Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PELANGGARAN HAM BERAT ATAS KAUM MUSLIM ROHINGYA DI


MYANMAR
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah: Kewarganegaraan
Dosen: Kapten Arh Dulkadir, S.H., M.H., M.Sc.

Nama : Gita Anggi Siti Nurwulandari


Program : S1 Keperawatan

ILMU KEPERAWATAN
KAMPUS 2
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi
keguruan. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya
akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.
Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, 3 Januari 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
2.1 Kronologis dan Penyebab Pembantain Kaum Muslim Rohingya Di Myanmar
Pada Tahun 2012..............................................................................................3
2.2 Upaya Penyelesaian Kasus Etnis Rohingya di Myanmar atas Pelanggaran
HAM Berat berdasarkan Hukum Internasional................................................6
2.3 Hambatan Kasus Etnis Rohingya.....................................................................8
BAB III PENUTUP............................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak dahulu kala manusia telah mengalami berbagai macam kejadian yang
dapat berpengaruh pada diri mereka. Tidak jarang setiap peristiwa yang dialami tidak
sesuai atau berlawanan dengan harkat martabat manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan
seperti adanya penindasan, penganiyayaan dan perbudakan yang dapat melanggar hak
manusia sebagai makluk hidup. Semakin berkembangnya pola pikir masyarakat pada
waktu itu, banyak orang yang menginginkan setiap haknya sebagai manusia dapat
terpenuhi dan tidak saja melakukan kewajiban. Kebanyakan orang yang menginkan
hak-haknya terpenuhi adalah dari masyarakat golongan menengah sampai bawah.
Seperti yang terjadi di benua Eropa dengan dibuatnya Magna Charta yaitu perjanjian
antara John dari Inggris yang dipaksa harus menghormati dan mengakui hak-hak kaum
bangsawan karena telah membantu mendanai dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
biaya perang. “Hak-hak yang harus dihormati raja seperti hak sipil dan politik yang
mendasar contohnya hak diperiksa dimuka hakim (habeas copus).”Kemudian penobatan
raja berdasarkan keturunan mulai diperdebatkan karena dianggap pengangkatan raja
berdasarkan keturunan bisa menyebabkan raja bertindak sewenang-wenang terhadap
rakyatnya dan tidak sesuai dengan keinginan masyarakat pada waktu itu.
Hak Azasi Manusia yang memiliki sejarah yang panjang tersebut ternyata tidak
dijadikan suatu pedoman ataupun pelajaran terhadap tindakan masyarakat pada zaman
dewasa ini. Masih banyak tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok tertentu yang bertentangan dengan HAM. Padahal sudah ada peraturan atau
hukum yang jelas mengenai HAM tersebut. Banyak oknum-oknum tertentu yang
sengaja menutup-nutupi kasus pelanggaran HAM yang telah mereka perbuat dengan
alasan keamanan dan kepentingan mereka masing-masing. Pelanggaran HAM dapat
terjadi dimana saja termasuk di ASEAN. Dinegara-negara ASEAN juga pernah
mengalami suatu peristiwa yang bertentangan dengan HAM salah satunya adalah
peristiwa pembantaian kaum Muslim Rohingya di Myanmar. Tentu saja kasus ini
menggemparkan dunia khususnya negara-negara ASEAN. Dimana pada saat itu
Myanmar berusaha untuk menata kembali negaranya namun terjadi konflik sosial
dimana konflik tersebut terdapat pelanggaran HAM didalamnya. Dengan adanya hal
tersebut saya tertarik untuk mengambil kasus Rohingya ini dalam makalah saya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa kronologis dan penyebab terjadinya peristiwa Rohingya di Myanmar pada
tahun 2012?
2. Bagaimana upaya penyelesaian kasus Etnis Rohingya di Myanmar atas
pelanggaran HAM Berat berdasarkan hukum internasional?
