Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PRAKTIK KLINIK

DI RSUD KOTA YOGYAKARTA

Disusun oleh :

Retno Dwi Wulandari (211614)

Sallsabila Aulia Arya Putri (211615)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KARYA HUSADA YOGYAKATA

TAHUN 2022
TERAPI OKSIGEN

1. Definisi Terapi Oksigen (O2)


Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya
pengobatan dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki
hipoksia jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan
cara meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan
daya angkut oksigen (O2) ke dalam sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau
ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan.

2. Indikasi Terapi Oksigen (O2)


Terapi oksigen (O2) dianjurkan pada pasien dewasa, anak-anak dan bayi (usia
di atas satu bulan) ketika nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari 60 mmHg
atau nilai saturasi oksigen (O2) kurang dari 90% saat pasien beristirahat dan bernapas
dengan udara ruangan. Pada neonatus, terapi oksigen (O2) dianjurkan jika nilai
tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari 50 mmHg atau nilai saturasi oksigen (O2)
kurang dari 88%. Terapi oksigen (O2) dianjurkan pada pasien dengan kecurigaan
klinik hipoksia berdasarkan pada riwayat medis dan pemeriksaan fisik. Pasien-pasien
dengan infark miokard, edema paru, cidera paru akut, sindrom gangguan pernapasan
akut (ARDS), fibrosis paru, keracunan sianida atau inhalasi gas karbon monoksida
(CO) semuanya memerlukan terapi oksigen (O2). Terapi oksigen (O2) juga diberikan
selama periode perioperative, sebelum dilakukannya beberapa prosedur, seperti
pengisapan trakea atau bronkoskopi, pada kondisi-kondisi yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (O2), seperti pada luka bakar,
trauma, infeksi berat, penyakit keganasan, kejang demam dan lainnya.
a. Terapi Oksigen (O2) Jangka Pendek
Terapi oksigen (O2) jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada
pesien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut, di antaranya pneumonia,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dengan eksaserbasi akut, asma bronkial,
gangguan kardiovaskuler dan emboli paru. Pada kondisi ini, oksigen (O2)
diberikan dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) berkisar antara 60-100% dalam
jangka waktu yang pendek sampai kondisi klinik membaik dan terapi yang
spesifik diberikan. Adapun pedoman untuk pemberian terapi oksigen (O2)
berdasarkan rekomendasi oleh American College of Che-st Physicians, the
National Heart, Lung and Blood Institute. Indikasi Terapi Oksigen (O2) Jangka
Pendek, indikasi yang sudah direkomendasi:
1) Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)
2) Henti jantung dan henti napas
3) Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
4) Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat < 18
mmol/ L)
5) Distress pernapasan (frekuensi pernapasan > 24 kali/ menit)
b. Terapi Oksigen (O2) Jangka Panjang
Pasien dengan hipoksemia, terutama pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK) merupakan kelompok yang paling banyak
menggunakan terapi oksigen (O2) jangka panjang. Terapi oksigen (O2) jangka
panjang pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) selama
empat sampai delapan minggu bisa menurunkan hematokrit, memerbaiki
toleransi latihan dan menurunkan tekanan vaskuler pulmoner.

Cara pemberian terapi oksigen (O2) dibagi menjadi dua jenis, yaitu (1) sistem
arus rendah dan (2) sistem arus tinggi.

a. Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah


1) Nasal kanul dan nasal kateter.
Nasal kanul dan nasal kateter merupakan alat terapi oksigen
(O2) dengan sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Nasal
kanul terdiri dari sepasang tube dengan panjang kurang lebih dua cm
yang dipasangkan pada lubang hidung pasien dan tube dihubungkan
secara langsung menuju oxygen flow meter. Nasal kanul arus rendah
mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 liter/ menit
dengan fraksi oksigen (O2) (Fi-O2) antara 24-44%. Aliran yang lebih
tinggi tidak meningkatkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) secara
bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran
menjadi kering. Adapun keuntungan dari nasal kanul yaitu pemberian
oksigen (O2) yang stabil serta pemasangannya mudah dan nyaman
oleh karena pasien masih dapat makan, minum, bergerak dan
berbicara. Untuk pasien anak-anak digunakan kateter nomor 8-10 F,
untuk wanita digunakan kateter nomor 10-12 F dan untuk pria
digunakan kateter nomor 12-14 F. Fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang
dihasilkan sama dengan nasal kanul.

Nasal kanul Nasal kateter

2) Sungkup muka tanpa kantong penampung.


