Anda di halaman 1dari 25

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

Modul 5

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

kita sebenarnya hidup dalam suatu ini mengacu pada perkembangan media komunikasi modern yang telah memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Kehadiran media secara serempak di berbagai tempat telah menghadirkan tantangan baru bagi para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Pentingnya komunikasi massa dalam kehidupan manusia modern dewasa ini, terutama dengan kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan isu, memberikan kesamaan kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, pada gilirannya telah mengundang berbagai sumbangan teoretis terhadap kajian tentang komunikasi massa. Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses di mana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses di mana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik atau ekonomi, media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas. Analisis media mengenal adanya dua dmensi komunikasi massa. Dimensi pertama memandang dari sisi media kepada masyarakat luas beserta institusiinstitusinya. Pandangan ini menggambarkan keterkaitan antara media dengan berbagai institusi lain seperti politik, ekonomi, pendidikan agama, dan sebagainya. Teori-teori yang menjelaskan keterkaitan tersebut. mengkaji posisi atau kedudukan media dalam masyarakat dan terjadinya saling mempengaruhi antara berbagai struktur kemasyarakatan dengan media. Pendekatan ini merupakan dimens, makro dari teori komunikasi massy Dimensi kedua melihat kepada hubungan antara media dengan audience, baik secara kelompok maupun individual. Teori-teori mengenai hubungan antara media-audience, terutama menekankan pada efek-efek individu dan kelompok sebagai basil interaksi dengan media. Pendekatan ini disebut sebagai dimensi mikro dari teori komunikasi massa. Dengan berbagai pertimbangan yang telah diuraikan di atas, modul ini akan menjelaskan sejumlah teori komunikasi massa yang dikelompokkan ke dalam empat (4) pokok bahasan: teori-teori dasar komunikasi massa, pengaruh komunikasi massa terhadap individu, pengaruh komunikasi massa terhadap masyarakat dan budaya, dan pendekatan audience dalam komunikasi massa.
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 1

McLuhan mengatakan bahwa Marshall `desa global'. Pernyataan McLuhan

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

Mengingat lingkupnya yang sedemikian luas, di sini kita tidak dapat mencakup seluruh teori komunikasi massa secara lengkap. Karenanya hanya dipilih teoriteori yang menonjol dan mempengaruhi aliran pemikiran komunikasi massa dewasa ini. Setiap pokok bahasan merupakan satu topik kegiatan belajar. Diharapkan keempat pokok bahasan ini dapat memberikan pemahaman mengenai teori-teori penting dalam studi komunikasi massa. Simak dengan cermat setiap topik kegiatan belajar, serta kerjakan semua pertanyaan latihan dan tes formatif. Jika menemukan kesulitan, diskusikan dengan teman atau tutor Anda. A. FORMULA LASSWELL Seorang ahli ilmu politik Amerika Serikat pada tahun 1948 mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa. Ungkapan yang merupakan cara sederhana untuk memahami proses komunikasi massa adalah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut. a. Siapa (Who), b. Berkata Apa (Says What), c. Melalui Saluran Apa (In Which Channel), d. Kepada Siapa (To Whom), e. Dengan Efek Apa? (With What Effect?). Ungkapan dalam bentuk pertanyaan yang dikenal sebagai Formula Lasswell ini, meskipun sangat sederhana atau terlalu menyederhanakan suatu fenomena komunikasi massa, telah membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada kajian terhadap komunikasi massa. Selain dapat menggambarkan komponen-komponen dalam proses komunikasi massa, Lasswell sendiri menggunakan formula ini untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi. Hal im dapat disimak pada visualisasi berikut: Siapa Berkata apa Melalui saluran apa Media Analisis media Kepada siapa Dengan efek apa Efek Analisis efek

Komunikator Control studies

Pesan Analisis pesan

Penerima Analisis audience

B. PENDEKATAN TRANSMISIONAL Teori-teori yang termasuk dalam pendekatan transmisional pada dasarnya menjelaskan suatu proses komunikasi dengan melihat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya dan rangkaian aktivitas yang terjadi antara satu komponen dengan komponen lainnya (terutama mengalirnya pesan/informasi). Teori tentang transmisi pesan ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 2

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

matematika, Claude Shannon pada akhir tahun 40-an. Shannon yang bekerja pada biro penelitian perusahaan telepon Bell menerapkan pemikirannya terutama untuk kepentingan telekomunikasi. Dia berangkat dari sejumlah pertanyaan yang menyangkut jenis saluran komunikasi apa yang dapat mengangkut muatan sinyal secara maksimum? Berapa banyak muatan sinyal yang ditransmisikan akan rusak oleh gangguan yang mungkin muncul, dalam perjalanannya menuju penerima sinyal? Pertanyaan ini pada dasarnya menyangkut bidang teori informasi. Meskipun demikian, teori yang dikembangkan Shannon bersama rekan kerjanya Warren Weaver, dalam suatu bentuk model, telah digunakan sebagai analogi oleh berbagai ilmuwan sosial. Walau prinsip teknologi pasti berbeda dari proses komunikasi manusia, namun teori Shannon Weaver telah menjadi ide dasar bagi banyak teori komunikasi (massa) di kemudian hari. Komunikasi oleh mereka digambarkan sebagai suatu proses yang linier dan searah. Yaitu proses di mana pesan diibaratkan mengalir dari sumber dengan melalui beberapa komponen menuju kepada tujuan (komunikan). Terdapat lima fungsi yang beroperasi dalam proses komunikasi di samping satu faktor disfungsional yaitu noise atau gangguan. Model yang mereka ciptakan adalah sebagai berikut.

Sumber Informas i

Pesan

Transmit er

Sinyal

Sinyal

Penerima

Pesan

Tujuan

Sumber Gangguan

Pada dasarnya prinsip proses ini adalah seperti bekerjanya proses penyiaran radio. Pada bagian pertama dari proses adalah sumber informasi yang menciptakan pecan atau rangkaian pesan untuk dikomunikasikan. Pada tahap berikutnya pesan diubah ke dalam bentuk sinyal oleh transmiter sehingga dapat diteruskan melalui saluran kepada penerima. Penerima lalu menyusun kembali sinyal menjadi pesan sehingga dapat mencapai tujuan. Sementara itu sinyal dalam perjalanannya memiliki potensi untuk terganggu oleh berbagai sumber gangguan yang muncul. Misalnya, ketika terdapat terlalu banyak sinyal dalam saluran yang sama dan pada saat yang bersamaan pula. Hal ini akan mengakibatkan adanya perbedaan antara sinyal yang ditransmisikan dan sinyal yang diterima. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pesan yang dibuat oleh sumber dan kemudian disusun kembali oleh penerima hingga mencapai tujuan, tidak selalu memiliki makna yang sama. Ketidakmampuan komunikator untuk menyadari bahwa suatu pesan yang dikirimkan tidak selalu diterima dengan pengertian yang sama, adalah merupakan penyebab bagi kegagalan komunikasi. Dari model yang dikemukakan Shannon & Weaver ini, Melvin DeFleur (1966) dalam bukunya Theories of Mass Communication, mengembangkan
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 3