3. Bagaimana hambatan kasus Etnis Rohingya?

2
BAB II
PEMBAHASAN

Sebelum masuk ke pokok pembahasan saya akan menjelaskan tentang HAM itu
sendiri. Banyak ahli yang mendefinisikan arti HAM salah satunya adalah adalah David
P Forsythe. David P Forsythe mengatahan bahwa “Human Rights are widely considered
to be those fundamental moral rights of the person that are necessary for a life with
human dignity”. Namun ada juga menurut UU no.39 tahun 1999 menyatakan bahwa
HAM adalah seperangkat hak yang melekat kepada hakekatnya dan keberadaan
manusia sebagai makluk Tuhan YME dan merupakan anugerah yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM pada zaman sekarang ini dibedakan menjadi 3 yaitu generasi pertama,
kedua dan ketiga. “Generasi pertama berisi tentang hak sipil dan politik yang berusaha
dijunjung tinggi oleh masyarakat barat khususnya eropa. Yang kedua adalah kebebasan
ekonomi, sosial dan budaya yang dijunjung tinggi oleh negara-negara komunis pada
saat perang dingin (1945-awal tahun 1970an) dan yang ketiga adalah hak atas
perdamaian dan pembangunan yang berusaha ditegakan oleh negara-negara dibenua
ketiga kebanyakan negara-negara Afrika.”
Ada 4 hal penting yang terdapat dalam HAM yang pertama adalah HAM bersifat
melekat pada manusia, kedua HAM merupakan anugerah tuhan, ketiga HAM wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintahan dan setiap
orang dan yang terakhir adalah HAM bertujuan memberikan perlindungan kehormatan,
harkat dan martabatnya sebagai manusia. Jadi intinya adalah HAM sangat melekat pada
setiap manusia dan sesama manusia kita harus saling menghormati hak-hak orang lain.
Dari penjelasan tersebut saya akan membahas kasus Rohingya yang terjadi di Myanmar.
2.1 Kronologis dan Penyebab Pembantain Kaum Muslim Rohingya Di Myanmar
Pada Tahun 2012
Sebenarnya kasus kekerasan yang berdasarkan etnis dan agama sudah lama
terjadi di Myanmar sejak zaman penjajahan dahulu. Dimulai pada tahun 1784 M dimana
sebenarnya daerah Arakan salah satu distrik atau wilayah di Myanmar diduduki oleh
kaum Muslim. Pendudukan ini sudah berlangsung sejak lama namun datanglah kerajaan
Budha yang berkoalisi menyerang pemukiman kaum Muslim di wilayah tersebut.
Banyak harta benda kaum muslim dirampas, rumah mereka dibakar dan para kaun
Muslim tersebut diusir dari daerah tersebut. Kemudian pada tahun 1824 Inggris

3
menduduki wilayah Arakan, agar Inggris dapat merebut wilayah Arakan ini dengan
mudah dan tidak membuang-buang tenaga maka pihak Inggris kembali memperalat
umat Budha yang berada di Myanmar. Pemerintahan kolonial Inggris mempersenjatai
dan menyuruh Kaum Budha tersebut untuk menyerang dan merebut daerah Arakan
dimana masih ada pemukiman orang-orang Muslim yang tinggal disitu. Dengan adanya
hal tersebut banyak korban kaum muslimin yang berjatuhan dan ada juga dari mereka
yang mengungsi atau pergi ketempat lain. Setelah Inggris berhasil dengan rencananya
kemudian Inggris menyatukan daerah Arakan ini dengan Myanmar. Pada tahun 1948
Inggris secara sah memberikan kemerdekaan pada negara Myanmar dan mengajak
semua ras untuk ikut bergabung dalam kemerdekaan ini terkecuali Umat Muslim
Rohingya. Dengan adanya hal tersebut maka Inggris tidak mengakui umat Rohingya
sebagai salah satu etnis yang berada di Myanmar. Kemudian munculah rezim militer
yang dipimpin oleh Ne Win. Selama periode kekuasaan Ne Win banyak kaum Muslim
yang ditindas dan dibunuh. Karena banyaknya dan seringnya penindasan yang dialami
oleh kaum Muslim Rohingya maka mereka memutuskan untuk pergi dari daerah
tersebut. Hal ini terus berlangsung, UNHCR pun mengemukakan bahwa banyak dari
pengungsi kaum Rohingya yang terdiri dari orang tua, wanita dan anak-anak meninggal
dunia karena buruknya kondisi dipengungsian. Masih banyak lagi para kaum Muslim
Rohingya yang mengungsi ke negara-negara sekitar Myanmar.
