OLEH
KELOMPOK 4
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas Berkat rahmat dan
hidayah-nya makalah yang berjudul “Makalah Deteksi Dini Gangguan Jiwa” ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dikarenakan kurangnya pengalaman dan keterbatasan ilmu
pengetahuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami menerima kritik dan saran yang membantu
dalam menyempurnakan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bimbingan, dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini, kami mengucapkan
terimakasih sebanyak-banyaknya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkat dan rahmatnya atas bantuan
yang telah diberikan kepada kami dalam penyusunan makalah ini, akhirnya semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan mental merupakan hal sama pentingnya dengan kesehatan fisik bagi
manusia. Dengan sehatnya mental seseorang maka aspek kehidupan yang lain dalam
dirinya akan bekerja secara lebih maksimal. Kondisi mental yang sehat tidak dapat
terlepas dari kondisi kesehatan fisik yang baik.
Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan kondisi di mana individu
terbebas dari segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi dimana individu dapat berfungsi
secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri
untuk menghadapi masalah-masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya.
Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari
individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres
kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta
berperan serta di komunitasnya.
Untuk menghindari terjadinya sakit mental tersebut, maka perlu
upaya sedini mungkin untuk mengenal kondisi mental, maka dari itu harap diketahui
faktor-faktor yang menimbulkan gangguan mental dan gejala-gejalanya sebagai
bentuk deteksi diagnosis.
Tujuan deteksi dini ialah untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman serta perhatian terhadap kondisi psikologis, yakni kondisi
mental dan jiwa spiritual yang ada dalam diri individu untuk menghindari
dan menanggulangi akan terjadinya gangguan-gangguan jiwa (mental).
Deteksi dini juga sebagai bentuk preventive (pencegahan) sejak
awal terhadap indikasi-indikasi akan terjadinya gangguan mental dan
kejiwaan. Karena manusia hidup itu memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap relasi dalam berhubungan, baik yang berkaitan individu dengan
Tuhannya, individu dengan dirinya sendiri, keluarganya, lingkungannya
sosialnya dan lingkungan alam sekitarnya.
1
Deteksi dini terhadap gangguan mental juga memberikan manfaat
yaitu mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh serta perasaan
sesuai dengan penerimaan diri (self acceptance), membantu memahami
tingkah laku manusia dan membantu manusia untuk memperoleh kepuasan pribadi,
dan dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat serta membantu
individu untuk hidup seimbang dalam berbagai aspek, fisik, mental dan sosial.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari dekteksi dini gamgguan jiwa?
2. Apa saja tujuan dari deteksi dini gangguan jiwa?
3. Apa saja manfaat dari deteksi dini?
4. Bagaimana cara pengobatan gangguan jiwa?
5. Apa saja gejala dan cara mendeteksi gangguan jiwa?
6. Bagaimana deteksi kesehatan jiwa selama masa pandemi covid?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari deteksi dini gangguan jiwa.
2. Untuk mengetahui tujuan dari deteksi dini gangguan jiwa.
3. Untuk mengetahui manfaat dari deteksi dini.
4. Untuk mengetahui cara pengobatan gangguan jiwa.
5. Untuk mengetahui gejala dan cara mendeteksi gangguan jiwa.
6. Untuk mengetahui deteksi kesehatan jiwa selama masa pandemi covid.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Deteksi dini adalah upaya awal mengenali masalah kesehatan jiwa, gejala atau
faktor penyebab yang dapat mengakibatkan jiwa terganggu. Deteksi dini adalah usaha-
usaha untuk mengetahui ada tidaknya kelainan atau kerusakan fisik atau gangguan
perkembangan mental atau perilaku anak yang menyebabkan kecacatan secara dini
dengan menggunakan metode perkembangan anak.
Gangguan jiwa atau mental adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang
karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan
dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin 2001).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada
individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
3
C. Manfaat Deteksi Dini
Manfaat deteksi dini terhadap gangguan mental (Adz-Dzaky, 2001) yaitu :
1. Menumbuhkan sikap secara merata baik terhadap perasaannya sendiri.
2. Mendukung memaklumi tindakan seseorang dan mendukung memenuhi
kepuasannya.
3. Mendukung seseorang dalam memenuhi hidup yang sehat terhadap tiap aspek.
4
untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional
sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik
dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dsbnya. Psikoterapi perilaku dimaksudkan
untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang
mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan
penderita dan keluarganya.
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita
selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarmaka.
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan
jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama
berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian
kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
5. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan
kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga
(institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program
rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok,
menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa
olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi,
dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan.
Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum
penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat penderita akan di
kembalikan ke keluarga dan masyarakat.
5
E. Gejala Dan Cara Mendeteksi Gangguan Jiwa.
Secara umum masyarakat kita masih minim pengetahuan tentang tanda dan gejala
gangguan jiwa, hal ini diperburuk juga oleh pengaruh stigma negatif terkait sosial budaya
yang menganggap penderita gangguan jiwa adalah aib memalukan bagi keluarga, akibat
kutukan, terkait dengan hal mistis, misalnya kesurupan, dan sebagainya.
Untuk menghindari terjadinya gangguan jiwa tersebut, maka diperlukan upaya
sedini mungkin untuk mengenali kondisi mental, maka dari itu harap diketahui gejala-
gejalanya sebagai bentuk deteksi diagnosis. Deteksi yang biasa dilakukan ialah
mengenali gejala-gejala abnormalitas (ketidakwajaran) pada mental atau pada jiwa.
Pendekatan diagnosis ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekalutan mental yang
lebih parah yang dapat merusak kepribadian. Hal tersebut dapat membantu individu
dalam mengembangkan cara berfikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku yang baik
dan benar, sehingga eksistensi seseorang bisa diterima dan diakui dalam lingkungan
sosialnya sebagai sosok insan yang sehat secara sempurna.
Gangguan / Penyakit Jiwa bisa diobati secara medis. Gangguan jiwa jenisnya
sangat beragam, tapi setidaknya ada beberapa gejala umum yang bisa dijadikan panduan
bagi masyarakat awam untuk mengetahuinya, dan selanjutnya menjadi alasan untuk
sesegera mungkin berobat ke pelayanan medis atau rumah sakit. Karena penemuan gejala
sejak dini dan berobat lebih awal hasilnya jelas lebih baik.
Gejala gangguan jiwa secara umum sebagai berikut :
1. Adanya ketidaksesuaian antara pikiran, perasaan dan tindakan
2. Hilangnya semangat hidup berkepanjangan
3. Sering bicara / tertawa / menangis sendiri
4. Cara berfikir yang aneh dan tidak wajar
5. Mempunyai keyakinan yang tidak masuk akal
6. Rasa takut, cemas yang berlebihan
7. Perasaan curiga berlebihan dan tidak wajar
8. Tidak mampu merawat diri
9. Menarik diri dari lingkungan social
10. Merasa tidak berguna, rendah diri
11. Mengungkapkan keinginan untuk bunuh diri
6
12. Bertindak dan berperilaku aneh
13. Menggangu / membahayakan lingkungan
14. Berbicara tidak jelas, tidak “nyambung”
15. Keluyuran tak jelas arah dan tujuan
16. Perubahan alam perasaan yang sangat ekstrim dari sedih ke gembira, atau
sebaliknya
17. Gagasan dan cara berfikir yang aneh dan tidak wajar
Dengan memahami gejala dini tersebut, semoga masyarakat bisa secara dini
memahami, dan mampu mendeteksi gejala awal penyakit jiwa di masyarakat, dan apabila
menemukannya segera berobat ke pelayanan medis.
Gangguan jiwa bisa menyerang siapa saja tanpa memandang latar belakang dan
status ekonomi serta pendidikannya. Gangguan jiwa terjadi melalui suatu proses yang
terjadi beberapa waktu sebelumnya, bisa cepat, bisa juga lebih lambat.
Menurut Psikiater dr. Lahargo Kembaren, SpKJ yang juga Kepala Instalasi
Rehabilitasi Psikososial RS.dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor dan RS Siloam Bogor,
gangguan jiwa membuat seseorang menjadi terganggu fungsi dan produktivitasnya dan
ini bisa mengganggu juga keluarga dan masyarakat. Orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ) tidak bisa sekolah, kuliah dan bekerja dengan baik. Fungsi sosial juga menjadi
terganggu, ODGJ tidak mampu berinteraksi dengan sekitarnya dengan baik. Kemampuan
fokus, konsentrasi, atensi, memori, memutuskan untuk bertindak, kemampuan
berkomunikasi, fungsi gerakan juga terganggu sehingga fungsi dan produktivitas menjadi
terganggu.
7
Sehingga, dr. Lahargo menegaskan dengan melakukan deteksi dini dan
penanganan yang baik maka gangguan jiwa dapat cepat dipulihkan dan tidak menjadi
makin berat. Deteksi dini gangguan jiwa dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit,
psikiater, psikolog, perawat jiwa dan di rumah sakit jiwa. Apabila dideteksi dengan lebih
cepat maka gangguan jiwa akan lebih mudah diterapi, diobati sehingga yang
bersangkutan dapat pulih dan produktif kembali.
Deteksi gangguan jiwa sejak dini juga penting, karena penyebab orang terserang
gangguan jiwa ini multikompleks dan tidak melulu karena kejadian traumatis.
Penyebabnya tidak berdiri sendiri meski biasanya disebabkan oleh situasi sosial serta
kelainan dalam tubuh yang menyebabkan gangguan jiwa muncul. Berikut ini cara deteksi
gangguan jiwa yang bisa dilakukan, yaitu:
8
gangguan mental yang diidap serinci mungkin. Selain gejala mental, dokter perlu
menilai apakah ada gejala fisik yang dirasakan pasien.
2. Observasi Status Mental
Tidak hanya dengan wawancara, deteksi gangguan jiwa bisa dilakukan
dengan mengamati kondisi pasien saat melakukan wawancara. Beberapa hal yang
diamati, antara lain:
a. Penampilan seperti melalui pakaian, apakan sesuai dengan situasi, usia, dan
jenis kelamin pasien. Bisa juga melalui gerak tubuh, apakah ia terlihat
cemas atau mungkin tidak fokus.
b. Sikap pasien kepada psikiater. Observasi bisa dilihat dari ekspresi serta
respon dalam menjawab pertanyaan.
c. Mood dan afeksi. Di observasi dari adanya peningkatan atau depresi
suasana hati. Bentuk paling ekstrim dari kegembiraan (mania) atau depresi
(melankolis)
d. Pola bicara. Bisa meliputi volume suara dan intonasi selama wawancara,
kualitas dan kuantitas pembicaraan, kecepatan berbicara, serta bagaimana
pasien merespons pertanyaan wawancara, apakah pasien hanya menjawab
sekadarnya atau bercerita panjang lebar.
e. Hal-hal yang diperiksa dari proses berpikir pasien yaitu hubungan antara
pembicaraan, apakah pasien sering mengganti topik pembicaraan, atau
apakah pasien berbicara dengan kata-kata yang tidak lazim dan tidak bisa
dimengerti. Persepsi dan daya tanggap pasien terhadap kenyataan atau
apakah pasien memiliki halusinasi atau waham (delusi) juga diperiksa.
f. Konten atau isi pikiran. Pemeriksaan konten pikiran pasien bisa dilihat dari
orientasi pasien, kesadaran, kemampuan menulis, membaca, dan
mengingat. Bisa juga observasi apakah pasien memiliki keinginan
membunuh atau bunuh diri, fobia, obsesi, pemahaman diri sendiri,
pertimbangan (judgement), impulsivitas, serta keandalan (reliability).
3. Pemeriksaan Penunjang dan Psikotes
Jika tahap wawancara dan observasi dirasa kurang membantu dalam
proses deteksi gangguan jiwa, maka bisa dilakukan pemeriksaan penunjang. Ini
9
bertujuan membantu psikiater menentukan diagnosis. Pemeriksaan penunjang ini
dapat berupa pemeriksaan darah dan urine di laboratorium atau dengan
pencitraan, misalnya CT scan dan MRI otak.
Psikotes juga bisa dilakukan sebagai pemeriksaan tahap lanjut.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengevaluasi lebih dalam fungsi mental dan hal
spesifik terkait kejiwaan pasien, seperti tipe kepribadian, tingkat kecerdasan (IQ),
dan kecerdasan emosional (EQ) pasien.
10
menggunakan dengan tidur,
instrumen menggunakan kehilangan
deteksi dini instrumen selera makan
SRQ 20/ SRQ deteksi dini dan perubahan
29 yang SRQ20/ SRQ yang ekstrim
hasilnya 29 yang dari perilaku
kemudian hasilnya keseharian;
dibaca oleh kemudian b. Mengenali
tenaga medis, dibaca oleh perilaku reaktif
terutama pada tenaga medis, anak/remaja
populasi terutama pada misal perilaku
berisiko populasi marah yang
masalah berisiko berlebihan,
kesehatan jiwa; masalah menggunakan
2. Anak kesehatan jiwa; gadget terlalu
c) Mengenali 2. Anak lama, dan
tanda dan c) Mengenali lainlain;
gejala masalah tanda dan c. Skrining
kejiwaan dan gejala masalah dengan
psikososial kejiwaan dan menggunakan
yang psikososial instrumen
sebelumnya seperti: gelisah, deteksi dini
tidak ada pada sedih, bosan, SDQ dan
anak, seperti: mudah anamnesis
gelisah, sedih, tersinggung, dengan
bosan, mudah ketakutan, pendekatan
tersinggung, konflik dengan HEADSSS
ketakutan, orang d. Bila ditemukan
konflik dengan tua/saudara, tanda dan
orang insomnia, gejala, dapat
tua/saudara, perilaku dilakukan
11
insomnia, antisosial, konsultasi dan
perilaku cemas; tidak pemeriksaan
antisosial, dapat tidur atau lebih lanjut
cemas; tidak terlalu banyak oleh tenaga
dapat tidur atau tidur, kesehatan
terlalu banyak kehilangan profesional di
tidur, selera makan RS
kehilangan dan perubahan e. RS/ RSJ
selera makan yang ekstrim memfasilitasi
dan perubahan dari perilaku agar anak tetap
yang ekstrim keseharian; terkoneksi
dari perilaku d) Mengenali dengan
keseharian; perilaku reaktif orangtua/
d) Mengenali anak/remaja pengasuh/
perilaku reaktif misal perilaku pendamping/
anak/remaja marah yang teman sebaya
misal perilaku berlebihan, melalui sarana
marah yang menggunakan daring
berlebihan, gadget terlalu f. Deteksi adanya
menggunakan lama, dan lain- gejala stres
gadget terlalu lain; pada anak dan
lama, dan lain- e) Bila ditemukan remaja dan
lain tanda dan penanganannya
e) Bila ditemukan gejala, orang selama di RS
tanda dan tua/ pengasuh/ dan saat setelah
gejala, orang pendamping dipulangkan
tua/ pengasuh/ dapat
pendamping berkonsultasi
dapat ke petugas Pelaksana DKJPS
berkonsultasi puskesmas atau Petugas kesehatan
ke Kader/ tenaga di RS/RSJ:
12
pekerja sosial. profesional, Perawat:
Selanjutnya selanjutnya pengkajian
dapat dirujuk dilakukan kondisi
ke Puskesmas skrining dengan kesehatan jiwa
untuk menggunakan pasien
dilakukan instrumen Dokter
skrining deteksi dini Psikiater
dengan SDQ yang Dokter Anak
menggunakan hasilnya Psikolog:
instrumen kemudian sesuai
deteksi dini dibaca oleh Panduan Layanan
SDQ yang tenaga medis. Psikologi dalam
hasilnya Masa Tanggap
kemudian Puskesmas Darurat COVID-19
dibaca oleh a) Melakukan deteksi
tenaga medis; dini masalah dan
gangguan
kesehatan jiwa dan
Puskesmas psikososial melalui
a) Melakukan deteksi telepon dan atau
dini masalah dan kunjungan rumah;
gangguan b) Kunjungan rumah
kesehatan jiwa dan untuk melakukan
psikososial skrining tanda dan
melalui telepon gejala masalah
dan atau kejiwaan dan
kunjungan rumah; psikososial;
b) Kunjungan rumah c) Puskesmas dapat
untuk melakukan bekerjasama
skrining tanda dan dengan organisasi
gejala masalah profesi
13
kejiwaan dan
psikososial;
c) Puskesmas dapat Pelaksana DKJPS :
bekerjasama Petugas Puskesmas
dengan kader Orang tua /
kesehatan terlatih. Keluarga
Pengasuh /
Pelaksana DKJPS : pendamping
Orang tua Guru
/Keluarga Teman Sebaya
Pengasuh / Pekerja sosial
pendamping Psikolog
Guru Kader kesehatan
Pekerja sosial jiwa
Psikolog
Kader Kesehatan
Jiwa
Petugas
Puskesmas
2. Anak Disablitas Tinggal Di Keluarga, Isolasi di rumah di Isolasi di RS/RSJ
Mental (ODMK, di Panti Orang tua/ panti Orang tua/ a) Mengenali
ODGJ) dan anak pengasuh / pengasuh / tanda dan
berkebutuhan pendamping: pendamping diberi gejala
khusus a) Mengenali tanda penyuluhan deteksi kekambuhan
dan gejala dini : dan/ atau
kekambuhan dan/ a) Mengenali tanda perburukan
atau perburukan dan gejala kondisi;
kondisi; kekambuhan dan/ b) Bila ditemukan
b) Memastikan atau perburukan tanda dan
ketersediaan obat kondisi; gejala, dapat
14
dan minum obat b) Memastikan dilakukan
secara teratur ketersediaan obat konsultasi dan
c) Konsultasi jarak dan minum obat pemeriksaan
jauh ke tenaga secara teratur lebih lanjut
profesional terkait c) Konsultasi jarak oleh tenaga
poin jauh ke tenaga kesehatan
profesional terkait profesional di
Pelaksana DKJPS: poin RS;
Puskesmas c) RS/
Orang tua/ Pelaksana DKJPS: RSJmemfasilit
pendamping Puskesmas asi agar anak
Orang tua/ tetap
pendamping/ terkoneksi
pengasuh/ Guru dengan
orangtua/
pengasuh/
pendamping/
teman sebaya
melalui sarana
daring;
d) Deteksi adanya
gejala stres
pada anak dan
remaja dan
penangananny
a selama di RS
dan saat
setelah
dipulangkan.
Pelaksana DKJPS
15
Petugas kesehatan
di RS:
Perawat:
pengkajian
kondisi
kesehatan jiwa
pasien;
Dokter;
Dokter Anak;
Psikiater;
Psikolog:
sesuai
Panduan Layanan
Psikologi dalam
Masa Tanggap
Darurat
Di dalam studi kesehatan jiwa anak dan remaja, instrument skrining memegang
peranan penting di dalam mengukur tipe problem psikososial dan kekuatan yang dapat
diidentifikasi dari seberapa berat permasalahan bila ditemukan. The Strengths and
Difficulties Questionnaire (SDQ) dari Goodman (1997) merupakan satu dari ada banyak
instrumen skrining yang digunakan untuk tujuan tersebut dan sudah tersedia versi bahasa
Indonesia. SDQ bisa digunakan pada anak berusia 4-16 tahun. SDQ digunakan untuk
menilai kesehatan jiwa anak dan dapat diisi oleh anak dan dewasa muda atau oleh orang
tua, maupun guru/caregiver. SDQ ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk di
dalam melakukan penilaian klinis, evaluasi outcome, penelitian, dan klinis.
16
Hasil studi ini sudah cukup baik, karena selain pengetahuan terdapat komponen
peningkatan keterampilan yang ingin dicapai untuk menguasai tingkat kemampuan
17
tersebut selain diperlukan pengetahuan dasar tentang manifestasi gangguan jiwa pada
anak dan remaja, baru dapat melakukan identifikasi hingga deteksi dini bila ada
gangguan jiwa pada anak. Untuk dapat mencapai kemampuan tersebut secara optimal
biasanya memerlukan beberapa kali pelatihan. Pada kuesioner yang dibagikan untuk
mengukur peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta memberikan 12 buah
pertanyaan, tingkat pengetahuan diwakili oleh pertanyaan nomor 1-9 dan keterampilan
identifikasi dan deteksi dini gangguan jiwa anak dan remaja diwakili oleh pertanyaan
nomor 10-12.
Kuesioner SDG terdiri dari 25 item pertanyaan yang dibagi menjadi 5 skala yang
digunakan mengukur gejala emosi, conduct problems, hiperaktivitas-inatensi, problem
teman sebaya, dan perilaku prososial (SDQ, 2021). Pada saat penyuluhan dan pelatihan
para peserta diberikan pengetahuan dasar dan keterampilan di dalam menggunakan
instrument SDQ agar dapat melakukan deteksi dini kelainan jiwa pada anak dan remaja.
Menyadari adanya peningkatan gangguan jiwa pada anak dan remaja pada masa Pandemi
COVID-19, Word Health Organization (WHO) mengeluarkan panduan berkaitan dengan
kesehatan jiwa anak dan remaja yang diperlukan selama masa pandemi COVID-19.
WHO merekomendasikan orang tua memberikan informasi yang konstruktif tentang
pandemi sesuai dengan tingkat kematangan dan anak dan kemampuan mereka dalam
memahami permasalahan. Orang tua diharapkan membantu merencanakan tugas anak
yang dapat dijalankan satu demi satu, melibatkan anak dalam berbagai aktivitis rumah
(Kartini, 2021), memberikan edukasi tentang protokol kesehatan dan sosial distancing
(WHO, 2020b). Anak dihimbau tetap melakukan sosialisasi dengan teman-teman melalui
forum digital di bawah supervisi orang dewasa (WHO, 2020a).
Program peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam deteksi dini kelainan
jiwa pada anak dan remaja sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan agar dapat
menghasilkan hasil yang optimal. Diperlukan adanya perubahan kebijakan dalam
penanganan kesehatan jiwa anak dan remaja pada masa pandemi COVID-19 (Moreno et
al., 2020). Untuk itu diperlukan kerjasama dari semua pihak baik orang tua, guru,
caregiver dan semua pihak yang terkait agar dapat memahami dan menjalankan perannya
masing-masing guna meningkatkan kesehatan jiwa anak dan remaja pada masa pandemi
COVID-19.
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari materi di atas dapat disimpulkan bahwa:
Kesehatan mental merupakan hal sama pentingnya dengan kesehatan fisik bagi manusia.
Dengan sehatnya mental seseorang maka aspek kehidupan yang lain dalam dirinya akan
bekerja secara lebih maksimal. Kondisi mental yang sehat tidak dapat terlepas dari kondisi
kesehatan fisik yang baik.
Deteksi dini adalah upaya awal mengenali masalah kesehatan jiwa, gejala atau faktor
penyebab yang dapat mengakibatkan jiwa terganggu. Deteksi dini adalah usaha-usaha untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan atau kerusakan fisik atau gangguan perkembangan mental
atau perilaku anak yang menyebabkan kecacatan secara dini dengan menggunakan metode
perkembangan anak.
B. SARAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20