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

dan mengaplikasikannya ke dalam teori komunikasi massa. Dalam kaitannya dengan makna dari pecan yang diciptakan dan diterima, dia mengemukakan bahwa dalam proses komunikasi `makna' diubah menjadi pesan yang lalu diubah lagi oleh transmiter menjadi informasi, dan kemudian disampaikan melalui suatu saluran (misalnya media massa). Informasi diterima sebagai pesan, lalu diubah menjadi makna. Jika terdapat korespondensi (kesamaan/ hubungan) antara kedua 'makna' tersebut, maka hasilnya adalah komunikasi. Namun, seperti dikemukakan sendiri oleh DeFleur, jarang sekali terjadi korespondensi yang sempurna. Artinya, dengan toleransi tertentu, komunikasi masih dapat terjadi meskipun terdapat juga sejumlah perbedaan makna. De Fleur menambahkan beberapa komponen dalam bagan Shannon Weaver untuk menggambarkan bagaimana sumber/komunikator mendapatkan umpan balik atau feedback, yang memberikan kemungkinan kepada komunikator untuk dapat lebih efektif mengadaptasikan komunikasinya. Dengan demikian, kemungkinan untuk mencapai korespondensi/kesamaan makna akan meningkat. Untuk menjelaskan teorinya, DeFleur mengungkapkannya dalam bagan berikut:

Bagan Shannon-Weaver, walau berkesan linier dan tanpa umpan balik, ternyata telah meletakkan dasar bagi pengembangannya oleh DeFleur. Bagan DeFleur di atas telah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang fenomena komunikasi massa. Meskipun demikian, dalam hal komunikasi massa, sumber/komunikator biasanya memperoleh umpan balik yang sangat terbatas dari audiencenya. C. PENDEKATAN PSIKOLOGI SOSIAL Dengan mendasarkan pada prinsip keseimbangan kognitif yang dikemukakan oleh psikolog Heider (1946), dan penerapannya oleh Newcomb (1953) pada keseimbangan antara dua individu dalam proses komunikasi ketika menanggapi suatu topik tertentu, McLeod dan Chaffee (1973) mengemukakan teorinya yang disebut Ko-orientasi. Fokus dari teori ini adalah komunikasi antarkelompok dalam masyarakat yang berlangsung secara interaktif dan dua arah. Pendekatan ini memandang sumber informasi,
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 4

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

komunikator, dan penerima dalam suatu situasi komunikasi yang dinamis. Hubungan antara elemen-elemen tersebut dituangkan dalam bagan yang menyerupai layang-layang, sebagai berikut.

Bagan tersebut menggambarkan bahwa 'elite' biasanya diartikan sebagai kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. 'Peristiwa' atau topik/isu adalah perbincangan/ perdebatan mengenai suatu kejadian yang terjadi dalam masyarakat, di mana dari sini akan muncul berbagai informasi (seperti digambarkan dengan deretan X). 'Publik' adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan dan sekaligus sebagai audience dari media. Sementara itu 'media' mengacu pada unsur-unsur yang ada di dalam media, seperti wartawan, editor, reporter, dan sebagainya. Garis yang menghubungkan berbagai elemen tersebut memiliki sejumlah interpretasi. Dapat berupa hubungan, sikap, ataupun persepsi. Demikian pula arah dari garis tersebut dapat dianggap sebagai komunikasi searah ataupun dua arah. Teori ini menjelaskan bahwa informasi mengenai suatu peristiwa dicari dari atau didapat oleh anggota masyarakat dengan mengacu pada pengalaman pribadi, sumber dari kalangan elite, media massa, atau kombinasi ketiganya. Relevansi dari teori ini terletak pada situasi yang dinamis yang dihasilkan oleh hubungan antara publik dan kekuatan politik (elite) tertentu, pada sikap publik terhadap media, dan pada hubungan antara elite dan media. Perbedaan atau pertentangan antara publik dan elite dalam mempersepsi suatu peristiwa. akan membawa pada upaya mencari informasi dari media massa dan sumber-sumber informasi lainnya. Perbedaan ini dapat pula membawa ke arah upaya elite untuk memanipulasi persepsi publik dengan secara langsung mencampuri peristiwa tersebut atau dengan cara mengendalikan media massa. Kerangka acuan yang digunakan teori ini dapat diperluas dengan melibatkan sejumlah variabel dari elemen-elemen utama teori ini (publik, elite, media, dan peristiwa). Jadi, kita dapat membedakan peristiwa, berdasarkan relevansinya, nilai pentingnya, aktualitasnya, atau tingkat kontroversinya. Kita dapat menggolongkan publik atas segmen atau sektor, memberikan kategori atas sumber-sumber informasi dalam elite berdasarkan
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 5

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

posisi mereka dalam struktur sosial masyarakat. Sebagai ilustrasi, penelitian mengenai penggunaan media massa dan pendapat umum yang dilakukan oleh Tichenor (1973) membuktikan bahwa prakiraan atas suatu peristiwa yang dianggap kontroversial akan membuat publik untuk lebih mencermati informasi dari media massa mengenai peristiwa tersebut. Teori lainnya yang lebih sosiologis dikemukakan oleh John W. Riley dan Mathilda White Riley (1959). Mereka berangkat dari anggapan bahwa teoriteori komunikasi massa yang ada pada saat itu menimbulkan kesan seolaholah proses komunikasi terjadi dalam situasi sosial yang vakum (hampa) dan bahwa pengaruh lingkungan terhadap proses tersebut terasa diabaikan. Padahal, seperti mereka katakan, manusia sebagai makhluk yang berkomunikasi merupakan bagian dari berbagai struktur sosial yang berbeda. Oleh karenanya, mereka menawarkan suatu teori yang bertujuan untuk menganalisis komunikasi massa yang lebih menekankan pada aspek sosiologis dengan menganggap bahwa komunikasi massa merupakan satu di antara berbagai sistem sosial yang ada dalam masyarakat. Riley dan Riley menunjuk pada peran primary group dan reference group dalam proses komunikasi. Primary group ditandai dengan hubungan yang intim antar anggotanya, misalnya keluarga. Sedangkan reference group adalah kelompok di mana seseorang belajar untuk mengenal sikap, nilai, dan perilakunya. Dalam banyak hal primary group acap kali berfungsi pula sebagai reference group. Sebagai komunikator atau penerima pesan, individu dipengaruhi oleh primary group, Dalam kapasitasnya sebagai komunikator, individu mungkin terpengaruh dalam memilih dan membentuk pesannya, sebagai penerima is dipengaruhi dalam hal menseleksi pesan, mempersepsi pesan, dan menanggapi pesan. Pada sisi lain, primary group juga terpengaruh, sebagian oleh interaksi dengan primary group lainnya, dan sebagian oleh struktur sosial yang lebih luas yang juga secara langsung dapat mempengaruhi individu. Struktur sosial yang lebih luas ini Bering kali dikenal pula sebagai secondary group, seperti misalnya organisasi politik, perusahaan, atau serikat pekerja. Secondary group seperti halnya primary group, telah memperkenalkan norma dan menjadi panutan dalam berperilaku. Mereka menjelaskan teorinya dalam bagan berikut:

Bacaan Kuliah

Teori Komunikasi Page 6

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

Komunikator dan penerima digambarkan sebagai elemen dari dua struktur yang lebih besar yang saling terkait, misalnya melalui mekanisme umpan balik. Dalam lingkup yang lebih luas mereka meletakkan sistem komunikasi dalam suatu keseluruhan sistem sosial, dalam masyarakat di mana orang-orang yang terlibat dalam komunikasi berinteraksi dengan berbagai kelompok di sekelilingnya dan struktur sosial yang lebih luas. Jadi, proses komunikasi massa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses sosial yang lebih luas tersebut.