Perkembangan dibidang teknologi dan informasi membuat kasus ini banyak
diketahui oleh semua orang, puncaknya yaitu pada tahun 2012 yang berawal dari kasus
pemerkosaan dan pembunuhan gadis budha berusia dibawah 30 tahun oleh tiga orang
laki-laki keturunan India Muslim. Diketahui nama gadis itu Ma Thida Htwe. Saat
perjalanan pulang dari kerja gadis itu ditikam dari belakang oleh salah satu dari ketiga
pria tersebut yang bernama Htet Htet alias Rawshi. Tersangka Rawshi mengaku
perbuatanya disengaja dan sudah direncanakan dengan kedua orang temannya yang
bernama Rawphi dan Khochi. Tersangka Rawshi sadah mengincar gadis ini sekian lama
dan tahu rutinitas sehari-hari gadis tersebut. Tersangka juga tahu jalan mana yang
dilewati setiap hari oleh gadis tersebut setelah pulang kerja. Pada saat gadis tersebut
berjalan melewati hutan karet, tersangka yang bernama Rawshi sudah menunggu diatas
pohon.
“Dengan tiba-tiba Rawshi menyergap gadis tersebut dan diperkosa secara
bergiliran. Setelah itu ketiga tersangka tersebut menggorok leher gadis tersebut dan
tidak lupa membawa perhiasan yang berada ditubuh korban. Setelah dimintai
keterangan oleh pihak yang berwajib salah satu tersangka yang bernama Rawshi
4
mengatakan bahwa tindakan yang dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan juga untuk biaya menikah.” Kemudian ketiga tersangka tersebut ditahan, namun
tidak lama setelah penahanan ketiga tersangka tersebut kepolisian setempat didatangai
warga yang berjumlah lumayan banyak dan meminta ketiga tersangka tersebut untuk
diserahkan kepada warga. Tentu saja pihak kepolisian tidak setuju atas permintaan
warga tersebut dan terjadilah keributan antara polisi dengan warga namun keributan
tersebut dapat diredam. Setelah warga gagal dalam untuk meminta polisi menyerahkan
ketiga tersangka tersebut lalu warga menuju kantor pemerintahaan untuk mendapatkan
penjelasan dan klarifikasi terhadat tersangka dan kasus tersebut. Kemudian para warga
mendapakatkan jawaban dan klarifikasi dari pemerintahaan setempat kemudian warga
pulang dan membubarkan diri. Peristiwa tidak berhenti sampai disini namun sudah
menjalar dan menyebar kemasyarakat
“Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada tanggal
28 Mei, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association,
Taunggup, membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada penduduk
lokal di tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan
memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa
dengan keji wanita Rakhine. Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang
berisikan orang Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan
berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal lalu memerintahkan bus
untuk berangkat ke Yangon dengan segera. Bus berisi penuh sesak oleh penumpang.
Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di
persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di sana
dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan
itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus juga hancur.”
“Konflik sejak insiden 10 orang Muslim terbunuh terus memanas di kawasan
Arrakan, Burma, muslim Rohingya menjadi sasaran. Seperti dilansir media Al-Jazeera,
Hal ini dipicu juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama, yaitu perseteruan
antara kelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama Buddha.
Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ditambah lagi agama
yang berbeda. Dari laporan berbagai berita sampai saat ini sejak insiden tersebut sudah
terjadi tragedi pembantaian etnis Rohingya (yang notabene beragama Islam) lebih dari
6000 orang.” Ini merupakan masalah serius yang harus dihadapi oleh pemerintahaan
Myanmar karena peristiwa ini sangan bertentangan dengan HAM yaitu hak hidup dan
hak mendapatkan keamanan maupun keamanan yang telah dilanggar di Myanmar.
