PENDAHULUAN
Cemas dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu hal yang normal dan respon adaptasi
terhadap ancaman yang mempersiapkan individu tersebut untuk “flight or fight”.
Seseorang yang cemas terhadap segala sesuatu dapat dikatakan mengalami gangguan
cemas menyeluruh. Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang
berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa
kehidupan sehari-hari.Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-
kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan
berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan
tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
Gambaran umum penyakit ini adalah kekhawatiran yang tidak sebanding dengan
stressor yang sesungguhnya dalam kehidupan.Gangguan cemas sendiri dibagi menjadi 2
yaitu gangguan anxietas kontinyu dengan episodik.Gangguan cemas menyeluruh adalah
bentuk dari kecemasan kontinyu. Gejala yang terjadi harus menunjukkan kecemasan
sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan,adapun keluhan lain meliputi kecemasan misalnya khawatir akan nasib
buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi. Selain itu terdapat pula ketegangan
motorik, misalnya gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai. Overaktivitas
otonomik juga ditemukan misalnya adanya kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing, mulut kering.
Baik tidaknya prognosis pada gangguan cemas menyeluruh tergantung pada tingkat
keparahan dari kondisi yang terjadi.Tanpa terapi, gangguan cemas menyeluruh bisa terus
berlanjut dan terus muncul dalam kehidupan pasien.Prognosis semakin buruk pada orang
yang memiliki lebih dari satu jenis gangguan kecemasan. Untuk itu diperlukan pemahaman
lebih lanjut mengenai gangguan cemas menyeluruh ini. Itulah sebabnya, kasus ini perlu
diangkat untuk dipelajari.
1
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTIFIKASI PASIEN
• Umur : 26 tahun
• Agama : Islam
• Tingkat pendidikan : S1
• Pekerjaan : Security
ANAMNESIS
Rasa cemas muncul hampir setiap hari selama ± 1 tahun terakhir, cemas muncul tanpa
dipengaruhi sesuatu (seperti panik, merasa malu berada di keramaian, merasa kotor, jauh dari
rumah atau kerabat dekat, dsb), khawatir akan nasib buruk (karena pasien pernah mengalami
sakit ambeyen), os merasa lelah, lemas, gelisah, sakit kepala, jantung berdebar-debar, dan
2
kadang keluar keringat berlebihan. Os tidak merasa sedih, tidak kehilangan minat dan
kegembiraan, os tidak merasa lelah berlebihan (mengakibatkan rasa lelah yang nyata sesudah
kerja sedikit saja) dan penurunan aktivitas, tidur tidak terganggu, dan nafsu makan tidak
berkurang.
± 1 tahun yang lalu pasien mengeluh mengalami rasa cemas yang mengganggu
aktivitasnya. Keluhan ini dirasa pertama kali ketika pasien mengalami sakit ambeyen. Pasien
merasa takut melihat banyak darah yang keluar ketika BAB. Pasien menjadi sulit untuk tidur
karena selalu terpikir ambeyennya, saat itu juga pasien merasa pusing dan sakit kepala yang
hebat, nafsu makan berkurang sehingga berat badan pasien turun, serta timbul kecemasan dan
rasa takut. Setelah kejadian itu kecemasan pasien kadang-kadang muncul, pasien merasa
tenang bila pasien mendengarkan musik, kecemasan pasien muncul secara tiba-tiba dan
terus-menerus disertai sakit kepala, sesak napas, jantung berdebar-debar, dan kadang keluar
keringat. Apabila tidak ada kegiatan, cemas lebih sering timbul. Biasanya 3-4 kali dalam
sehari. Jika cemas timbul pasien berusaha menghilangkan rasa cemasnya dengan mencari
hiburan (menonton TV, mendengarkan musik).
