala. Pada panggul android, engagemen tidak terjadi sehingga kulit kepala
sering terlihat di depan introitus vagina sebagai akibat adanya molase dan
pembentukan caput yang berlebihan. Dalam keadaan ini tindakan persalinan
dengan cunam harus dilakukan secara hati – hati dan tidak dipaksakan.

3. LETAK
a. Letak Lintang
Sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu. Kadang-
kadang sudut yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi letak oblique yang
sering bersifat sementara oleh karena akan berubah menjadi presentasi kepala
atau presentasi bokong (“unstable lie”). Pada letak lintang, bahu biasanya
berada di atas pintu panggul dengan bokong dan kepala berada pada frossa
iliaca.
Deskripsi letak lintang : acromial kiri atau kanan dan dorso-an-terior atau
dorso-posterior. Angka kejadian 1:300 persalinan tunggal (0.3%).

Diagnosis
a. Diagnosa biasanya mudah dan kadang-kadang hanya melalui inspeksi
dimana abdomen terlihat melebar dengan fundus uteri sedikit diatas
umbilicus.
b. Tidak ada kutub janin yang teraba dibagian fundus dan kepala teraba di
fossa iliaca.
c. Pada dorso-posterior, teraba bagian kecil pada palpasi dinding abdomen.
d. VT pada persalinan dini dapat meraba tulang rusuk , bila pembukaan
serviks sudah bertambah maka dapat teraba scapula dan klavikula. Arah
penutupan aksila menunjukkan arah bahi dan lokasi kepala.
e. Pada persalinan lanjut, bahu terperangkap dalam jalan lahir dan seringkali
disertai prolapus lengan dan keadaan ini disebut letak lintang kasep –
neglected transverse lie.
f. Wanita yang sudah mengalami persalinan > 4 kali dengan bayi aterm
memiliki kemungkinan mengalami kehamilan dengan presentasi lintang
10 kali lipat nulipara.
g. Kekendoran otot abdomen yang mengakibatkan perut gantung
(“pendulous abdomen”) dapat menyebabkan uterus jatuh ke depan
sehingga sumbu panjang janin menjauh dari sumbu jalan lahir.
h. Letak plasenta pada segmen bawah Rahim dan kesempitan panggul dapat
menyebabkan gangguan akomodasi bagian terendah janin sehingga terjadi
letak lintang.

4. KEHAMILAN KEMBAR
Jenis Kehamilan Kembar
1. Kehamilan Kembar Monozigotik
Kehamilan kembar monozigotik atau disebut juga identic adalah kehamilan
kembar yang terjadi dari 1 telur yang dibuahi oleh 1 sperma. Untuk alasan
yang tidak diketahui, telur yang sudah dibuahi membelah menjadi dua atau
lebih embrio pada perkembangan tahap pertama. Kembar identic pada
umumnya memiliki ari-ari yang sama tetapi kantung amnion yang terpisah
pada Rahim. Pada kasus yang jarang terjadi, kembar identic memiliki 1
kantung amnion. Kedua anak tersebut memiliki jenis kelamin yang sama, rupa
sama, sidik jari dari telapak sama. Kehamilan ini jarang terjadi
2. Kehamilan Kembar Fraternal (Dizigotik)
Kehamilan kembar dizigotik adalah kehamilan yang berasal dari 2 telur yang
di buahi sperma yang berbeda. Jumlah kehamilan ini kira-kira 2/3 total
kehamilan kembar. Jenis kehamilan dapat sama atau berbeda, dan mereka
berbeda seperti anak-anak lain dalam keluarga.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang ditemukan pada umumnya adalah Rahim tumbuh lebih
besar dari usia kehamilan dan penambahan berat badan ibu yang mencolok
sebanyak 18-23 kg yang tidak disebabkan karena bengkak atau obesitas.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan janin multiple serta terdengarnya 2
denyut jantung janin dalam Rahim.
Risiko Kehamilan Kembar
Hamil lebih dari 1 janin akan meningkatkan risiko selama kehamilan, baik
bagi janin maupun ibu. Kehamilan kembar berisiko memiliki kelainan dalam
kandungan dan penyakit keturunan. Karena mereka pada umumnya lahir
premature, maka janin kembar biasanya memiliki masalah lebih banyak
setelah lahir. Kembar monozigot adalah kehamilan yang berisiko tinggi untuk
terjadinya Twin to Twin.

