PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap dan berlebihan
terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa
Yunani, yaitu Fobos yang berarti ketakutan. 1
Adanya atau diperkirakan akan adanya situasi fobik menimbulkan
ketegangan parah pada orang yang terkena, yang mengetahui bahwa reaksi
adalah berlebihan. Namun demikian, reaksi fobik menyebabkan suatu
gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi di dalam
kehidupannya.²
Fobia merupakan suatu gangguan jiwa, yang merupakan salah satu tipe
dari gangguan ansietas, dan dibedakan kedalam tiga jenis berdasarkan jenis
objek atau situasi ketakutan yaitu : Agorafobia, Fobia Spesifik dan Fobia
Sosial.¹
Fobia adalah kecemasan luar biasa, yang terus menerus dan tidak realistis,
sebagai respon terhadap keadaan eksternal tertentu. Penderita biasanya
menghindari keadaan-keadaan yang bisa memicu terjadinya kecemasan atau
menjalaninya dengan penuh tekanan. Penderita menyadari bahwa kecemasan
yang timbul adalah berlebihan dan karena mereka sadar bahwa kecemasan
yang timbul adalah kelebihan dan karena itu mereka sadar bahwa memiliki
masalah.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
A. DEFINISI FOBIA
Fobia adalah rasa takut yang kuat dan menetap serta tidak sesuai dengan
stimulus, tidak rasional bahkan bagi penderita sendiri, yang menyebabkan
penghindaran objek maupun situasi yang ditakuti tersebut. Apabila cukup
menimbulkan penderitaan dan ketidakmampuan maka disebut sebagai gangguan
fobia. Rasa takut yang umum, ringan, sering muncul, tetapi bersifat sementara
(misal, takut pada kegelapan, ketinggian, ular) tidak didiagnosis sebagai fobia.
Fobia dapat menjadi lebih parah dan dapat berkurang hingga berbulan-bulan atau
bertahun-tahun walaupun dapat menghilang secara tiba-tiba. Akan tetapi, pada
kasus berat, fobia dapat berlanjut terus hingga puluhan tahun dan secara perlahan
berubah menjadi gangguan depresi. Rasa takut pada fobia dapat menyeluruh pada
tahap perkembangannya (misal, takut pada toko, digeneralisasikan dengan takut
pada jalan di depan toko, kemudian digeneralisasi lagi menjadi takut pada seluruh
areal perbelanjaan).3
2
lanjut, diperkirakan 1 dari 3 pasien social fobia memiliki gangguan depresi
mayor.1,4,5
B. EPIDEMIOLOGI
C. PENGGOLONGAN
1. Agorafobia
3
mengalami serangan (ansietas antisipatorik) yang kemudian akan
mendorong perilaku panic (penghindaran fobik). Kombinasiini bahkan
lebih menimbulkan ketidakmampuan daripada agoraphobia itu sendiri,
dan umumnya berkembang pada usia 20-an (perempuan : laki-laki = 2 :
1). Faktor genetic serupa dengan gangguan panic (10% atau lebih
tampak pada keluarga dan derajat pertama).3
2. Fobia Sosial
3. Fobia Spesifik
4
- cynophobia : Ketakutan terhadap anjing
Modelling peneladanan :
Asosiasi sensorik :
5
Asosiasi sensorik berperan penting dalam seleksi atau pemilihan
objek fobik. Jika ada suatu ketakutan hebat yang terjadi dalam suatu
keadaan sensorik khusus, maka cenderung untuk tampil kembali di
kemudian haripada situasi-situasi yang mirip. Dari sudut psikoanalitik,
Freud membahas adanya asosiasi sensorik, ini sering terdapat pada
agoraphobia, dan ternyata ketakutan yang timbul adalah pengulangan atau
repetisi suatu serangan mendadak dalam kondisi khusus yang ia anggap
bahwa ia tidak akan sanggup meloloskan diri dari situasi tersebut. 7
E. GAMBARAN KLINIS
Pasien mengalami rasa cemas dan panik yang terkait dengan objek,
kegiatan atau situasi yang spesifik. Pada fobia sosial focus dari takutnya
itu ialah pada peristiwa dipermalukan seseorang di tempat ramai;
sedangkan agoraphobia fokus takutnya ialah ketidakmampuan untuk
melarikan diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tak sesuai kenyataan
terhadap stimuli spesifik seperti laba-laba, ular, hewan, tempat tinggi,
halilintar, penyakit, cedera, kesendirian, kematian, dan ketularan penyakit.
