Anda di halaman 1dari 7

Etiologi dan Patofisiologi Pre Eklampsia

Penyebab hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada
satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar (Angsar, 2008). Berikut teori yang dikemukakan
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri
uterina dan ovarika. Kedua pembulih darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arcuarta dan
arteri arcuarta memberi cabang ateria radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis, dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil
normal : 500 mikron, sedang pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi
lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.
Pada hamil normal dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblast (sel-sel dari janin) ke
dalam lapisan otot arteri srteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblast juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi
dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini, memberi dampak penurunan desakan darah, penurunan resistensi
vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Proses ini dinamakan “remodelling arteri spiralis”
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblast pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks di sekitarnya. Lapisan otot ini arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras,
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri
spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan ‘remodelling arteri spiralis’, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/ radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblast, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi
kegagalan ‘remodelling arteri spiralis’, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidant (desebut juga radikal bebas). Oksidant atau
radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom / molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan. Salah satu oksidant penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
sangat toksis, khusunya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidant
pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidant memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh.
Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toxin yang beredar
dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut ‘toxaemia’ gravidarum. Radikal hidroksil akan
merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroxida lemak.
Peroxida lemak selain akan merusak membrane sel juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidant (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toxis, selalu diimbangi dengan produksi
antioksidant ( Roberts dan Redman, 1993 (Fraser, 2009),
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti, bahwa kadar oksidant khususnya peroksida lemak
meningkat, sedang antioksidant, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun sehingga
terjadi dominasi kadar oksidant peroksida lemak yang relative tinggi. Peroxida lemak sebagai
oksidant/radikal bebas yang sangat toksis ini, akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah, dan akan
merusak membrane sel endothel. Membrane sel endothel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroxida
lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidant radikal dihidroksil, yang akan
merubah menjadi peroksida lemak (Angsar,2008)
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endothel terpapar terhadap peroxida lemak, maka terjadi kerusakan sel endothel yang
kerusakannya dimulai dari membrane sel endothel. Kerusakan membrane sel endothel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endothel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endothel. Keadaan ini disebut ‘disfungsi endothel’ (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi
kerusakan sel endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka akan terjadi :
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel, adalah memproduksi
prostaglandin, yaitu :menurunkan produksi prostacycline (PGE2) : suatu vasodilator kuat.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel-sel trombosit
ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endothel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi thromboxane (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal
perbandingan kadar prostacycline / thromboxane lebih tinggi kadar prostacycline (vasodilator). Pada
preeklampsia kadar thromboxane lebih tinggi dari kadar prostacycline sehingga terjadi vasokonstriksi,
dengan terjadi kenaikan desakan darah.
3) Perubahan khas pada sel endothel kapiler glomerulus ginjal (Glomerular endotheliosis).
4) Meningkatnya permeabilitas kapiler.
5) Meningkatnya produksi bahan-bahan vassopressor yaitu endothelin. Kadar NO (vasodilator) sedangkan
endothelin (vasikonstriktor) meningkat.
6) Faktor peningkatan faktor koagulasi darah.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Janin sebenarnya merupakan benda asing bagi ibunya karena janin adalah hasil dari pertemuan 2
gamet yg berlainan. Dari segi imunologi, benda asing harus ditolak dan dikeluarkan dari dalam tubuh
karena sistem Imunitas Seluler akan bangkit terhadap janin. Namun ternyata janin dapat diterima sistem
imunitas tubuh kita. Hal ini merupakan keajaiban alam dan belum ada gambaran yang jelas tentang
mekanisme sebenarnya yang berlangsung pada tubuh ibu hamil tersebut. Sistem imunitas seluler terhadap
antigen plasenta mulai bangkit pada TM II yang makin lama makin meningkat sesuai usia kehamilan. Pada
bumil timbul “Mekanisme imun depresion” yaitu suatu mekanisme tubuh yg menekan sistem imun atau
menahan respon yang telah bangkit seperti pada HCG dapat menekan proses transformasi sel limfosit T.
Imunologi dalam janin merupakan IgG dr ibu ke janin mulai sekitar 16 minggu kehamilan dan terus
meningkat ketika kehamilan bertambah, tetapi sebagian besar lg diterima janin selama 4 minggu terakhir
kehamilan.
Etiologi PIH tidak diketahui tetapi semakin banyak bukti bahwa gangguan ini disebabkan oleh
gangguan imunologik dimana produksi antibodi penghambat berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi
arteri spiralis ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta. Ketika
kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan penebalan membran
basalis trofoblas yang mungkin mengganggu fungsi metabolik plasenta. Sekresi vasodilator prostasiklin
oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang dan sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah, sehingga
timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadilah
pengurangan perfusi placenta sebanyak 50%, hipertensi ibu dan penurunan volume plasma ibu. Jika
spasmenya menetap, mungkin akan terjadi cidera sel epitel trofoblas dan fragmen-fragmen trofoblas di
bawa ke paru-paru dan mengalami destruksi sehingga melepaskan tromboplastin. Selanjutnya
tromboplastin menyebabkan koagulasi intravaskular dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal
(endoteliosis glomerular) yang menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara tidak langsung
meningkatkan vasokonstriksi. Pada kasus berat dan lanjut, deposit fibrin ini terdapat di pembuluh darah,
sistem saraf pusat sehingga menyebabkan konvulsi.
4. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Penelitian penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit
mendapatkan gizi yang cukup menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan (Angsar, 2008).
Pada penelitiannya Aditiawarman (2009) menyebutkan adanya kenaikan insiden preeklamsia di RSU Dr.
Soetomo saat krisis ekonomi di Indonesia. Dilaporkan bahwa insiden preeklamsia meningkat pada daerah
dengan insiden tinggi kasus beri-beri, pelagra dan gangguan nutrisi. Beberapa zat yang diduga berhubungan
dengan angka kejadian pre eklampsia, antara lain antioksidan, vitamin D, kalsium, dan kalium.
5. Teori Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta, bahwa lepasnya debris trofoblast di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris
trofoblast, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblast, akibat reaksi stress oksidative. Bahan-
bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblast masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam
batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi
peningkatan stress oksidative, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblast yang meningkat.
Makin banyak sel trofoblast plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress
oksidative akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblast juga akan sangat meningkat.
Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibumenjadi jauh lebih besar, dibanding
reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endothel dan sel-sel
makrofag/ sel granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang
menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.
6. Teori defisiensi genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotype ibu lebih menetukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial dibanding dengan genotype janin. Telah terbukti
bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26 % anak wanitanya akan mengalami preeclampsia pula,
sedangkankan hanya 8 % anak menantu mengalami preeclampsia.
Patofisiologi Preeklamsia

