Anda di halaman 1dari 5

Nama : Astrid Cinthara Paramita Duarsa

NIM : 019.06.0010

Kelas : B

FOBIA

Kata fobia berasal dari bahasa Yunani phobos, berarti takut. Takut adalah perasaan cemas
dan agitasi sebagai respon terhadap ancaman. Gangguan fobia adalah rasa takut yang
persisten terhadap objek atau situasi yang tidak sebanding dengan ancamannya. Orang
dengan gangguan fobia tidak kehilangan kontak dengan realitas, mereka biasanya tahu bahwa
ketakutan mereka itu berlebihan dan tidak pada tempatnya. Fobia merupakan ketakutan
irasional yang tampak jelas, menetap dan berlebihan pada suatu objek spesifik, keadaan atau
situasi. Fobia ialah salah satu gangguan jiwa, yang merupakan salah satu dari tipe gangguan
ansietas yang terdiri dari agoraphobia, fobia spesifik juga fobia sosial.

Fobia erat kaitannya dengan beberapa faktor, meliputi faktor biologis, faktor genetik, dan
faktor psikososial. Pada faktor biologis terfokus pada neurotransmitter yang terdapat pada
manusia, contohnya pada saat berbicara depan umum pada orang yang terlalu peka terhadap
stimulasi adrenergik, ia melepaskan norepinefrin dan epinefrin yang berlebih baik di sentral
maupun perifer yang biasa terjadi pada pasien dengan fobia sosial. Faktor genetik, hal ini
terkait peningkatan risiko yang terjadi pada pasien nisa terjadi pada sanak keluarga derajat
pertama sehingga sangga mungkin diturunkan, bahkan studi menyatakan bahwa konkordans
monozigotik lebih sering dibandingkan dizigotik. Faktor psikososial erat dengan pasien yang
memiliki behavioral inhibition to the unfamiliar, dan stress lingkungan dapat mencetuskan
fobia terjadi, seperti perpisahan dengan orang tua, tidak terselesaikannnya konflik pada masa
anak-anak, kekerasan dalam rumah tangga dapat membuat gejala fobia menjadi nyata.

AGORAPHOBIA

Pada agoraphobia dicetuskan oleh gangguan panik, dan bila diobati akan membaik. Sehingga
diperlukan juga terapi perilaku agar mempercepat penyembuhan. Namun, bila agoraphobia
tanpa adanya gangguan panik cenderung menjadi kronis, ditambah adanya gangguan depresi,
lalu ketergantungan alkohol hingga memperberat agrofobia itu sendiri. Pasien dengan tipe ini
selalu terlihat menghindari situasi keadaan sulit untuk mendapatkan bantuan. Ia lebih suka
ditemani teman atau anggota keluarga ditempat tertentu contohnya, jalan yang ramai, toko
padat, ruang tertutup, kemdaraan tertutup. Mereka ingin selalu ditemani tiap keluar rumah.
Pada kriteria diagnostik agrafobia menurut DSM 5,

A. Ketakutan atau kecemasan yang jelas terhadap dua (atau lebih) dari lima situasi
berikut:
1. Menggunakan transportasi umum (contohnya mobil, bis, kereta api, kapal,
pesawat.)
2. Berada dalam ruang terbuka (contohnya tempat parkir, pasar)
3. Berada pada ruang tertutup (toko, tempat bioskop)
4. Berdiri dalam barisan dalam orang berkerumun.
5. Berada di luar rumah sendirian.
B. Merasa takut atau menghindar situasi karena pikiran sulit untuk meloloskan atau
merasa tidak mungkin mendapatkan pertolongan jika timbul gejala mirip panik atau
gejala menyukarkan atau membingungkan.
C. Hampir selalu membangkitkan ketakutan atau kecemasan.
D. Situasi agrafobia menghindari aktivitas, membutuhkan kehadiran pendamping, atau
dilakukan dengan ketakutan atau kecemasan yang kuat.
E. Ketakutan dan kecemasan tidak seimbang terhadap bahaya actual oleh situasi
agrofabia dan konteks sosiobudaya.
F. Ketakutan, kecemasan atau penghindaran adalah menetap, berlangsung khususnya
enam bulan atau lebih.
G. Ketakutan, kecemasan atau penghindaran secara klinis menyebabkan penderitaan atau
hendaya bermakna dalam fungsi sosial, okupasional atau bidang penting lain.
H. Bila ada kondisi medik lain (penyakit radang usus, penyakit parkinson) maka
ketakutan, kecemasan, atau penghindaran adalah jelas berlebihan.
I. Ketakutan, kecemasan atau penghindaran tidak lebih baik diterangkan oleh gejala
gangguan mental lain misalnya gejala pada fobia spesifik, tipe situasi, tidak meliputi
hanya situasi sosial dan tidak berkaitan secara eksklusif pada obsesi, kerusakan atau
keretakan yang didapati pada penampilan fisik, mengingatkan peristiwa traumatik
atau ketakutan perpisahan.

FOBIA SPESIFIK

Pada fobia spesifik biasanya dimulai pada masa anak-anak dan menetap hingga dewasa, lalu
akan menetap dalam waktu yang lama. Beratnya kondisi tergantung pada gangguan ansietas
lainnya dengan perjalanan penyakit yang biasanya hilang timbul. Ketakutan terlihat jelas dan
menetap dan tak beralasan terbatas pada objek atau situasi yang spesifik contohnya ketakutan
terhadap hewan, lingkungan alam, darah, injeksi, dan luka.

Pada kriteria fobia spesifik pada DSM 5 dijelaskan bahwa’

A. Ketakutan atau kecemasan yang jelas pada objek atau situasi spesifik (contoh
penerbangan, ketinggian, hewan, disuntik, melihat darah)
B. Paparan terhadap objek atau situasi fobik hamper selalu memprovokasi ketakutan atau
kecemasan yang segera.
C. Objek atau situasi fobik secara aktif dihindari atau dilangsungkan dengan ketakutan
atau kecemasan yang kuat.
D. Ketakutan atau kecemasan adalah tidak seimbang terhadap bahaya actual oleh objek
spesifik atau situasi dan hubungan sosial budaya.
E. Ketakutan, kecemasan atau penghindaran menetap berlangsung selama 6 bulan atau
lebih
F. Ketakutan, kecemasan atau penghindaran mebyevavkan distress klinis bermakna atau
hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan atau bidang penting lain
G. Gangguan itu tidak lebih baik diterangkan oleh gejala gangguan mental lain,
termasuk ketakutan, kecemasan, dan penghindaran situasi berhubungan dengan gejala
mirip panik atau gejala gangguan lain., objek atau situasi berhubungan dengan
obsesi, ingatan tentang peristiwa traumatic, perpisahan dari rumah atau attachment
figures atau situasi sosial.

FOBIA SOSIAL

Pada fobia sosial terlihat selalu terjadi sejak pada saat anak-anak, atau usia awal remaja, lalu
berpotensi menjadi kronik. Gangguan tersebut berlangsung lama bahkan bisa mengganggu
aktivitas bersekolah, pekerjaan, juga kehidupan sosial. Pasien ini, takut terhadap situasi sosial
, tampil didepan orang yang belum dikenal dan takut menjadi pusat perhatian, takut bila
bersikap memalukan atau menampakkan gejala ansietas, atau menampakkan betapa terlihat
rendah dirinya. Sepertiga penderita fobia sosial mendapatkan depresi berat, terdapat dua jenis
fobia sosial yakni fobia sosial terbatas (performance anxiety) dan fobia sosial menyeluruh.