5
Pemerintahaan Myanmar harus segera cepat dalam menangani kasus ini agar tidak
mendapatkan sanksi yang berat dari PBB.
Dari adanya peristiwa ini banyak kaum Rohingya yang mencoba melarikan diri
secara illegal ke negara lain khususnya negara-negara di ASEAN termasuk Indonesia.
Di Indonesia sendiri imigran gelap Rohingnya banyak ditemukan didaerah yang
memiliki kaum muslim yang banyak dan budaya islam yang cukup kuat seperti di Aceh
dan juga di daerah yang dekat dengan atau berbatasan langsung dengan negara ASEAN
lainnya dam memiliki akses transportasi yang mudah seperti di Medan dan Riau. Saran
saya bagi kasus Rohingnya ini adalah pemimpin ataupun presiden Myanmar harus dapat
meyakinkan masyarakatnya kalau keberagaman adalah sesuatu yang indah atau
mengedepankan pluralisme dan harus ditetapkannya atau diputuskannya hukum yang
tegas dalam menangani kasus etnis ini agar ada rasa jera bagi pelanggarnya.
2.2 Upaya Penyelesaian Kasus Etnis Rohingya di Myanmar atas Pelanggaran
HAM Berat berdasarkan Hukum Internasional
Dalam pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dijelaskan bahwa untuk
menyelesaikan kasus seharusnya menggunakan cara diplomasi terlebih dahulu
sebelum ke ranah hukum. Hal tersebut berbunyi sebagai berikut :
Ayat 1, Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika
berlangsung secara terus menerus mungkin membahayakan
pemeliharaan perdamaian dan keamanan nasional, pertama-tama harus
mencari penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan,
mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui
badan-badan atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan cara
damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.
Ayat 2, Bila dianggap perlu, Dewan Keamanan meminta kepada pihak-pihak
bersangkutan untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara-cara
yang serupa itu.
Adapun bentuk-bentuk mekanisme diplomasi yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan kasus yang terjadi di Myanmar ialah dengan menggunakan Mediasi.
Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melalui perundingan yang diikutsertakan
pihak ketiga sebagai penengah. Pihak ketiga disini disebut sebagai mediator. Mediator
disini tidak hanya negara tetapi dapat individu, organisasi internasional dan lain
sebagainya. Mengenai kasus yang terjadi pada etnis rohingya, PBB dapat sebagai
mediator untuk menengahi para pihak yang bersengketa (etnis rohingya dengan
pemerintah Myanmar dan penduduk warga negara Myanmar). Serta PBB dapat
6
membantu memberikan usulan-usulan bagi para pihak untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi tanpa adanya salah satu pihak yang dirugikan.
Dalam menyikapi kasus yang terjadi di Myanmar terhadap etnis rohingya, PBB
memang telah mengecam keras kepada pemerintah Myanmar untuk segera mengakhiri
kekerasan yang terjadi. Namun, hal tersebut tidak ditanggapi dengan baik oleh
pemerintah Myanmar dan hingga saat ini masih belum ada upaya penyelesaian. Jika
dalam menggunakan cara mediasi sudah digunakan oleh negara dalam mengakhiri
permasalahan yang terjadi, namun masih belum dapat menyelesaikan masalah yang
terjadi dengan hal ini kasus yang terjadi dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB
untuk diselesaikan menggunakan cara melalui Mahkamah Pidana Internasional
(International Criminal Court).
Dengan memperhatikan empat yurisdiksi pada ICC yaitu :
1. Rationae materiae : kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan seperti genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi, seperti
yang dijelaskan dalam pasal 5-8 Statuta Roma tahun 1998. Berkaitan dengan kasus
yang terjadi bahwa yang dialami oleh etnis rohingya merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan.
