KONSEP DASAR
A. Pengertian
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang.
Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah
ramus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu
depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan
tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan distosia
bahu (Sarwono, 2002).
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya
bahu merupakan bagian terendah janin(Sarwono, 2002).
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang
lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala
janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin
dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang( dorsoposterior), di atas
(dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior), (Sarwono, 2005).
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam,
yaitu:
1. Menurut letak kepala terbagi atas;
a. LLi I : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
b. LLi II : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
2. Menurut posisi punggung terbagi atas;
a. Dorso anterior : Apabila posisi punggung janin berada di
depan.
b. Dorso posterior : Apabila posisi punggung janin berada di
belakang.
c. Dorso superior : Apabila posisi punggung janin berada di atas.
d. Dorso inferior : Apabila posisi punggung janin berada di
bawah.
B. Etiologi
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding
abdomen akibat multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan
hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil atau sudah mati, plasenta previa, uterus
abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar, dan lumbal
scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala
ke dalam rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah panggul dapat
pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut. Distosia bahu juga
disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita
dengan paritas empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali
lipat dibanding wanita nullipara.
C. Patofisiologi
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung
menyebabkan uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi
sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan
terjadinya posisi obliq atau melintang.
Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan
berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak
lintang (Harry Oxorn William R. Forte. 2010)
D. Manifestasi Klinis
1. Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan fundus
uteri membentang sedikit diatas umbilikus.
2. Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai dengan umur
kehamilan.
3. Pada palpasi :
a. Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri
b. Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu fosa iliaka dan
bokong pada fosa iliaka yang lain.
c. Leopold 3 & 4 memberikan hasil negative
4. Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior
suatu dataran keras terletak melintang dibagian depan perut ibu. Pada
punggung posterior bagian kecil dapat ditemukan pada tempat yang
sama.
5. Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilicus
E. Penatalaksanaan
1. Sewaktu Hamil
Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar.
Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada
tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa,
sebab dapat membahayakan janin meskipun versi luar berhasil, janin
mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar
kembali ibu dianjurkan untuk menggunakan korset, dan dilakukan
pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin
2. Sewaktu Partus
Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak
lintang janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih
kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan
36 sampai 38 minggu, bagian terendah belum masuk atau masih dapat
dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat lahir pervagina. Pada seseorang
primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan
seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan – pertimbangan
sebagai berikut : bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks
dengan baik, sehingga pada seorang primgravida kala I menjadi lama
dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap, tidak ada bagian janin
yang menahan tekanan intra – uteri pada waktu his, maka lebih sering
terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat
mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli, dan pada primigravida
versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung
kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin
tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan di awasi sampai pembukaan
serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama
menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang
wanita tersebut bangun dan meneran. Apabila ketuban pecah sebelum
pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera
dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada
prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu
sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau
mengakhiri persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan
dapat diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah
pembukaan berlangsung dengan lancer atau tidak. Versi ekstraksi
dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi
pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada
letak lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan rupture uteri,
sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea
dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per
vaginam dengan dekapitasi atau embriotomi.
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)
Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit,
PAP, PBP, dan kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada
kehamilan 8 bulan atau lebih.
2. Pemeriksaan dalam (VT)
Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;
Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan.
Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada
dengan klavikula.
Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil
dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat
pecah.
G. Pathways
Refleksi dinding abdomen
yang menggantung
Terjadi posisi
melintang/obliq
SC Ansietas Normal
Post SC Panggul
sempit,
janin besar
Resiko Nyeri Resiko
infeksi kekurangan
volume cairan VE
Resiko
Resiko cidera
cidera
terhadap janin
maternal
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien
apakah lemah, pucat, atau baik.
b. Pemeriksaan TTV
Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh
mencapai 140/90 mmHg dan tidak boleh kurang dari 90/50
mmHg.
Nadi ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
Suhu ; suhu normal 360C-370C
Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering
ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan
sesak nafas karena usus-usus tertekan oleh uterus yang
membesar kea rah diafragma, sehingga diafragma kurang
leluasa bergerak.
c. Berat badan dan tinggi badan
Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5
kg setiap minggu setelah kehamilan trimester I dan berat badan
dalam trimester II tidak boleh lebih dari 1 kg setiap minggunya
atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat badan seluruhnya pada
wanita hamil normalnya 6,5-16 kg.
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145
cm, kemungkinan panggul sempit perlu diperhatikan.
2. Pemeriksaan obstetric
a. Inspeksi
Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau
merah, adanya oedema.
Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam,
kolostrum.
Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada
letak lintang membesar ke samping), striae gravidarum,
atau bekas luka.
b. Palpasi
Leopod I
Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa
dari janin yang terdapat dalam fundus. Sifat kepala ialah
keras, bundar dan kurang melenting. Pada letak lintang
fundus uteri kosong.
Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian
ekstremitas. Kadang-kadang di samping terdapat kepala
atau bokong pada letak lintang.
Leopod III
Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah
bagian bawah janin sudah masuk PAP atau belum.
Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah
dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c. Auskultasi
Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan
normal atau tidak. Normalnya 120-160 kali/menit.
Pemeriksaannya dapat menggunakan leaneq atau dopler.
Analisa data
Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas
2. Resiko infeksi
3. Nyeri
4. Resiko kekurangan volume cairan
5. Resiko cedera maternal
6. Resiko cidera terhadap janin
Intervensi keperawatan