Sungkup muka tanpa kantong penampung merupakan alat
terapi oksigen (O2) penggunaannya dilakukan dengan cara diikatkan
pada wajah pasien dengan ikat kepala elastis yang berfungsi untuk
menutupi hidung dan mulut. Tubuh sungkup berfungsi sebagai
penampung untuk oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2) hasil
ekspirasi. Alat ini mampu menyediakan fraksi oksigen (O2) (FiO2)
sekitar 40-60% dengan aliran sekitar 5-10 liter/ menit. Pada
penggunaan alat ini, direkomendasikan agar aliran oksigen (O2) dapat
tetap dipertahankan sekitar 5 liter/ menit atau lebih yang bertujuan
untuk mencegah karbon dioksida (CO2) yang telah dikeluarkan dan
tertahan pada sungkup untuk terhirup kembali.
Adapun keuntungan dari penggunaan sungkup muka tanpa
kantong penampung adalah alat ini mampu memberikan fraksi
oksigen (O2) (FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul ataupun
nasal kateter dan sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlubang besar sedangkan kerugian dari alat ini
yaitu tidak dapat memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) kurang dari
40%, dapat menyebabkan penumpukan karbon dioksida (CO2) jika
aliran oksigen (O2) rendah dan oleh karena penggunaannya menutupi
mulut, pasien seringkali kesulitan untuk makan dan minum serta suara
pasien akan teredam.
Sungkup muka tanpa kantong penampung paling cocok untuk
pasien yang membutuhkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang lebih
tinggi daripada nasal kanul ataupun nasal kateter dalam jangka waktu
yang singkat, seperti terapi oksigen (O2) pada unit perawatan pasca
anestesi. Sungkup muka tanpa kantong penampung sebaiknya juga
tidak digunakan pada pasien yang tidak mampu untuk melindungi
jalan napas mereka dari resiko aspirasi.

Sungkup muka tanpa kantong


Penampung

3) Sungkup muka dengan kantong penampung.


Terdapat dua jenis sungkup muka dengan kantong penampung,
yaitu sungkup muka partial rebreathing dan sungkup muka
nonrebreathing. Perbedaan di antara kedua jenis sungkup muka
tersebut adalah adanya katup pada tubuh sungkup dan di antara
sungkup dan kantong penampung. Sungkup muka partial rebreathing
tidak memiliki katup satu arah di antara sungkup dengan kantong
penampung sehingga udara ekspirasi dapat terhirup kembali saat fase
inspirasi sedangkan pada sungkup muka nonrebreathing, terdapat
katup satu arah antara sungkup dan kantong penampung sehingga
pasien hanya dapat menghirup udara yang terdapat pada kantong
penampung dan menghembuskannya melalui katup terpisah yang
terletak pada sisi tubuh sungkup. Sungkup muka dengan kantong
penampung dapat mengantarkan oksigen (O2) sebanyak 10-15 liter/
menit dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) sebesar 80-85% pada
sungkup muka partial rebreathing bahkan hingga 100% pada sungkup
muka nonrebreathing. Kedua jenis sungkup muka ini sangat
dianjurkan penggunaannya pada pasien-pasien yang membutuhkan
terapi oksigen (O2) oleh karena infark miokard dan keracunan karbon
monoksida (CO).

Rebreathing mask Non rebreathing mask

4) Oksigen (O2) transtrakeal.


Oksigen (O2) transtrakeal dapat mengalirkan oksigen (O2)
secara langsung melalui kateter di dalam trakea. Oksigen (O2)
transtrakeal dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk
menggunakan terapi oksigen (O2) secara kontinyu selama 24 jam dan
seringkali berhasil untuk mengatasi hipoksemia refrakter. Oksigen
(O2) transtrakeal dapat menghemat penggunaan oksigen (O2) sekitar
30-60-%. Keuntungan dari pemberian oksigen (O2) transtrakeal yaitu
tidak ada iritasi muka ataupun hidung dengan rata-rata oksigen (O2)
yang dapat diterima pasien mencapai 80-96%. Kerugian dari
penggunaan alat ini yaitu biayanya yang tergolong tinggi dan resiko
terjadinya infeksi lokal. Selain itu, ada pula berbagai komplikasi
lainnya yang seringkali terjadi pada pemberian oksigen (O2)
transtrakeal antara lain emfisema subkutan, bronkospasme, batuk
paroksismal dan infeksi stoma.

Oksigen transtrakeal
b. Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Tinggi
Terdapat dua indikasi klinis untuk penggunaan terapi oksigen (O2)
dengan arus tinggi, di antaranya adalah pasien dengan hipoksia yang
memerlukan pengendalian fraksi oksigen (O2) (FiO2) dan pasien hipoksia
dengan ventilasi yang abnormal. Adapun alat terapi oksigen (O2) arus tinggi
yang seringkali digunakan, salah satunya yaitu sungkup venturi. Sungkup
venturi merupakan alat terapi oksigen (O2) dengan prinsip jet mixing yang
dapat memberikan fraksi oksigen (O2) (FiO2) sesuai dengan yang
dikehendaki. Alat ini sangat bermanfaat untuk dapat mengirimkan secara
akurat konsentrasi oksigen (O2) rendah sekitar 24-35% dengan arus tinggi,
terutama pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan
gagal napas tipe II di mana dapat mengurangi resiko terjadinya retensi karbon
dioksida (CO2) sekaligus juga memerbaiki hipoksemia. Alat ini juga lebih
nyaman untuk digunakan dan oleh karena adanya pendorongan oleh arus
tinggi, maka masalah rebreathing akan dapat teratasi.

Sungkup venturi
Fraksi Oksigen (O2) (FiO2) pada
Alat Terapi Oksigen (O2) Arus Rendah dan Arus Tinggi

Aliran Oksigen (O2) 100% Fraksi Oksigen (O2) (FiO2)


Sistem Arus Rendah

Nasal kanul
1 Liter/ menit 24
2 Liter/ menit 28
3 Liter/ menit 32
4 Liter/ menit 36
5 Liter/ menit 40
6 Liter/ menit 44
Transtrakeal
0,5-4 Liter/ menit 24-40
Sungkup oksigen (O2)
5-6 Liter/ menit 40
6-7 Liter/ menit 50
7-8 Liter/ menit 60
Sungkup dengan reservoir
6 Liter/ menit 60
7 Liter/ menit 70
8 Liter/ menit 80
9 Liter/ menit 90
10 Liter/ menit > 99
Nonrebreathing
4-10 Liter/ menit 60-100
Sistem Arus Tinggi

Sungkup venturi
3 Liter/ menit 24
6 Liter/ menit 28
9 Liter/ menit 40
12 Liter/ menit 40
15 Liter/ menit 50
PROSEDUR PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

Tekanan darah (TD), nadi, suhu/temperature dan respiration rate (RR) adalah
pengkajian dasar pasien, yang diambil dan didokumentasikan dari waktu ke waktu yang
menunjukkan perjalanan kondisi pasien. TD, nadi, suhu dan RR disebut dengan tanda vital
(vital sign) atau cardinal symptoms karena pemeriksaan ini merupakan indikator yang
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Tanda-tanda vital harus diukur dan dan dicatat
secara akurat sebagai dokumentasi keperawatan. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada
pasien dapat membantu perawat dalam membuat diagnosa dan perubahan respon pasien.
Jenis pemeriksaan tanda-tanda vital diantaranya :

1. Tekanan Darah (TD) normalnya 100-120/60-80 mmHg


Tekanan darah memiliki 2 komponen yaitu sistolik dan diastolik. Pada waktu
ventrikel berkonstraksi, darah akan dipompakan ke seluruh tubuh. Keadaaan ini
disebut sistolik, dan tekanan aliran darah pada saat itu disebut tekanan darah sistolik.
Pada saat ventrikel sedang rileks, darah dari atrium masuk ke ventrikel, tekanan aliran
darah pada waktu ventrikel sedang rileks disebut tekanan darah diastolik.
Kategori tekanan darah pada dewasa (Keperawatan Klinis, 2011)
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi (derajat 1) 140-159 90-99
Hipertensi (derajat 2) >160 >100

2. Nadi
Frekuensi denyut nadi dihitung dalam 1 menit, normalnya 60-100 x/menit.
Takikardi jika > 100 x/menit dan Bradikardi jika < 60 x/menit. Lokasi pemeriksaan
denyut nadi diantaranya :
a. Arteri radialis
b. Arteri ulnaris
c. Arteri brachialis
d. Arteri karotis
e. Arteri temporalis superfisial
f. Arteri maksiliaris eksterna
g. Arteri femoralis
h. Arteri dorsalis pedis
i. Arteri tibialis posterior

Skala ukuran kekuatan/kualitas nadi (Keperawatan Klinis, 2011). Level Nadi :


0 Tidak ada
1+ Nadi menghilang, hampir tidak teraba, mudah menghilang
2+ Mudah teraba, nadi normal
3+ Nadi penuh, meningkat
4+ Nadi mendentum keras, tidak dapat hilang

3. Suhu
Lokasi pemeriksaan suhu tubuh : mulut (oral) tidak boleh dilakukan pada
anak/bayi, anus (rectal) tidak boleh dilakukan pada klien dengan diare, ketiak (aksila),
telinga (timpani/aural/otic) dan dahi (arteri temporalis).
a. Hipotermia (<35° C)
b. Normal (35-37° C)
c. Pireksia/febris (37-41,1° C)
d. Hipertermia (>41,1° C)

Lokasi pengukuran suhu dan perbedaan hasil temperature :


a. Suhu Aksila Lebih rendah 10 C dari suhu oral
b. Suhu rektal Lebih tinggi 0,4-0,50 C dari suhu oral
c. Suhu aural/timpani Lebih tinggi 0,80 C dari suhu oral

4. Respiration Rate (RR)


Yang dinilai pada pemeriksaan pernafasan adalah : tipe pernafasan, frekuensi,
kedalaman dan suara nafas. Respirasi normal disebut eupnea (laki-laki : 12 – 20
x/menit), perempuan : 16-20 x/menit)
a. RR > 24 x/menit : Takipnea
b. RR < 10 x/menit : Bradipnea
5. Nadi, RR, dan tekanan darah (TD) berdasarkan usia (Keperawatan Klinis, 2011)

Usia Nadi (kali/menit) RR (kali/menit) TD sistolik (mmHg)


Dewasa (>18 tahun) 60-100 12-20 100-140
Remaja (12-18 tahun) 60-100 12-16 90-110
Anak-anak (5-12 tahun) 70-120 18-30 80-110
Pra sekolah (4-5 tahun) 80-140 22-34 80-100
Bawah 3 tahun (1-3 tahun) 90-150 24-40 80-100
Bayi (1 bulan – 1 tahun) 100-160 30-60 70-95
Baru lahir (0-1 bulan) 120-160 40-60 50-70

6. Suhu tubuh normal berdasarkan usia


Baru lahir : 36,8⁰C
1 tahun : 36,8⁰C
5-8 tahun : 37,0⁰C
10 tahun : 37,0⁰C
Remaja : 37,0⁰C
Dewasa : 37,0⁰C
Lansia (>70 thn) : 36,0C

INFUS

Infus menjadi salan satu perawatan medis yang sering dilakukan. Perawatan medis ini
dilakukan dengan mengaliri tubuh lewat pembuluh darah melalui selang infus. Selang infus
ini di dalamnya terdapat cairan infus yang akan masuk ke tubuh.

1. Cairan hipotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasiion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar
ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas
tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.2.

2. Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

3. Cairan hipertonik.
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%,
NaCl 45%hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk
darah (darah), dan albumin.

1. Asering

Cairan dalam tiap liternya memiliki komposisi sebagai berikut : Na 130 mEq, Cl
109 mEq, Ca 3 mEq, K 4 mEq, Asetat/garam 28 mEq. Fungsi cairan ini dapat
diberikan saat pasien dehidrasi (keadaan shock hipovolemik danasidosis), demam
berdarah dengue, trauma, dehidrasi berat, luka bakar dan shock hemoragik. Adapun
manfaat cairan asering yaitu:
a. Dapat menjaga suhu tubuh sentral pada anestasi dan isofluran terutama kandungan
asetatnya pada saat pasien dibedah
b. Meningkatkan tonisitas sehingga dapat mengurangi resiko edema serebral
2. Cairan Kristaloid
a. Normal Saline

Komposisi : Na 154 mmol/l, Cl 154 mmol/l


Kegunaan :
1) Mengganti cairan saat diare
2) Mengganti elektrolit dan cairan yang hilang di intravaskuler
3) Menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit serta membuat peningkatan pada
metabolitnitrogen berupa ureum dan kreatinin pada penyakit ginjal akut.

b. Ringer Laktat (RL)

Komposisi : (mmol/100 ml : Na = 130, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa


= 28-30 mEq/L). Manfaat cairan Ringer Laktat : Kandungan kaliumnya
bermanfaat untuk konduksi saraf danotak, mengganti cairan hilang karena
dehidrasi, syok hipovolemik dan kandungan natriumnyamenentukan tekanan
osmotik pada pasien.

c. Deaktrosa
Cairan terdiri dari beberapa komposisi yakni : Glukosa = 50 gr/l,100 gr/l,200
gr/l. Manfaat deaktrosa adalah cairan yang diperlukan pasien pada saat terapi
intravena,dandiperlukan untuk hidrasi ketika pasien sedang dan selesai operasi.

d. Ringer Asetat (RA)

Komposisi cairan ini hampir sama dengan cairan Ringer Laktat namun
keduanya memiliki manfaat yang berbeda bagi pasien yaitu :
1) Berguna sebagai cairan metabolisme di otot pasien
2) Bermanfaat bagi pasien resusitasi (kehilangan cairan akut) yang mengalami
dehidrasi yang berat dan syok maupun asidosis
3) Bagi pasien diare (yang kehilangan cairan dan bikarbonat masif)
4) Demam berdarah
5) Luka bakar (syok hemoragik)Manfaat yang dirasakan pasien dengan cairan
ini 3-4 kali lebih cepat dan efektif daripadacairan Ringer Laktat (RL).

3. Cairan Koloid
Cairan ini merupakan cairan yang terdiri dari molekul besar yang sulit untuk
menembus pada membran kapiler. Biasanya cairan digunakan untuk mengganti cairan
yang hilang yakni cairan intravaskuler, digunakan untuk membuat tekanan osmose
plasma lebih terjaga dan mengalami peningkatan. Jenis cairan koloid yaitu :
a. Albumin
Komposisi : Protein 69-kDa yang mendapat pemurnian yang berasal dari
plasma manusia (misalnya 5 %). Adapun manfaat albumin yaitu mengganti
jumlah volume yang hilang atau protein ketika pasien mengalami syok
hipovolemia, hipoalbuminemia, saat operasi ,trauma, gagal ginjal yang akut dan
luka bakar. Selain itu, ketika pasien diterapi dengan albumin dapat memberi
pengaruh diuresis yang berkelanjutan serta membantu dalam penurunan berat
badan.
b. Hidroxyetyl Starches (HES)
Komposisi : Starches (memiliki 2 tipe polimer glukosa:amilosa dan
amilopektin). Manfaat cairan HES yakni membantu menurunkan permeabilitas
pembuluh darah pada pasien post trauma. Sehingga resiko kebocoran kapiler
dapat terhindarkan dan membantu menambah jumlah volume plasma walaupun
pasien mengalami kenaikan permeabilitas.
c. Dextran
Komposisi : Polimer glukosa (hasil sintesis bakteri Leuconosyoc
mesenteroides melalui media sukrosa). Manfaat dextran, membantu menambah
plasma ketika pasien mengalami trauma, syok sepsis, iskemia celebral, vaskuler
perifer dan iskemia miokard. Selain itu, cairan dextran memberi efek anti
trombus yakni dapat menurunkan viskositas darah dan mencegah agregasi
platelet.
d. Gelatin
Komposisi: hidrolisi kolagen bovine. Manfaat : Memberi efek antikoagulan,
dapat membantu menambah volume plasma pada pasien.

4. Cairan Mannitol

Komposisi terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen (C6H14O6). Manfaatnya


yaitu membantu tekanan intrakranial yang tingga menjadi normal atau berkurang,
memberi peningkatan diuresis pada proses pengobatan gagal ginjal (oliguria),
membuat eksresi senyawa toksik menjadi meningkat. Bermanfaat juga sebagai larutan
irigasi genitourinerketika pasien sedang menjalani operasi prostat atau transuretral.

5. KA-EN 1B
Komposisinya dalam tiap 1000 ml yaitu : Sodium klorida 2,25 g, Anhidrosa
dekstros 37,5 g, Elektrolit (meq/L) yang terdiri dari : Na+ (38,5), Cl- (38,5), dan
glukosa (37,5 g/L). Manfaat cairan KA-EN 1B : Dapat menjadi cairan elektrolit
pasien pada kasus pasien yang sedang dehidrasi karena tidakmendapat asupan oral
dan pasien yang sedang demam. Selain itu cairan ini bisa diberikan kepada bayi
prematur maupun bayi yang baru lahir sebagai cairan elektrolitnya.

6. KA-EN 3A & KA-EN 3B

Komposisi :
KA-EN 3A : Sodium klorida 2,34 g, Potassium klorida 0,75 g, Sodium laktat 2,24 g,
Anhydrous dekstros 27 g, Cairan elektrolit (meq/L): Na + 60,K+10,Cl-
50,glukosa 27g/L,kcal/L:108
KA-EN 3B : Sodium klorida 1,75 g, Ptasium klorida 1,5 g, Sodium laktat 2,24,
Anhydrous
dekstros 27 g, Cairan elektrolit (mEq/L) : Na + (50),K+ (20),Cl-
(50),laktat- (20),glukosa (27g/L),kcal/L(108)
Manfaat kedua larutan ini adalah : Membantu memenuhi kebutuhan pasien akan
cairan dan elektrolit karena kandungan kaliumnya (pada KA-EN 3A mengandung
kalium 10 mEq/L dan KA-EN 3B mengandungkalium 20 mEq/L) yang cukup
walaupun pasien sudah melakukan ekskresi harian.

7. KA-EN MG3
Komposisi : Sodium klorida 1,75 g, Anhydrous dekstros 100 g, Sodium laktat
2,24 g, Cairan elektrolit (mEq/L) yang terdiri dari: Na+ (50),K+ (20),Cl- (50),laktat-
(20),glikosa(100 g/L),kcal/l (400). Manfaatnya yakni membantu cairan elektrolit
harian pasien maupun saat pasien mendapatasupan oral terbatas, memenuhi kebutuhan
kalium pasien (20 mEq/L) dan sebagai suplemen NPC yang dibutuhkan pasien (400
kcal/L).

8. KA-EN 4A

Memiliki komposisi (per 1000 ml), yang mengandung : Na 30 mEq/L, Cl 20


mEq/L, K 0 mEq/L, Laktat 10 mEq/L, Glukosa 40 gr/L. Manfaat larutan ini yakni
dapat diberikan sebagai larutan infus untuk bayi dan anak-anak, menormalkan kadar
konsentrasi kalium serum pada pasien, membantu pasien mendapatkan cairan kembali
ketika mengalami dehidrasi hipertonik.

9. KA-EN 4B

Komposisinya yaitu : Na 30 mEq/L, K 8 mEq/L, Laktat 10 mEq/L, Glukosa


37,5 gr/L, Cl 28 mEq/L. Manfaat cairan infus KA-EN 4B : Dapat diberikan pada bayi
dan anak anak usia kurang dari 3 tahun sebagai cairan infus bagi mereka, mengurangi
resiko hipokalemia ketika pasien kekurangan kalium dan mengganti cairan elektrolit
pasien ketika dehidrasi hipertonik.
10. Otsu-NS

Komposisinya terdiri dari elektrolit (mEq/L) : Na+=154, Cl- +154. Manfaat


cairan Otsu-NS yakni mengganti Na dan Cl ketika pasien diare, mengganti kehilangan
natrium pada pasien saat asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, dan luka
bakar. Selain itu, mengganti cairan saat pasien mengalami dehidrasi akut.
11. Otsu-RL

Komposisi terdiri dari cairan elektrolit (mEq/L), yaitu : Na+ =130, K+ = 4, Cl-
=108.7, Laktat = 28, Ca++ = 2.7. Manfaatnya yaitu memberi pasien ion bikarbonat
dan sebagai cairan asidosi metabolik dansebagai resuisitasi.

12. MARTOS-10

Komposisi : 400 kcal/L. Manfaat cairan ini adalah dapat membantu


mencukupi suplai air dan karbohidrat pada pasien diabetik secara parental dan dapat
memberi nutrisi eksogen pada pasien kritis penderitatumor, infeksi berat, pasien stres
berat maupun pasien mengalami defisiensi protein.

13. AMIPAREN
Komposisi tiap liter dari Amiparen terdiri dari beberapa kandungan yaitu: L-
leucine 14g, L-isoleucine 8g, L-valine 8g,lysine acetate 14,8g (L-lysine equivalent
10,5g),L-threonine 5,7g, L-tryptophan 2g, L-methionine 3,9g, L-phenylalanine 7g, L-
cysteine 1g,L-tyrosine 0,5g, L-arginine 10,5g, L-histidine 5g,L-alanine 8g, L-proline
5g, L-serine3g,aminoacetic acid 5,9g, L-aspartic acid 30 w/w%, total nitrogen 15,7g,
sodium kurang lebih2 mEq, acetate kira-kira 1220 mEq dan kandungan Sodium
bisulfit ditambahkan sebagai stabilisator. Cairan ini bermanfaat bagi pasien yang
mengalami stres metabolik berat, mengalami luka bakar, kwasiokor dan sebagai
kebutuhan nutrisisecara parental.

14. AMINOVEL- 600

Komposisi cairan ini tiap 600 liter terdiri atas : amino acid (L-form) 50g, D-
sorbitol 100g, ascorbic acid 400mg, inositol 500mg, nicotinamide 60mg, pyridoxine
HCl 40mg, riboflavin sodium phosphate 2,5mg. Selain itu komposisinya terdiri dari
elektrolit: Sodium 35 mEq, potassium 25 mEq,magnesium 5 mEq, acetate 35 mEq,
maleate 22 mEq, chloride 38 mEq. Manfaatnya adalah meningkatkan kebutuhan
metabolik pada pasien yang mengalami luka bakar, trauma pasca operasi serta pasien
yang mengalami stres metabolik sedang. Selain itu,cairan diberikan kepada pasien GI
sebagai penambah nutrisi.

15. TUTOFUSIN OPS


Komposisi tiap liternya : Natrium = 100 mEq, Kalium = 18 mEq, Kalsium = 4
mEq, Sorbitol = 50 gram, Klorida = 90 mEq, Magnesium =6 mEq. Manfaatnya yakni
memenuhi kebutuhan pasien akan air dan cairan elektrolit baik saat sebelum, sedang
dan sesudah operasi. Selain itu, dapat membantu pasien mendapatkan kembali air dan
cairan elektrolit saat mengalami dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan intarselular,
juga memenuhi kebutuhan pasien akan makanan yang mengandung karbohidrat
secara parsial.

PERAWATAN KATETER

1. Pengertian Kateter
Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan. Kateter
terutama terbuat dari bahan karet atau plastik. Kateterisasi urine adalah tindakan
memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan
mengeluarkan urine.

2. Tujuan Kateter Urine


a. Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
b. Untuk pengumpulan jumlah urine yang dilakukan pemantauan secara ketat
c. Untuk pengambilan specimen urine (pemeriksaan laborat)
d. Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan
e. Tujuan diagnostik dan terapi

3. Macam Kateter Urine


Kateter urine bisa terbuat dari karet atau silikon. Kateter dipasang menetap,
terdapat balon yang dapat dikembangkan sesudah kateter berada kandung kemih.

4. Perawatan Kateter Menetap


Kateter merupakan benda asing pada uretra dan kandung kemih, bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan komplikasi serius. Hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk merawat kateter menetap:
a. Banyak minum sehingga tidak terjadi kotoran yang bisa mengendap di dalam
kateter
b. Mengosongkan urine bag secara teratur
c. Tidak mengangkat urine bag lebih tinggi dari tubuh penderita agar urine tidak
mengalir kembali ke kandung kemih
d. Membersihkan, darah, nanah, sekret periuretra dan mengolesi kateter dengan
antiseptik secara berkala
e. Ganti kateter paling tidak 1 minggu sekali untuk karet, 1 bulan untuk silicon.