Kegagalan migrasi trofoblas interstitial sel dan endothelial trofoblast ke dalam arterioli miometrium

Penyakit Maternal: Faktor Imunologis, kebutuhan Faktor trofoblast


Hipertensi darah, nutrisi, dan oksigen berlebihan: hamil
Kardiovaskular tidak terpenuhi setelah 20 ganda, mola hidatidosa,
Penyakit Ginjal minggu hamil + DM

Iskemia region uteroplasenter

Terapi HDK: Bahan toksis


Medikamentosa menurut: Perubahan terjadi: bahan Sitokin
Vasokonstriksi toksis, aktivitas endothelium Lipid Peroksid
Pritchard meningkat, perlu endotel Kreatinin meningkat
ZuspanatauSibai
Terminasi Kehamilan

Hipertensi Permeabilitas Kapiler Meningkat Perlukaan Endotel

Iskemia organ vital


Edema dan nekrosis Timbunan trombosit
Perdarahan Perlekatan fibrin
Terjadi fibrinolisis
Menimbulkan gangguan fungsi,
Khusus darahnya: Trombositopenia
Hemokonsentrasi Tromboksan A2
Hipovolumia
meningkat

Hemolisis darah/
eritrosit

Preeklampsia/
Eklampsia HELLP sindrom

Kematian maternal:
Dekompensasiokordis
Sembuh baik ANC Terminasi hamil:
Acute vascular accident
teratur Persalinan Impending eklampsia
Kegagalan organ vital
berencana Fetal distress
Perdarahan
Solusioplasenta
IUGR-asfiksia
Kriteria Eden
Biofisikprofil fetal buruk

Pengobatan Berhasil
Pengawasan hamil ketat dan teratur
Persalinan non-traumatis
Ibu dan janin sehat optimal
Pengawasan post partum
Sumber : Muh. Dikman Angsar, 2008

