Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 3


BLOK SISTEM REPRODUKSI II

DISUSUN OLEH :

Nama : Astrid Cinthara Paramita Duarsa

Kelas/Kelompok : B/SGD 11

NIM : 019.06.0010

Tutor : dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya dan
dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD (Small Group Discussion)
LBM 3 yang berjudul “Kedua Kakiku Bengkak” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa (LBM) 3 yang berjudul
“Kedua Kakiku Bengkak” meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka
dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Nurkomariah Zulhijjah, S.Ked sebagai dosen fasilitator SGD 11 yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami dalam
berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk menyusun makalah ini,
maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Mataram, 7 Juli 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Skenario : KEDUA KAKIKU BENGKAK

Seorang wanita berusia 35 tahun G3P2A0 dengan umur kehamilan 36 minggu dibawa ke
puskesmas oleh suaminya dengan keluhan sakit kepala sejak 3 hari yang lalu. Semakin hari
keluhan dirasakan semakin sering muncul. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya bengkak
dan penglihatannya kadang-kadang kabur.

Pada saat dilakukan pemeriksaan, didapatkan TD 160/100 mmHG dan pitting edema (+) pada
kedua kaki. Dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang pada pasien tersebut untuk
menegakkan diagnosis dan menentukan penatalaksanaan.

Deskripsi Masalah

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri
uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa
arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam Iapisan
otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebur sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan iumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penunrnan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling
arteri spiralis".

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arreri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling
arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menunrn, dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang
dapar. menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.

Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema. Akibat
spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat
berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan
dan ablasio retinae (retinal detachment). Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau
kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada
muka dan tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan
yang cepat
BAB II

PEMBAHASAN

Adaptasi Persalinan

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya "hasil konsepsi" yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat meiindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua
ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri
uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa
arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam Iapisan
otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebur sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan iumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penunrnan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling
arteri spiralis".

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter,
berani pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menirnbulkan respons vasokonstriksi. Pada
kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah
akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.

Diagnosis Banding

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis seteiah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.

2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria

3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-keiang dan atau koma.

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai


tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

5. Hipertensi gestasional (disebur juga transient hypertension) adalah hipertensi yang


timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia retapi tanpa proteinuria.

Penegakan Diagnosis

Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Tekanan darah
ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah
baring. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif. Oliguria, yaitu
produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam. Kenaikan kadar kreatinin plasma. Gangguan visus
dan serebral: penunrnan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur. Nyeri
epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson).
Edema pam-paru dan sianosis. Hemolisis mikroangiopatik. Trombositopenia berat: < 100.000
sel/mml arau penunlnan trombosit dengan cepat. Gangguan fungsi hepar (kerusakan
hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartatr aminotransferase. Pertumbuhan janin
intrauterine yang terhambat, adanya sindrom HELLP. Preeklampsia berat dengan impending
eclampsia. Disebut impending eckmpsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif
berupa nyeri kepala hebat, gang guan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan
progresif tekanan darah.

Epidemiologi Pre Eklampsia

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyuiit kehamilan dan merupakan salah satu
dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortaiitas dan
morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh
etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non
medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami
oieh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan rentang pengelolaan hipertensi dalam
kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik bais di pusat maupun di
daerah.

Etiologi dan Faktor Resiko Pre Eklampsia

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.

1. Primigravida, primiparernims.

2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops


fetalis, bayi besar

3. Umur yang ekstrim

4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia

5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Obesitas

Patofisiologi Pre Eklampsia

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini beium diketahui dengan jelas. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, terapi tidak ada satu pun
teori tersebut yang dianggap mutlak benar.

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri
uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa
arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam Iapisan
otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebur sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan iumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penunrnan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling
arteri spiralis".

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arreri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling
arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menunrn, dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang
dapar. menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas. Sebagaimana dijelaskan pada teori
invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri
spiralis", dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses
norrnal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam
darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut "roxaemia".

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam iemak tidak
.ienuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan
merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang
bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan. Pada hipertensi dalam
kehamilan telah terbukd bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat,
sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipenensi dalam kehamilan menurun, sehingga
terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh
rubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sei endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan
dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangar renran terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang
kerusakannya dimulai daii membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh strukrur sel endotel.
Keadaan ini disebut "disfungsi endotel" (mdothelial dysfunaion). Pada wakru terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi; Gangguan
metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi
prostaglandin, yaitu menumnnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel
trombosit ini adalah untuk menutup tempar-tempat di lapisan endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar
prostasiklin (lebih tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar trombok san iebih tinggi
dari kadar prosmsiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerwlar endotbeliosis). Peningkatan
permeabilitas kapilar. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat. Peningkatan
faktor koagulasi.

3. Teori Intoleransi Immunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
terbukti dengan fakta sebagai berikut. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipenensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang
kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat
kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya "hasil konsepsi" yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat meiindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua
ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
;'aringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan rcrjadrnya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasila. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia.

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yarrg mempunyai kecenderungan teriadi
preekiampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah di banding pada
normotensif.

4. Teori adaptasi kardioavaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter,
berani pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menirnbulkan respons vasokonstriksi. Pada
kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah
akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vaso konstriktor,
dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vaso presor. Artinya, daya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang shingga pembuluh darah menjadi
sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada rrimester I (penama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipenensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh
minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih me nentukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan de ngan genotipe
janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia,26 % anak perempuannya
akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8 o/o anak menantu mengalami
preeklampsia.

6. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di
Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum
pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba suiit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan
perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi
risiko preeklampsia.

Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan
atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil
sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai
alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium
pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan
membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu
hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14 %
sedang yang diberi glukosa 17 %.

7. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta
juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas,
akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas
wa.jar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apop tosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif,
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel
trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif
akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding
reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel,
dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.

Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris
trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leuko sit yang sangat
tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari
proses inflamasi intravaskular pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.

Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia.

1. Volume plasma

Pada hamil nomal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut hipervolemia), guna
memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkaan tertinggi volume plasma pada hamil
normal terjadi pada umur kehamilan32 - 34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas
pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30 % - 40 "h drbanding hamil
normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi
hipertensi. Volume plasma yang menumn memberi dampak yang luas pada organ-organ
penting.

Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan banyak.
Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu persalinan.
Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.

2. Hipertensi

Hipenensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam


kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik,
menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular
dimulai umur kehamilan 20 ming gu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II.
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian
normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus
preeklampsia be rat kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2 - 4 minggu
pascapersalinan.

Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer, dan
viskositas darah. Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran
tekanan darah > 140/90 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya
suara Korotkoffs pbase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi,
karena batas tekanan diastolik 90 mmHg yang disenai proteinuria, mempunyai korelasi dengan
kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan
darah diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sebagai kriteria
diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada. Mean Arterial Blood Pressure (MAP) tidak
berkorelasi dengan besaran proteinuria. MAP jarang dipakai oleh sebagian besar klinisi karena
kurang praktis dan sering terjadi kesalahan pengukuran. Pengukuran tekanan darah harus
dilakukan secara standar.

3. Proteinuria

Bila proteinuria timbul: sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal. tanpa
hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan tanpa kenaikan tekanan
darah diastolik > 90 mmHg, umumnya ditemukan pada infeksi saluran kencing atau anemia.
Jarang ditemukan proteinuria pada tekanan diastolik < 90 mmHg.

Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya


timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria,
karena janin sudah lahir lebih dulu.

Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstik: 100 mg/l atau + 1, sekurang-
kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24
jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria > 300 mg/ 24 jam.

Asam urat serum (uric acid serum): umumnya meningkat > 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan
menuntunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat. Peningkatan asam
urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.

Kreatinin. Sama halnya dengan kadar asam urat semm, kadar kreatinin plasma pada
preeklampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal
menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi
kreatinin, disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma > 7
mglcc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjai.

Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menu mn yang
mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya
oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan pula
berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan intravena hanya karena oliguria tidak
dibenarkan.

4. Elektrolit

Kadar elektrolit rotal menumn pada wakru hamil normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit
total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum banyak, res triksi konsumsi
garam atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik.

Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseim bangan
asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun, disetabkan
timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida.
Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai
dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada
preeklampsia, maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia
tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.

5. Tekanan osmotic koloid plasma/tekanan onkotik

Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menumn pada umur kehamilan 8 minggu. Pada
preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan pe ningkatan
permeabilitas vaskular.

6. Koagulasi dan fibrinolysis

Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia
terjadi trombin III, dan peningkatan fibronektin. trombositopenia, jarang yang berat,
peningkatan FDP, penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin.

7. Viskositas Darah

Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan he matokrit.
Pada preekiampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer
dan menurunnya aliran darah ke organ.

8. Hematokrit

Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi pada
trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematokrit meningkat
karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.

9. Edema

Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai
banyak interpretasi, misalnya 40 % edema dijumpai pada hamil normal, 50 % edema dijumpai
pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80 % edema dijumpai pada kehamilan dengan
hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata,
dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

10. Hematologik

Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbumin emia


hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel
arteriole. Perubahan terscbut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipo volemia,
peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik. Disebut
trombositopenia bila trombosit < 100.000 sel/ml. Hemolisis dapat menimbulkan destruksi
eritrosit.

11. Hepar

Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila teriadi
perdarahan pada sei periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan
enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar disebut subkapsular
hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat
menimbuikan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.

12. Neurologik

Perubahan neurologik dapat berupa: Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga
menimbulkan vasogenik edema. Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi
gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu
kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment). Hiperrefleksi
sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi terjadinya eklampsia.
Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas.
Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri, vaso spasme serebri
dan iskemia serebri. Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.