5. Komplikasi Pemasangan Kateter


a. Menyebabkan luka dan perdarahan uretra yang berakhir dengan struktur uretra
seumur hidup
b. Infeksi saluran kencing

ROM (RANGE OF MOTION)

1. Pengertian
Range of motion (ROM) adalah tindakan atau latihan otot dan persendian
yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit,
disabilitas atau trauma. Dimana pasien menggerakan masing-masing persendiannya
sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

2. Tujuan
a. Mencegah risiko atropi otot pada klien yang mengalami imobilisasi
b. Mencegah terjadinya kontraktur pada sendi
c. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot d
d. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot
3. Jenis ROM
a. ROM aktif : perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal (klien aktif).
b. ROM pasif : perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang
gerak yang normal (klien pasif).
c. ROM aktif dengan bantuan : klien melakukan gerakan ROM dengan sedikit
bantuan dari perawat

4. Indikasi
Klien dengan tirah baring yang lama, klien dengan penurunan tingkat kesadaran,
kelemahan otot, dan fase rehabilitas fisik.

5. Kontra Indikasi
Klien dengan fraktur, kelainan sendi atau tulang, dank lien fase imobilisasi karena
kasus penyakit (jantung).

6. Pengkajian
a. Identifikasi kemampuan masing-masing sendi dalam meakukan gerakan,
pengkajian dapat pula dilakukan saat klien melakukan aktivitasnya dengan
mengobservasi kemampuan atau keterbatasan dalam pergerakan.
b. Identifikasi daerah sendi terhadap tanda peradangan seperti kemerahan, bengkak,
nyeri saat sendi bergerak atau diam.
c. Identifikasi adanya deformitas atau perubahan bentuk pada sendi.

7. Gerakan ROM
Fleksi, ekstensi, hiperekstensi, rotasi, sirkumduksi, supinasi, pronasi, abduksi,
adduksi, dan oposisi.

8. Hal-hal Yang Perlu Diperhatian


Saat melaksanakan latihan, perlu diperhatikan:
a. Keterbatasan pergerakan atau ketidakmampuan menggerakkan sendi.
b. Bengkak, nyeri, kemerahan, krepitus, deformitas pada sendi.
c. Saat melakukan ROM pasif, berikan sokongan sendi.
d. Lakukan setiap gerakan dengan perlahan dan berhati-hati.
e. Setiap gerakan dilakukan sesuai kemampuan.
f. Ulangi masing-masing gerakan sebanyak 5 kali
g. Hentikan gerakan latihan jika klien mengungkapkan ketidaknyamanan seperti
nyeri atau terjadi spasme pada daerah otot yang bersangkutan.

9. Kemampuan Rentang Gerak Sendi


a) Gerakan leher :

1. Fleksi : arahkan dagu ke sternum, upayakan untuk menyentuh sternum (ROM


45 derajat).
2. Extensi : posisikan kepala pada posisi semula atau netral (ROM 45 derajat).
3. Hiperextensi : gerakan kepala kea rah belakang atau menengadah sejauh
mungkin (ROM 10 derajat).
4. Fleksi lateral : gerakan kepala kea rah bahu, lakukan sesuai kemampuan
(ROM 40-45 derajat).
5. Rotasi : pertahankan wajah kea rah depan lalu lakukan gerakan kepala
memutar membentuk gerakan melingkar (ROM 360 derajat)

b) Gerakan bahu :
1. Fleksi : letakkan kedua lengan pada sisi tubuh, perlahan angkat lengan ke arah
depan mengarah ke atas kepala, lakukan sesuai batas kemampuan (ROM 180
derajat).
2. Extensi : gerakan lengan kembali mengarah kesisi tubuh (ROM 180 derajat).
3. Hiperextensi : pertahankan lengan pada sisi tubuh dengan lurus, lalu perlahan
gerakan lengan ke arah belakang tubuh (ROM 45-60 derajat).
4. Abduksi : angkat lengan lurus kearah sisi tubuh hingga berada di atas kepala
dengan mengupayakan punggung tangan mengarah ke kepala dan telapak
tangan ke arah luar (ROM 180 derajat).
5. Adduksi : turunkan kembali lengan mengarah pada tubuh dan upayakan
lengan menyilang di depan tubuh semampu klien.
6. Rotasi internal : lakukan fleksi pada siku 45 derajat, upayakan bahu lurus dan
tangan mengarah ke atas, lalu gerakkan lengan kea rah bawah sambil
mempertahankan siku tetap fleksi dan bahu tetap lurus.
7. Rotasi external: dengan siku yang dalam keadaan fleksi, gerakkan kembali
lengan ke arah atas hingga jari-jari menghadap ke atas (ROM 90 derajat).
8. Sirkumduksi : luruskan lengan pada sisi tubuh, perlahan lakukan gerakan
memutar pada sendi bahu (ROM 360 derajat).

c) Gerakan siku :