± 5 bulan yang lalu pasien melakukan pengobatan alternatif (herbal) karena kepala
pasien pusing terus-menerus, setelah melakukan pengobatan alternatif, gejala pusing
berkurang tetapi cemasnya semakin sering timbul apalagi jika pasien banyak pikiran,
berbicara dengan orang baru, serta berbicara di depan orang banyak. Pasien kembali
merasakan sakit kepala, cemas, jantung berdebar-debar, sesak napas, dan keluar keringat.
± 1 bulan terakhir rasa cemas semakin sering muncul. Rasa cemas muncul hampir
setiap hari yang membuatnya kadang merasa lemas, jantung berdebar-debar, keringat dingin,
sesak napas, dan gemetaran. Pasien merasa gangguan cemas ini sudah sangat mengganggu
aktivitasnya, kemudian pasien dating ke poli RSJD Jambi.
Riwayat penyakit dahulu : asma tidak ada, hipertensi tidak ada, DM tidak ada, gastritis tidak
ada, ambeyen (+).
3
Riwayat premorbid
Riwayat menggunakan NAPZA (+) jenis sabu-sabu, mulai tahun 2007-2009, dengan
frekuensi 1 tahun sekali (setiap malam tahun baru) tingkat pemakaian NAPZA
sosial/rekreasi
Riwayat minum minuman alkohol (+) mulai tahun 2007-2009, dengan frekuensi 1 tahun
sekali (setiap malam tahun baru) tingkat pemakaian NAPZA sosial/rekreasi
Riwayat menggunakan rokok (+) frekuensi setiap hari, sebanyak 2 batang perhari, berhenti
tahun 2009 Perokok ringan (< 10 batang per hari)
Keadaan sosial ekonomi : Pasien tinggal bersama orang tua dengan keadaan sosial
ekonomi cukup.
Riwayat keluarga : Keluhan yang sama dalam keluarga sebelumnya tidak ada.
4
Pedigree:
Wawancara dan observasi dilakukan pada Rabu, 28 September 2016 pukul 11.00 s.d.
12.00 WIB di Poli Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi. Pemeriksa dan pasien berhadapan dengan
posisi pasien duduk di bangku. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia
dan bahasa daerah. Pasien bisa berbicara dan berkomunikasi dengan baik.
Pemeriksa Pasien
Pekerjaannya? Sekuriti
PEMERIKSAAN
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum
6
STATUS NEUROLOGIKUS
Mata
Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Kekuatan 5 5 5 5
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - -
7
Sensibilitas : normal
STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
Sikap : kooperatif
Inisiatif : ada
8
KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)
Keadaan afektif
Afek : eutimia
Mood : stabil
Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : normal
9
Ilusi : tidak ada
Psikomotilitas : cepat
Mutu : baik
Arus pikiran
Isi pikiran
Pemilikan pikiran
Bentuk pikiran
10
Logore : tidak ada
Kecemasan : ada
Dekorum
Kebersihan : baik
PEMERIKSAAN LAIN
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
11
Aksis IV : tidak ada diagnosis
DIAGNOSIS DEFERENSIAL
TERAPI
Psikofarmaka
Psikoterapi
Suportif
Kognitif
Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat cara berpikir
yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi.
Religius
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Faktor Biologi
Efikasi terapi obat benzodiazepin dan azaspiron (buspiron) terfokus pada sistem
neurotransmitter GABA dan serotonin.Benzodiazepin diketahui dapat mengurangi
kecemasan, sebaliknya flumazenil (reseptor antagonis benzodiazepin) dapat memicu
kecemasan.Walaupun tudak ada data yang mebuktikan bahwa reseptor benzodiazepin
13
pada pasien gangguan cemas menyeluruh adalah abnormal, beberapa peneliti
mengatakan bahwa konsentrasi reseptor benzodiazepin tertinggi terdapat pada lobus
occipitalis. Area otak lain yang dicurigai berperan dalam terjadinya gangguan cemas
menyeluruh adalah basal ganglia, sistem limbik, dan korteks lobus frontalis.
