Anda di halaman 1dari 27

Sapondra Wjiaya

Sistem pengangkut O2 : paru-paru dan


sistim kardiovaskuler.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu
tergantung pada jumlah O2 yang masuk
kedalam paru-paru, adanya pertukaran gas
dalam paru yang adekuat, aliran darah
menuju jaringan, serta kapasitas darah untuk
mengangkut O2.
Aliran darah bergantung pada derajat
konstriksi jaringan vaskuler didalam jaringan
serta curah jantung.
Memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat
sesuai kebutuhan. (Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU, Dep.Kes. RI, 2005)
Pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer (21%).
Dengan tujuan memberikan transport oksigen yang
adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya
bernafas dan mengurangi stres pada
miokardium. (Brunner & Suddarth,2001)
Pemberian oksigen pada konsentrasi yang lebih tinggi
dari udara bebas untuk mencegah terjadinya
hipoksemia dan hipoksia yang akan mengakibatkan
terjadinya kematian sel. (Patria & Fairuz,2012)
Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah
arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob.
Mempertahankan PaO2 > 60 mmhg atau
SaO2 >90 % untuk mencegah dan mengatasi
hipoksemia / hipoksia serta mempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
Menurunkan kerja nafas dan miokard. Menilai
fungsi pertukaran gas. (Patria & Fairuz,2012)
Klien dengan kadar oksigen arteri rendah dari hasil analisa gas
darah.
Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon
terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan
dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan
pernafasan.
Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung
berusaha untuk mengatasi gangguan oksigen melalui
peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi tersebut maka terapi pemberian oksigen
diindikasikan pada klien dengan gejala :
Klien dengan keadaan tidak sadar.
Sianosis.
Hipovolemia.
Anemia berat.
Keracunan gas karbondioksida.
Selama dan sesudah pembedahan.
Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan
tekanan parsial normal sehingga sistem pernapasan
tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh.
Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat
pernapasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
karena kehilangan kemampuan ventilasi
Perubahan pola napas.
Hipoksia, dyspnea, sianosis, apnea, bradipnea,
takipnea (Tarwoto&Wartonah, 2010:35)
Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat pasien tidak dapat
mempertahankan sendiri jalan napas yang
adekuat
Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi
benturan atau cedera akan mengalami
gangguan
Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh
jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai
akibat dari keadaan hipermetabolisme.
Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak
darah dan pengaruh dari obat bius akan
mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh.
Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat
berbahaya jika dihirup karena akan
menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan
hemoglobin dalam darah.
Tujuan
Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat
kebutuhan oksigen minimal.
Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan
atau minum.
Indikasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat
bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen
Prinsip
Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan
atau rendah, biasanya hanya 3-5 L/menit.
Membutuhkan pernapasan hidung
Tidak dapat mengalirkan oksigen konsentrasi >40 %.
Pengertian
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan
masker yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi
hidung dan mulut klien.
Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing
mask terletak pada adanya vulve yang mencegah
udara ekspirasi terinhalasi kembali.
Macam Bentuk Masker :
Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi
oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8
liter/menit.
Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi
oksigen 60-80% dengan kecepatan aliran 8-12
liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang
baik, saat inspirasi maupun ekspirasi.
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang
rendah.
Non rebreathing mask
Mengalirkan oksigen dengan konsentrasi sampai 80-
100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit.
Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup,
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang
tinggi dan O2 yang rendah
Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang
dengan konsentrasi dan kelembaban yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kanul.
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke
mulut, dengan aliran 10-12 liter/menit dengan
konsentrasi 40 - 60%.
Sebelum terapi oksigen
Pastikan bahwa usaha napas spontan.
Auskultasi paru untuk memastikan jalan napas bebas dari
obstruksi. Jika terdapat obstruksi, bebaskan terlebih dahulu.
Jangan hanya memberikan oksigen. Penyebab hipoksia harus
dicari sebelum terjadi perbaikan yang bermakna setelah
pemberian terapi oksigen.
Kanula nasal merupakan sistem aliran rendah, pemebrian lebih
dari 6L/menit tidak bermakna, tetapi mengakibatkan membran
mukosa menjadi sangat kering sehingga pasien merasa tidak
nyaman. Gunakan sistem aliran tinggi jika pasien mempunyai
indikasi secara klinis atau dengan parameter lain.
Oksigen terapi memperbaiki oksigenasi bukan hiperkarbia. Jika