1. Fleksi : angkat lengan sejajar bahu. Arahkan lengan ke depan tubuh dengan
lurus,posisi telapak tangan menghadap ke atas, perlahan gerakkan lengan
bawah mendekati bahu dengan membengkokkan pada siku dan upayakan
menyentuh pada bahu (ROM 150 derajat).
2. Extensi : gerakkan kembali lengan hingga membentuk posisi lurus dan tidak
bengkok pada siku (ROM 150 derajat).
d) Gerakan lengan :

1. Supinasi : rendahkan posisi lengan, posisikan telapak tangan mengarah keatas


(ROM 70-90 derajat).
2. Pronasi : gerakkan lengan bawah hingga telapak tangan menghadap keatas
(ROM 70-90 derajat).

e) Gerakan pergelangan tangan :

1. Fleksi : luruskan tangan hingga jari-jari menghadap kedepan, perlahan


gerakkan pergelangan tangan hingga jari-jari mengarah ke bawah (ROM 80-
90 derajat).
2. Extensi : lakukan gerakan yang membentuk kondisi lurus pada jari-jari, tangan
dan lengan bawah (ROM 80-90 derjat)
3. Hiperektensi : gerakkan pergelangan tangan, hingga jari-jari mengarah kearah
atas. Lakukan sesuai kemampuan.
4. Abduksi : gerakan pergelangan tangan dengan gerakan kearah ibu jari (ROM
30 derajat).
5. Adduksi : gerakkan pergelangan tangan secara lateral dengan gerakan kearah
jari kelingking (ROM 30-50 derajat)

f) Gerakan jari tangan :

1. Fleksi : lakukan gerakkan mengepal (ROM 90 derajat).


2. xtensi : luruskan jari-jari (ROM 90 derajat).
3. Hiperextensi : bengkokkan jari- jari kearah belakang sejauh mungkin (ROM
30-60 derajat).
4. Abduksi : renggangkan seluruh jari-jari hingga ke 5 jari bergerak saling
menjauhi
5. Adduksi : gerakkan kembali jari-jari hingga ke 5 jari saling berdekatan
g) Gerakan pinggul :

1. Fleksi : arahkan kaki kedepan dan angkat tungkai perlahan pada posisi lurus,
(ROM 90-120 derajat).
2. Extensi : turunkan kembali tungkai hingga berada pada posisi sejajar dengan
kaki yang lainnya (ROM 90-120 derajat).
3. Hiperextensi : luruskan tungkai, perlahan gerakan tungkai kearah belakang
menjauhi tubuh (ROM 30-50 derajat).
4. Abduksi : arahkan tungkai dengan lurus menjauhi sisi tubuh kearah samping
(ROM 30-50 derajat).
5. Adduksi : arahkan tungkai dengan lurus mendekati sisi tubuh, lakukan hingga
kaki dapat menyilang pada kaki yang lain (ROM 30-50 derajat).
6. Rotasi internal : posisikan kaki denga jari-jari menghadap kedepan, perlahan
gerakkan tungkai berputar kearah dalam (ROM 90 derajat).
7. Rotasi eksternal : arahkan kembali tungkai ke posisi semula yaitu posisi jari
kaki menghadap kedepan (ROM 90 derajat). h) Sikumduksi : gerakan tungkai
dengan melingkar (ROM 360 derajat).

h) Gerakan lutut :

1. Fleksi : bengkokkan lutut, dengan mengarahkan tumit hingga dapat


menyentuh paha bagian belakang (ROM 120-130 derajat).
2. Extensi : arahkan kembali lutut hingga telapak kaki menyentuh lantai (ROM
120-130 derajat).

i) Gerakan pergelangan kaki :

1. Dorsifleksi : gerakan pergelangan kaki hingga jari kaki mengarah keatas,


lakukan sesuai kemampuan (ROM 20-30 derajat).
2. Platarfleksi : gerakan pergelangan kaki hingga jari-jari mengarah kebawah
(ROM 20-30 derajat).

j) Gerakan kaki :

1. Inversi : lakukan gerakan memutar pada kaki, arahkan telapak kaki kearah
medial (ROM 10 derajat).
2. Eversi : lakukan gerakan memutar pada kaki, arahkan telapak kaki kearah
lateral (ROM 10 derajat).
3. Fleksi : arahkan jari-jari kaki ke bawah (ROM 30-60 derajat).
4. Extensi : luruskan kembali jari-jari kaki (ROM 30-60 derajat).
5. Abduksi : regangkan jari-jari kaki hingga jari-jari saling menjauhi (ROM 15
derajat).
6. Adduksi : satukan kembali jari-jari kaki hingga jari-jari saling merapat (ROM
15 derajat).

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, R. (2019). STANDAR OPERASIONAL LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM). 61-68.

Budiawan, I. K. (2017). SOP Merawat Kateter Urine. 56-60.

MAYA, I. P. (2017 ). TERAPI OKSIGEN (O2). 7-17.

Nuarni, L. (2019). 15 Jenis Cairan Infus Dan Kegunaannya. 15 Jenis-Jenis Cairan Infus dan Fungsinya.

Saleha, H. (2019). PROSEDUR PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL. 1-6.

Anda mungkin juga menyukai