D. STIMULUS-RESPONS Prinsip stimulus-respons pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, di mana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah: (a) pesan (stimulus); (b) seorang penerima /receiver (organisme); dan (c) efek (respons). Prinsip stimulus-respons ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Dalam teori ini isi media dipandang sebagai obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah audience, yang keniudian diasumsikan akan bereaksi seperti yang diharapkan. Di balik konsepsi ini sesungguhnya terdapat dua pemikiran yang mendasarinya: 1. Gambaran mengenai suatu masyarakat modern yang merupakan agregasi dari individu-individu yang relatif terisolasi (atomized) yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadinya, yang tidak terlalu terpengaruh oleh kendala dan ikatan sosial. 2. Suatu pandangan yang dominan mengenai media massa yang seolaholah sedang melakukan kampanye untuk memobilisasi perilaku sesuai dengan tujuan dari berbagai kekuatan yang ada dalam masyarakat (biro iklan, pemerintah, parpol dan sebagainya). Dari pemikiran tersebut, dikenal apa yang disebut `masyarakat massa', di mana prinsip stimulus-respons mengasumsikan bahwa pesan dipersiapkan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat tersedia bagi sejumlah besar individu, dan bukannya ditujukan pada orang per orang. Penggunaan teknologi untuk reproduksi dan distribusi diharapkan dapat memaksimalkan jumlah penerimaan dan respons oleh audience. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kemungkinan adanya intervensi dari struktur sosial atau kelompok dan seolaholah terdapat kontak langsung antara media dan individu. Konsekuensinya, seluruh individu yang menerima pesan dianggap sama/seimbang. Jadi, hanya agregasi jumlah yang dikenal, seperti konsumen, suporter, dan sebagainya. Selain itu diasumsikan pula bahwa terpaan pesan-pesan media, dalam tingkat tertentu, akan menghasilkan efek. Jadi kontak dengan media cenderung
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 7

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

diartikan dengan adanya pengaruh tertentu dari media, sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan media tidak akan terpengaruh. Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulus-respons dengan teorinya yang dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi massa (individual differences). Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbedabeda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audience. Teori DeFleur ini secara eksplisit telah mengakui adanya intervensi variabel-variabel psikologis yang berinteraksi dengan terpaan media massa dalam menghasilkan efek. Berangkat dari teori perbedaan individu dan stimulus-respons ini, DeFleur mengembangkan model psikodinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci dari persuasi yang efektif terletak pada modifikasi struktur psikologis internal dari individu. Melalui modifikasi inilah respons tertentu yang diharapkan muncul dalam perilaku individu akan tercapai. Esensi dari model ini adalah fokusnya pada variabel-variabel yang berhubungan dengan individu sebagai penerima pesan, suatu kelanjutan dari asumsi sebab-akibat, dan mendasarkan pada perubahan sikap sebagai ukuran bagi perubahan perilaku. E. KOMUNIKASI DUA TAHAP DAN PENGARUH ANTARPRIBADI Teori ini berawal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld dan kawan-kawannya mengenai efek media massa dalam suatu kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat pada tahun 1940. Studi lersebut dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus respons bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun basil penelitian menunjukkan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah, dan asumsi stimulus-respons tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan pembentukan pendapat umum. Dalam analisisnya terhadap hasil penelitian tersebut, Lazarsfeld kemudian mengajukan gagasan mengenai `komunikasi dua tahap' (two step f l ow) dan konsep `pemuka pendapat'. Temuan mereka mengenai kegagalan media massa dibandingkan dengan pengaruh kontak antarpribadi telah membawa kepada gagasan bahwa `sering kali informasi mengalir dari radio dan surat kabar kepada para pemuka pendapat, dan dari mereka kepada orang-orang lain yang kurang aktif dalam masyarakat'. Pemikiran ini kemudian dilanjutkan dengan penelitian yang lebih serius dan re-evaluasi terhadap teori stimulusrespons dalam konteks media massa. Perbandingan antara teori awal komunikasi massa dengan teori yang mereka kembangkan digambarkan dalam model berikut:

Bacaan Kuliah

Teori Komunikasi Page 8

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

= Pemuka pendapat Q = Individu dolam masyarakat Teori dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsiasumsi sebagai berikut. 1. Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. 2. Respons dan reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial tersebut. 3. Ada dua proses yang berlangsung, yang pertama mengenai penerimaan dan perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respons dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi. 4. Individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki berbagai peran yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya, dapat dibagi atas mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan/menyebarkan gagasan dari media, dan mereka yang sematamata hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya. 5. Individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa dirinya berpengaruh terhadap orang-orang lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi dan panutan. Secara garis besar, menurut teori ini media massa tidak bekerja dalam suatu situasi kevakuman sosial, tetapi memiliki suatu akses ke dalam jaringan hubungan sosial yang sangat kompleks, dan bersaing dengan sumber-sumber gagasan, pengetahuan, dan kekuasaan, yang lainnya.

Bacaan Kuliah

Teori Komunikasi Page 9

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

F. DIFUSI INOVASI Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi. Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun masyarakat maju, karena terdapat kebutuhan yang terus-menerus dalam perubahan sosial dan teknologi untuk mengganti caracara lama dengan teknik-teknik baru. Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan langsung pusatpusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan. Praktik-praktik awal difusi inovasi dilakukan di Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak digunakan untuk programprogram pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap, jadi di dalamnya dikenal pula adanya pemuka pendapat atau yang disebut juga dengan istilah agen perubahan. Oleh karenanya teori ini sangat menekankan pada sumbersumber non-media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli, dan sebagainya.), dan biasanya mengenai gagasan-gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi dan sikap. Everett A Rogers dan Floyd G. Shoemaker (1973) merumuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses difusi inovasi, yaitu: Pengetahuan : kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. : individu membentuk/memiliki sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. : individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi. : individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesanpesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan lainnya.

Persuasi Keputusan Konfirmasi

Teori Defusi Inovatif mencakup sejumlah gagasan mengenai proses difusi inovasi sebagai berikut. Pertama, teori ini membedakan tiga tahapan utama dari keseluruhan proses ke dalam tahapan anteseden, proses, dan konsekuensi. Tahapan yang pertama mengacu kepada situasi atau karakteristik dari orang yang terlibat yang memungkinkannya untuk diterpa informasi tentang suatu inovasi dan relevansi informasi tersebut terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya, adopsi inovasi biasanya lebih mudah terjadi pada mereka yang terbuka terhadap perubahan, menghargai kebutuhan akan informasi, dan selalu mencari informasi baru. Tahapan kedua berkaitan dengan proses mempelajari, perubahan sikap dan keputusan. Di sini nilai inovatif yang
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 10

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

dirasakan akan memainkan peran penting, demikian pula dengan normanorma dan nilai-nilai yang berlaku dalam sistem sosialnya. Jadi, kadang kala peralatan yang secara teknis dapat bermanfaat, tidak diterima oleh suatu masyarakat karena alasan-alasan moral atau kultural, atau dianggap membahayakan struktur hubungan sosial yang telah ada. Tahapan konsekuensi dari aktivitas difusi terutama mengacu pada keadaan selanjutnya jika terjadi adopsi inovasi. Keadaan tersebut dapat berupa terus menerima dan menggunakan inovasi, atau kemudian berhenti menggunakannya lagi. Kedua, perlu dipisahkannya fungsi-fungsi yang berbeda dari pengetahuan', `persuasi', `keputusan', dan `konfirmasi', yang biasanya terjadi dalam tahapan proses, meskipun tahapan tersebut tidak harus selesai sepenuhnya/lengkap. Dalam hal ini, proses komunikasi lainnya dapat juga diterapkan, misalnya beberapa karakteristik yang berhubungan dengan tingkat persuasi. Orang yang tahu lebih awal tidak harus para pemuka pendapat, beberapa penelitian menunjukkan bahwa `tahu lebih awal' atau 'tahu belakangan/tertinggal' berkaitan dengan tingkat isolasi sosial tertentu. Jadi, kurangnya integrasi sosial seseorang dapat dihubungkan dengan `kemajuannya' atau `ketertinggalannya' dalam masyarakat. Ketiga, difusi inovasi biasanya melibatkan berbagai sumber komunikasi yang berbeda (media massa, advertensi atau promosi, penyuluhan, atau kontak-kontak sosial yang informal), dan efektivitas sumber-sumber tersebut akan berbeda pada tiap tahap, serta untuk fungsi yang berbeda pula. Jadi, media massa dan advertensi dapat berperan dalam menciptakan kesadaran dan pengetahuan, penyuluhan berguna untuk mempersuasi, pengaruh antarpribadi berfungsi bagi keputusan untuk menerima atau menolak inovasi, dan pengalaman dalam menggunakan inovasi dapat menjadi sumber konfirmasi untuk terus menerapkan inovasi atau sebaliknya. Keempat, teori ini melihat adanya `variabel-variabel penerima' yang berfungsi pada tahap pertama (pengetahuan), karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh kepribadian atau karakteristik sosial. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah variabel penerima akan berpengaruh pula dalam tahap-tahap berikutnya dalam proses difusi inovasi. Ini terjadi juga dengan `variabel-variabel sistem sosial' yang berperan terutama pada tahap awal (pengetahuan) dan tahap-tahap berikutnya.

Bacaan Kuliah

Teori Komunikasi Page 11

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

G. TEORI AGENDA-SETTING Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda. Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan yang ditujukan pada penelitian komunikasi massa yang menganggap media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap atau pendapat. Studi empiris terhadap komunikasi massa telah mengonfirmasikan bahwa efek yang cenderung terjadi adalah dalam hal informasi. Teori Agenda-setting menawarkan suatu cara untuk menghubungkan temuan ini dengan kemungkinan terjadinya efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang ditawarkan adalah suatu fungsi belajar dari media massa. Orang belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. Teoritisi utama agenda-setting adalah Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Mereka menuliskan bahwa audience tidak hanya mempelajari beritaberita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan oleh para kandidat dalam suatu kampanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Dengan kata lain, media massa menetapkan `agenda' kampanye tersebut. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa. Dalam hal kampanye, teori ini mengasumsikan bahwa jika para calon pemilih dapat diyakinkan akan pentingnya suatu isu maka mereka akan memilih kandidat atau partai yang diproyeksikan paling berkompeten dalam menangani isu tersebut. Asumsi agenda-setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relatif murah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media. Perkiraan ini dapat diuji dengan membandingkan hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan perubahan dalam pendapat umum yang diukur melalui survei pada dua (atau lebih) waktu yang berbeda. Pada tahun 1976, McCombs dan Shaw mengambil kasus Watergate sebagai ilustrasi dari fungsi agenda-setting. Mereka menunjukkan bahwa sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dalam mengungkap kasus politik yang korup, tetapi pemberitaan surat kabar yang sangat intensif dan diikuti
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 12

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

oleh penayangan dengar pendapat di Dewan Perwakilan melalui televisi, telah membuat kasus Watergate menjadi topic of the year. H. TEORI DEPENDENSI MENGENAI EFEK KOMUNIKASI MASSA Teori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976) memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masyarakat massa), di mana media massa dapat dianggap sebagai sistem nformasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial. Teori mereka secara ringkas digambarkan dalam model berikut:

Pemikiran terpenting dari teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audience menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi kepada apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat ketergantungan akan dipengaruhi oleh sejumlah kondisi struktural, meskipun kondisi terpenting terutama berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya masyarakat tersebut. Dan kedua, berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasarnya melayani berbagai fungsi informasi. Dengan demikian teori ini menjelaskan saling hubungan antara tiga perangkat variabel utama dan menentukan jenis efek tertentu sebagai hasil interaksi antara ketiga variabel tersebut. Pembahasan lebih lanjut mengenai teori ini ditujukan pada jenis-jenis efek yang dapat dipelajari melalui teori ini. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Kognitif
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 13

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

a. Menciptakan atau menghilangkan ambiguitas. b. Pembentukan sikap. Agenda-setting. c. Perluasan sistem keyakinan masyarakat. d. Penegasan/penjelasan nilai-nilai. 2. Afektif a. Menciptakan ketakutan atau kecemasan. b. Meningkatkan atau menurunkan dukungan moral. 3. Behavioral: a. Mengaktifkan/menggerakkan atau meredakan. b. Pembentukan isu tertentu atau penyelesaiannya. c. Menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitas. d. Menyebabkan perilaku dermawan (menyumbangkan uang) Lebih lanjut Ball-Rokeach dan DeFleur mengemukakan bahwa ketiga komponen yaitu audience, sistem media dan sistem sosial saling berhubungan satu dengan Iainnya, meskipun sifat hubungan ini berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Setiap komponen dapat pula memiliki cara yang beragam yang secara langsung berkaitan dengan perbedaan efek yang terjadi. Seperti misalnya: Sistem sosial akan berbeda-beda (bervariasi) sesuai dengan tingkat stabilitasnya. Ada kalanya sistem sosial yang stabil akan mengalami masamasa krisis. Sistem sosial yang telah mapan dapat mengalami tantangan legitimasi dan ketahanannya secara mendasar. Dalam kondisi semacam ini akan muncul kecenderungan untuk mendefinisikan hal-hal bar-u, penyesuaian sikap, menegaskan kembali nilai-nilai yang berlaku atau mempromosikan nilainilai baru, yang kesemuanya menstimulasi proses pertukaran informasi. Audience akan memiliki hubungan yang beragam dengan sistem sosial dan perubahan-perubahan yang terjadi. Sejumlah kelompok mungkin mampu bertahan sementara lainnya akan lenyap. Demikian pula dengan keragaman ketergantungan pada media massa sebagai sumber informasi dan panduan. Pada umumnya kelompok-elite dalam masyarakat akan memiliki lebih banyak kendali terhadap media, lebih banyak akses ke dalamnya, dan tidak terlalu tergantung pada media jika dibandingkan dengan masyarakat kebanyakan. Sementara kelompok elite cenderung untuk lebih memiliki akses kepada sumber informasi lain yang lebih cakap dan kompeten, nonelite terpaksa tergantung pada media massa atau sumber informasi perorangan yang biasanya kurang memadai. Media massa beragam dalam hal kuantitas, persebaran, reliabilitas, dan otoritas. Untuk kondisi tertentu atau dalam masyarakat tertentu media massa akan lebih berperan dalam memberikan informasi sosial politik dibandingkan dalam kondisi atau masyarakat lainnya. Selanjutnya, terdapat pula keragaman fungsi dari media massa untuk memenuhi berbagai kepentingan, selera, kebutuhan, dan sebagainya. H. SPIRAL OF SILENCE Teori spiral of silence atau spiral kebisuan berkaitan dengan pertanyaan mengenai bagaimana terbentuknya pendapat umum. Dikemukakan pertama
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 14

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

kali oleh Elizabeth Noelle-Neuman, sosiolog Jerman, pada tahun 1974, teori ini menjelaskan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antarpribadi, dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat. Teori ini mendasarkan asumsinya pada pemikiran sosial-psikologis tahun 30-an yang menyatakan bahwa pendapat pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan/ diharapkan oleh orang lain, atau atas apa yang orang rasakan/anggap sebagai pendapat dari orang lain. Berangkat dari asumsi tersebut, spiral of silence selanjutnya menjelaskan bahwa individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Oleh karenanya orang akan mengamati lingkungannya untuk mempelajari pandangan-pandangan mana yang bertahan dan mendapatkan dukungan dan mana yang tidak dominan atau populer. Jika orang merasakan bahwa pandangannya termasuk di antara yang tidak dominan atau tidak populer, maka is cenderung kurang berani mengekspresikannya, karena adanya ketakutan akan isolasi tersebut.

Jumlah orang yang tidak secara terbuka mengekspresikan pendapat yang berbeda dan perubahan dari pendapat yang berbeda kepada pendapat yang dominan Sebaliknya, pendapat yang dominan akan menjadi semakin luas dan kuat. Semakin banyak orang merasakan kecenderungan ini dan menyesuaikan pendapatnya, maka satu kelompok pendapat akan menjadi dominan, sementara lainnya akan menyusut. Jadi kecenderungan seseorang untuk menyatakan pendapat dan orang lainnya menjadi diam akan mengawali suatu proses spiral yang meningkatkan kemapanan satu pendapat sebagai pendapat umum atau pendapat yang dominan. Tentunya persepsi individu bukan satusatunya kekuatan yang bekerja dalam proses ini, dan media massa merupakan salah satu kekuatan lainnya. Apa yang menjadi pandangan yang dominan pada suatu waktu tertentu sering kali ditentukan oleh media. Kekuatan lain yang bekerja dalam proses ini adalah tingkat dukungan orangorang dalam lingkungan seseorang. Ketika orangtinggal diam, orang-orang di sekelilingnya akan melakukan hal yang sama, dengan demikian definisi media massa atas suatu pandangan dan kurangnya dukungan yang diungkapkan
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 15

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

atas pandangan seseorang dalam komunikasi antarpribadi, akan semakin menguat dan menghasilkan spiral kebisuan tersebut. Noelle-Neuman mendukung asumsinya dengan mengacu pada berbagai perubahan selama kurun waktu tertentu mengenai beberapa pendapat umum yang menonjol di Jerman Barat. Sejumlah pembuktian yang dia kemukakan, menunjukkan hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap pendapat mayoritas, pengungkapan pendapat pribadi, kecenderungan dalam isi media, dan pendapat para jurnalis. Dalam kondisi tertentu, media massa tampak membentuk persepsi mengenai pendapat yang dominan dan karenanya mempengaruhi pendapat individu melalui cara-cara yang dijelaskan oleh teori spiral of silence ini. I. INFORMATION GAPS Dalam membahas efek jangka panjang komunikasi massa, tampaknya penting untuk dikemukakan suatu pokok bahasan yang disebut sebagai celah informasi atau celah pengetahuan (information atau knowledge gaps). Latar belakang pemikiran ini terbentuk oleh adanya arus informasi yang terus meningkat, yang sebagian besar dimungkinkan oleh media massa. Secara teoretis peningkatan ini akan menguntungkan setiap orang dalam masyarakat karena setiap individu memiliki kemungkinan untuk mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya atau di dunia, yang tentunya akan membantu dirinya dalam memperluas wawasan. Meskipun demikian, sejumlah peneliti menunjukkan bahwa peningkatan arus informasi sering kali menghasilkan efek negatif, di mana peningkatan pengetahuan pada kelompok tertentu akan jauh meninggalkan melebihi kelompok lainnya. Dalam hal seperti ini information gaps akan terjadi dan terus meningkat sehingga menimbulkan jarak antara kelompok sosial yang satu dengan yang lain dalam hal pengetahuan mengenai suatu topik tertentu. Phillip Tichenor (1970) yang mengawali pemikiran tentang knowledge gaps ini menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu sistem sosial meningkat, maka mereka yang berpendidikan yaitu mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik, akan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih baik dalam menyerap informasi dibandingkan mereka yang kurang berpendidikan dengan status yang lebih rendah. Jadi, meningkatnya informasi akan menghasilkan melebarnya jurang/celah pengetahuan daripada mempersempitnya. Sementara itu Everett M. Rogers (1976) memperkuat asumsi tersebut dengan mengatakan bahwa informasi bukan hanya menghasilkan melebarnya knowledge gaps, tetapi juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa komunikasi massa bukan satu-satunya penyebab terjadinya gaps tersebut, karena komunikasi langsung antar individu dapat memiliki efek yang serupa. Suatu konsep lain yang dikemukakan oleh sekelompok peneliti dari Swedia, menjelaskan tentang karakteristik dan sumber-sumber yang memungkinkan seseorang untuk memberi dan menerima informasi, dan yang membantu proses komunikasi bagi dirinya. Konsep yang disebut `potensi komunikasi' tersebut dipandang sebagai alat untuk mencapai/mendapatkan nilai-nilai tertentu dalam hidupnya. Ukuran dan bentuk potensi komunikasi tergantung pada tiga karakteristik utama, yaitu:
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 16

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

1. Karakteristik pribadi. Orang memiliki sekaligus kemampuan alamiah seperti melihat atau berbicara, dan kemampuan yang diperoleh melalui pembelajaran seperti berbicara dalam beberapa bahasa yang berbeda. Di samping itu is memiliki potensi komunikasi, pengetahuan, sikap, dan kepribadian tertentu. 2. Karakteristik seseorang tergantung pada posisi sosialnya. Posisi ini ditentukan oleh variabel-variabel seperti penghasilan, pendidikan, umur, dan jenis kelamin. 3. Karakteristik dari struktur sosial di mana seseorang berada. Salah satu faktor penting adalah berfungsinya primary group (misalnya keluarga, kelompok kerja), dan secondary group (misalnya organisasi, sekolah, klub) dalam hal komunikasi. Dalam konteks ini, adalah relevan untuk menganggap masyarakat sebagai sistem komunikasi. Potensi tersebut dapat membawa pada pencapaian nilai-nilai dan tujuantujuan tertentu. Sebagai contoh, pembentukan identitas diri dan tumbuhnya solidaritas dapat mempengaruhi situasi kehidupan seseorang, dan dapat mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Jika kita tempatkan konsep di atas dalam konteks media massa, maka kita harus menganggap ketiga karakteristik tersebut sebagai variabel independen dan tingkat pencapaian nilai dan tujuan sebagai variabel dependen (efek/konsekuensi). Dalam perspektif yang lebih Was kita dapat mengasumsikan bahwa, jika dalam suatu masyarakat terdapat perbedaan yang sistematis antara berbagai potensi komunikasi dari berbagai kelompok yang berbeda, maka akan menyebabkan terjadinya perbedaan yang sistematis pula dalam pencapaian tujuan dan nilai dari kelompok-kelompok tersebut. Pemikiran tentang adanya information gaps atau knowledge gaps dalam masyarakat ternyata belum cukup menjelaskan fenomena yang terjadi. Sebenarnya tidak hanya terdapat satu information gaps, tetapi banyak dan tidak sama antara satu dengan lainnya. Misalnya, ada gaps dalam informasi politik dan informasi tentang meningkatnya biaya hidup, dan biasanya gaps dalam informasi tentang situasi politik dunia lebih besar dibanding dengan gaps yang terjadi dalam informasi tentang kenaikan biaya hidup. Berangkat dari pemikiran tentang adanya berbagai information gaps dalam suatu masyarakat, kita akan menemukan pula bahwa gaps yang berbeda terjadi dalam berbagai bentuk dan cara yang berbeda pula. Selanjutnya, beberapa anggapan menyatakan bahwa gaps cenderung meningkat seiring dengan waktu. Dalam beberapa kasus tertentu hal ini dapat terjadi, namun Thunberg (1979) mengemukakan bahwa situasi sebaliknya dapat pula terjadi. Yaitu ketika gaps yang pada awalnya melebar akhirnya dapat menutup ketika kelompok yang status social ekonominya lebih rendah dapat menyusulnya. Dalam hal ini yang terjadi hanyalah persoalan waktu saja. Pada awalnya, ketika kelompok yang diuntungkan karena memiliki akses dan exposure pada komunikasi yang lebih baik (memiliki potensi komunikasi yang tinggi) dengan cepat mampu menyerap informasi tentang topik tertentu yang beredar dalam masyarakat. Meskipun demikian pada akhirnya kelompok yang memiliki potensi komunikasi rendah akan dapat menyusul penyerapan informasi tersebut sehingga gaps akan menutup.
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 17

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

Model semacam itu disebut memiliki ceiling effects, artinya ada plafon atau batas tertentu dalam penyerapan informasi. Ceiling effects terjadi jika potensi informasi mengenai suatu topik tertentu adalah terbatas. Mereka yang memiliki kapasitas yang besar dalam menyerap informasi, setelah sekian waktu tidak akan menemukan lagi informasi yang tersisa mengenai suatu topik tertentu. Hal ini menyebabkan kelompok dengan potensi komunikasi yang rendah akan mampu menyusulnya. Efek ini juga dapat terjadi jika kelompok yang potensial tidak lagi memiliki motivasi untuk mencari lebih banyak informasi, sementara kelompok yang kurang potensial masih termotivasi, sehingga dalam waktu tertentu mereka juga akan menjadi well informed. Meskipun demikian Donohue (1975) menegaskan bahwa tidak semua gaps dapat menutup. Beberapa penelitian yang dilakukannya di Amerika menunjukkan bahwa perhatian yang besar terhadap media menghasilkan pelebaran gaps antara mereka yang berpendidikan tinggi dengan mereka yang berpendidikan rendah. Diungkapkan pula bahwa ketika suatu topik tidak lagi menjadi pembicaraan umum, sehingga tidak ada lagi atau hanya sedikit orang yang masih membicarakannya, gap antara mereka yang memiliki potensi komunikasi tinggi dan mereka yang memiliki potensi komunikasi rendah akan tetap sama (tidak menutup) atau bahkan menjadi melebar. J. PENDEKATAN USES AND GRATIFICATIONS Jika dalam penelitian mengenai efek komunikasi massa sebelumnya kita berbicara mengenai apa yang dilakukan media terhadap orang/audience, maka pada pendekatan ini kita akan berbicara mengenai apa yang dilakukan orang terhadap media. Studi dalam bidang ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Dalam hal ini, sebagian besar perilaku audience akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan (interests) individu. Meskipun demikian perlu dipahami bahwa ini adalah suatu fenomena mengenai proses penerimaan (pesan dari media), oleh karenanya pendekatan ini tidak mencakup atau mewakili keseluruhan proses komunikasi. Denis McQuail (1981) menyebutkan adanya dua hal dibalik kebangkitan pendekatan ini. Pertama adalah adanya oposisi terhadap asumsi yang deterministik mengenai efek media, yang merupakan bagian dari dominannya peran individu yang kita kenal dalam model komunikasi dua tahap. Kedua, adanya keinginan untuk lepas dari perdebatan yang kering dan terasa steril mengenai penggunaan media massa yang hanya didasarkan atas selera individu. Dalam hal ini, pendekatan uses and gratifications memberikan suatu cara alternatif untuk memandang pada hubungan antara isi media dan audience, dan pengategorian isi media menurut fungsinya daripada sekedar tingkat selera yang berbeda. Meskipun masih diragukan adanya 'satu' model uses and gratifications ataukah ada banyak di antaranya, namun para ahli sependapat mengenai gagasan utama pendekatan ini. Katz (1974) menggambarkan logika yang mendasari penelitian mengenai media uses and gratifications sebagai berikut: (1) Kondisi social psikologis seseorang akan menyebabkan adanya (2)
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 18

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

kebutuhan, yang menciptakan (3) harapan-harapan terhadap (4)media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa kepada (5) perbedaan pola penggunaan media (atau keterlibatan dalam aktivitas lainnya) yang akhirnya kan menghasilkan (6) pemenuhan kebutuhan dan (7) konsekuensi lainnya, termasuk yang tidak diharapkan sebelumnya. Sebagai tambahan bagi elemenelemen dasar tersebut di atas, penelitian uses and gratifications sering memasukkan unsur motif untuk memuaskan kebutuhan dan `alternatifalternatif fungsional' untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai misal, pada unsur yang terakhir, konsumsi terhadap jenis media tertentu (misalnya menonton TV) mungkin merupakan alternatif fungsional dari aktivitas kultural lainnya (misalnya mengikuti aktivitas sosial di lingkungan tempat tinggalnya). Suatu contoh mengenai cars berpikir uses and gratifications dapat diuraikan sebagai berikut. Seperti halnya manusia pada umumnya, seseorang memiliki kebutuhan mendasar terhadap interaksi sosial. Berdasarkan pengalaman, dia mengharapkan bahwa konsumsi atau penggunaan media tertentu akan memberikan sejumlah pemenuhan bagi kebutuhan ini. Hal ini akan membuatnya menonton acara TV tertentu, membaca artikel tertentu dalam majalah, dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, aktivitas ini dapat menghasilkan suatu pemenuhan kebutuhan, namun pada saat yang bersamaan aktivitas ini juga menciptakan ketergantungan pada media massa dan perubahan kebiasaan-kebiasaan sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan media massa oleh individu telah memberikan fungsi alternatif bagi interaksi sosial yang sesungguhnya. Versi lain dari pendekatan ini dikemukakan oleh Karl Erik Rosengren (1974) yang memodifikasi elemennya menjadi 11 elemen seperti yang dijabarkannya dalam model berikut:

