Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI SECTIO CAESAREA DENGAN LETAK LINTANG


DI RUANG WIDYA RS. CIREMAI

Disusun Oleh
Nama : DWI AGUSTIN RONIMUS
NIM : CKR017018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KAMPUS 2 RS CIREMAI
2019/2020
A. KONSEP DASAR
I. Definisi Penyakit
Sectio Caesarea (SC)
Sectio Caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomendan
uterus yang masih utuh dengan berat janin lebih dari 1000 gram atau umur
kehamilan >28 minggu (Manuaba, 2012). Sectio Caesarea merupakan tindakan
melahirkan bayi melalui insisi (sayatan) didepan uterus dan merupakan tindakan
paling umum untuk melahirkan bayi, tetapi masih merupakan prosedur operasi
besar, dilakukan pada ibu dalam keadaan sadar kecuali dalam keadaan darurat
(Hartono, 2014).
Letak lintang
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada
umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan
bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan
(dorsoanterior), di belakang( dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), di bawah
(dorsoinferior), (Sarwono, 2005).

II. Etiologi
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen
akibat multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang
terlalu kecil atau sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit,
hidramnion, kehamilan kembar, dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang
dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya
tumor di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang
tersebut. Distosia bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke
dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan
paritas empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding
wanita nullipara.
III. Manifestasi Klinis
1. Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan fundus
uteri membentang sedikit diatas umbilikus.
2. Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai dengan umur
kehamilan.
3. Pada palpasi :
a. Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri
b. Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu fosa iliaka dan
bokong pada fosa iliaka yang lain.
c. Leopold 3 & 4 memberikan hasil negative
4. Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior
suatu dataran keras terletak melintang dibagian depan perut ibu. Pada
punggung posterior bagian kecil dapat ditemukan pada tempat yang
sama.
5. Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilicus
IV. Penatalaksanaan
1. Sewaktu Hamil
Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan
janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk
mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan untuk menggunakan korset, dan
dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin
2. Sewaktu Partus
Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak lintang janin
menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan
ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, bagian
terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat
lahir pervagina.
Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera
dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan – pertimbangan
sebagai berikut : bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik,
sehingga pada seorang primgravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks
sukar menjadi lengkap, tidak ada bagian janin yang menahan tekanan intra – uteri
pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan
serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli, dan
pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada
beberapa faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak
didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu
dan di awasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi
ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan
melarang wanita tersebut bangun dan meneran.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus
funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak
ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri
persalinan dengan seksio sesarea.
Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk beberapa waktu guna
mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancer atau tidak. Versi
ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi
pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak
lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila
janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan
pada janin yang sudah mati dilahirkan per vaginam dengan dekapitasi atau
embriotomi.

V. Patofisiologi
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan
uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi
menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang.
Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan berpindahnya
kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak lintang (Harry Oxorn
William R. Forte. 2010)
VI. Pathways

Refleksi dinding abdomen


yang menggantung

Uterus beralih kedepan

Menimbulkan defleksi sumbu


memanjang bayi menjauhi jalan lahir

Terjadi posisi
melintang

Ansietas SC Normal

Post SC Panggul
sempit,
janin besar
Resiko Gangguan Nyeri
Infeksi Akut
Mobilitas VE
fisik
Resiko cidera Resiko cidera
maternal terhadap janin

Bagian 2.1 Patway


Manuaba,Ida Ayu Chandranita 2012
VII.Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)
Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP,
dan kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan
atau lebih.
2. Pemeriksaan dalam (VT)
Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;
a. Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan.
b. Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
c. Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada
dengan klavikula.
d. Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil
dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban
cepat pecah.

