Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN BREATHING

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN SKILLS LAB


 Mahasiswa WAJIB membaca, memahami dan menghafalkan materi yang ada di buku petunjuk
skills serta aktif berdiskusi
 Waktu skills lab adalah 50 menit online melalui zoom dilanjutkan dengan Post Test
 Instruktur menjelaskan materi dan berdiskusi dengan mahasiswa
 Penilaian menggunakan Post Test

A. SASARAN BELAJAR
1. Menentukan tujuan, indikasi, efek samping terapi oksigen beserta pencegahannya
2. Menilai derajat hipoksia
3. Melakukan pemasangan pulse oxymetri dengan benar
4. Menentukan macam-macam metode/alat suplementasi oksigen
5. Menentukan penggunaan metode oksigen sesuai kondisi klinis pasien
6. Mengetahui tujuan dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan bantuan napas
7. Melakukan pemberian bantuan nafas/ventilasi

B. RENCANA PEMBELAJARAN
Waktu praktikum 2 x 50 menit
Panduan Instruktur 1. 5 menit pertama pembukaan oleh instruktur
2. Pada 35 menit berikutnya instruktur menjelaskan teori dan
melakukan pemilihan alat suplementasi O2 berdasarkan
kondisi klinis pasien
3. Pada 10 menit berikutnya sesi diskusi
4. 50 menit terakhir mahasiswa mengerjakan post test yang
telah disediakan

C. DASAR TEORI
Sistem respirasi berfungsi membawa oksigen dari udara luar masuk ke dalam darah dan
membuang karbondioksida dari dalam tubuh. Sistem kardiovaskuler mendistribusikan darah baik
dari paru ke seluruh tubuh atau sebaliknya. Jika terjadi penurunan jumlah oksigen yang dibawa
dalam darah atau kemampuan darah mengikat oksigen, maka akan terjadi kerusakan jaringan
karena kekurangan oksigen. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk menghasilkan
energi. Oksigen yang terdapat dalam udara bebas sebesar 21% saja, sehingga pada keadaan
kegawatan yang mengakibatkan hipoksemia dan hipoksia perlu diperbaiki dengan peningkatan
fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi
(PO2).
Pusat pernafasan di otak dipengaruhi oleh aliran darah, kadar O2 dan CO2 dalam tubuh.
Keadaan tertentu seperti henti jantung, syok atau stroke menyebabkan gangguan aliran darah ke
otak. Konsekuensi gangguan sistem respirasi adalah gangguan distribusi oksigen yang adekuat ke
seluruh tubuh. Pernafasan akan berhenti beberapa detik setelah terjadi henti jantung. Penurunan
suplai oksigen serta gangguan pengeluaran oksigen dari tubuh yang disebabkan oleh sumbatan

1
jalan napas atau gangguan otot-otot rangka pernapasan juga menyebabkan henti nafas. Bila
penderita mengalami henti nafas, maka diperlukan bantuan ventilasi dengan tekanan positif
karena ventilasi tekanan positif dan suplemen O2 membantu supaya asupan oksigen ke tubuh
tetap adekuat.
Pengukuran keefektifan oksigenasi dan titrasi konsentrasi oksigen inspirasi (FiO2), dapat
dilakukan dengan pemeriksaan invasif yaitu analisa gas darah (PaO2 dan SaO2). Pulse oximetry
merupakan metode non-invasif untuk mengukur saturasi oksigen, tetapi tidak mengukur tekanan
parsial oksigen (PaO2). Saturasi O2 lebih besar dari 95% menandakan oksigenasi arteri perifer
yang adekuat (PaO2 > 70 mmHg). Pulse oxymetri menggambarkan perfusi perifer dan tidak dapat
membedakan Oksihemoglobin atau methemoglobin sehingga terbatas pada kondisi
vasokonstriksi berat dan keracunan karbonmonoksida. Keadaan anemia berat (Hb < 5 g/dL) atau
hipotermia (suhu tubuh < 300C) menurunkan reliabilitas penggunaannya. Penggunaan pulse
oximetry pada kasus trauma bermanfaat karena saturasi oksigen dipantau secara kontinyu dan
dapat menilai intervensi terapeutik yang dilakukan. Cara pemasangan pulse oxymetri dengan
benar yaitu di ujung jari telunjuk/jari lainnya dan memastikan bahwa posisi lampu LED tepat di
atas kuku pasien.

2
Gb. Korelasi Saturasi Oksigen (SpO2) dengan Kadar Oksigen Darah (PaO2)

Nilai Pulse Oximetry Arti Klinis


95 – 100% dalam batas normal
90 – < 95% hipoksia ringan sampai sedang
85 – < 90% hipoksia sedang sampai berat
< 85% hipoksia berat yang mengancam jiwa

TERAPI OKSIGEN
Tujuan terapi oksigen :
1. Mempertahankan oksigen jaringan yang kuat.
2. Menurunkan kerja napas.
3. Menurunkan kerja jantung.

Indikasi terapi oksigen :


1. Henti jantung dan henti nafas
2. Gagal napas akut
3. Syok oleh berbagai penyebab
4. Infark miokard akut
5. Keadaan di mana metabolisme rate tinggi (tirotoksikosis, sepsis, hipertermia)
6. Keracunan gas CO (karbon monoksida)
7. Asidosis metabolik
8. Untuk mengatasi keadaan-keadaan : emfisema pasca bedah, emboli udara, pneumothorax

3
9. Anemia berat
10. Tindakan preoksigenasi menjelang induksi anestesi

Pemberian oksigen selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau napas akut dengan
ketentuan berikut :
1. Tanpa gangguan napas, O2 diberikan 2 liter/menit melalui kanul binasal.
2. Dengan gangguan napas berat, gagal jantung, henti jantung gunakan sistem yang dapat
memberikan O2 100%.
3. Dalam keadaan darurat gunakan alat bantu napas bag valve mask, lakukan intubasi dan berikan
oksigen 100%.
4. Pada pasien di mana rangsang napas tergantung pada keadaan hipoksia berikan oksigen dengan
FiO2 kurang dari 50% dan awasi ketat.
5. Atur oksigen berdasarkan kadar gas darah (PO2) atau saturasi (SaO2).

Bahaya dan efek samping pemberian oksigen :


1. Kebakaran
2. Hipoksia
3. Hipoventilasi
4. Atelektasis paru
5. Keracunan oksigen

Pencegahan :
1. Jangan memberikan oksigen dengan konsentrasi 50% lebih dari 48 jam.
2. Setiap pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi harus disertai pemantauan PaO2.

METODE PEMBERIAN OKSIGEN


1. Sistem Aliran Rendah
a. Aliran rendah konsentrasi rendah
 Kanul binasal
Dengan aliran 1-6 liter/menit, memberikan FiO2 24 – 44% dengan. Kadar yang dihasilkan
tergantung pada besarnya aliran dan volume tidal pernapasan pasien. Kadar oksigen
bertambah 4% untuk setiap tambahan 1 liter/menit oksigen.
Keuntungan :
• Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju napas teratur
• Baik diberikan pada jangka waktu lama
• Pasien dapat bergerak bebas, makan, minum dan bicara
Kerugian :
• Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, bagian belakang telinga tepat tali binasal
• FiO2 akan berkurang bila pasien bernapas dengan mulut
b. Aliran rendah konsentrasi tinggi
 Sungkup muka sederhana (simple face mask)
Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasofaring dan orofaring sebagai
penyimpanan anatomik. Aliran diberikan 6 -10 liter/menit dengan FiO2 mencapai 60%.
 Sungkup muka kantong rebreathing (rebreathing mask)

4
Aliran yang diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 80%. Udara
inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi. Sepertiga bagian volume ekshalasi
masuk ke kantong, dua pertiga bagian volume ekshalasi melewati lubang – lubang pada
bagian samping.
 Sungkup muka kantong non rebreathing (non rebreathing mask)
Aliran diberikan 8-12 liter/menit dengan FiO2 mencapai 100%. Udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi dan tidak dipengaruhi oleh udara luar.
Kerugian penggunaan sungkup :
• Mengikat (sungkup terus melekat pada pipi / wajah pasien untuk mencegah kebocoran)
• Lembab
• Pasien tidak dapat makan, minum dan bicara
• Dapat terjadi aspirasi jika pasien muntah, terutama pada pasien tidak sadar
2. Sistem Aliran Tinggi
a. Aliran tinggi konsentrasi rendah
 Sungkup venturi
Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi oksigen berkisar 24-50%. Dipakai
pada pasien dengan tipe ventilasi yang tidak teratur. Alat ini digunakan pada pasien dengan
hiperkarbi yang disertai hipoksemia sedang sampai berat.
b. Aliran tinggi konsentrasi tinggi
 Head box
 Sungkup CPAP (continuous positive airway pressure)
 HFNC (high flow nasal canule)

No Cara Pemberian Aliran Oksigen Konsentrasi Contoh Gambar


(liter/menit) (% FiO2)
1 Nasal kateter / 1–2 24 – 28
kanul 3–4 30 – 35
5–6 38 – 44

2 Masker 5–6 40
sederhana 6–7 50
(simple facemask) 7–8 60

3 Masker dengan 6 60
kantong simpan 7 70
(rebreathing/non 8 80
rebreathing 9 – 10 90 – 99
mask)

5
4 Masker venturi aliran tetap 24 – 35

5 Head box 8 – 10 40

6 Ventilator bervariasi 21 – 100


mekanik

7 High flow nasal hingga 85 21 – 100


canule (bervariasi
tergantung
merk HFNC)

6
HIGH FLOW NASAL CANULE (HFNC)
High-flow nasal cannula (HFNC) merupakan suplementasi oksigen yang tidak seperti nasal
kanul di mana bisa memberikan kecepatan aliran oksigen yang sangat tinggi. Aliran dengan
kecepatan tinggi ini dilewatkan pada ruang pemanas hingga mengalami kenaikan kelembaban
(relative humidity) serta temperatur hingga mencapai temperatur tubuh pasien. Penyesuaian
kelembaban dan temperatur terhadap kondisi pasien ditujukan untuk menjaga kenyamanan pasien.
Fraction of inspired oxygen (FiO2) yang dapat diberikan antara 21-100% dengan aliran hingga 85
liter/menit (bervariasi tergantung dari merk HFNC). Kecepatan aliran dan FiO2 dapat dititrasi sesuai
dengan kebutuhan pasien. Pada pandemi Covid-19, HFNC merupakan salah satu modalitas alat
suplemetasi oksigen yang digunakan pada pasien Covid-19.
Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC yaitu dengan memberikan flow 30 L/menit, FiO2
40% sesuai dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 - 96%. Naikkan
flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi oksigen, jika :
- Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)
- Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%)
- Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, penggunaan otot bantu nafas aktif)
Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan menggunakan indeks ROX. Jika pasien
mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman (indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan
12 menandakan bahwa pasien tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX < 30%
menandakan risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi. Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama),
parameter keberhasilan terapi oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis
pada pasien, pertimbangkan untuk menggunakan ventilator mekanik baik secara invasif atau trial
NIV.
De-eskalasi bertahap pada penyapihan perangkat HFNC, dimulai dengan menurunkan FiO2 5-
10% per 1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%. Apabila penyapihan fraksi sudah mencapai 30%, maka
selanjutnya lakukan penyapihan flow secara bertahap 5-10 L per 1- 2 jam hingga mencapai 25 L.
Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional (non rebreathing mask) ketika flow
sudah berhasil mencapai 25 L/menit dan FiO2 < 30%.

Index ROX = (SpO2 : FiO2) : laju napas

Contoh menghitung index ROX :


SpO2 = 94%
FiO2 = 60% (0,6)
RR = 25
Index ROX = (94 : 0,6) : 25 = 6,27

7
Indikasi pemberian HFNC :
1. Acute Hypoxemic Respiratory Failure
2. Post-extubation (Patients at Low Risk for Reintubation)
3. Pre-oxygenation Prior to Intubation
4. Do Not Resuscitate (DNR)/Do Not Intubate (DNI) in Respiratory Distress
5. Cardiogenic Pulmonary Edema

Kontraindikasi pemberian HFNC :


1. Penurunan GCS <9
2. Abnormalitas daerah hidung, wajah, jalan napas yang tidak memungkinkan dalam penggunaan
nasal kanul yang pas di area tersebut (contoh : trauma wajah, obstruksi hidung)
3. Pasca henti jantung
4. Hemodinamik tidak stabil
5. Multi-organ failure

8
Contoh : laki – laki, 70 kg, laju napas 30 - 40 kali per menit dengan volume tidal normal (~500
mL) mengalami hipoksemia akut. Perhitungan ventilasi semenit (laju napas x volume tidal) pasien ini
antara 15 - 20 L/menit. Apabila pasien diberikan bantuan oksigenasi dengan nasal kanul 6 L/menit,
maka FiO2 yang dihantarkan sekitar 45% (6 L x 4% = 24 + saturasi udara bebas (21%) = 45%). Apabila
pasien bernapas dengan ventilasi semenit 15 - 20 L melalui mulut dan lubang hidung (sekitar nasal
kanul) dengan fraksi 21%, maka udara yang mencapai trakea pasien akan berdilusi dan lebih
mendekati fraksi 21% dibandingkan mencapai 45%.

9
Untuk menghantarkan sejumlah fraksi yang tinggi agar efektif ke pasien, maka ventilasi
semenit dan kebutuhan inspirasi tidak hanya perlu diserasikan namun juga bermanfaat untuk
meminimalisir efek dilusi oksigen.

MANAJEMEN BREATHING (PEMBERIAN BANTUAN NAFAS / VENTILASI)


 Pemberian bantuan nafas pada kondisi sadar dan nafas spontan diberikan dengan suplementasi
oksigen untuk mempertahankan saturasi O2 93-97%.
 Pemberian bantuan nafas pada kondisi sadar disertai tanda-tanda gagal nafas dilakukan dengan
pemberian O2 100% menggunakan bag-valve-mask, dan hindari keadaan hiperventilasi
 Pemberian bantuan napas pada cardiac arrest dilakukan setelah jalan nafas aman. Tujuan primer
pemberian bantuan nafas adalah mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan
sekunder untuk membuang CO2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan bantuan
napas :
- Berikan bantuan nafas dalam waktu 1 detik dan dada mengembang
- Jika belum terpasang advanced airway, bantuan nafas diberikan 2 kali setelah dilakukan
kompresi dada 30 kali
- Jika sudah terpasang advanced airway, bantuan nafas diberikan dengan frekuensi 8-10
kali/menit dan volume tidal 6-8 ml/kgBB
- Penderita dengan hambatan jalan napas atau komplians paru yang buruk memerlukan
bantuan napas dengan tekanan lebih tinggi sampai memperlihatkan dinding dada
terangkat.
- Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak diperlukan karena dapat menimbulkan
distensi lambung serta komplikasinya, seperti regurgitasi dan aspirasi.

10
PEMBERIAN BANTUAN NAFAS bisa dilakukan dengan metode :
a. Mulut ke Mulut (Mouth-to-Mouth)
Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen yang dipakai
berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara melakukan pertolongan adalah :
 Mempertahankan posisi head tilt-chin lift, yang dilanjutkan dengan menjepit hidung
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan.
 Buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong
melingkari mulut penderita, kemudian hembuskan lambat. Setiap tiupan selama 1 detik dan
pastikan sampai dada terangkat.
 Tetap pertahankan head tilt-chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut penderita, lihat
apakah dada penderita turun waktu ekshalasi.

b. Mulut ke Hidung
Nafas bantuan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut sulit dilakukan, misalnya karena
trismus. Caranya adalah katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian hembuskan udara
seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu ekshalasi.
c. Mulut ke Sungkup
Penolong menghembuskan udara melalui sungkup yang diletakkan di atas dan melingkupi mulut
dan hidung penderita. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan, sehingga muntahan dan warna
bibir penderita dapat terlihat.
Cara melakukan pemberian napas mulut ke sungkup :
 Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu jari.
 Lakukan head tilt-chin lift/jaw thrust, tekan sungkup ke muka penderita dengan rapat,
kemudian hembuskan udara melalui lubang sungkup sampai dada terangkat.
 Hentikan hembusan dan amati turunnya pergerakan dinding dada.

11
d. Dengan Bag Valve Mask
Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang menempel pada
sungkup muka. Volume kantung napas ini bervariasi 500 ml, 1.0L, 1.5L, 2 L. Alat ini digunakan
untuk pemberian bantuan nafas disambungkan ke sumber oksigen.