2. Rationae personae : berdasarkan pasal 25 Statuta Roma tahun 1998, ICC hanya
mengadili individu tanpa memandang apakah ia merupakan seorang pejabat negara
dan sebagainya. Berkaitan dengan kasus yang terjadi di Myanmar maka disini yang
bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan adalah individu.
3. Ratione loci : ICC dapat mengadili kasus-kasus yang terjadi di negara peserta dimana
menjadi lokasi tempat terjadinya kejahatan hal ini diatur dalam pasal 12 Statuta
Roma tahun 1998.
4. Ratione temporis : berdasarkan pada pasal 11 statuta roma tahun 1998, bahwa ICC
hanya dapat mengadili kejahatan yang dilakukan setelah tanggal 1 Juli 2002.
Berkaitan dengan kasus yang terjadi di Myanmar bahwa kejahatan yang terjadi
sesudah tanggal tersebut.
Walaupun negara Myanmar bukan negara peserta yang meratifikasi mahkamah
pidana internasional, tetapi bukan berarti kejahatan yang terjadi terhadap etnis rohingya
tidak dapat diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional. Karena semua warga
negara berada dibawah yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam salah satu
kondisi antara lain : kesatu, negara dimana tempat lokasi kejadian ia telah meratifikasi
perjanjian mahkamah pidana internasional; kedua, negara tersebut telah mengakui
yurisdiksi mahkamah pidana internasional dalam dasar ad hoc; ketiga, Dewan
7
Keamanan PBB menyampaikan kasus yang terjadi ke mahkamah pidana internasional.
Jadi, kasus tersebut dapat diadili menggunakan ICC.
2.3 Hambatan Kasus Etnis Rohingya
Alasan Keberlakuan Perlindungan Hukum Internasional Terhadap Etnis Rohingya
Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar kepada etnis
ronghingya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang pengusiran secara paksa,
pengusiran secara paksa disini dengan melakukan Tindakan-tindakan sistematis sebagai
berikut :
1. Etnis rohingya tidak diakui kewarganegaraannya sebagai warga negara
Myanmar
Pada prinsipnya setiap negara bebas untuk menentukan seseorang
termasuk warga negaranya atau tidak. Terdapat asas yang dapat digunakan oleh
negara untuk menentukan termasuk warga negaranya atau tidak, yaitu: Asas Ius
Soli adalah kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan dari tempat
kelahirannya dan Asas Ius Sanguinis adalah kewarganegaraan seseorang
ditentukan berdasarkan dari keturunannya atau orang tuanya.
Terdapat suatu konvensi internasional yang menjelaskan bahwa
seseorang dapat dicabut dari kewarganegaraannya karena adanya berbagai
alasan, konvensi tersebut ialah Konvensi tentang Pengurangan Penduduk yang
Tidak Memiliki Kewarganegaraan 1961. Penjelasan dalam konvensi tersebut
yang penulis tuliskan dalam paraphrase adalah sebagai berikut:
Pasal 7 ayat 4, seseorang yang dinaturalisasi dapat kehilangan
kewarganegaraannya dengan alasan bertempat tinggal di negara
lain dalam jangka waktu tidak kurang dari tujuh tahun berturut-
turut. Ketentuan ini ditetapkan oleh Undang-undang negara yang
bersangkutan, jika ia gagal untuk menyatakan kepada penguasa
yang tepat untuk keinginannya tetap menjadi warga negaranya.
Pasal 8 ayat 2b, kewarganegaraan yang sudah diperoleh dengan
perwakilan yang salah atau dengan penipuan;
Pasal 8 ayat 3a, orang itu tidak konsisten dengan kewajibannya untuk
setia pada negara dengan cara tidak mempedulikan larangan
yang melarang pemberian layanan atau bekerja pada negara lain
atau dengan cara yang sangat berbahaya untuk kepentingan vital
negaranya;

8
Pasal 8 ayat 3b, orang itu telah bersumpah atau membuat pernyataan
yang formal tentang kesetiaan kepada negara lainnya atau telah
memberikan suatu bukti yang pasti bahwa ia meninggalkan
kesetiaannya kepada negaranya;
Selain dari alasan-alasan tersebut, seseorang tidak dapat diambil atau dicabut dari
kewarganegaraannya.