B. Pengkajian
I. Wawancara
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien apakah
lemah, pucat, atau baik.
b. Pemeriksaan TTV
1. Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh
mencapai 140/90 mmHg dan tidak boleh kurang dari 90/50 mmHg.
2. Nadi ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
3. Suhu ; suhu normal 360C-370C
4. Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena usus-
usus tertekan oleh uterus yang membesar kearah diafragma, sehingga
diafragma kurang leluasa bergerak.
5. Berat badan dan tinggi badan
Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap
minggu setelah kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak
boleh lebih dari 1 kg setiap minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat
badan seluruhnya pada wanita hamil normalnya 6,5-16 kg.
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm,
kemungkinan panggul sempit perlu diperhatikan.
II. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1. Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya
oedema.
2. Mamae ; puting menonjol atau tidak, areola menghitam, kolostrum.
3. Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada letak lintang
membesar ke samping), striae gravidarum, atau bekas luka.
b. Palpasi
1. Leopod I
Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin
yang terdapat dalam fundus. Sifat kepala ialah keras, bundar dan
kurang melenting. Pada letak lintang fundus uteri kosong.
2. Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas.
Kadang-kadang di samping terdapat kepala atau bokong pada letak
lintang.
3. Leopod III
Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah
janin sudah masuk PAP atau belum.
4. Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa
masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c. Auskultasi
Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau
tidak. Normalnya 120-160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat
menggunakan Laenec atau Doppler.
III. Analisa Data
Data Subjektif :
1. Klien mengatakan nyeri di bagian perut pasca operasi persalinan (skala 6)
dari rentang 1-10
2. - Klien mengatakan tidak mampu untuk melakukan aktivitas seperti biasa
- Klien mengatakan belum mampu untuk berjalan dan duduk terlalu lama
3. Klien mengatakan luka pasca operasi masih basah
Data Objektif :
1. - Klien nampak meringis saat bergerak
-Nyeri tekan pada luka bekas operasi
-Terdapat luka jahitan di abdomen yang tertutup verban +-10cm
TD:120/90mmHg
N:95x/menit
RR:20x/menit
S:36,20C
SPO2:98%
2. -Klien tampak lemah
-Klien tampak dibantu keluarga dalam bergerak
- Tampak aktivitas klien terbatas
3. luka pasca operasi masih belum kering
C. Diagnosa Keperawatan yang Maungkin Muncul
1. Nyeri akut b.d Agen Injuri (Trauma Pembedahan)
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Post Op SC
3. Resiko Infeksi b.d trauma jaringan (Luka Post Op SC)
D. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Evaluasi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah 1. Monitor TTV 1. Memantau S:-klien
berhubungan dilakukan 2. Kaji kondisi nyeri perkembangan mengatakan
dengan agen asuahan yang dialami perubahan sedini nyeri
injuri fisik kepearawatan klien mungkin. berkurang
(Trauma selama 2x24 3. Terangkan nyeri 2. Pengukuran nilai (skala nyeri
Pembedahan) jam Klien dapat yang diderita ambang nyeri 3)
beradaptasi klien dan dapat dilakukan TTV dalam
dengan nyeri penyebabnya dengan skala batas normal
yang dialami 4. Kolaborasi maupun diskeipsi TD:120/90mm
Kriteria hasil: pemberian 3. Meningkatkan Hg
1. Klien analgetik koping klien dalam N :95x/mtn
mengungka 5. Monitor keadaan melakukan R : 20x/mnt
pkan nyeri luka post operasi guidance S: 36,20C
ilang 6. Kaji keadaan mengatasi nyeri O:-klien tampak
/berkurang umum 4. Mengurangi lebih nyaman
2. Tampak perdarahan terjadinya nyeri - Wajah tidak
rileks pervagina. dapat dilakukan tampak
3. Mampu dengan meringis
istirahat pemberiann A:Masalah
dengan analgetika oral sebagian
tepat. maupun sistemik teratasi
dalam spectrum P:Lanjutkan
luas intervensi
2. Gangguan Setelah 1. Manajemen 1. Klien merasa S:Klien
Mobilitas fisik dilakukan Lingkung nyaman mengatakan
b.d Post Op SC tindakan Manajemen nyeri 2. Dapat bergerak sudah bisa
keperawatan 2. Terapi aktifitas walaupun dibantu. bergerak
selama 2x24 3. Pencegahan jatuh walaupun
jam diharapkan 4. Melibatkan dibantu.
klien dapat : keluarga dalam O:Klien bisa
1. Bergerak memenuhi bergerak
walaupun aktifitas walaupun
dibantu 5. Melatih klien sedikit demi
keluarga mobilitas sedini sedikit
ataupun mungkin A:Masalah
perawat 6. Anjurkan klien teratasi
2. Bisa miring untuk P:Intevensi
ke kanan dan menghindari selesai
ke kiri aktifitas yang
berlebihan
3. Resiko Infeksi Setelah 1. Kontrol infeksi 1. Belum S: Klien
b.d trauma dilakukan 2. Ajarkan klien dan mengatakan
jaringan (luka asuhan keluarga luka sudah
post op SC keperawatan mengetahui tanda mulai kering
3x24 jam dan gejala infeksi dan tidak ada
diharapkan klien 3. Ajarkan cara tanda infeksi
dapat : menghindari O: Luka sudah
1. Klien bebas infeksi terlihat
dari tanda kering dan
dan gejala tidak ada
infeksi tanda infeksi.
2. Membahas A: Masalah
perilaku teratasi
hidup sehat sebagian
P: Intervensi
dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2012. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencan
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Martohoesodo, S dan Hariadi, R. 1999. Letak serta Bentuk Janin dalam Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Mochtar, D. 1998. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri :
Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi 2ndeds. EGC. Jakarta.
Prawiroharjo, Sarwono, 2000. Pelayanan Kebidanan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Wiknjosastro Hanifa. Pengantar Ilmu Kebidanan, 2002. Jakarta :
Yayasan Pustaka.
Sarwono Wiknjosastro Hanifa. Pengantar Ilmu Kebidanan, 2005. Jakarta :
Yayasan Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai