Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN
1.DEFINISI
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme,untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal
elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler
dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang
dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam
mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel
melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus
memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.

2. Tujuan
Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat :
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan oksigenasi
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan gangguan oksigenasi
c. Melakukan intervensi keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan oksigenasi
d. Melakukan evaluasi kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
e. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan
II. TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Terapi Oksigenasi


Oksigenasi merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme
untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas. Masuknya oksigen ke jaringan
tubuh ditentukan oleh sistem respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi.Terapi oksigen
adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen
di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah 21%. Tujuan terapi oksigen
adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya
bernafas dan mengurangi stres pada miokardium ( Mutaqqin, 2005 )
Tujuan terapi oksigenasi :
1. Mengembalikan PO2 arterial pada batas normal.
2. Mengoreksi kondisi hipoksia dan oksigenasi dapat diberikan secara adekuat.
3. Mengembalikan frekuensi pernapasan dalam batas normal.
2. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi menurut
NANDA (2011),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada,
nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan
muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis
kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-alveoli.
3. Faktor predisposisi
Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi yaitu :
1. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi ketidakseimbangan
konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan
hipoksia jaringan perifer.
3. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
4. Faktor perkembangan. Pada bayi premature berisiko terkena penyakit membrane hialin
karena belum matur dalam menghasilkan surfaktan. Bayi dan toddler berisiko mengalami
infeksi saluran pernafasan akut. Pada dewasa, mudah terpapar faktor risiko kardiopulmoner.
System pernafasan dan jantung mengalami perubahan fungsi pada usia tua / lansia.
5. Perilaku atau gaya hidup. Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopilmonar. Obesitas yang
berat menyebabkan penurunan ekspansi paru. Latihan fisik meningkatkan aktivitas fisik
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Gaya hidup perokok dikaitkan dengan sejumlah
penyakit termasuk penyakit jantung, PPOK, dan kanker paru (Potter&Perry, 2006).
4. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi
(proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila
pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan
pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).
5. Tanda dan Gejala
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan
nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek,
posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital
menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan
oksigenasi.
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea, kelelahan,
somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal
(pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal
frekuensi, irama dan kedalaman nafas.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
a. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls
dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap
stresfisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard terhadap
peningkatankebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
c. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi,pemeriksaan fungsi
paru, analisis gas darah (AGD).
8. Indikasi Terapi Oksigen.
Muttaqin (2005) menyatakan bahwa indikasi utama pemberian terapi O2 sebagai berikut :
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot
tambahan pernafasan
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

9. Metode pemberian terapi oksigen


Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
a. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Teknik
ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan
volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang
memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien
dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit.Yang
termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter nasal, kanula nasal, sungkup muka
sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
a. Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2 stabil, klien bebas
bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter
penghisap. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk
kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat
b. Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2 stabil dengan
volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien
bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan
konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas
karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lender
c.Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi O2 yang diberikan
lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui
pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2
jika aliran rendah
d.Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi O2 lebih tinggi dari
sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak dapat memberikan
O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2
bisa terlipat
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi O2 yang diperoleh
dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugian kantong O2 bisa terlipat
Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat
dan teratur. Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke
sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif,
akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara
pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55% (Harahap, 2005).

Keuntungan

Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan gas dapat dikontrol
serta tidak terjadi penumpukan CO2(Harahap, 2005).

Kerugian
Kerugian sistem ini hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.

10. Pengkajian
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
1.Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya faktor risiko
sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen.
2. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru
menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
3. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan berkemih
(perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
4. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga,
memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
5. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
6. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau tidak,
penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan, situasi keluarga,
kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
8. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok
sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
9. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi.
11. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya pantangan atau larangan
minuman tertentu dalam agama pasien.

a. Riwayat Kesehatan
2) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
3) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
4) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran: kesadaran menurun
2) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
3) Head to toe
a) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena hipoksemia),
konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau endokarditis)
b) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut
c) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
d) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada kanan dan kiri,
suara nafas tidak normal.
e) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat (tacypnea), pernafasan
lambat (bradypnea)
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah arteri dan
pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG
11. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Ketidakefektifan pola nafas
12. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi, rasional)
DIAGNOSA KRITERIA HASIL TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Ketidakefektifan Tidak ada batuk Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway suctioning a. Mengetahui
bersihan jalan Suara nafas tambahan keperawatan 3x24 jam, kepatenan a. Tentukan kebutuhan suction oral perkembangan terapi
napas Perubahan frekuensi napas jalan nafas, dengan kriteria hasil: dan atau trakheal oksigen dan kondisi klien
Perubahan irama pernafasan a. Tidak mengalami demam (5) b. Auskultasi suara nafas sesudah b. Mengetahui apakah masih
Sianosis b. Tidak mengalami kecemasan (5) dan sebelum melakukan suction terdapat sputum
Kesulitan berbicara c. Tidak tersedak (5) c. Informasikan kepada klien dan c. Mengurangi kecemasa
Penurunan bunyi napas d. Memiliki RR dalam batas normal (4) keluarga tentang suction klien dan klrga trhadap
Dispnea e. Memiliki irama pernafasan yang d. Gunakan universal precaution tindakan
Sputum dalam jumlah normal (4) (maske, sarungtangan) d. Mencegah penularan
berlebihan f. Mampu mengeluarkan sputum dari e. Pasang nasal kanul selama e. Mengetahui
Batuk yang tidak efektif jalan nafas (4) dilakukan suction perkembangan klien
Ortopnea g. Bebas dari suara nafas tambahan (4) f. Monitor status oksigen pasien f. Memantau jenis sputum
Gelisah (tingkat SaO2 dan SvO2) dan yang dapat dijadikan
Mata terbuka lebar status hemodinamik (tingkat untuk pemeriksaan klinis.
MAP [mean arterial
pressure] dan irama jantung)
segera sebelum, selama dan
setelah suction
g. Perhatikan tipe dan jumlah
sekresi yang dikumpulkan

NIC: Airway management


a. Posisikan klien untuk
memaksimalkan potensi
Setelah dilakukan tindakan ventilasinya.
keperawatan 3x24 jam, statusb. Identifikasi kebutuhan klien akan
respiratori: pertukaran gas dengan insersi jalan nafas baik aktual
indikator: maupun potensial.
1. Status mental dalam batas normal (5) c. Lakukan terapi fisik dada
Gangguan Gas darah arteri normal 2. Dapat melakukan napas dalam (5) d. Auskultasi suara nafas, tandai a. Untuk mempermudah
pertukaran gas pH arteri normal 3. Tidak terlihat sianosis (5) area penurunan atau hilangnya pertukaran gas
Pernafasan abnormal
4. Tidak mengalami somnolen (4) ventilasi dan adanya bunyi b. Untuk memantau kondisi
(kecepatan, irama dan
5. PaO2 dalam rentang normal (4) tambahan jalan nafas klien
kedalaman) 6. pH arteri normal (4) e. Monitor status pernafasan dan c. Untuk mengeluarkan
Warna kulit abnormal (pucat,
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi oksigenasi, sesuai kebutuhan sputum
kehitaman, kebiruan) seimbang (4) d. Memantau kondisi
Diaphoresis NIC: Respiratory monitoring pernafasan klien
Sakit kepala saat bangun a. Monitor rata-rata, irama, e. Memantau kondisi klien
Hipoksia kedalaman dan usaha respirasi
Hipoksemia Setelah dilakukan tindakanb. Perhatikan pergerakan dada,
Nafas cuping hidung keperawatan 3x24 jam, status amati kesemetrisan, penggunaan
Gelisah respirasi: ventilasi dengan indikator: otot-otot aksesoris, dan retraksi
Somnolen 1.
Respiratory Rate (5) otot supraklavikuler dan a. Mengetahui usaha nafas
Takikardi 2.
Ekspansi dinding dada simetris (5) interkostal klien
3.
Mampu melakukan inspirasi dalam c. Monitor pola pernafasan: b. Klien dengan pola nafas
(5) bradipneu, takipneu, tidak efektif akan
Ketidakefektifan 4. Tidak mengalami dispnea (5) hiperventilasi, respirasiKussmaul, mengalami pernafasan
pola nafas Penggunaan otot bantu
5. Tidak mengalami ortopnea (5) respirasi Cheyne-Stokes dengan bantuan otot
pernafasan 6. Auskultasi bunyi nafas dalam rentang d. Monitor peningkatan pernafasan
Pernafasan cuping hidung normal (5) ketidakmampuan istirahat, c. Mengetahui kondisi
Fase ekspirasi menamjang kecemasan, dan haus udara, pernafasan klien sekarang
Hiperventilasi perhatikan perubahan pada SaO2,d. Kondisi kecemasan akan
Ansietas SvO2, CO2 akhir-tidal, dan nilai memperparah kesulitan
Ortopnea gas darah arteri (AGD), dengan nafas klien karena akan
tepat semakin mengkontrisikan
e. Monitor kualitas dari nadi e. Mengetahui perubahan
f. Monitor suhu, warna, dan kondisi klien dari nadi
kelembaban kulit. yang melemah semakin
membaik dan dari suhu
yang tinggi menjadi
normal.
PATHWAY Merokok

Mengandungzat- Mengandung
zat berbahaya radikal bebas
Genetik: Defisiensi Faktorlingkungan
antitrypsin alfa-1
Induksi aktivasi Peningkatan
Polusi udara makrofag dan stress oksidatif
leukosit
Peningkatan
apoptosis dan
Penurunan Peningkatan Pelepasan factor Peningkatan
nekrosis dari sel
netralisasi elastase pelepasan elastase kemotaktik pelepasan
yang terpapar
neutrofil oksidan

Cedera sel Cedera sel


Peningkatan jumlah
neutrofil di daerah
yang terpapar

Respon inflamasi

Hipersekresi Lisis dinding alveoli Fibrosaparu


mukus
Kerusakan alveolar Obstruksiparu

Penumpukan lender Kolaps saluran Timbul nyeri yang


dan sekresi berlebih napas kecil saat berlangsung kronis
ekspirasi

Merangsang Obstruksi jalan Nyeri Kronis


reflex batuk napas
Obstruksi pada pertukaran
O2 dan CO2dari dan ke
KETIDAKEFEKTIFAN paru-paru
BERSIHAN JALAN
KETIDAKEFEKTIFAN
NAPAS
POLA NAPAS
Penurunan asupan O2

Hipoksemia
GANGGUAN Kompensasi tubuh
PERTUKARAN GAS dengan peningkatan RR

Anda mungkin juga menyukai