Bacaan Kuliah

Teori Komunikasi Page 19

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

Kebutuhan individu dianggap sebagai suatu titik awal. Meskipun demikian, tumbuhnya kebutuhan tentu saja tidak terjadi dalam situasi yang vakum, melainkan melalui interaksi dengan elemen-elemen di dalam dan di sekitar individu (kotak 2 dan 3). Dengan mengacu kepada hierarki kebutuhan Maslow, Rosengren mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan pada tataran yang lebih tinggi (kebutuhan akan teman, cinta, pengakuan, dan aktualisasi diri) adalah yang paling relevan bagi model uses and gratifications dibandingkan kebutuhan pada tataran yang lebih rendah (kebutuhan psikologis dan keamanan). Pada kotak 4, Rosengren memperkenalkan konsep persoalan
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 20

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

yang terjadi melalui interaksi antara kebutuhan, karakteristik individu, dan kondisi-kondisi lingkungan sosialnya. Tingkat kerumitan persoalan akan berbeda antara satu individu dengan individu lainnya, hal serupa berlaku pula dalam persepsi mengenai bagaimana persoalan tersebut dapat diselesaikan (kotak 5). Pada tingkat individual, persoalan-persoalan yang dirasakan dan solusinya dapat memberikan motif untuk bertindak (kotak 6). Meskipun motif mungkin sulit dipisahkan/ dibedakan dari kebutuhan dan persoalan, terutama dalam penelitian empiris, namun motif dapat diarahkan kepada berbagai tujuan pemenuhan atau jenis-jenis solusi persoalan. Sejumlah penelitian memberikan beberapa contoh mengenai hal ini: mengalami situasi sosial tertentu yang penuh dengan konflik dan tekanan, individu akan memiliki motif untuk relaks dengan mengonsumsi media; individu sadar akan adanya persoalan-persoalan dalam masyarakat, oleh karenanya termotivasi untuk mencari informasi untuk mendapatkan orientasi melalui media massa; individu yang kurang memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan interaksinya secara wajar (nyata) akan termotivasi untuk menggunakan jenis isi media tertentu (misalnya drama televisi). Dengan demikian, persoalan yang membawa pada motif tertentu akan menyebabkan tindakan dalam bentuk konsumsi media atau perilaku lainnya (kotak 7 dan 8). Karena kebutuhan, persoalan, dan motif berbeda bagi individu atau kelompok yang berbeda maka hasilnya adalah pola-pola perilaku yang berbeda pula. Sejumlah orang akan mencari sesuatu yang menghibur, lainnya memilih informasi, dan sejumlah lainnya bahkan tidak menggunakan media sama sekali. Kotak 9 menyatakan bahwa perbedaan pola pemenuhan (termasuk kemungkinan tidak tercapainya pemenuhan) merupakan hasil dari proses tersebut. Sementara kotak 10 dan 11 berkaitan dengan efek dari proses tersebut. Keseluruhan proses ini menunjukkan bahwa uses and gratifications dapat mempengaruhi masyarakat dan media yang beroperasi di dalamnya. Pendekatan uses and gratifications ditujukan untuk menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau agregasi individu. Pendekatan ini telah memberikan kerangka kerja bagi berbagai jenis studi yang berbeda, beberapa di antara yang menonjol adalah: Studi yang dilakukan Katz dan Gurevitch (1977) untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan dari beberapa media yang berbeda, terutama mengenai fungsi dan karakteristik lainnya, menghasilkan suatu model sederhana di mana orang dapat melihat media mana yang menunjukkan kesamaan dengan media lainnya. Dalam suatu studi mengenai penggunaan televisi oleh anak, Brown (1976) menemukan arti penting media tersebut yang bersifat multi fungsi dan memberikan kepuasan bagi kebanyakan anak pada umumnya, seperti mengajarkan tentang bagaimana orang lain menjalani hidupnya atau memberikan suatu bahan pembicaraan dengan teman-temannya. Dalam suatu studi mengenai reaksi audience selama terjadi pemogokan di surat kabar, Berelson (1949) menemukan bahwa surat kabar harian dapat memenuhi kebutuhan pembacanya akan fungsi-fungsi berikut: memberikan
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 21

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

informasi dan interpretasi mengenai hal-hal yang terjadi dalam masyarakat, sebagai alat bagi kehidupan sehari-hari dan sumber relaksasi, memberikan prestise sosial, memberikan kontak sosial, dan digunakan sebagai bagian dari ritual sehari-hari. K. TEORI USES AND EFFECTS Pemikiran yang pertama kali dikemukakan oleh Sven Windahl (1979) ini merupakan sintesis antara pendekatan uses and gratifications dan teori tradisional mengenai efek. Konsep 'use' (penggunaan) merupakan bagian yang sangat penting atau pokok dari permikiran ini. Karena pengetahuan mengenai penggunaan media dan penyebabnya, akan memberikan jalan bagi pemahaman dan perkiraan tentang hasil dari suatu proses komunikasi massa. Penggunaan media massa' dapat memiliki banyak arti. Ini dapat berarti exposure' yang semata-mata menunjuk pada tindakan mempersepsi. Dalam konteks lain, pengertian tersebut dapat menjadi suatu proses yang lebih kompleks, di mana isi tertentu dikonsumsi dalam kondisi tertentu, untuk memenuhi fungsi tertentu dan terkait harapan-harapan tertentu untuk dapat dipenuhi. Fokus dari teori ini lebih kepada pengertian yang kedua. Dalam uses and gratifications, penggunaan media pada dasarnya ditentukan oleh kebutuhan dasar individu, Sementara pada uses and effects kebutuhan hanya salah satu dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penggunaan media. Karakteristik individu, harapan dan persepsi terhadap media, dan tingkat akses kepada media, akan membawa individu kepada keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan isi media massa. Hasil dari proses komunikasi massa dan kaitannya dengan penggunaan media akan membawa pada bagian penting berikutnya dari teori ini. Hubungan antara penggunaan dan hasilnya, dengan memperhitungkan pula isi media, memiliki beberapa bentuk yang berbeda, yaitu: 1. Pada kebanyakan teori efek tradisional, karakteristik isi media menentukan sebagian besar dari hasil. Dalam hal ini, penggunaan media hanya dianggap sebagai faktor perantara, dan hasil dari proses tersebut dinamakan efek. Dalam pengertian ini pula, uses and gratifications hanya akan dianggap berperan sebagai perantara, yang memperkuat atau melemahkan efek dari isi media. 2. Dalam berbagai proses, hasil lebih merupakan akibat penggunaan daripada karakteristik isi media. Penggunaan media dapat mengecualikan, mencegah atau mengurangi aktivitas Iainnya, di samping dapat pula memiliki konsekuensi psikologis seperti ketergantungan pada media tertentu. Jika penggunaan merupakan penyebab utama dari hasil maka is disebut konsekuensi. 3. Kita dapat juga beranggapan bahwa hasil ditentukan sebagian oleh isi media (melalui perantaraan penggunaannya) dan sebagian lain oleh penggunaan media itu sendiri. Oleh karenanya ada dua proses yang bekerja secara serempak, yang bersama-sama menyebabkan terjadinya suatu hasil yang kita sebut `conseffects' (gabungan antara konsekuensi dan efek). Proses pendidikan biasanya menyebabkan hasil yang berbentuk 'conseffects'. Di mana sebagian dari hasil disebabkan oleh isi yang mendorong pembelajaran (efek), dan sebagian lain merupakan hasil
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 22

