Anda di halaman 1dari 19

1.

Mengapa pasien mengeluhkan pusing sejak 3 hari yang lalu dan pandangan kabur,nyeri ulu
hati dan bengkak pada kedua kaki?
 Teori vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang
– cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi
arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan
proliferasi tropoblas akan menginvasi desidua dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama,
sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel,
merusak jaringan elastis pada tunica media dan jaringan otot polos dinding arteri serta
mengganti dinding arteri dengan materi fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir
trisemester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai pada deciduomyometrial
junction.
Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel trofoblas
dimana sel-sel trofoblas tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebihdalam hingga
kedalam miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu
penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta perubahan material
fibrinoid dinding arteri. Akhir dari invasi trofoblas ini akan menimbulkan distensi lapisan
otot arteri spiralis akibat degenerasi, dan juga vasodilatasi arteri spiralis, pembuluh
darah menjadi berdinding tipis, lemas dan berbentuk seperti kantong sehingga akan
terjadi dilatasi secara pasif sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan aliran
darah yang meningkat pada kehamilan. yang kemudian akan memberikan dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah
pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arteri spiralis
Pada preeklampsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis
menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidakmengalami distensi dan vasodilatasi
yang akibatnya aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Kegagalan tersebut dapat terjadi karena 2 hal yaitu:
1. Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas.
2. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel
trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak berlangsung sehingga bagian
arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik
yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Akibatnya terjadi gangguan
alirah darah di daerah intervili yang menyebabkan penurunan perfusi darah ke plasenta.
Hal ini dapat menimbulkan iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat
terganggunya pertumbuhan bayi intra uterine (IUGR), asfiksia neonatorum hingga
kematian bayi.
 Teori Iskemik Plasenta dan Radikal Bebas
Seperti yang sudah dijelaskan di teori vaskularisasi plasenta bahwakelainan yang
terjadi pada preeklampsia terjadi pada plasenta di mana terdapat invasi trofoblas yang
tidak adekuat pada arteri spiralis yangakhirnya menyebabkan kegagalan remodelling
arteri spiralis. Kegagalan tersebut akan membuat hipoperfusi plasenta dengan akibat
iskemia plasenta. Hal ini merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil
(-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak
juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Pada gambar di atas (A) : kehamilan normal terjadi perubahan pada cabang arteri
spiralis dari dinding otot yang tebal menjadi dinding pembuluh darah yang lunak
sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah aliran darah ke uteroplasenta. Sedangkan
pada gambar (B) : preeklampsia, perubahan arteri spiralis ini tidak terjadi dengan
sempurna sehingga dinding otot tetap kaku dan sempit dan akibatnya akan terjadi
penurunan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan hipoksia.

 Teori disfungsi endotel


Disfungsi endotel adalah keadaan dimana terjadi kerusakan membran sel endotel
yang mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Pada keadaan ini didapatkan adanya ketidakseimbangan antara faktor
vasodilatasi dan vasokontriksi. Endotel menghasilkan zat-zat penting yang bersifat
relaksasi pembuluh darah, seperti nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGE2). Prostasiklin
merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel sel epitel yang berasal dari asam
arakidonat dimana dalam pembuatannya di katalisir oleh enzim siklooksigenasi.
Prostasiklin akan meningkatan cAMP intraselular pada sel otot polos dan trombosit yang
memiliki efek vasodilator dan anti agregasi trombosit. Tromboksan A2 dihasilkan oleh
trombosit, berasal dari asam arakidonat dengan bantuan siklooginase. Trombosan
memiliki efek vasokontriktor dan agregasi trombosit. Prostasiklin dan trombosan A2
memiliki efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur trombosit dan dinding
pembuluh darah.
Pada kehamilan normal terdapat kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu, plasenta
dan janin. Pada preeklampsia terjadinya kerusakan endotel akan menyebabkan
terjadinya penurunan produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat
terbentuknya prostasiklin dan sebagai kompensasinya tromboksan A2 akan ditingkatkan.
Selain itu, kerusakan endotel juga menyebabkan terjadinya peningkatan endotelin
sebagai vasokontriktor dan penurunan nitric oxide (NO) sebagai vasodilator dan
memegang fungsi penting dalam regulasi fungsi ginjal dan tekanan arterial pembuluh
darah. Ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan perifer yang pada
akhirnya akan memicu preeklampsia.
Sumber : Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),SpOG.(K).2017.KEGAWAT DARURATAN
OBSTETRI.USU press, BAB 10 Preeklampsia.
2. Mengapa dokter meminta perawat untuk menyiapkam MgSO4,Ca glukonans,dan cairan
infus? Efek MgSO4 th reflex patella,jmlah urin,th Ca glukonans

MgSO4 ( Sulfas manesicus) PILIHAN UTAMA untuk mengatasi


kejang pada PE-E
Merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengatasi kejang
 mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuscular
tanpa memepengaruhi bagian lain dari susunan saraf.

Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah,


meningkatkan dieresis dan menambah aliran darah ke uterus.
Magnesium sulfat (MgSO4)
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah
kejang berkelanjutan dan mengakhiri kejang yang sedang berlanjut.
Di samping itu jugauntuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada
ibu dan janin. Pada pemberian MgSO4 pasien harus dievaluasi bahwa
refleks tendon dalam masih ada, pernafasansekurangnya 12 kali per
menit dan urine output sedikitnya 100 ml dalam 4 jam.
 
Magnesium sulfat merupakan antikonvulsan yang efektif dan
membantumencegah kejang kambuh an dan mempertahankan aliran
darah ke uterus danaliran darah ke fetus. Magnesium sulfat berhasil
mengontrol kejang eklamptik  pada >95% kasus. Selain itu zat ini
memberikan keuntungan fisiologis untuk fetusdengan meningkatkan
aliran darah ke uterus.

Mekanisme kerja magnesium sulfat adalah menekan


pengeluaranasetilkolin pada motor endplate. Magnesium sebagai
kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik untuk
otot skelet. Magnesium sulfat dikeluarkansecara eksklusif oleh ginjal
dan mempunyai efek antihipertensi.

Dapat diberikan dengan dua cara, yaitu IV dan IM. Rute intravena
lebihdisukai karena dapat dikontrol lebih mudah dan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai tingkat terapetik lebih singkat. Rute
intramuskular cenderung lebihnyeri dan kurang nyaman, digunakan
jika akses IV atau pengawasan ketat pasientidak mungkin. Pemberian
magnesium sulfat harus diikuti dengan pengawasanketat atas pasien
dan fetos.

Terapi magnesium biasanya dilanjutkan 12-24 jam setelah bayi lahir,


dapatdihentikan jika tekanan darah membaik serta diuresis yang
adekuat. Kadar magnesium harus diawasi pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, pada level6-8 mg/dl. Pasien dengan urine
output yang meningkat memerlukan dosis rumatanuntuk
mempertahankan magnesium pada level terapetiknya. Pasien
diawasiapakah ada tanda-tanda perburukan atau adanya keracunan
magnesium
 
Dosis pemberian MgSO4
1. Dosis inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejangtimbul
setelah pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5
menit.Kurang lebih 10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah
pemberianloading dosis.
2. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium >10
mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis
rumatandapat diturunkan.Pasien dapat mengalami kejang ketika
mendapat magnesium sulfat. Bilakejang timbul dalam 20 menit
pertama setelah menerima loading dose, kejang biasanya pendek
dan tidak memerlukan pengobatan tambahan. Bila kejang
timbul>20 menit setelah pemberian load-ing dose, berikan
tambahan 2-4 grammagnesium.
Kontraindikasi pemberian MgSO
adalah pada pasien dengan hipersensitif terhadap magnesium,
adanya blok pada jantung, penyakit Addison, kerusakan otot jantung,
hepatitis berat, atau myasthenia gravis.

Interaksi MgSO4 terhadap obat lain adalah jika penggunaan


bersamaan dengannifedipin dapat menyebabkan hipotensi dan
blokade neuromuskular. Kategorikeamanan pada kehamilan : A -
aman pada kehamilan.
Perhatikan selalu adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan
penurunanurine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat
hipermagnesia dan pasienmungkin membutuhkan bantuan ventilasi.
Depresi SSP dapat terjadi pada kadar serum 6-8 mg/dl, hilangnya
refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi pernafasan pada
kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti jantung
pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium,
dapatdiberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan
Sumber : Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.
Scott, James. Danforth, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Widya Medika. Hlm: 202-213
 MgSO4
Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam
cairan intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh dan
berfungsi penting dalam transmisi neurokimiawi dan eksitabilitas otot.
Kurangnya kation ini dapat menyebabkan gangguan struktur dan fungsi dalam
tubuh. Kadar dalam darah adalah 1,5 sampai 2,2 meq magnesium/liter atau 1,8
sampai 2,4 mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3 bagian
terikat dengan plasma protein.
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka.
Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
 Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf
simpatis.
 Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
 Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin.
Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi dengan
pemberian kalsium.
Peran magnesium dalam fungsi seluler adalah berperan dalam pertukaran ion
kalsium, natrium dan kalium transmembran pada fase depolarisasi dan
repolarisasi, melalui aktivasi enzim Ca-ATPase dan Na-ATPase. Defisiensi Mg
akan menurunkan konsentrasi kalium dalam sel dan meningkatkan konsentrasi
Na dan Ca dalam sel yang pada akhirnya mengurangi ATP
intraseluler, sehingga Mg dianggap sebagai stabilisator membrane sel.
Magnesium juga merupakan regulator dari berbagai kanal ion.
Magnesium memiliki efek minor pada postjunctional sedangkan pada motor
end plate ion magnesium memiliki efek kompetisi dengan ion kalsium di
daerah prejunctional. Ion magnesium dan ion kalsium bersifat antagonis satu
sama lain, konsentrasi ion magnesium yang tinggi akan menghambat pelepasan
asetilkolin, sedangkan konsentrasi ion kalsium yang tinggi akan meningkatkan
pelepasan asetilkolin dari nerve terminal presynaptik. Ion magnesium
memiliki efek inhibisi pada potensial postjunctional dan menyebabkan
penurunan eksitabilitas dari serabut – serabut otot
 Sistem Neuromuscular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot
rangka.Kelebihan magnesium dapat menyebabkan.
 Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf
simpatis.
 Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
 Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin. Akibat
kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasidengan
pemberian kalsium, asetilkolin dan fisostigmin.
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon dalam
mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh karena
itu selama pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol reflex patella.
 Cara Pemberian
dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi DalamKehamilan di Indonesia
menganjurkan cara pemberian dan dosis magnesiumsulfat sebagai berikut :
 Preeklampsia berat:
Dosis awal4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena
sebanyal 1 g/menit, ditambah 4 gram intra muskuler di bokong kiri dan 4
gram di bokong kanan (40% dalam 10 ml).
Dosis pemeliharaanDiberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam
pemberian dosis awal,selanjutnya diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6
jam
 Eklampsia
Dosis awal4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20
ml intravena selama 4 menit, disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan
10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong kanan masing-masing 4
gram
Dosis pemeliharaanTiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler
Dosis tambahanBila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4, 2
gram intravena 2 menit. Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah
pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali dalam
6 jam saja. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka
diberikan amobarbital 3-5 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan
 Efek pada Janin
Bayi baru lahir ibu yang mendapat pengobatan magnesium sulfat
kemungkinan akan mengalami hipermagnesemia dengan gejala gagal
napas, refleks yang menurun dan gejala perut kembung (akibat
hipermagnesemia menekan fungsi otot polos usus sehingga menyebabkan
ileus). Oleh sebab itu pada bayi baru lahir tersebut sejak menit pertama
sampai 1 jam setelah lahir harus diamati :
 Tangis, apakah menangis lemah atau tidak ada tangisan
 Refleks, apakah lemah atau menurun
 Pernapasan, apakah perlu dilakukan resusitasi atau perlu bantuan
pernapasan dengan alat resusitasi
Magnesium yang diberikan secara parenteral kepada ibu dengan
cepat menembus plasenta untuk mencapai keseimbangan di serum janin
dalam derajat yang lebih ringan di cairan amnion. Neonatus dapat
mengalami depresi hanya apbila terjadi hipermagnesemia yang parah saat
lahir. Belum pernah dijumpai gangguan neonatus pada terapi dengan
meagnesium sulfat. Apakah magnesium sulfat mempengaruhi pola
frekuensi denyut jantung janin, terutama variabilitas denyut demi denyut
masih diperdebatkan. Dalam sebuah penelitian acak yang
membandingkan infus magnesium sulfat dengan infus salin,
mendapatkan bahwa magnesium sulfat berkaitan dengan penuruanan
sedikit yang secara klinis tidak bermakna dalam variabilitas frekuensi
denyut jantung janin.
Sebagian penulis menyatakan adanya kemungkinan efek protektif
magnesium sulfat terhadap cerebral palsy pada janin dengan berat lahir
sangat rendah. Murphy (1995) mendapatkan bahwa preeklampsia yang
bersifat protektif terhadap cerebral palsy, dan bukan magnesium sulfat.
Namun Kimberlin (1996) tidak memperoleh manfaat tokolisis dengan
magnesium sulfat pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari 1000
gram.
 Pengawasan pemberian MgSO4 dan Terminasi Kehamilan
Disini ditekankan bahwa pemberian obat-obat disertai pengawasan
terus menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan
keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya dan sedapat-
dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita
preeklamsia harus dihindarkan dari semua rangsangan yang dapat
menimbulkan kejang, seperti keributan, injeksi atau pemeriksaan dalam.
Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah,
nadi, pernafasan dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik suhu
dicatat tiap jam. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan
obstetrik untuk mengetahui saat permulaaan atau kemajuaan persalinan.
Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernafasan pada
penderita koma, penderita dibaringkan dalam posisi terndelenberg dan
selanjutnya dibalikkan kesisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindari
dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan
pernafasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dauer cathether di
pasang untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam
air kencing secara kuantitatif. Balans cairan harus diperhatikan dengan
cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air
yang hilang melalui kulit dan paru-paru pada umumnya dalam 24 jam
diberikan 2000 ml. Balans cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolismus
jaringan dan asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian
kalori dilakukan dengan infuse dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam
amino, separti amino fusion. Cairan yang terakhir ini mengandung kalori
dan asam amino.
Bila terjadi henti napas berikan antidotum yakni glukonas calcicus 1
g IV pelan pelan disertai oksigenasi dan biasanya langkah ini sudah
cukup untuk mengatasi depresi napas tersebut. Bila terjadi henti napas
(tidak pernah terjadi pada dosis terapi) lakukan pula intubasi dan ventilasi
aktif.
Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki
maka direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat
persalinan dengan cara aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan
dengan seksio sesaria atau dengan induksi persalinan pervaginam, hal
tersebut tergantung dari berbagai faktor, seperti keadan serviks,
komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anesthesia dan sebagainya.
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat
dilaksanakan secara cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklamsia
gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi dan infuse pitosin,
setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam dan keadan
serviks mengijinkan. Tetapi bila serviks masih lancip dan tertutup
terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada
persangkaan disproporsi sefalopelviks, sebaiknya dilakukan seksio
sesarea.
3. Mengapa dokter memonitoring tanda2 kejang,tanda vital,reflex patella dan volume urin?
Syarat pemberian MgSO4 :
- RR >16 x/mnt
- Reflex patella (+)
- Urin output >100cc/4jam atau ditunggu lebih 0,5 ml/kgBB,serta Ca Glukonans 10%.
Apabila tidak memenuhi harus diberikan Ca Glukonans 10%,dengan cara 10 ml larutan
bolus dalam 10 mnt. Bisa dilakukan merujuk ke spesialis kandungan
- Reflex patella : untuk reflex dari sacral 2-4,kalau hilang ada hub kekurangan vit B12,kalau
hiper refleksnya ada hub dengan hipertensi,kehamilan : bayi kembar
- Reflex patella untuk mendeteksi kelainan yg lain,bisa menyebabkan lemas reflex nya
terganggu. Biasanya yg lain jg terganggu

4. Bagaimana interpretasi dari pf dan pemeriksaan obstetric?


Ttv : 170/110 : hipertensi
Nadi : normal
RR :takipneu
Suhu : normal
Pf Obstetric : setinggi pusat : kalau hamil 32 mgg : pertengahan umbilicus dan
proc.xyphoideus
Janin 1 hidup intrauterine : normal,tidak terjadi KET
Hipertensi selama kehamilan,ada 2 :
a. Kurang dari 20 mgg
Ada hipertensi kronis : sblm hamil sudah hipertensi atau hipertensi <20mgg
b. > 20 mgg
Hipertensi gestasional : waktu hamil tjd hipertensi tetapi <12mgg postpartum : normal.
Preeklamsi : hipertensi 140-160 ,proteinuria +,preeklamsi berat,eklamsi : preeklamsi
diserati dengan kejang
5. Apa hubungan keluhan pasien dengan riwayat keluarga DM?
DM : peny metabolic/turunan. Hiperglikemi. Bisa menyebabkan dindiang pem darah mjd
lebih rapuh/lemah kerusakan
mikrovaskuler,nefropati,neuropatihipomikroalbuminemia preeklamsia
Preeklamsia berat. DM salah satu fx resiko preeklamsia,dm diturunkan 2-4x dari keturunan
nya. Missal pd org hamil tjd peningkatan hormone esterogen dan progesterone. Ada
resistensi insulin kadar gula meningkat
Dinding endotel pem darah kerusakaan karena adanya radikal bebas ,plasenta yg mengalami
iskemi. DM fx resiko. Trophoblast menembus lapisan a spiralis,ada kegagalan menembus
ototnya lapisan otot masih kaku,a spiralis tidak terdistensi. Fx janin jg berperan
Obesitas : fx resiko kena hipertensi
Hub dari fx riwayat obstetric,fx riwayat dm,factor janin th peningkatan tek darah yg dialami
pasien
6. Apa diagnosis dan DD pada scenario? Alur diagnosis
Ingat :
- Preeklamsia ringan sering kali tanpa gejala
- Peningkatan proteinuria merupakan tanda perburukan preeklamsia
- Edem kaki dan atau ekstremitas bawah tidak dianggap sebagai tanda preeklamsia
yang terpercaya.
- Preeklamsia ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi preeklamia berat.
Resiko komplikasi meliputi eklamsia, preeklamsia berat yang sangat parah.
- Konvulsi yang disertai tanda-tanda preeklamsia menunjukkan eklamsia. Konvulsi ini :
o Dapat terjadi tanpa adanya keparahan hipertensi
o Sulit diprediksi dan biasanya terjadi walaupun tidak ada gejala sakit kepala
atau perubahan pandangan
o Terjadi setelah melahirkan pada sekitar 25% kasus
o Merupakan konvulsi tonik-klonik dan menyerupai konvulsi grand mal pada
epilepsy
o Dapat berulang dengan cepat, seperti pada kasusu epileptikus dan dapat
berakhir dengan kematian
o Tidak dapat diobrvasi jika ibu sendirian
o Dapat diikuti dengan koma yang berlangsung beberapa menit atau jam
tergantung pada frekuensi konvulsi.
7. Jelaskan pathogenesis dan manifestasi klinis dari scenario?
Pathogenesis :
 Patofisiologi
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia6. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang
dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala
dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular,
meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan
hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan
obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin
dalam rahim.
Perubahan organ-organ yaitu:
A. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia
dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata
dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru
B. Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau
penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan
oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak
berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata
pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya
dalam batas normal.
C. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina
yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan
berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma, diplopia
dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan
akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina.
D. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka
menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular. Pada
keadaan selanjutnya dapat ditemukan pendarahan. Selain itu ditemukan juga
edema-edema dan anemia pada korteks serebri.
E. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia
dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru biasanya terjadi pada
pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan pulmonal maupun non-
pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang
sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,
penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin
yang diproduksi oleh hati.
F. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Nekrosis
hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya
peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat
mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk
hematom subkapsular6.
G. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis,
yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan
perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat
terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan
preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya
terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir
dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl).
Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat
beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl.
Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat.
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan
air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di
glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi
penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus.
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena
peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul
tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein – protein molekul ini
tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.
H. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC)
dan destruksi pada eritrosit6. Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat
sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15 – 20 %
pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan
ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen yang
rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan terlepasnya
plasenta sebelum waktunya (placental abruption). Pada 10 % pasien dengan
preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya
anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. ditemukan
level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan
dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).
I. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang lama pertumbuhan janin akan tergangggu, pada
hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena
kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering didapatkan pada preeklampsia, sehingga mudah terjadi partus
prematurus
 Sumber : Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),SpOG.(K).2017.KEGAWAT
DARURATAN OBSTETRI.USU press, BAB 10 Preeklampsia. Definisi :
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi dan
proteinuria pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur
kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Dan
Saat ini edema pada wanita hamil dianggap hal yang biasa juga tidak spesifik dalam diagnosis
preeclampsia.
 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan
a) Preeklampsia- eklampsia
Diagnosis ditegakkan dengan timbulnya hipertensi diatas kehamilan 20 minggu
dengan proteinuria atau salah satu tanda-tanda perburukan1.
b) Hipertensi kronis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya hipertensi sebelum masa kehamilan1
c) Hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia
Hipertensi kronis yang di hubungkan dengan preeklampsia1.
d) Hipertensi gestasional
Diagnosis ditegakkan dengan timbulnya hipertensi diatas kehamilan 20 minggu
tanpa adanya proteinuria atau tanda-tanda perburukan1.
 Tanda Tanda Perburukan
o Hipertensi : sistolik >160 atau diastolik >110 pada setidaknya dua kali
pengukuran dengan jarak 4 jam sementara pasien bed rest.
o Trombositopenia : penurunan trombosit < 100.000
o Kerusakan fungsi liver : kenaikan transaminase liver dalam darah dua kali
dari konsentrasi normal. Nyeri persistensi berat pada kuadran kanan atas
atau nyeri epigastrik yang tidak respon pada pengobatan.
o Edema paru
o Onset baru dari gangguan penglihatan dan cerebral
o Perkembangan baru dari insufisiensi renal (kenaikan serum kreatinin lebih
besar dari 1,1 mg/dL atau kenaikan dua kali lipat dari serum kreatinin pada
kondisi tanpa kelainan ginjal)
 Tanda dan gejala
Sekarang untuk menegakkan preeklamsia & eklamsi diagnosis preeklamsia
ditegakkan jika hipertensi diatas kehamilan 20 minggu, disertai 1 dari tanda tanda
perburukan seperti proteinuria > 300 mg/ 24 jam atau dipstik >1, serum kreatini > 1,1
mg/dl, edema paru, peningkatan fungsi hati lebih dari dua kali, trobosit < 100.000/mm3,
adanya nyeri kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium.
Preeklampsia merupakan suatu syndrome yang ditandai terutama dengan adanya
hipertensi dengan onset baru pada kehamilan pertengahan trimester kedua. Meskipun
sering disertai dengan proteinuria onset baru, preeklampsi juga dapat disertai dengan
banyak gejala dan symptom, termasuk gangguan penglihata, nyeri kepala, nyeri
epigastrik, dan edema yang berkembang dengan cepat1. Hipertensi bukan berarti bahwa
seseorang tersebut mengalami preeklampsia, kriteria lain juga diperlukan untuk
menegakkan preeclampsia. Pada kebanyakan kasus, mungkin terdapat proteinuria onset
baru, tetapi jika proteinuria tidak ditemukan atau melewati ambang batas normalnya,
maka beberapa hal berikut yang dapat menunjang diagnosis, yaitu : trombositopenia
onset baru, fungsi hati yang terganggu, insufisiensi ginjal, edema pulmonal, atau
gangguan visual atau serebral
Preeklampsia dengan tidak ditemukannya tanda-tanda perburukan sering
dikarakteristikan sebagai “preeklampsia ringan”. Hal tersebut sebaiknya diperhatikan
bahwa karakteristik ini dapat menyebabkan salah kaprah, bahkan dengan tidak adanya
penyakit berat, morbiditas dan mortalitas meningkat signifikan. Oleh sebab itu,
direkomendasikan mengunakan istilah “preeklampsia tanpa tanda perburukan
Sumber : Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),SpOG.(K).2017.KEGAWAT DARURATAN
OBSTETRI.USU press, BAB 10 Preeklampsia.
8. Apa etiologi dan factor resiko dari kasus di scenario?
Etiologi :
 Faktor Resiko
Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan
kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular
serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain
berhubungan dengan kehamilan atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.
Berbagai faktor risiko preeklampsia adalah sebagai berikut:
 Faktor yang berhubungan dengan kehamilan
 Kelainan kromosom
 Mola Hydatidosa
 Hydrops fetals
 Kehamilan multifetus
 Faktor spesifik maternal
 Primigravida
 Usia < 20 tahun atau usia > 35 tahun
 Ras kulit hitam
 Riwayat preeklampsia pada keluarga
 Status gizi
 Pekerjaan
 Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
 Kondisi medis khusus: diabetes gestasional, diabetes tipe 1, obesitas,
hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia
 Stres
 Faktor spesifik paternal
 Primipaternitas
 Partner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan
mengalami preeklampsia.
Sumber : Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),SpOG.(K).2017.KEGAWAT DARURATAN
OBSTETRI.USU press, BAB 10 Preeklampsia.