Mengenai kewarganegaraan bahwa Pasal 15 ayat 1 Universal Declaration of
Human Right dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan. Pada
kasus ini yang terjadi bahwa etnis rohingya tidak diakui kewarganegaraannya oleh
pemerintah Myanmar, hal ini terlihat dari perkataan Presiden Myanmar Thein Sein yang
mengatakan bahwa “rohingya are not our people and we have no duty to protect them”
dan presiden Thein Sein menginginkan agar sebaiknya etnis rohingya ditampung atau
dikelola saja oleh UNHCR atau negara ketiga yang ingin menampungnya. Jika, dilihat
dalam pasal 3 Burma Citizenship Law 1982 yang dinyatakan sebagai berikut:
“Nationals such as the Kachin, Kayah, Karen, Chin, Burman, Mon, Rakhine or
Shan and ethnic groups as have settled in any of the territories included within
the state as their permanent home from period anterior to 1185 B.C., 1823 A.D.
are Burma Citizens.”
Sebenarnya etnis rohingya termasuk dalam kewarganegaraan Myanmar, karena etnis
rohingya sudah menduduki wilayah Myanmar pada abad ke 7. Hal ini tentunya
didukung dengan sejarah sebelum Arakan diduduki oleh raja Burma yang bernama
Bodaw Paya pada tahun 1748 terdapat kehadiran kesultanan muslim di Arakan tahun
1430, kesultanan muslim ini telah berkuasa selama kurang lebih 350 tahun.10 Pada
tahun 1824 Inggris mengokupasi Arakan dan menempatkan Arakan di bawah India,
kemudian pada tahun 1937 Arakan berpisah dengan India dan tahun 1948 Arakan
bergabung dengan Burma.
Walaupun Arakan diakui sebagai wilayah Myanmar tetapi dalam kenyataannya pada
pasal 4 Burma Citizenship Law 1982 menyatakan bahwa etnis nasional ditentukan oleh
dewan negara sehingga berdasarkan pasal tersebut etnis rohingya kehilangan status
sebagai warga negara Myanmar. Selain itu, jika pemerintah Myanmar mencabut
kewarganegaraan etnis rohingya karena alasan perbedaan agama, bahasa, etnis dan itu
tidak sesuai dengan alasan pencabutankewarganegaraan yang telah disebutkan diatas
maka alasan ini sangatlah diskriminatif dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam hukum
internasional.

9
2. Adanya larangan untuk berpraktek agama
Pasal 18 Universal Declaration of Human Right dijelaskan bahwa setiap
individu mempunyai hak kebebasan untuk beragama, yang berbunyi sebagai
berikut:
“setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama,
dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan,
dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan
cara mengajarkannya, melakukakannya, beribadah dan menaatinya, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum
maupun sendiri”
Selain itu terdapat Deklarasi mengenai Hak-hak Penduduk yang termasuk
Kelompok Minoritas berdasarkan Kewarganegaraan, Etnis, Agama, dan Bahasa 1992,
dalam deklarasi ini menjelaskan mengenai perlindungan negara terhadap eksistensi dan
identitas kebangsaan, suku bangsa, budaya, agama dan kaum minoritas serta hak-hak
bagi kaum minoritas. Hak-hak tersebut adalah hak untuk memeluk dan menjalankan
agama secara bebas, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan agama mereka, hak
untuk mendirikan dan memelihara hubungan yang melewati batas negara secara bebas
dan damai dengan anggota lain yang berasal dari kelompok mereka dan orang-orang
yang termasuk dalam kelompok minoritas lainnya yang mempunyai ikatan agama
dengan mereka, orang yang termasuk dalam kaum minoritas dapat melaksanakan hak-
hak mereka tanpa diskriminasi.