Bila alat tersebut disambungkan ke sumber oksigen, maka kecepatan aliran oksigen sampai 12
liter/menit (memberikan FiO2 sebesar 74%). Penolong hanya memompa sekitar 400-600 ml (6-8
ml/kgBB) dalam 1 detik ke penderita. Bila tanpa O2 dipompakan 10 ml/kgBB dalam 1 detik.
Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan napas dan meletakkan sungkup
menutupi muka dengan teknik C-E Clamp (bila seorang diri), yaitu ibu jari dan jari telunjuk
membentuk huruf “C” untuk mempertahankan sungkup di muka penderita dan jari ketiga,
keempat dan kelima membentuk huruf “E” dan diletakkan di bawah rahang bawah untuk
mengekstensikan dagu dan rahang bawah. Tindakan ini akan mengangkat lidah dari belakang
faring dan membuka jalan nafas.
Hal yang harus diperhatikan pada tindakan ini antara lain :
1. Jika ada 2 penolong, 1 penolong pada posisi di atas kepala penderita menggunakan ibu jari
dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah agar tidak terjadi kebocoran di sekitar
sungkup dan mulut, jari-jari yang lain mengangkat rahang bawah dengan mengekstensikan
kepala sambil melihat pergerakan dada. Penolong kedua secara perlahan memompa kantung
sampai dada terangkat.
2. Jika ada 1 penolong : dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir sungkup dan jari – jari
lainnya mengangkat rahang (C-E Clamp), tangan yang lain memompa kantung napas sambil
melihat dada terangkat.

12
e. Dengan Intubasi Endotrakeal
Pada keadaan henti jantung dan henti napas, apabila terpasang alat bantu jalan nafas lanjutan,
pemberian ventilasi dengan memperhatikan hal-hal berikut:
- Pada waktu resusitasi jantung paru / saat terjadi henti jantung berikan ventilasi 8-10 kali per
menit (1 ventilasi tiap 6 – 8 detik).
- Pada kejadian henti napas tanpa disertai henti jantung berikan ventilasi 10 -12 kali per menit
(1 ventilasi setiap 5 – 6 detik). Contoh : pada pasien cardiac arrest yang telah kembali ke
sirkulasi spontan tetapi terdapat henti napas / apneu.

13
D. CHECK LIST TERAPI OKSIGEN
Nilai
No. Aspek ketrampilan dan Medis yang dilakukan 0 1 2
1 Informed consent : salam, memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan, meminta persetujuan (kepada keluarga jika pasien tidak sadar).
2 Melakukan proteksi diri.
3 Melakukan pemasangan pulse oximetry dengan benar pada jari pasien untuk
menilai saturasi oksigen (di ujung jari telunjuk dan memastikan bahwa posisi
lampu LED tepat di atas kuku pasien).
3 Melakukan pembacaan angka yang tertera pada pulse oximetry dan menentukan
derajat hipoksia.
4 Melakukan pemasangan alat suplementasi oksigen sesuai masalah klinis.
5 Menghubungkan alat ke tabung oksigen dan memberikan aliran O2 dengan benar.
6 Melakukan observasi pemberian oksigen dengan tetap memantau secara berkala
saturasi pada pulse oximetry.
7 Aspek profesionalitas

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Anestesiologi. Soenarjo, Marwoto, Witjaksono, dkk. Cetakan I. Semarang : IDSAI; 2010.
2. Advanced Trauma Life Support for Doctors. Abad VM, Acker J, Turki SA, et all. 8th Edition.
Chicago : American Collage of Surgeons; 2008.
3. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Dasar edisi 2013, BCLS Indonesia, Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP-PERKI); 2013.
4. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut edisi 2013, ACLS Indonesia, Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP-PERKI) 2013.
5. Morgan Clinical Anesthesiology. 6th Edition. Lange; 2018
6. High-flow Nasal Cannula: Mechanisms of Action and Adult and Pediatric Indications. Lodeserto
FJ, Lettich TM, Rezaie SR. Cureus; 2018.
7. Use of High Flow Nasal Cannula in Respiratory Failure in Adult Patients with COVID-19
Respiratory Failure.
8. Pedoman Tatalaksana Covid-19. Burhan E, dkk. Edisi 3. Jakarta; 2020.

14

Anda mungkin juga menyukai