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

dari suatu proses penggunaan media yang mengakumulasikan dan menyimpan pengetahuan.

secara

otomatis

Ilustrasi mengenai hubungan-hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Hasil-hasil ini dapat ditemukan pada tataran individu maupun tataran masyarakat. Gambaran selengkapnya dapat disimak pada diagram berikut:

Bacaan Kuliah

Teori Komunikasi Page 23

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

L. INFORMATION SEEKING Dalam masyarakat kita, informasi dalam berbagai bentuknya dan dalam jumlah yang sangat besar diproduksi, didistribusikan, disimpan, dan diterima. Pada saat yang bersamaan, akan menjadi semakin sulit bagi individu untuk menemukan informasi yang relevan. Kondisi ini telah mengarahkan perhatian para ahli untuk memahami bagaimana orang mencari informasi. Information seeking inemiliki beberapa keterkaitan dengan teori sebelumnya, Teori difusi Bering kali menyentuh proses pencarian informasi. Uses and Gratifications dianggap memberikan kerangka bagi studi mengenai proses pencarian informasi. Demikian pula dengan teori-teori `congruence' yang menjelaskan pengorganisasian sikap, seperti misalnya teori disonansi kognitif yang dikemukakan oleh Festinger. Teori information seeking yang dikemukakan di sini, yaitu dari Donohew dan Tipton (1973), yang menjelaskan tentang pencarian, penghindaran, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang kesesuaian sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena terasa membahayakan. Beberapa konsep utama dari teori ini antara lain adalah image atau image of reality. Pertama-tama, konsep image ini mengacu pada pengalaman yang diperoleh sepanjang hidup seseorang dan terdiri dari berbagai tujuan, keyakinan, dan pengetahuan yang telah diperolehnya. Bagian kedua dari image terdiri dari konsep diri seseorang, termasuk evaluasinya terhadap kemampuan dirinya dalam mengatasi berbagai situasi. Ketiga, image of reality terdiri dari suatu perangkat penggunaan informasi yang mengatur perilaku seseorang dalam mencari dan memproses informasi. Ketika mencari informasi, individu dapat memilih di antara berbagai strategi yang dalam teori ini dibedakan antara strategi luas dan sempit. Pada strategi yang luas, individu pertama-tama akan membuat suatu daftar mengenai sumber-sumber informasi yang memungkinkan, mengevaluasinya, dan memilih sumber mana yang akan digunakannya. Dalam strategi yang sempit, satu sumber digunakan sebagai titik awal, dan pencarian Iebih lanjut dilakukan dengan menempatkan sumber tersebut sebagai basisnya. Pencarian informasi akan dilakukan sampai pada tahap yang disebut `closure' di mana seseorang akan berhenti mencari lebih banyak informasi. Proses pencarian informasi oleh Donohew dan Tipton dijelaskan dalam beberapa tahapan. Proses dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah stimuli. Kepada stimuli tersebut, individu dapat memperhatikan atau tidak memperhatikan, dan pilihan pada salah satunya sebagian ditentukan oleh karakteristik dari stimuli tersebut. Pada tahap berikutnya, terjadi suatu perbandingan antara stimuli (informasi) dan `image of reality' yang dimiliki individu tersebut. Di sini diuji tingkat relevansi dan konsistensi antara image dan stimuli. Materi/informasi yang terlalu berbahaya atau tidak penting akan tersaring keluar, demikian pula dengan stimuli yang dianggap monoton karena tingkat konsistensinya yang tinggi. Jika stimuli diabaikan maka proses ini otomatis berhenti. Berikutnya muncul persoalan tentang apakah stimuli tersebut menuntut suatu tindakan. Jika jawabnya adalah tidak, maka efek dari stimuli mungkin adalah membentuk suatu bagian tambahan dari image. Sedangkan jika
Bacaan Kuliah Teori Komunikasi Page 24

Teori Komunikasi Massa: Media, Efek, dan Audience

jawabnya adalah `ya', maka perangkat dari image of reality, seperti pengalaman, konsep diri, dan gaga pemrosesan informasi akan mempengaruhi tindakan apa yang harus dilakukan. Seandainya dalam menilai suatu situasi, seseorang memberikan prioritas lebih pada suatu stimuli dibandingkan stimuli lainnya, maka dia dapat memilih untuk mencukupkan pencarian informasinya atau mencari informasi lebih jauh. Dalam hal yang kedua, orang tersebut harus menentukan kebutuhan-kebutuhan informasinya dan menilai sumber-sumber yang potensial untuk menjawab kebutuhannya. Seandainya terdapat lebih dari satu sumber informasi yang potensial, orang tersebut harus memikirkan strategi informasi apa yang dipilih (luas atau sempit). Apa pun pilihan strateginya, seseorang akan mencapai titik di mana dia sudah merasa cukup mendapatkan informasi, yang biasanya akan dilanjutkan dengan dilakukannya suatu tindakan. Dalam kedua strategi tersebut, seseorang mungkin akan melalui sejumlah `information-seeking loops' sebelum dia merasa cukup (closure). Setelah melakukan tindakan, seseorang mungkin akan memerlukan umpan balik (feedback) dari tindakannya, yang memungkinkan untuk mengevaluasi efektivitas tindakannya. Di sini dia juga dapat menilai apakah informasi yang diperolehnya berguna dan relevan bagi tindakan yang dia lakukan. Pada bagian terakhir, proses ini dapat menghasilkan revisi pada image of reality seseorang. Pengalaman barunya dapat mengubah persepsinya terhadap lingkungan dan konsep diri yang telah dimiliki. Sebagai hasil dari suatu proses yang bekerja secara utuh, gaya/cara pencarian informasinya dapat juga dimodifikasi atau diperkuat. Untuk memudahkan pemahaman, kita akan mencoba menerapkan teori ini dalam contoh berikut: Seorang petani menemukan adanya gejala hama yang menyerang padi di sawahnya (stimuli). Dia akan menganggap hal ini relevan dan memberikan prioritas tinggi pada informasi mengenai hama tersebut. Melihat situasi seperti itu, dia merasa bahwa informasi yang dimilikinya belum cukup dan mempertimbangkan sumber-sumber informasi apa yang dapat dipergunakannya. Dia memutuskan untuk menggunakan strategi sempit, di mana dia lalu menghubungi Dinas Pertanian setempat. Selanjutnya oleh Dinas tersebut dia disarankan untuk menghubungi seorang ahli hama pertanian yang kemudian memberikan informasi yang dia butuhkan. Ketika sekali lagi dia mengevaluasi situasi yang dihadapinya, dia merasa telah mendapatkan cukup informasi (closure), dan dia lalu bertindak sesuai dengan informasi yang telah diperolehnya. Persoalan hama teratasi dan petani tersebut menganggap tindakan yang dia lakukan adalah tepat, demikian pula dengan informasi yang diperolehnya. Akhirnya, image of reality-nya telah sedikit berubah, sesuai dengan pengalaman barunya.

Bacaan Kuliah

Teori Komunikasi Page 25

Anda mungkin juga menyukai