Perubahan Sistem Dan Organ Pada Pre Eklampsia Berat


Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah
organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Leveno,2009).
Pada preeklampsia berat dan eklampsia dijumpai perburukan sejumlah fungsi organ dan sistem,
akibat vasospasme dan ischemia (Angsar, 2008).
1. Kardiovaskular
1) Perubahan haemodinamik
Berbagai gangguan pada fungsi kardiovaskular pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer, dan
viskositas darah. Dibandingkan dengan wanita normotensif, mereka yang mengidap preeklampsia
memperlihatkan curah jantung yang secara bermakna meningkat sebelum diagnosa klinis, tetapi
resistensi perifer total tidak secara bermakna berbeda selama fase praklinis ini. Pada preeklampsia
klinis, terjadi penurunan mencolok curah jantung dan peningkatan resistensi perifer.
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosa hipertensi dalam
kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik
menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai
umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester kedua.
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah >
140/90 mmHg dan selang pemeriksaan 6 jam. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas
hipertensi, karena batas tekanan diastolik 90 mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi
dengan kematian perinatal tinggi.
2) Volume darah
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut hipervolemia), guna
memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal
terjadi pada usia kehamilan 32-34 minggu. Normalnya volume darah 5000 cc. Sebaliknya, oleh sebab
yang tidak jelas pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30% - 40% dibanding
hamil normal, dan disebut hipovolemia. Pada preeklampsia-eklampsia volume darah menjadi 3500 cc.
Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang
menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting. Hipertensi dalam kehamilan sensitif
terhadap tambahan volume cairan, yang dapat menimbulkan hipertensi atau ekstravasasi cairan
bertambah banyak (Leveno,2009).
2. Hematologis
Perubahan hematologis disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia
hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriol.
Perubahan tersebut dapat berupa:
1) Peningkatan hematokrit akibat hipovolemia
2) Peningkatan viskositas darah. Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro:
fibrinogen dan hematokrit.mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran
darah ke organ.
3) Gangguan koagulasi dan fibrinolisis. Perlukaan pembuluh darah menyebabkan terjadi koagulasi
trombosit, yang dipermudah oleh fibronektin. Terjadi timbunan fibrin dan diikuti fibrinolisis.
Trombositopenia (kadar trombosit < 100.000 sel/ml) jarang yang berat tapi sering dijumpai. Makna
klinis trombositopenia, selain jelas menggangu pembekuan darah, adalah bahwa hal tersebut
mencerminkan keparahan proses patologis. Secara umum, semakin rendah hitung trombosit, semakin
besar mortalitas dan morbiditas ibu serta janin (Leveno,2009). Pada preeklampsia terjadi peningkatan
FDP, penurunan anti thrombin III, dan peningkatan fibronektin.
4) Gejala hemolisis mikroangiopati; hemolisis dapat menimbulkan destruksi eritrosit. Hal ini
meningkatkan fragmen darah: skizositosis, sperositosis, retikulositosis, hemoglobinemia, dan
hemoglobinuri.
3. Perubahan endokrin
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensi II, dan aldosteron dalam plasma meningkat.
Penyakit hipertensi dalam kehamilan menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke kisaran tidak hamil
normal Pada hipertensi sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang. Karena renin mengkatalisis
perubahan angiotensinogen menjadi angotensin I (yang kemudian di ubah menjadi angotensin II oleh
converting enzym), maka kadar angotensin II menurun sehingga sekresi aldosteron menurun
(Leveno,2009).
4. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada kehamilan normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit total
sama seperti hamil normal. Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Peningkatan permeabilitas kapiler pada pasien preeklampsia menyebabkan
ekstravasasi plasma air dan garam. Pada waktu kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun, disebabkan
timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida.
5. Tekanan osmotik koloid
Osmolaritas serum dan tekanan osmotik menurun pada usia kehamilan 8 minggu. Pada preeklampsia
tekanan osmotik makin menurun karena kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.
6. Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan
sel endotel kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan, atau
edema generalisata. Kadang-kadang edema tidak terlihat jelas pada pemeriksaan, tetapi termanifestasi
sendiri dalam bentuk kenaikan berat badan mendadak yang disebut sebagai occult oedema atau edema
tersamar. Kenaikan berat badan yang mendadak sebanyak 1 kg atau lebih dalam seminggu (atau 3 kg dalam
sebulan) adalah indikasi preeklampsia.
7. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema paru dapat
disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar, dan menurunnya
diuresis.
8. Ginjal
Beberapa perubahan yang terjadi pada ginjal:
1) Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia menyebabkan terjadinya oliguria, bahkan
anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia, sekaligus
menggambarkan berat ringannya preeklampsia.
2) Gangguan filtrasi glomerulus menyebabkan penurunan sekresi asam urat dan kreatinin. Hal ini dapat
menimbulkan azotemia dengan peningkatan kreatinin plasma yang dapat mencapai > 1 mg/dl-hari.
Kadar asam urat serum, umumnya meningkat > 5 mg/cc.
3) Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga
terjadi kebocoran dan manifestasinya adalah proteinuria, dapat juga terjadi pengeluaran molekul besar
(glomerulopati).
4) Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular membengkak disertai
deposit fibril. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis korteks ginjal” yang bersifat irreversible.
5) Dapat terjadi kerusakan intrinsic jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.
9. Hepar
Resistensi pembuluh darah liver meningkat, permeabilitas naik, dan menimbulkan edema. Dasar
perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel
periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat
meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Keadaan ini menimbulkan rasa
nyeri di daerah epigastrium dan dapat menyebabkan ruptur hepar. Pengeluaran enzim liver yang meningkat
merupakan tanda kerusakan berat pada hepar.
10. Neurologi
Peredaran darah otak mempunyai kemampuan untuk regulasi sendiri sehingga jumlah darahnya
relatif tetap. Dalam keadaan preeklampsia-eklampsia kemampuan regulasinya tidak dapat menahan
hipertensi. Perubahan pada otak, terjadi vasokonstriksi umum yang menimbulkan perubahan seperti edema
otak, nekrosis lokal, disritmi otak meningkatkan sensitivitas motorik, tekanan darah yang meningkat
menimbulkan AVA (Acute Vascular Accident). Manifestasi klinik dapat berupa nyeri kepala prodomal
eklampsia, kejang konvulsi hipersensitif motorik, koma karena pembengkakan dan perdarahan, gangguan
visus. Perubahan neurologi dapat berupa:
1) Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
2) Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
3) Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi terjadinya
eklampsia.
4) Dapat timbul kejang eklamptik. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema
serebri, vasospasme serebri, dan iskemia serebri.
5) Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.
11. Perfusi uteroplasenta
Preeklampsia-eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh
menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah
plasenta.

Anda mungkin juga menyukai