Namun, pada kasus ini etnis rohingya tidak diberikan kebebasan dalam
menjalankan ibadahnya, ini terlihat bahwa yang terjadi pada awal bulan Juni 2012
hampir semua masjid di ibu kota Arakan yaitu Sittwe/Akyab telah dihancurkan atau
dibakar, banyak masjid dan madrasah di Muangdaw dan Akyab yang ditutup dan
muslim tidak boleh beribadah di dalamnya. Jika ada yang melanggar atau mencoba
untuk sholat akan ditangkap dan dihukum.16 Selain itu adanya larangan untuk
merenovasi masjid manapun dan larangan untuk membangun masjid yang baru.
3. Adanya perlakuan diskriminasi terhadap etnis rohingya
Dalam konvensi-konvensi internasional seperti konvensi internasional tentang
penghapusan semua bentuk diskriminasi rasial tahun 1965 dan konvensi internasional
tentang hak-hak sipil dan politik tahun 1966 memberikan perlindungan untuk kebebasan
tanpa adanya diskriminasi. Pasal 5 dalam konvensi internasional tentang penghapusan
semua bentuk diskriminasi rasial tahun 1965, yang berbunyi sebagai berikut:

10
Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dasar yang dicantumkan dalam pasal 2
Konvensi ini, negara-negara pihak melarang dan menghapuskan semua bentuk
diskriminasi rasial serta menjamin hak setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit,
asal bangsa dan suku bangsa, untuk diperlukan sama di depan hukum, terutama untuk
menikmati hak dibawah ini:
i. Hak untuk diperlakukan dengan sama di depan pengadilan dan badan- badan
peradilan lain;
ii. Hak untuk rasa aman dan hak atas perlindungan oleh negara dari kekerasan
dan kerusakan tubuh, baik yang dilakukan aparat pemerintah maupun suatu
kelompok atau lembaga;
iii. Hak politik, khususnya hak ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih
dan dipilih atas dasar hak pilih yang universal dan sama, ikut serta dalam
pemerintahan maupun pelaksanaan maslah umum pada tingkat manapun, dan
untuk memperoleh kesempatan yang sama atas pelayanan umum;
iv. Hak sipil lainnya, khususnya;
(i) Hak untuk bebas berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah
negara yang bersangkutan;
(ii) Hak untuk meninggalkan suatu negara, termasuk negaranya sendiri,
dan kembali ke negaranya sendiri;
(iii) Hak untuk memiliki kewarganegaraan;
(iv) Hak untuk menikah dan memilih teman hidup;
(v) Hak untuk memiliki kekayaan baik atas nama sendiri ataupun
bersama dengan orang lain;
(vi) Hak waris;
(vii) Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama;
(viii) Hak untuk berpendapat dan menyampaikan pendapat;
(ix) Hak berkumpul dan berserikat secara bebas dan damai;
v. Hak ekonomi, sosial, dan budaya, khususnya :
(i) Hak untuk bekerja, memilih pekerjaan secara bebas, mendapatkan
kondisi kerja yang adil dan memuaskan, memperoleh perlindungan
dari pengangguran, mendapat upah yang layak sesuai pekerjaannya,
memperoleh gaji yang adil dan menguntungkan;
(ii) Hak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja;
(iii) Hak atas perumahan;

11
(iv) Hak untuk mendapat pelayanan kesehatan, perawatan medis,
jaminan sosial dan pelayanan-pelayanan sosial;
(v) Hak atas pendidikan dan pelatihan;
(vi) Hak untuk berpartisipasi yang sama dalam kegiatan kebudayaan;
(vii) Hak untuk dapat memasuki suatu tempat atau pelayanan manapun
yang dimaksudkan untuk digunakan masyarakat umum, seperti
transportasi, hotel, restoran, warung kopi, teater, dan taman.
Dan Pasal 27 Kovenan internasional tentang Hak-hak sipil dan Politik 1966 berbunyi
sebagai berikut:
“Di negara-negara di mana terdapat golongan minoritas berdasarkan etnis, agama atau
bahasa, orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok minoritas tersebut
tidak dapat diingkari haknya, dalam komunitas bersama anggota lain dalam
kelompoknya, untuk menikmati budayanya sendiri, untuk menjalankan dan
mengamalkan agama mereka sendiri, atau untuk menggunakan bahasa mereka sendiri.”