Pentaklaksanaan Persalinan Kembar:


1. Pastikan persalinan di rumah sakit
2. Posisi janin pertama harus ditentukan saat masuk kamar bersalin
3. Bila janin pertama letak lintang atau letak sungsang maka persalinan
diakhiri dengan section Caesar
4. Bila janin pertama letak kepala, dapat dipertimbangkan persalinan
pervaginam
5. Bila janin pertama letak sungsang dan janin letak kepala, dikhawatirkan
terjadi interlocking sehingga persalinan anak pertama mengalami after
coming head
6. Setelah janin pertama lahir, biasanya kontraksi uterus menghilang atau
berkurang sehingga tidak jarang bahwa kontraksi uterus perlu diperkuat
dengan pemberian oksitosin infuse setelah dipastikan anak ke II dapat lahir
pervaginam.

5. DISTOSIA BAHU
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet di atas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau
bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang
sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana
tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin
dilahirkan.
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnose yang di
gunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver
khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi. Gross dkk (1987) Dengan
menggunakan kriteria di atas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia
bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria
diagnosa di atas.
Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan
adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan
seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan
persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik. Mereka
mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih
dari 60 detik.

Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada
umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior)
berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk “melipat” ke dalam panggul (missal: pada makrosomia) disebabkan
oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga
penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada
saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke
dalam panggul.

Penilaian Klinik
a. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
b. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
c. Dagu tertarik dan menekan perineum
d. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap
perineum sehingga tampak masuk kembali ke dalam vaguna.
e. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di
belakang symphisis

Faktor Risiko Distosia Bahu


a. Ibu dengan diabetes, 7% insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan
diabete gestasional (Kelber,dkk). Terutama pada diabetes kehamilan atau
diabetes tipe A, karena kemungkinan makrosomia. Pada bayi ini
mempunyai rasio lingkar bahu kepala lebih besar dari pada ibu non
diabetes walaupun memiliki berat lahir yang sama.
b. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi
dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hamper separuh dari
kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
c. Lewat waktu, karena bayi terus tumbuh dan menjadi lebih besar seiring
peningkatan makrosomia antara minggu ke-40 dan ke-42 minggu.
Terdapat rasio lingkar bahu-kepala yang lebih besar sejalan pertumbuhan
diameter biparietal yang lambat, tetapi tidak pada diameter bahu dan dada.
d. Riwayat obstetri atau persalinan dengan bayi besar
e. Ibu dengan obesitas
f. Multiparitas
g. Riwayat obstetric dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat
distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekruren pada 5 (12%) di antara
42 wanita (smith dkk., 1994)
h. Cephalopelvic disproportion ( bentuk pelvik yang memperpendek
diameter anterior-posterior dan atau deformitas pelvis misalnya akibat
kecelakaan atau riketsia)
i. Fase aktif yang tidak tentu pada kala I, pada fase ini pasien hanya
mengalami sedikit kemajuan. Hal ini dapat mengindikasikan disproporsi
sefalopelvik, yang dalam persalinan hal ini dapat menjadi tanda bahwa
distosia bahu akan terjadi
j. Kala II persalinan yang memanjang, termasuk penurunan kepala yang
lambat dan kegagalan kepala untuk turun tercermin dalam deep transverse
arrest
k. Ada indikasi perlu rotsi midpelvis dan atau pelahiran dengan forcep atau
vakum ekstraktor.

Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu


Meskipun ada sejumlah factor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara
individual sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin.
The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997, 2000)
meninjau penelitian-penelitian yang di klasifikasikan menurut metode
evidence based yang di keluarkan oleh the United States Preventive Sevice
Task Forcem, menyimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah
karena tidak ada metode yang akurat untuk mengidentifikasi janin mana
yang akan mengalami komplikasi ini.
2. Pengukuran ultrasonic untuk memperkirakan makrosomia memiliki
akurasi yang terbatas.
3. Seksio sesarea elektif yang didasarkan atas kecurigaan makrosomia bukan
merupakan strategi yang beralasan.
4. Seksio sesaria elektif dapat dibenarkan pada wanita non-diabetik dengan
perkiraan berat janin lebih dari 5000 g atau wanita diabetic yang berat
lahirnya diperkirakan melebihi 4500 g.
Komplikasi Distosia Bahu :
Komplikasi Maternal
a. Perdarahan pasca persalinan
b. Fistula Rectovaginal
c. Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral
neuropathy”
d. Robekan perineum derajat III atau IV
e. Rupture Uteri

Komplikasi Fetal
a. Brachial plexus palsy
b. Fraktura Clsvicle
c. Kematian janin
d. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurologis permanen
e. Frektura humerus