Dikarenakan buspiron merupakan agonis terhadap reseptor serotonin, sehingga
ada hipotesis yang menyebutkan bahwa terjadi gangguan regulasi dari sistem
serotonergik pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh. Neurotransmitter lain
yang masih menjadi subjek penelitian pada gangguan cemas menyeluruh adalah
norepinephrine, glutamat, dan sistem kolesistokinin.Suatu studi dengan pemeriksaan
Positron Emission Tomography melaporkan bahwa laju metabolik pada basal ganglia
dan white matter pada pasien gangguan cemas menyeluruh lebih rendah dibanding
pada orang normal.
2. Faktor Psikososial
Psikososial yang mengarah pada perkembangan gangguan cemas menyeluruh
adalah cognitive-behaviour dan psikoanalitik.Berdasarkan pada cognitive-behaviour,
pasien dengan gangguan cemas menyeluruh merespon suatu ancaman secara kurang
tepat dan benar. Ketidaktepatan ini dihasilkan dari perhatian yang selektif terhadap
suatu hal negatif di lingkungannya dengan cara mendistorsi pemrosesan informasi dan
dengan cara memandang terlalu negatif terhadap kemampuan dirinya dalam hal
mengatasi suatu masalah. Hipotesis psikoanalitik menyebutkan bahwa kecemasan
merupakan gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan.
14
merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi. Selain itu terdapat pula ketegangan
motorik, misalnya gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai. Overaktivitas
otonomik juga ditemukan misalnya adanya kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing, mulut kering.
Gejala gangguan cemas menyeluruh ada yang mengelompokan nya menjadi
sindroma anxietas, dimana adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik
terhadap 2 hal atau lebih yang dipersepsikan sebagai ancaman sehingga tidak mampu
istirahat. Selain itu, ada paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut:
15
5. Mudah tersinggung
16
pada gangguan kecemasan perpisahan), kenaikan berat badan (seperti dalam
anoreksia nervosa), memiliki beberapa keluhan fisik (seperti pada gangguan
somatisasi), atau memiliki penyakit yang serius (seperti dalam hypochondriasis),
dan kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan
stres pasca trauma.
e. Kecemasan, khawatir, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam social atau pekerjaan.
f. Gangguan itu bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara khusus selama gangguan mood,
gangguan psikotik, atau pervasive developmental disorder.
17
depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif-
kompulsif.
III.5 Prognosis
Baik tidaknya prognosis pada gangguan cemas menyeluruh tergantung pada
tingkat keparahan dari kondisi yang terjadi.Tanpa terapi, gangguan cemas menyeluruh
bisa terus berlanjut dan terus muncul dalam kehidupan pasien.Prognosis semakin buruk
pada orang yang memiliki lebih dari satu jenis gangguan kecemasan. Terlebih, pada
pasien dengan gangguan cemas menyeluruh ini biasanya lebih sering atau punya
kecenderungan untuk menjadi perokok berat, minum alcohol, dan menggunakan obat-
obat tertentu dibandingkan orang normal yang tidak menderita gangguan. Masing-
masing dari hal tersebut di atas membuat gejala cemas menjadi lebih mudah muncul
dalam jangka waktu yang pendek. Serta adiksi pada nikotin, alkohol, dan obat-obatan
akan memperburuk keadaan jangka panjang dan secara signifikan memengaruhi kondisi
kesehatan secara umum. Akan tetapi, sebagian besar pasien menunjukkan perbaikan
dengan kombinasi terapi medikasi dan terapi kognitif perilaku (cognitive behavioural
therapy). Statistik menunjukkan dengan terapi yang adekuat, sekitar 50% pasien
membaik keadannya dalam 3 minggu semenjak terapi dimulai.