Pada kriteria fobia sosial atau gangguan ansietas sosial pada DSM 5, ialah

A. Menandai ketakutan atau kecemasan terhadap satu atau lebih situasi sosial dimana
individu terlihat oleh pengamatan yang mungkin dilakukan oleh orang lain.
Contohnya termasuk interaksi sosial (melakukan percakapan, bertemu orang asing),
merasa diamati (makan dan minum), dan tampil di depan orang lain (memberi pidato).
B. Individu merasa takut melakukan sesuatu jika menunjukkan gejala kecemasan akan
ditanggapi negatif (akan dipermalukan, menuju pada penolakan atau penyerangan
orang lain).
C. Situasi sosial hampir selalu memancing ketakutan atau kecemasan.
D. Situasi sosial dihindari atau diatasi dengan ketakutan atau kecemasan yang tinggi.
E. Ketakutan atau kecemasan itu tidak sesuai dengan ancaman sebenarnya yang
ditimbulkan situasi sosial dan pada konteks kultur sosial.
F. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut berlanjut, biasanya berlangsung
selama 6 bulan atau lebih.
G. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan gangguan-gangguan klinis
yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.
H. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut tidak termasuk kedalam efek
psikologis secara subtansi (penyalahgunaan obat-obatan, pengobatan) atau kondisi
medis lainnya
I. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala dari
gangguan mental lainnya, atau gangguan spektrum autism
J. Jika kondisi medis lainnya (penyakit parkinson, obesitas, cacat dari luka bakar atau
cidera) ada, maka ketakutan, kecemasan, atau penghindaran jelas tidak terkait atau
berlebihan.

Secara umum terapi fobia meliputi terapi psikologik yang terdiri dari terapi perilaku yang
efektif, seperti desensitasi sistematik yang sering dilakukan, terapi pemaparan (exposure),
imaginal exposure, participant modelling, guided mistery, imaginal flooding kemudian
juga ada psokoterapi berorientasi tilikan, bahkan juga ada terapi lain seperti
hypnotherapy, psikoterapi suportig, terapi keluarga bila diperlukan. Pada farmakoterapi
yang juga efektif ialah obat SSRI (Serotonin Selective Re-uptake Inhibitor), khususnya
untuk fobia sosial umum merupakan pilihan pertama. Benzodiazepine, Venlafaxine,
Buspirone, MAOI, antagonis b-adrenergik reseptor dapat diberikan satu jam sebelum
terpapar dengan stimulus fobia, misalnya bicara didepan public.

Untuk agoraphobia, terapi yang dilakukan sama seperti pada gangguan panik yang terdiri
dari obat-obat anti cemas, anti depresan, dan psikoterapi khususnya terapi kognitif
perilaku. Terapi terhadap fobia spesifik yang terapi perilaku yaitu terapi pemaparan
(Exposure therapy). Yaitu desensitasi pasien dengan pemaparan stimulus fobik secara
bertahap. Juga diajarkan menghadapi kecemasan dengan teknik relaksasi, mengontrok
pernafasan dan pendekatan kognitif. Pengunaan anti cemas untuk terapi jangka pendek.

Pengobatan untuk fobia sosial terbatas, dapat menggunakan beta blocker yakni contohnya
propranolol sebelum tampil di depan umum untuk menurunkan gejala dari gangguan
ansietas. Untuk fobia sosial umum bisa menggunakan anti cemas dan antidepresan.
Terapi kognitif perilaku secara individual dan kelompok dapat memberi hasil yang baik.

Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecendrungannya adalah


menjadi kronik dan dapat terjadi komorbiditas, fobia yang tidak ditangani dapat
memengaruhi kehidupan penderitanya. Hal ini bisa menimbulkan efek berupa isolasi
sosial, di mana penderita akan menghindari tempat atau hal yang menyebabkannya
mengalami fobia, sehingga hubungan sosialnya terganggu. Gangguan suasana hati,
gangguan panik, gangguan kecemasan umum, atau depresi. Penyalahgunaan obat-obatan
atau alkohol, karena ingin lari dari kenyataan dan menghindari fobia. Bunuh diri karena
tidak tahan mengalami fobia.

Hingga saat ini belum ditemukan cara untuk mencegah fobia. Akan tetapi, ada berapa
cara yang dapat dilakukan jika mengalami peristiwa traumatis atau ketika melihat atau
merasakan hal yang membuat cemas, seperti berbagi cerita dengan keluarga, teman, atau
psikolog mengenai hal yang membuat Anda cemas atau trauma juga mengubah pola pikir
menjadi lebih positif dan melihat sesuatu yang ditakuti selama ini secara lebih objektif.

1. Kandou, J Elizabeth. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FK UI. Jakarta. Edisi ke-3,
cetakan ke-3 tahun 2021. hal 296-302.
2. Maramis, Willy F dan Albert A. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Badan
Penerbit FK UNAIR. hal 310
3. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, DSM-5,
ICD-11, cetakan ke-3. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta
2019. Hal 72-73

Anda mungkin juga menyukai