13. Kardiovaskular

Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkamn cardiac afterload akibat hiper tensi
dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

14. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema paru
dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar
paru, dan menumnnya diuresis. Dalam menangani edema pani, pemasangan Central Venous
Presswre (CVP) tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary
uedge pressure.

15. Janin

Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan
oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta.

Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah: Intrauterine grorwth restriction
(IUGR) dan oligohidramnion. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung
akibat intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pre Eklampsia

Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa:
nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu,
perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

Tata Laksana dan KIE Pre Eklampsia

1. Tata Laksana

Pengelolaan preeklan-rpsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan


hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyuiit organ yang ter libat, dan
saat yang tepat untuk persalinan.

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring miring ke saru sisi (kiri). Perawatan yang pendng pada preeklampsia berat ialah
pengelolaan cairan karena pen derita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas,
tetapi fakror yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary
capillary wedge pressure.

OIeh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui
urin) menjadi sangat penting. Ardnya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairanyang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema pam,
segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 % Ringer-
dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetes an: < 1.25 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5 7o
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60 - 125 cc/jam) 500 cc.

Dipasang Folqt catbeter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila pro duksi urin
< 30 cc/jam dalam 2 - 3 jam arau < 5A0 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam
lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
yang sangar asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

Pemberian obat antikejang ialah MgSO4. Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia
adalah magnesium sulfat (MgSO4+7H2O)7. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan
kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi
kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia. Banyak cara
pemberian Magnesium sulfat.
Magnesium Sulfat

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah Furosemida. Pemberian diuretikum
dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta,
meningkarkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.

Antihipertensi lini pertama Nifedipin Dosis 10 -20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit;
maksimum 120 mg dalam 24 jam. Antihipertensi lini kedua Sodium nitoprusside;0,25 pg
i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 pg i.v./kg/ 5 menit, Diazohside 30 - 60 mg i.v./5 menit;
atau i.v. infus 1O mg/menit/ dititrasi.

Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah: Nifedipin Dosis awal: 1,0 - 20
mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam Nifedipin tidak boleh
diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per
oral. Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralalazin (apresoline)
injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan
refleks takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga mem perbaiki perfusi utero-plasenta.
Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bloker, non selektif B bloker. Obat-
obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah klonidine
(Catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc.

Pada preeklampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel
kiri akibat peningkatan arterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel
pembuluh darah kapilar paru). Prognosis preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru
disertai oliguria. Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32 - 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom
HELLP.

2. KIE

Pencegahan nonmedikal ialah pencegahan dengan tidak memberikan obat. Cara yang paling
sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada
mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring tidak
terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi garam
tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia. Hendaknya diet ditambah suplemen
yang mengandung (a) minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya
omega-3 PUFA, (b) antioksidan: vitamin C, vitamin E, B-karoten, CoQro, N-Asetilsistein,
asam lipoik, dan (c) elemen logam berat: zlnc, magnesium, kalsium.

Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada bukti yang kuat
dan sahih. Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan
memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian kalsium: 1.500 - 2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi
terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, magnesium 365
mg/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat mencegah preeklampsia ialah aspirin dosis
rendah rata-rata di bawah 100 mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat
antioksidan, misalnya vitamin C, vitamin E, B-karoten, N-Asetilsistein, asam lipoik.
Komplikasi dan Prognosis Pre Eklampsia

Komplikasi berupa Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya


hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka geiala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala
pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah
mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk.
Seringkali janin mati intrauterin atau mari pada fase neonatal karena memang kondisi bayi
sudah sangat inferior.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Wanita yang sedang hamil diharapkan untuk melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin.
Hal ini dapat membantu proses diagnosis lebih cepat dilakukan. Sebab, saat melakukan
pemeriksaan kandungan, dokter juga akan melakukan pengecekan tekanan darah. Dengan
demikian penanganannya pun dapat dilakukan sesegera mungkin. Diagnosis preeklampsia
dapat dilakukan dengan melihat adanya gejala pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah kenaikan tekanan darah sistole 140
mmHg - ≤160 mmHg dan diastole yang mencapai 90 - ≤110 mm. Selain itu, pemeriksaan
laboratorium juga diperlukan untuk melihat proteinuria. Tujuannya untuk mengetahui jika
terdapat protein pada urine. Hal lain adalah melihat edema (penimbunan cairan) pada betis,
perut, punggung, serta wajah atau tangan. Selain itu, dari pemeriksaan laboratorium dapat
dilakukan hitung darah lengkap atau CBC untuk mencari jumlah sel darah yang abnormal.
Misalnya jumlah trombosit yang kurang dari 100.000. Sementara itu, pemeriksaan USG
diperlukan untuk mengetahui kondisi janin akibat terjadinya preeclampsia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


2. Rustam M. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patologi edisi kedua.
Jakarta:EGC.1998. 255
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri
William Edisi ke-25 Vol.1.Jakarta: EGC.
4. Tortora, GJ., Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed.
Hoboken: John Wiley & Sons, Inc

Anda mungkin juga menyukai