6
bahwa rasa takut itu sebenarnya tidak berdasarkan kenyataan, dan mereka
biasanya menunjukkan gejala skizofrenia lainnya.
F. DIAGNOSIS
7
memiliki serangan panik atau panik seperti gejala, atau memerlukan
kehadiran pendamping.
3. Kecemasan atau penghindaran fobia ini tidak lebih baik dijelaskan oleh
gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas
pada situasi sosial karena takut malu), fobia spesifik (penghindaran terbatas
pada satu situasi seperti elevator), Obsesif Kompulsif Disorder (menghindari
misalnya kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang pencemaran),
Posttraumatic stress Disorder (penghindaran misalnya rangsangan yang
berhubungan dengan stressor yang parah) atau Gangguan Kecemasan
Pemisahan (egavoidance meninggalkan rumah atau kerabat).
3. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum.
4. Jika kondisi medis umum terkait hadir, ketakutan dijelaskan dalam kriteria A
jelas lebih dari yang biasanya berhubungan dengan kondisi.
8
- Setidaknya salah satu serangan telah diikuti oleh setidaknya satu bulan
sebagai berikut:
2. Kriteria ini berbeda untuk Panic Disorder dengan dan tanpa Agoraphobia
sebagai berikut: Untuk 300,21 Panic Disorder dengan agoraphobia:
kehadiran Agoraphobia. Untuk 300,01 Panic Disorder tanpa Agoraphobia:
tidak adanya Agoraphobia.
3. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis umum
(misalnya hipertiroidisme).
4. Serangan panik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia sosial (misalnya terjadi pada paparan takut situasi sosial), Phobia
khusus, (misalnya pada paparan situasi fobia), Obsesif Kompulsif Disorder
(misalnya pada paparan kotoran di seseorang dengan obsesi tentang
pencemaran), Posttraumatic stress Disorder, (misalnya dalam menanggapi
rangsangan yang berhubungan dengan stres yang parah), atau pemisahan
Anxiety Disorder (misalnya dalam menanggapi berada jauh dari rumah dan
kerabat dekat).
1. Sebuah ketakutan ditandai dan gigih dari satu atau lebih situasi sosial atau
kinerja di mana orang tersebut terkena orang asing atau pengawasan yang
mungkin oleh orang lain. Individu kekhawatiran bahwa ia akan bertindak
dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan memalukan
9
atau memalukan. Catatan: Pada anak-anak, harus ada bukti dari kapasitas
sesuai dengan usia hubungan sosial dengan orang-orang akrab dan
kecemasan harus terjadi pada pengaturan sebaya, tidak hanya dalam
interaksi dengan orang dewasa.
3. Orang mengakui bahwa rasa takut berlebihan atau tidak masuk akal.
Catatan: Pada anak-anak, fitur ini mungkin tidak ada.
4. Situasi sosial atau kinerja takut dihindari atau yang lain yang mengalami
kecemasan intens atau distress.
8. Jika kondisi medis umum atau gangguan mental lain hadir, ketakutan
dalam Kriteria A tidak berhubungan dengan itu, misalnya, rasa takut ini
bukan dari Gagap, gemetar dalam penyakit Parkinson, atau menunjukkan
perilaku makan abnormal pada Anorexia nervosa atau Bulimia Nervosa.
Ditetapkan jika:
10
Secara umum: jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial, juga
mempertimbangkan diagnosis tambahan Avoidant Personality Disorder.
1. Ditandai takut dan gigih yang berlebihan atau tidak masuk akal, cued oleh
kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi tertentu (misalnya
terbang, ketinggian, binatang, menerima suntikan, melihat darah)
3. Orang mengakui bahwa rasa takut yang berlebihan dan tidak masuk akal.
Catatan: pada anak-anak fitur ini mungkin tidak ada.
