PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan
rasa takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus menerus dengan subjek
Fobia, hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah
suatu keadaan dimana mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan
oleh ketidak-mampuan orang yang bersangkutan dalam mengendalikan
perasaan takutnya. Penyebab lain terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh
suatu keadaan yang sangat ekstrim seperti trauma bom, terjebak lift dan
sebagainya.
Seseorang yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi akan memiliki
kesulitan emosi (mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut dikarenakan
orang tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat.
Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber Fobia secara otomatis
akan merasa cemas dan agar "nyaman" maka cara yang paling mudah dan
cepat adalah dengan cara "mundur kembali"/regresi kepada keadaan fiksasi.
Kecemasan yang tidak diatasi seawal mungkin berpotensi menimbulkan
akumulasi emosi negatif yang secara terus menerus ditekan kembali ke bawah
sadar (represi). Pola respon negatif tersebut dapat berkembang terhadap subjek
subjek fobia lainnya dan intensitasnya semakin meningkat. Walaupun terlihat
sepele, “pola” respon tersebut akan dipakai terus menerus untuk merespon
masalah lainnya. Itu sebabnya seseorang penderita fobia menjadi semakin
rentan dan semakin tidak produktif. Fobia merupakan salah satu dari jenis
jenis hambatan sukses lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari phobia?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan phobia?
1
3. Apa saja gejala dari phobia?
4. Apa saja klasifikasi dari phobia?
5. Apa saja terapi untuk phobia?
C. Tujuan
1. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah kesehatan mental.
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari phobia.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan phobia.
4. Untuk mengetahui gejala dari phobia.
5. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari phobia.
6. Untuk mengetahui terapi apa saja yang bisa digunakan untuk menangani
phobia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Phobia
Phobia merupakan reaksi berlebihan, spontan, dan cenderung tidak
terkendali ketika seseorang melihat/mendengar/memikirkan/merasakan suatu
objek yang secara normal bukan hal yang membahayakan. Jadi ada dua syarat
yang harus ada pada phobia, yaitu : (1) rasa takut terhadap objek yang tidak
membahayakan (ketakutan irasional), dan (2) rasa takut itu tidak dapat
dikendalikan (bersifat melumpuhkan). Jika salah satu atau kedua syarat ini
tidak ada, maka rasa takut yang dialami tergolong jenis ketakutan normal,
ngeri (fear) atau sekedar rasa jijik.
Adapun beberapa pengertian phobia menurut beberapa ahli psikologi :
1. Siti Meitchati mendefinisikan phobia sebagai ketakutan yang tidak
terkendalikan, tidak normal kepada suatu hal atau kejadian tanpa diketahui
sebabnya.
2. James Drever menyebutkan bahwa kengerian atau ketakutan yang tidak
terkendali itu, pada umumnya disebabkan atau dipicu oleh sifat abnormal
terhadap situasi dan objek tertentu.
3. Jaspers merumuskan phobia sebagai rasa takut yang sangat dan tidak dapat
diatasi terhadap suatu situasi dan aktivitas biasa/normal.
4. Suardiman menjelaskan bahwa phobia sebagai perasaan takut yang tidak
masuk akal. Hal ini dikarenakan orang yang mengalami phobia sebenarnya
menyadari mengenai hal tersebut, tetapi ia tidak dapat membebaskan diri
dari ketakutan yang dirasakan.
Apabila dirangkum dari semua pengertian yang diungkapkan oleh para
ahli psikologi, maka dapat disimpulkan pengertian phobia yaitu suatu bentuk
ketakutan terhadap objek atau situasi yang lazimnya tidak membahayakan
atau berpotensi menimbulkan bahaya. Ketakutan yang dirasakan bersifat
melumpuhkan, yaitu individu yang mengalami phobia akan mengalami
3
sensasi rasa takut begitu besar serta membuatnya tidak berdaya. Tidak seperti
ketakutan yang lazim dialami oleh banyak orang, ketakutan karena phobia
akan membuat pengidapnya tersiksa dan terhambat aktivitas sosial atau
kehidupan pribadinya.
C. Gejala Phobia
1. Detak jantung lebih cepat atau terasa berdebar kencang.
2. Rasa nyeri/sakit di dada sebelah kiri, yaitu di bagian rongga jantung
berada.
3. Sesak napas.
4. Keluar keringat secara berlebihan dan wajah tampak memerah.
5. Tangan terlihat mengepal erat tanpa disadari atau terjadi secara refleks.
6. Pengidap merasa tubuhnya sakit tetapi tidak jelas penyebabnya. Tubuh
terasa mati rasa atau panas dingin.
5
7. Gemetar (tremor) yang luar biasa.
8. Pusing yang membuat pengidap merasa begitu tersiksa.
9. Mulut kering atau kerongkongan terasa dahaga, meskipun pengidap
meminum air tetapi sensasi haus akan tetap dirasakan.
10. Perut terasa tidak nyaman.
11. Gangguan tidur.
12. Ada dorongan untuk kencing yang tidak kunjung berhenti. Hal ini
mendorong pengidap untuk rajin bolak-balik ke toilet.
13. Merasa kehilangan kontrol diri dan ada keinginan untuk bunuh diri.
14. Timbul keinginan kuat untuk menghindari objek phobia.
15. Jika pemicu atau penyebab phobia dipersepsi begitu berat, akan membuat
individu merasa tubuhnya tak bertenaga (lemas/limbung) dan akhirnya
kehilangan kesadaran (pingsan) seperti seseorang yang terkena serangan
jantung mendadak.
D. Klasifikasi Phobia
Ada ratusan jenis phobia yang telah ditemukan dan jumlahnya
kemungkinan besar akan semakin bertambah. Mulai dari yang sederhana
hingga kompleks. Dari yang masih wajar hingga sangat tidak wajar (unik).
Namun, meskipun jenis phobia yang ditemukan begitu banyak, pada dasarnya
phobia yang ada dapat dikelompokkan (diklasifikasikan) menjadi beberapa
bagian.
Mengacu pada DSM-IV (Diagnostic and Statisfical Manual for Mental
Disorder IV), semua jenis phobia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
Phobia sosial (sosialphobia), yaitu jenis phobia yang berhubungan dengan
situasi atau interaksi sosial. Individu yang mengalaminya akan menjauhi
keramaian, takut menjadi pusat perhatian, takut berbicara di depan umum,
dan berbagai bentuk interaksi sosial lainnya.
Phobia kompleks (agoraphobia), yaitu jenis phobia terhadap situasi yang
melibatkan banyak orang (ruang publik) atau tempat terbuka. Dikatakan
6
sebagai jenis phobia kompleks karena disebabkan oleh banyak faktor
pemicu. Misalnya rasa takut untuk keluar rumah pada pengidap
agoraphobia, bisa saja disebabkan oleh pengalaman traumatis saat berada
di luar rumah. Individu tersebut kemudian menghubungkan situasi di luar
rumah sebagai sesuatu hal yang tidak aman, sedangkan situasi di dalam
rumah dapat membuatnya merasa aman, sehingga phobia terhadap ruang
terbuka pun mulai terbentuk. Selain itu, dampak dari jenis phobia
kompleks ini tidak hanya membuat pengidapnya tersiksa oleh ketakutan,
tetapi lebih fatal lagi, yaitu seakan-akan terpenjara oleh perasaan tersebut.
Mengubah kepribadian menjadi pasif dan memaknai hidupnya secara
negative (membuat tidak bahagia).
Phobia spesifik/sederhana, yaitu jenis phobia yang berkaitan dengan satu
objek atau kondisi tertentu. Misalnya pengidap cynophobia hanya
ketakutan ketika berhadapan dengan anjing, tidak terhadap jenis binatang
lainnya. Pengidap acrophobia akan ketakutan ketika berada di ketinggian,
tetapi dalam kondisi lain seperti di ruang terbuka, ruang tertutup, atau di
tempat gelap, rasa takut tidak akan muncul.
Selain dikelompokkan menjadi tiga, jenis-jenis phobia yang ada juga dapat
diklasifikasikan menjadi sepuluh jenis berdasarkan ciri-ciri utama (kesamaan
karakteristik). Kesepuluh jenis/kelompok itu adalah:
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan situasi/tempat (phobia
situasi/tempat). Contohnya agoraphobia (phobia tempat terbuka),
claustrophobia (phobia tempat sempit), nyctophobia (phobia situasi gelap),
fotophobia (phobia situasi terang), dan acrophobia (phobia tempat tinggi).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan hewan dan tanaman
(phobia hewan dan tanaman). Contohnya arachnophobia (phobia laba-
laba) ophidiophobia (phobia ular), cynophobia (phobia anjing), doraphobia
(phobia bulu), dan helminthophobia (phobia cacing).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan dan anatomi
atau dunia medis (phobia kesehatan atau anatomi). Misalnya
7
trypanophobia (phobia suntikan/jarum suntik), cancerophobia (phobia
kanker), dan hemaphobia (phobia darah).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan atau alam
sekitar (phobia alam). Contohnya astraphobia (phobia kilat dan guntur),
pyrophobia (phobia api), dan ancraophobia (phobia angin).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan makanan dan minuman
(phobia makanan dan minuman). Misalnya carnophobia (phobia daging),
cibophobia (phobia makanan), dan potophobia (phobia alkohol).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan rasa (phobia rasa).
Contohnya frigophobia (phobia dingin), mysophobia (phobia kotor), dan
fonophobia (phobia keributan).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan kelompok atau komunitas
masyarakat (phobia kelompok). Contohnya parthenophobia (phobia gadis
muda), joeyphobia (phobia badut), dan homophobia (phobia homo).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan kepercayaan atau religi
(phobia kepercayaan). Contohnya demonophobia (phobia hantu),
theophobia (phobia dewa), dan satanophobia (phobia setan/iblis).
Phobia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas perjalanan
(phobia perjalanan). Contohnya hodophobia (phobia melakukan
perjalanan), aerophobia (phobia terbang/bepergian dengan pesawat),
cymophobia (phobia laut/bepergian menggunakan kapal laut), dan
siderodromophobia (phobia bepergian menggunakan kereta).
Phobia terdahap sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal ganjil, tetapi tidak
digolongkan ke dalam sembilan kelompok phobia sebelumnya (phobia
lain-lain), contohnya iophobia (phobia karat), triskaidekaphobia (phobia
angka 13), dan teratophobia (phobia monster).
8
E. Terapi Phobia ( Penanganan Phobia )
1. Pendekatan Psikoanalisis
Secara umum semua penanganan psikoanalisis terhadap phobia berupaya
mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari
ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini.
Alexander dan French, dalam buku klasiknya Psychoanalytic Theraphy
(1946), menulis tentang “pengalaman emosional korektif” dalam terapi,
yang mereka maksudkan sebagai situasi di mana pasien menghadapi
sesuatu yang amat sangat ditakutinya. Mereka mengamati bahwa “Freud
sendiri menyimpulkan bahwa dalam penanganan beberapa kasus,
contohnya phobia, akan tiba waktunya analis harus mendorong pasien
untuk melakukan berbagai aktivitas yang dihindarinya pada masa lalu”.
2. Pendekatan Behavioral
Desentisasi sistematik merupakan terapi behavioral utama yang pertama
kali digunakan secara luas untuk menangani phobia (Wolpe, 1958).
Individu yang menderita phobia membayangkan serangkaikan situasi yang
semakin menakutkan sementara berada dalam kondisi relaksasi mendalam.
Bukti-bukti klinis dan eksperimental mengindikasikan bahwa teknik ini
efektif untuk menghapuskan, atau minimal mengurangi phobia (Barlow,
Raffa, & Cohen, 2002).
3. Pendekatan Kognitif
Terapi kognitif bagi phobia spesifik dipandang dengan skeptis karena
karakteristik utama penentu phobia: rasa takut diakui oleh penderitanya
sebagai rasa takut yang berlebihan atau tidak beralasan. Orang-orang yang
menderita phobia sosial dapat memperoleh manfaat dari strategi
penanganan yang mengacu pada Beck dan Ellis. Yaitu, mereka mungkin
dipersuasi oleh terapis untuk menilai reaksi orang lain terhadap mereka
secara lebih akurat dan untuk tidak terlalu bergantung pada persetujuan
orang lain untuk mempertahankan perasaan bahwa diri kita bermakna.
Dengan pengakuan dalam tahun-tahun terakhir bahwa banyak orang yang
9
menderita phobia sosial, pada dasarnya memiliki cukup keterampilan
sosial namun terhambat oleh pikiran-pikiran yang menghancurkan diri
sendiri, pendekatan kognitif semakin dititikberatkan. Bila dikombinasikan
dengan pemaparan dengan situasi yang ditakuti, terutama dalam konteks
terapi kelompok, pendekatan kognitif terbukti lebih efektif dibanding
berbagai terapi lain.
4. Pendekatan Biologis
Dalam tahun-tahun terakhir, obat-obatan yang pada awalnya
dikembangkan untuk menangani depresi (antidepresan) menjadi popular
untuk menangani banyak gangguan anxietas, termasuk phobia. Salah satu
kelompok obat-obatan tersebut, penghambat monoamine oxidase (MAO),
menunjukkan hasil yang lebih baik dalam satu studi untuk menangani
phobia sosial dibanding benzodiazepine (Gelernter dkk., 1991), dan dalam
studi lain sama efektifnya dengan terapi perilaku kognitif dalam
pengamatan setelah 12 minggu (Heimberg dkk., 1998).
10
BAB III
STUDI KASUS
12
8. Treatment
a. Pertama melatih orang yang mengalami Ailurophobia untuk lebih lama
terkespos dengan kucing seperti mulai dari memandang kucing dari
jarak jauh, kemudian memandang gambar kucing, mulai menyebut
nama kucing dan dilanjutkan mencoba berjalan berdampingan dengan
kucing. Tindakan ini perlu dilakukan dan dilatih secara bertahap dan
diulang berkali kali untuk membiasakan agar perasaan takut itu secara
bertahap berkurang.
b. Mengurangi tindakan menghindari kucing atau tindakan proteksi yang
berlebihan yang selama ini biasa dilakukan dilakukan. Dalam
melakukan terapi ini dianjurkan mengajak teman atau anggota
keluarga, atau dapat saja meminta bantuan terapis professional.
c. Mengubah cara berpikir dan pandangan terhadap kucing yang selama
ini dimilikinya seperti kucing itu menakutkan, percaya bahwa kucing
akan mendatangkan bahaya dan dugaan prasangka buruk lainnya yang
akan dapat dilakukan oleh kucing terhadap dirinya, menjadi hal hal
yang lebih bersifat realistik.
9. Follow Up
Perlu diadakan pengecekan kembali untuk mengetahui apakah
phobia yang dialami oleh narasumber MIP sudah berkurang atau masih
dirasakan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Phobia merupakan suatu bentuk ketakutan terhadap objek atau situasi
yang lazimnya tidak membahayakan atau berpotensi menimbulkan bahaya.
Ketakutan yang dirasakan bersifat melumpuhkan, yaitu individu yang
mengalami phobia akan mengalami sensasi rasa takut begitu besar serta
membuatnya tidak berdaya. Tidak seperti ketakutan yang lazim dialami oleh
banyak orang, ketakutan karena phobia akan membuat pengidapnya tersiksa
dan terhambat aktivitas sosial atau kehidupan pribadinya. Faktor utama yang
menyebabkan timbulnya phobia dalam diri seseorang yaitu pengalaman
traumatis di masa lalunya.
B. Saran
1. Bagi orang tua, hendaknya selalu mengajarkan hal-hal yang baik kepada
anak dikala anak masih kecil, sehingga dapat mengurangi resiko anak
terhadap phobia dengan hal-hal tertentu.
2. Bagi orang tua, selalu awasi gerak gerik anak, apabila menandakan gejala
phobia, maka bisa ditangani sejak awal dan tidak sampai berkepanjangan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Cahya, Suheri. Phobia? No Way…!! Bebas dari Berbagai Jenis Phobia. 2016.
Yogyakarta: Andi Offset.
Davison, Gerald, dkk., Psikologi Abnormal Edisi Ke-9. 2010. Jakarta: Raja
Grafindo.
Nevid, Jeffrey, dkk,. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 1. 2003. Jakarta:
Erlangga.
15