Pada kasus ini yang terjadi pemerintah Myanmar mengeluarkan kebijakan
“burmanisasi” dan “budhanisasi”. Walaupun dalam negara Myanmar terdapat berbagai
etnis minoritas yang beragama selain budha, tetapi etnis tersebut masih diakui sebagai
warga negara Myanmar sedangkan etnis rohingya tidak diakui sebagai warga negara
Myanmar. Hal tersebut dikarenakan adanya alasan bahwa etnis rohingya adalah umat
muslim dan identitas mereka seperti ciri fisik dan bahasa dianggap berbeda dengan
mayoritas penduduk di Myanmar. Selain hal tersebut adanya pembatasan atas
pernikahan dimana etnis rohingya ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
mendapatkan ijin menikah, adanya pembatasan dalam hal mendapatkan pekerjaan,
adanya pembatasan dalam hal mendapatkan pendidikan dimana dalam hal ini telah
menyebabkan 80% etnis rohingya buta huruf. Berdasarkan kasus tersebut maka
pemerintah Myanmar telah tidak menaati prinsip larangan diskriminasi dimana prinsip
ini adalah adanya larangan untuk memberikan perbedaan perlakuan yang didasarkan
karena perbedaan agama, warna kulit, bahasa dan lain sebagainya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan tentang kasus Rohingya diatas saya dapat menarik kesimpulan
bahwa kasus Rohingya ini adalah kasus pelanggaran HAM berat karena telah merebut
Hak hidup seseorang. Dimana hak hidup merupakan hak paling mendasar yang dimiliki
setiap manusiaa sebagai ciptaan Tuhan YME. Tidk hanya hak hidup yang dilanggar
namun hak kekayaan, hak memeluk suatu kepercayaan dan hak untuk mendapatkan
hidup yang aman pun telah dilanggar. Dengan begitu banyaknya pelaanggaran HAM
yang telah dilakukan sewajarnya jika kasus tersebut harus diselesaikan dengan cepat
agar tidak trejadi pelanggaran HAM yang lainnya. Indonesia sebagai salah satu negara
yang menjujung tinggi ditegakannya HAM juga berkewajiban dalam menyelesaikan
masalah tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Miriam, Budiardjo. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
http://luar-negeri.kompasiana.com/2012/07/29/inilah-kronologis-lengkap-pemicu-
tragedi-rohingya-481586.html (Online, diakses tanggal 9 November 2013 jam 11.03
WIB)
http://setkab.go.id/artikel-5309-.html (Online, diakses tanggal 9 November 2013 jam
12. 37 WIB)
http://www.pariamantoday.com/2012/07/tragedi-memilukan-muslim-myanmar-
dan.html (Online, diakses tanggal 9 November 2013 jam 12.43 WIB)
http://hankam.kompasiana.com/2012/08/21/indonesia-kunci-penyelesaian-rohingya-
487060.html (Online, diakses tanggal 9 November 2013 jam 12.43 WIB)
http://www.voaindonesia.com/content/wawancara-voa-dengan-ketua-pmi-jusuf-kalla-
mengenai-pengungsi-rohingya/1484904.html (Online, diakses tanggal 10 November
2013 jam 13.05 WIB)
http://www.tempo.co/read/news/2012/07/29/118419936/Indonesia-Didesak-Selesaikan-
Masalah-Rohingya (Online, diakses tanggal 11 November 2013 jam 12.55 WIB )
http://news.detik.com/read/2013/05/31/115344/2261317/1148/pbb-kecam-larangan-
bagi-muslim-rohingya-miliki-lebih-dari-2-anak (Online, diakses tanggal 10 November
2013 Jam 14.08 WIB)
http://www.antaranews.com/berita/367342/pbb-khawatir-konflik-rohingya-meluas-ke-
asean (Online, diakses tanggal 10 November 2013 jam 14.16 WIB)

14

Anda mungkin juga menyukai