18
Tidak mengurangi kekhawatiran, namun mengatasi kecemasan dengan menurunkan
kewaspadaan an dengan menghilagkan gejala somatik seperti ketegangan otot
Semua benzodiazepin memiliki efikasi yang sama, menyebabkan sedasi, gangguan
kosentrasi, dan amnesia anterograde. Spektrum klinis benzodiazepin meliputi:
- Ansiolitik
- Antikonvulsan
- Antiinsomnia
- Premedikasi bedah
Beberapa contoh benzodiazepin:
a) Diazepam dan Chlordiazepoxide, merupakan benzodiazepin broadspectrum
b) Nitrazepam dan Flurazepam, lebih efektif sebagai antiinsomnia karena
dosisantiinsomnia berdekatan dengan dosis anticemas
c) Midazolam, onset cepat dan kerja singkat, cocok untuk premedikasi bedah
d) Bromazepam, Lorazepam, dan Clobazam, lebih efektif sebagai anticemas karena
dosis antiinsomnia dan anticemas yang berjauhan
e) Clobazam, efek samping terhadap performa psikomotor paling kecil, cocok
untuk pasien dewasa atau pasien lansia yang ingin aktif
f) Lorazepam, benzodiazepin dengan waktu paruh pendek dan tidak ada akumulasi
obat yang signifikan pada dosis terapi, cocok untuk pasien dengan kelainan
fungsi hati dan ginjal
g) Alprazolam, efektif untuk ansietas antisipatorik, memiliki onset cepat dan
komponen anti depresi
19
terapi pasien dengan GAD. Buspiron juga tidak menyebabkan ketergantungan dan
toleransi. Namun perlu diinformasikan pada pasien bahwa, tidak seperti
benzodiazepin yang dapat langsung menghilangkan gejala kecemasan, onset
Buspirone perlu 2-3 minggu.
d. Antidepresan Atipikal, Trazodone, untuk pasien yang tidak merespon pada agen yang
lain, penggunaan dibatasi karena efek samping sedasi dan priapismus yang tinggi.
Nefazodone dapat digunakan sebagai alternatif karena efek sampingnya lebih dapat
ditoleransi
20
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang laki-laki 26 tahun datang ke Poliklinik Jiwa RSJD Jambi dengan sebab utama
cemas ± 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluh mengalami rasa cemas yang mengganggu
aktivitasnya. Keluhan ini dirasa pertama kali ketika pasien mengalami sakit ambeyen. Pasien
merasa takut melihat banyak darah yang keluar ketika BAB. Pasien menjadi sulit untuk tidur
karena selalu terpikir ambeyennya, saat itu juga pasien merasa pusing dan sakit kepala yang
hebat, nafsu makan berkurang sehingga berat badan pasien turun, serta timbul kecemasan dan
rasa takut. Setelah kejadian itu kecemasan pasien kadang-kadang muncul, pasien merasa
tenang bila pasien mendengarkan musik, kecemasan pasien muncul secara tiba-tiba dan
terus-menerus disertai sakit kepala, , sesak napas, jantung berdebar-debar, dan kadang keluar
keringat. Apabila tidak ada kegiatan, cemas lebih sering timbul. Biasanya 3-4 kali dalam
sehari. Jika cemas timbul pasien berusaha menghilangkan rasa cemasnya dengan mencari
hiburan (menonton TV, mendengarkan musik).
± 5 bulan yang lalu pasien melakukan pengobatan alternatif (herbal) karena kepala
pasien pusing terus-menerus, setelah melakukan pengobatan alternatif, gejala pusing
berkurang tetapi cemasnya semakin sering timbul apalagi jika pasien banyak pikiran,
berbicara dengan orang baru, serta berbicara di depan orang banyak. Pasien kembali
merasakan sakit kepala, cemas, jantung berdebar-debar, sesak napas, dan keluar keringat.
± 1 bulan terakhir rasa cemas semakin sering muncul. Rasa cemas muncul hampir
mas ini setiap hari yang membuatnya kadang merasa lemas, jantung berdebar-debar, keringat
dingin, sesak napas, dan gemetaran. Pasien merasa gangguan cemas ini sudah sangat
mengganggu aktivitasnya, kemudian pasien dating ke poli RSJD Jambi.