Manajemen Distosia Bahu


Meskipun destosia bahu relative jarang (1.200), namun anda harus tahu apa
yang harus dilakukan jika menemukan kasus seperti ini. Pertama adalah
penting untuk tidak membuat situasi yang buruk menjadi semakin buruk:
1. Jangan menarik bayi karena hal ini akan berdampak bahu semakin
tertahan. Ini adalah kesalahan yang paling umum orang membuat karena
mereka panik.
2. Traksi dapat menyebabkan cedera pleksus brakialis pada bayi.
3. Jangan memotong tali pusat jika sudah di sekitar leher bayi. Karena tali
pusat yang utuh masih ada kemungkinan bayi menerima oksigen yang
memberi anda lebih banyak waktu dan membantu dengan melakukan
resusitasi sesudahnya.
4. Berkomunikasi dengan ibu. Anda selalu punya waktu untuk menjelaskan
apa yang terjadi dan mengapa anda melakukan apa yang anda lakukan,
atau meminta dia untuk melakukan sesuatu.
Dalam manajemen penatalaksanaan ditosia bahu juga harus memperhatikan
kondisi ibu dan janin. Syarat – syarat agar dapat dilakukan tindakan untuk
menangani distosia bahu adalah :
1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerjasama untuk
menyelesaikan persalinan.
2. Masih mampu untuk mengejan
3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
5. Bukan monstrum atau kelainan congenital yang menghalangi keluarnya
bayi
Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, pelaku praktik obstetric harus
mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit.

Penatalaksanaan
1. Tetap tenang. Anda tahu apa yang harus dilakukan dan akan menangani
situasi ini dengan efektif. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi
distosia bahu sangat diperlukan.
2. Bersikap relaks. Hal ini akan mengkondisikan penolong untuk
berkonsentrasi dalam menangani situasi gawat darurat secara efektif.
3. Memanggil dokter. Bila bidan masih terus menolong sampai bayi lahir
sebelum dokter dating, maka dokter akan menangani perdarahan yang
mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi.
4. Siapkan peralatan tindakan resusitasi
5. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan
6. Beritahu ibu prosedur yang akan dilakukan.
7. Atur posisi Mc Robert.
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan
selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of
Texas di Houston. Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari
penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen
ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis
pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun
ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk
membebaskan bahu depan yang terhimpit.
8. Cek posisi bahu. Ibu diminta tidak mengejan. Putar bahu menjadi diameter
oblik dari pelvis atau anteroposterior bila melintang. Kelima jari satu
tangan diletakkan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan satunya
pada punggung janin sebelah kiri, perlu tindakan secara hati – hati karena
tindakan ini dapat menyebabkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis.
9. Meminta pendamping persalinan untuk menekan daerah supra punlik
untuk menekan kepala kearah bawah dan luar. Hati – hati dalam
melaksanakan tarikan ke bawah karena dapat menimbulkan kerusakan
pleksus syaraf brakhialis. Cara menekan daerah supra publik dengan cara
kedua tangan saling menumpuk diletakkan diatas simpisis. Selanjutnya
ditekan kea rah luar bawah perut.
10. Bila persalinan belum dilahirkan, istirahat sebentar (sekitar 40-45 detik)
agar anda lebih memahami situasi,mendapat kesempatan, dan sedikit
ruang untuk melahirkan bahu: kosongkan kandung kemih karena dapat
menganggu turunnya bahu, pastikan untuk melakukan atau memperluas
episiotomy, dan melakukan VT untuk mencari kemungkinan adanya
penyebab lain distosia bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan:
Tali pusat pendek, Bertambah besarnya janin pada daerah thorak dan
abdomen oleh karena tumor, lingkaran bandl yang mengindikasikan akan
terjadi rupture uteri, locked twins dan Conjoined twins.
11. Mencoba kembali melahirkan bahu seperti langkah-langkah diatas. Bila
distosia bahu ringan-sedang, janin akan dapat di lahirkan.
12. Maneuver Woods (“Wood crock screw maneuver”)
Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka botol
(corkscrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip skrup wood.
Lakukan pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum
jam, kemudian diputar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu
depan berlawanan arah dengan jarum jam putar 180o. Lakukan gerakan
pemutaran paling sedikit 4 kali, kemudian melahirkan bahu dengan
menekan kepada kearah luar belakang disertai dengan penkanan daerah
supra publik.
13. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
a) Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan
tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah
berikut yaitu :
b) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan
kemudian ditekan ke depan kea rah dada anak. Tindakan ini untuk
melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil
dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis.
Manuver Rubin II
a. Diameter bahu terikat antara kedua tanda panah.
b. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada
anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu
anterior yang terjepit
14. Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janin seperti
langkah 12-13
15. Melahirkan bahu belakang
a. Operator memasukkan tangan ke dalam vagina menyusuri humerus
posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas
didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku
b. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin,
c. Lengan posterior dilahirkan.
16. Kleidotomi: Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula
anterior kea rah SP.
17. Manuver Zavanelli
Manuver Zavanelli: mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak
dilahirkan melalui SC.
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai
dengan PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan
secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.