pasien mengalami hipoventilasi berada dalam kondisi dispneu
atau menunjukkan perubahan statis mental yang tidak membaik
dengan pemberian oksigen, lakukan pemeriksaan AGD.
Saat terapi oksigen diberikan
Periksa selang plastik pada nasal kanula dan tali pada
sungkup muka agar tidak terlalu ketat (tekanan yang
berlebihan pada kulit dapat mengakibatkan luka).
Perhatikan jika terjadi iritasi akibat pemakaian
sungkup muka dan nasal kanul di sekitar daerah
wajah dan telinga. Jika terdapat iritasi, maka dapat
diberikan kapas pada daerah tersebut.
Pastikan pasien mendapat cairan yang cukup karena
oksigen bersifat mengeringkan jaringan. Pasien
sering merasakan mulutnya kering dan tidak nyaman.
Perhatikan tidak terjadi pengumpulan mucus pada
nasal kanul.
Pastikan posisi pasien saat duduk atau tidur tidak
menekuk selang oksigen sehingga mengganggu aliran
oksigen.
Perhatikan tanda dan gejala oksigen yang
diberikan tidak adekuat :
Pasien merasa sukar bernapas.
Tampak lelah, irritable, gelisah.
Koordinasi otot berkurang, kapabilitas
mental menjadi lambat.
Dispneu, sianosis atau pucat.
Perubahan pada pola pernapasan.
Pasien mengeluh seolah-olah hendak pingsan
(gangguan fungsi kesadaran).
Frekuensi respirasi > 60 x/menit atau sianosis
atau terlalu tampak sakit untuk diberikan
makan (fasilitas pulse oximetry tidak
tersedia).
SpO2 < 90% atau dapat disesuaikan pada
kondisi tertentu, misalnya di ketinggian
(fasilitas pulse oximetry tersedia).
Jika memungkinkan AGD harus dilakukan
sebelum terapi oksigen diberikan.
AGD atau oksimetri harus dilakukan dalam waktu
dua jam setelah pemberian terapi oksigen dan
respon yang adekuat adalah apabila SaO2 > 90%.
Pasien hipoksemik yang beresiko aritmia atau
gagal napas harus dimonitor terus-menerus
dengan pulse oximetry.
Pada pasien dengan resiko gagal napas tipe 2,
AGD harus dilakukan lebih sering untuk menilai
PaO2 dan SaO2 harus dimonitor terus-menerus
dengan pulse oximetry.
Prosedur menghentikan terapi oksigen disebut penyapihan
(weaning),
dapat dilakukan secara bertahap dengan menurunkan
konsentrasi oksigen selama periode waktu yang ditetapkan
sambil dievaluasi parameter klinis dan SpO2 atau dapat juga
langsung dihentikan.
Awalnya penghentian oksigen dilakukan selama 30 menit dan
dilanjutkan untuk waktu yang lama, jika tidak terdapat
perburukan keadaan, penghentian dapat dilakukan secara total.
Tanda-tanda perburukan, yaitu peningkatan RR (terutama
>30x/menit), penurunan SpO2, peningkatan dosis oksigen
dibutuhkan untuk memastikan SpO2 berada pada target range,
rasa mengantuk, nyeri kepala, muka kemerahan, dan tremor.
Weaning dipertimbangkan apabila pasien sudah merasa nyaman,
penyakit dasar sudah terstabilisasai, tekana darah, nadi,
frekuensi napas, warna kulit dan oksimetri dalam batas normal,
serta hasil AGD dalam batas normal.
Disfungsi respirasi
Terlalu tingginya PaO2
CO2 penting dalam stimulasi bernapas. Pada
kadar PaO2 200 mmHg, maka kemampuan
bernapas spontan akan hilang.
Bahaya fisik
Meliputi ledakan tangki, kebakaran, iritasi
lokal dan pengeringan membran mukosa
Pemeriksaan untuk mengukur jumlah oksigen
dan karbon dioksida dalam darah. AGD juga
dapat digunakan untuk menentukan tingkat
keasaman atau pH darah.
Indikasi: Sesak napas, Sulit bernafas,
Kebingungan, Mual, Penyakit paru-paru,
misalnya asma, PPOK, pneumonia, dan lain-
lain. Penyakit ginjal, misalnya gagal ginjal.
Penyakit metabolik, misalnya diabetes
melitus atau kencing manis Cedera kepala
atau leher yang mempengaruhi pernapasan
pH darah arteri menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam
darah. pH kurang dari 7,0 disebut asam, dan lebih besar
pH dari 7,0 disebut basa, atau alkali. Ketika pH darah lebih
asam, terjadi akibat kadar karbon dioksida yang lebih
tinggi. Sebaliknya ketika pH darah lebih basa, maka hal ini
terjadi akibat kadar bikarbonat yang lebih tinggi.
Bikarbonat adalah bahan kimia yang membantu mencegah
pH darah menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
Tekanan parsial oksigen adalah ukuran tekanan oksigen
terlarut dalam darah. Hal ini menentukan seberapa baik
oksigen bisa mengalir dari paru-paru ke dalam darah.
Tekanan parsial karbon dioksida adalah ukuran tekanan
karbon dioksida terlarut dalam darah. Hal ini menentukan
seberapa baik karbon dioksida dapat mengalir keluar dari
tubuh.
Saturasi oksigen adalah ukuran dari jumlah oksigen yang
dibawa oleh hemoglobin dalam sel darah merah.
pH darah normal (arteri): 7,35-7,45
Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per liter
Tekanan parsial oksigen: 75 sampai 100 mmHg
Tekanan parsial karbon dioksida (pCO2): 35-45 mmHg
Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen.
pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Asidosis
Metabolik, contohnya pada gagal ginjal, syok, dan ketoasidosis
diabetik (KAD).
pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Asidosis
Respiratorik, contohnya pada penyakit paru-paru, termasuk
pneumonia atau PPOK.
pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Alkalosis
Metabolik, contohnya pada muntah kronis, kalium darah rendah
(hipokalemia).
pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah =>
Alkalosis Respiratorik, contohnya pada Bernapas terlalu cepat,
rasa sakit, atau kecemasan.
Jika pH darah rendah (asidosis), maka
perhatikan nilai pCO2, jika tinggi berarti
respiratorik dan jika rendah berarti metabolik.
Jika pH darah tinggi (alkalosis), maka perhatikan
nilai bikarbonat, jika tinggi berarti
metabolik dan jika rendah berarti respiratorik.

Anda mungkin juga menyukai