Status mental didapatkan seorang laki-laki wajah sesuai umur, perawakan tinggi dan
agak gemuk, kulit sawo matang, cara berjalan biasa, dan sikap tubuh biasa. Perawatan pasien
baik. Pasien tampak sehat dan cara berjalan biasa, kesadaran compos mentis, perilaku dan
aktivitas motorik tenang, pembicaraan spontan, jelas, intonasi sedang dan kooperatif. Mood
tampak cemas, afek appropriate, dan empati dapat dirasakan. Pengetahuan umum dan
21
kecerdasan sesuai dengan taraf pendidikan. Daya konsentrasi baik, orientasi waktu, tempat
dan orang baik, daya ingat baik, pikiran abstrak baik dan kemampuan menolong diri sendiri
baik. Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi, produktivitas dan kontinuitas cukup dan
relevan serta tidak ada hendaya berbahasa dan pengendalian impuls cukup. Daya nilai norma
sosial dan penilaian realitas baik. Pasien sadar kalau dirinya sakit dan perlu pengobatan.
Evaluasi Multiaksial
Aksis I :
Autoanamnesis didapatkan gejala yang bermakna berupa perasaan cemas sejak
didiagnosis penyakit ambeyen. Keadaan ini mengakibatkan pasien merasa terganggu
(distress), dan sulit melakukan pekerjaannya (disability), maka pasien digolongkan
sebagai gangguan jiwa. Pemeriksaan fisik, tidak ada tanda-tanda disfungsi otak sehingga
digolongkan sebagai gangguan jiwa non-organik. Pasien tidak mengalami hendaya
berat dalam menilai realita sehingga digolongkan sebagai gangguan jiwa non-psikotik.
Aksis II :
Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pasien tumbuh dan
berkembang seperti anak seusianya. Pasien bersekolah hingga tamat S1 dan dapat bergaul
dengan teman sebayanya. Cemas muncul tanpa dipengaruhi sesuatu (seperti panik,
merasa malu berada di keramaian, merasa kotor, jauh dari rumah atau kerabat dekat, dsb),
khawatir akan nasib buruk (karena pasien pernah mengalami sakit ambeyen), cemas
timbul apalagi jika pasien banyak pikiran, berbicara dengan orang baru, dan berbicara di
depan orang banyak. Hal tersebut menunjukkan perasaan tegang dan takut yang menetap
dan pervasif, merasa dirinya tak mampu, keengganan untuk terlibat dengan orang lain
22
kecuali merasa yakin akan disukai, dan menghindari aktivitas sosial. Kepribadian pasien
digolongkan Gangguan kepribadian cemas (F60.6).
Aksis III :
Tidak ada diagnosis
Aksis IV :
Tidak ada diagnosis
Aksis V :
GAF scale (90-81) gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah
harian biasa.
Daftar Masalah
Organobiologik : Penyakit ambeyen dan ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga
pasien diberikan farmakoterapi.
Psikologik : Gejala anxietas berupa ketakutan dan kecemasan jika terjadi sesuatu
pada diri pasien karena penyakitnya, ketegangan motorik berupa kegelisahan dan sakit
kepala, overaktivitas otonomik berupa tangan dan kaki berkeringat, dan jantung berdebar-
debar sehingga pasien membutuhkan psikoterapi.
Sosiologik : Hendaya ringan dalam bidang sosial dan pekerjaan sehingga pasien
membutuhkan sosioterapi.
Prognosis :
Dari hasil autoanamnesis didapatkan keadaan keadaan berikut:
Faktor pendukung:
1. Usia 26 tahun
2. Pasien mendapat dukungan penuh dari keluarga
3. Riwayat dalam keluarga dengan keluhan sama tidak ada
Faktor penghambat:
23
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis dan pemeriksaan psikiatri
didapatkan gejala – gejala anxietas yakni berupa jantung berdebar-debar, kaki dan tangan
berkeringat, sakit kepala, sesak napas, serta perasaan takut dan cemas apabila ia pingsan
atau terjadi hal yang buruk pada diri pasien karena penyakitnya. Gejala – gejala ini
berlangsung hampir setiap hari dan tidak terbatas pada situasi tertentu saja.