11
Menurut buku PPDGJ-III diagnosis terhadap gangguan anxietas fobia
dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu agoraphobia dengan kode
diagnosis F40.0 yang dibagi menjadi 2 kode diagnosis F40.00 untuk
agorafobia tanpa gangguan panic, F40.01 untuk kode diagnosis
agoraphobia dengan gangguan panik, fobia sosial dengan kode diagnosis
F40.1, dan Fobia khas dengan kode diagnosis F40.2.10
G. DIAGNOSIS BANDING
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi kognitif-perilaku3
Terapi ini amat penting pada ketiga tipe fobia. Kunci pengobatan
adalah dilakukan pemajanan pada objek atau situasi yang ditakuti
disertai dengan pembalikan dari kepercayaan (kognisi) bahwa sesuatu
yang menakutkan dan tidak diharapkan akan terjadi di masa datang.
Desensitisasi sistematik (dengan inhibisi respirokal) menggunakan
hirarki bertingkat dalam pemberian stimulus yang menakutkan, dimulai
dari yang kurang ditakuti hingga yang paling ditakuti, melatih pasien
meningkatkan keberaniannya untuk menghadapi objek yang ditakuti.
Pada teknik pembanjiran (flooding) pasien menghadapi objek atau
situasi ditakuti secara langsung. Sedangkan pada teknik
pemberondongan (implosion), pemajanan berupa ide dari objek yang
ditakuti atau gambaran jelas mengenai konsekuensi buruk yang akan
terjadi dari objek atau situasi tersebut. Penatalaksanaan seperti ini
mungkin membutuhkan (atau dapat ditingkatkan dengan) terapi suportif
atau obat ansietas.
2. Terapi Farmakologi7
12
a. Benzodiazepine
b. Antidepresi Trisiklik
3. Terapi lainnya7
a. Relaksasi
b. Hyperventilation
13
adalah perasaan geli pada ujung-ujung jari tangan maupun kaki
sekitar mulut. Karena hiperventilasi dapat menyebabkan
serangan panic, maka pasien harus diajarkan untuk mendeteksi
keadaan ini pada dirinya dan belajar mengontrol pernafasan
dengan frekuensi satu kali nafas tiap 6 detik.
I. PROGNOSIS
BAB III
KESIMPULAN
14
membantu dalam menentukan tingkat beratnya gangguan. Gangguan fobia
menjadi 3 kelompok utama yaitu fobia spesifik, agrofobia, dan social fobia.4,5
Fobia sosial focus dari takutnya itu ialah pada peristiwa dipermalukan
seseorang di tempat ramai; sedangkan agoraphobia fokus takutnya ialah
ketidakmampuan untuk melarikan diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tak
sesuai kenyataan terhadap stimuli spesifik seperti laba-laba, ular, hewan, tempat
tinggi, halilintar, penyakit, cedera, kesendirian, kematian, dan ketularan penyakit.8
DAFTAR PUSTAKA
15
3. www.medicastor.com. 2004. Penyakit Keturunan (Fobia).
4. Dafit, A. Tomb MD. Psikiatri (Psychiatry). Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
5. James S, Benjamin MD. Alcott S, Virginia MD. Synopsis of psychiatry 9th
edition. New York.
6. Puri, Basant K. Laking, Paul J, Treaseden. 2002. Text Book of Psychiatry 2nd
edition. Churchill Livingstone . London.
7. Rubin, Eugene H MD, PhD, Charles F Zomanski, MD. 2005. Adult Psychiatry
2nd edition. Blackwell Publishing. Victoria. Australia.
8. Budiman, Richard. 1987. Neurosis Fobik dan Cara Penanggulangannya in
Indonesian Psychiatric Quarterly. Yayasan Kesehatan Jiwa Dharmawangsa.
Jakarta.
10. Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder. Fourth Edition DSM-IV.
11. Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. PT. Nuh Jaya.
Jakarta.
16