9. Bagaimana tatalaksana dari scenario?eklamsi,hipertensi pada kehamilan,kapan mulai


kasih,obat hipertensi yg aman pada ibu hamil
Prinsib penatalaksaaan preeklampsi/ eklampsi meliputi :
1. Mencegah / mengatasi kejang
2. Menurunkan tekanan darah
3. Melahirkan bayi pada saat yang optimal buat ibu maupun bayi.
Wanita dengan preeklamsia dan kehamilan prematur dapat diamati secara rawat jalan,
dengan penilaian sering ibu dan janin kesejahteraan. Wanita yang patuh, yang tidak memiliki
akses siap untuk perawatan medis, atau yang memiliki preeklamsia progresif atau berat
harus dirawat di rumah sakit.
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia
ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta
dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstremitas bawah menurun dan
reabsorpsi cairan bertambah.Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah. Apabila
preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, dalam hal ini
kehamilan harus diterminasi jika mengancam nyawa maternal.
Selama persalinan, tujuan manajemen adalah untuk mencegah kejang dan mengontrol
hipertensi. Magnesium sulfat adalah obat pilihan untuk pencegahan kejang eklampsia pada
wanita dengan preeklamsia berat dan untuk pengobatan wanita dengan eklampsia seizures.
Dosis obat yang digunakan adalah 4-gr loading dosis magnesium sulfat diikuti dengan infus
kontinu pada tingkat 1 gr per jam. Magnesium sulfat telah terbukti lebih unggul dibanding
dengan fenitoin (Dilantin) dan diazepam (Valium) untuk pengobatan kejang eklampsia.
Terapi obat antihipertensi dianjurkan untuk wanita hamil dengan tekanan darah sistolik
dari 160 ke 180 mm Hg atau lebih dan tekanan darah diastolik dari 105 ke 110 mm Hg atau
lebih. Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan sistolik 140 ke 155 mm Hg dan
tekanan diastolik 90 untuk 105 mm Hg. Untuk menghindari hipotensi, tekanan darah harus
diturunkan secara bertingkat. Hydralazine (Apresoline) dan labetalol (Normodyne, Trandate)
adalah obat antihipertensi yang paling umum digunakan pada wanita dengan pre eklampsia.
Nifedipin (Procardia) dan natrium nitroprusside (Nitropress) adalah potensial alternatif.
Terapi labetalol tidak boleh digunakan pada wanita dengan asma atau gagal jantung
kongestif. Penggunaan ACE-Inhibitor di kontra indikasikan pada wanita hamil.
Wanita dengan preeklamsia harus diberi konseling tentang kehamilan berikutnya. Pada
wanita nulipara dengan preeklamsia sebelum 30 minggu kehamilan, tingkat kekambuhan
untuk gangguan ini setinggi 40 persen pada kehamilan seterusnya.
Sumber : Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),SpOG.(K).2017.KEGAWAT DARURATAN
OBSTETRI.USU press, BAB 10 Preeklampsia.
10. Bagaimana komplikasi dari scenario?
1. Komplikasi pada Ibu
a. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan
intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan cardiac preload
akibat hipovolemia.
b. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri
retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi
bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma,
diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina.
c. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami
kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini
terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan
onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai
pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
d. Hati
Dasar perubahan pada hepar ialah vasoospasme,iskemia, dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma.
e. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis,
yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan
penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya
meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita
hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi
glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga
kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal
selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia
berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak
hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik
ginjal akibat vasospasme yang hebat.
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan
air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di
glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi
penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di
tubulus.
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena
peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat
molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein – protein
molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.
f. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC)
dan destruksi pada eritrosit. Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat
sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15 – 20 %
pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien preeklampsia dibandingkan
dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan level fibrinogen
yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan
terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption)7. Pada 10 %
pasien dengan preeklampsia dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai
dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet
rendah.
g. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar
aldosteron didalam darah. Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida
natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang
menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskular
perifer6. Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler
ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas
darah dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia
2. Komplikasi Pada Janin
Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth
restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur,
bayi lahir rendah, dan solusio plasenta. Studi jangka panjang telah menunjukkan
bahwa bayi yang IUGR lebih rentang untuk menderita hipertensi, penyakit arteri
koroner, dan diabetes dalam kehidupan dewasanya.
Sumber : Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),SpOG.(K).2017.KEGAWAT DARURATAN
OBSTETRI.USU press, BAB 10 Preeklampsia.

Anda mungkin juga menyukai