6. KELAINAN LETAK SUNGSANG


Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan bagian
rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Ada 3 tipe letak sungsang, yaitu:
1. Presentasi bokong murni (frank breech, 50-70%). Pada presentasi akibat
ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya
terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada
pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
2. Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech, 5-10%). Pada
presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki.
3. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or
footling, 10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya
terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat
ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua
kaki.
Frekuensi letak sungsang murni lebih tinggi pada kehamilan muda di
bandingkan kehamilan tuda dan multigravida lebih banyak dibandingkan
dengan primigravida.

Penyebab
Factor predisposisi dari letak sungsang adalah :
1. Prematuritas karena bentuk Rahim relative kurang lonjong
2. Air ketuban masih banyak dan kepal anak realtif besar
3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul
4. Kelainan bentuk kepala: hydrocephalus, anencephalus, karena kepala
kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul
5. Fiksasi kepala pada pitnu atas panggu tidak baik atau tidak ada, misalnya
pada panggu sempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor-tumor pelvis dan
lain-lain
6. Janin mudah bergerak, seperti pada hidramnion, multipara
7. Gemeli (kehamilan ganda)
8. Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri
9. Janin sudah lama mati
10. Sebab yang tidak di ketahui

Diagnosis
1. Palpasi: pemeriksaan leopold di bagian bawah teraba bagian yang kurang
keras dan kurang bundar (bokong), sementara di fundus teraba bagian
yang keras, bundar dan melenting (kepala), dan punggung teraba di kiri
atau kanan.
2. Auskultasi: DJJ (denyut jantung janin) paling jelas terdengar pada tempat
yang lebih tinggi dari pusat.
3. Pemeriksaan foto rontgen, USG, dan Foto Sinar X: bayangan kepala di
fundus
4. Pemeriksaan dalam: Dapat diraba os sacrum, tuber ischis, dan anus,
kadang-kadang kaki (pada letak kaki). Bedakan antara:
a. Lubang kecil – mengisap
b. Tulang (-) – Rahang Mulut
c. Isap (-) Anus – Lidah
d. Mekoneum (+)
e. Tumit – Jari panjang
f. Sudut 90 derajat Kaki – Tidak rata Tangan siku
g. Rata jari – jari – Patella (-)
h. Patella Lutut
i. Poplitea
Bahaya persalinan sungsang dapat disimpulkan sebagai berikut
a. Anoksia intra dan ekstra uterin
b. Perdarahan intracranial
c. Fraktur dan dislokasi
d. Kerusakan otot dan syaraf terutama pada otot sterno mastoid dan
fleksus brachialis
e. Rupture organ abdomen
f. Oedem genital dan memar atau lecet akibat capformation
g. Kejadian anomaly kongenital tinggi pada bayi dengan presentasi atau
letak sungsang dan terutama pada BBLR

Prinsip Dasar Persalinan Sungsang


1. Persalinan Pervaginam
a. Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri. Cara ini disebut bracht
b. Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian
dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong
c. Ekstraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan
seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
2. Persalinan perabdominan (section caesaria)
Prosesur persalinan sungsang secara spontan (spontan Bracht).
1. Tahap pertama: mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase
yang tidak berbahaya
2. Tahap cepat: dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala
janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit
3. Tahap lama: lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala
keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang
tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-
lahan untuk menghindari pendarahan intra kranial (adanya tentorium
cerebellum).
Teknik Persalinan
1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cuman piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat
bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin
intramuskulus. Dilakukan episiotomi.
3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkeram dengan cara bracht,
yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan
jari – jari lain memegang panggul
4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan
terlebih dahulu
5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi
gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin di dekatkan ke perut ibu,
gerakan ini disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan
dengan hiperlordosis, seorang asisten melakukan ekspresikriste Iler.
Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat
diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan
menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak terjadi lengan menjungkit
6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut- turut pusar, perut, bahu,
lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala
7. Janin yang baru lahir diletakkan di perut ibu
Keuntungan:
a. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga
mengurangi infeksi
b. Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada
janin
Kerugian :
a. Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin
besar, jalan lahir kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit
atau menunjuk
Prosedur Manual Aid (partial Breech Extraction)
Indikasi: jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya
terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan:
1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu
sendiri
2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan
cara klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (veit Smellie), wajouk,
wid and martin winctel, prague terbalik, cunan piper.

Cara klasik :
1. Prinsip – prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena
lengan belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum).

Anda mungkin juga menyukai