Kecemasan (kekhawatiran akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk, sulit
konsentrasi dan sebagainya).
Ketegangan motorik (gelisah sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) dan
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar – debar,
sesak napas keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
Pada pasien ini ditemukan sifat gejala anxietas yang sama yakni berlangsung
seharian dan hampir tiap hari sehingga dapat diagnosis sebagai gangguan cemas
menyeluruh.
1. Norepinefrin
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa
serangan panik, insomnia, dan autonomic hyperarousal merupakan karakteristik dari
peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada
gangguan cemas adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem
noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-
sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada
rostral pons dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik,
medula oblongata, serta medula spinalis.
24
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia didapatkan pasien dengan
gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor –adrenergic β (Isoproterenol)
dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara lebih
sering dan lebih berat.
2. Serotonin
Banyaknya reseptor serotonin didapatkan bahwa serotonin berperan dalam
gangguan cemas. Berbagai stres dapat menimbulkan peningkatan 5-
hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan
hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-
obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif.
Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan kemungkinan relasi
antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik
banyak ditemukan pada raphe nuclei di rostral brainstem, korteks serebri, sistem
limbik, dan hipotalamus.
3. GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan
benzodiazepine yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABAA.
Walaupun benzodiazepine memiliki potensi rendah, namun efektif terhadap gejala
gangguan cemas menyeluruh.
Pasien diberi 3 jenis terapi yakni farmakoterapi, psikoterapi dan sosioterapi.
Untuk farmakoterapi diberi antianxietas setraline dan alprazolam. Alprazolam
diberikan karena efek terapi sedasi yang cepat. Alprazolam diberikan pada pagi hari
karena pasien bekerja sebagai security gar efek sedasi tidak mengganggu pekerjaan
pasien. Alprazolam merupakan obat golongan benzodiazepin. Benzodiazepin
merupakan obat pilihan untuk gangguan ansietas menyeluruh. Benzodiazepine
mengaktifkan ketiga reseptor pengikatan GABA-BZ spesifik, reseptor GABAA
kemudian membuka saluran klorida dan mengurangi kecepatan transmisi neuronal
25
dan otot. Benzodiazepin mempunyai distribusi jaringan reseptor GABAA yang luas
sehingga memiliki efek sedatif dan mengurangi kecepatan neuronal otot. Setraline
merupakan golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitors (SSRI). Setraline
dipakai sebagai pilihan karena tidak terjadi peningkatan ansietas secara sementara.
SSRI memiliki aktivitas spesifik didalam inhibisi serotonin yaitu secara spesifik
menghambat reuptake neuron prasinaps. Penggunaan golongan benzodiazepine dan
SSRI secara bersamaan berlangsung dua hingga enam minggu diikuti dua atau tiga
minggu penurunan benzodiazepine. Psikoterapi dan sosioterapi bagi pasien
bermanfaat untuk meringankan beban psikis yang dimiliki oleh pasien sehingga dapat
mempercepat penyembuhan. Prognosis pasien dikatakan baik karena penyakit ini
sifatnya akut di usia pasien yang masih muda, mendapat dukungan penuh dari
keluarga, keinginan untuk sembuh dari pasien dan tidak ada riwayat penyakit yang
sama dalam keluarga.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, R. 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III, Jakarta : PT Nuh Jaya, hal 74
2. Maslim,R. 2007, Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Jakarta : PT Nuh
Jaya
3. RSUD Dr. Soetomo.2004, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kedokteran
Jiwa. Edisi III. Surabaya.
4. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety Disorder in :
Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
10th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7
5. Zieve , David. 2012. Generalized Anxiety Disorder[Online] Diakses tanggal 01
September 2016. Availabvle from :www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001915/
27