PENDAHULUAN
dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup
meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat yang
terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan dengan
terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.
Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari
sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya
menjadi
prediksi
sejumlah
gangguan,
termasuk
depresi,
kecemasan,
BAB II
ISI
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak
dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM (Tomb, 2004).
Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya
terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya
perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata
dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra
chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi
pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth
hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja
seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang
masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan
temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila malam tiba,
NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan
tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal. Saat hari
mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan
akan mempengaruhi
atau parietal. Pada keadaan mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan
muncul, dan akan menghilang sesaat kita membuka mata. Pada keadaan
mengantuk (drowsy) didapatkan gambaran yang jelas yaitu kumparan tidur yang
berupa gambaran waxing dan gelombang Alfa.
Gelombang Beta, dengan frekuensi 14 Hz atau lebih, dan amplitude gelombang
kecil, rata-rata 25 mV. Gambaran gelombang Beta yang terjelas didapat pada
daerah frontal. Gelombang ini merupakan gelombang dominan pada keadaan jaga
terutama bila mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang
Beta.
Gelombang Teta, dengan frekuensi antara 4 - 7 Hz, dengan amplitudo gelombang
bervariasi dan lokalisasi juga bervariasi. Gelombang Teta dengan amplitudo
rendah tampak pada keadaan jaga pada anak-anak sampai usia 25 tahun dan usia
lanjut diatas 60 tahun. Pada keadaan normal orang dewasa, gelombang teta
muncul pada keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).
Gelombang Delta, dengan frekuensi antara 0 - 3 Hz, dengan amplitudo serta
lokalisasi bervariasi. Pada keadaan normal, gelombang Delta muncul pada
keadaan tidur (stadium 2, 3, 4). Dengan demikian stadium-stadium tidur
ditentukan oleh persentase dan keempat gelombang ini dalam proporsi tertentu.
Selain itu juga ditunjang oleh gambaran dari EOG dan EMG nya (Iskandar, 1985).
Theta, frekuensi 4 - 8 Hz
Dominan saat kita dalam kondisi hypnosis, meditasi dalam, hampir tidur, atau
tidur disertai mimpi. Frekuensi ini menandakan aktivitas pikiran bawah sadar.
untuk beranjak dari tempat tidur karena masih ingin melanjutkan tidur lagi, maka
seperti itulah kondisi hypnosis.
Bedanya ketika seseorang akan tidur yaitu anda hanya mengalami kondisi
alpha-theta dalam beberapa menit saja, kemudian gelombang otak turun ke delta
(tanda bahwa tubuh dan pikiran anda beristirahat total). Sedangkan dalam kondisi
hypnosis, seseorang bisa mengalami kondisi trance (gelombang otak alpha-theta)
dalam waktu yang lama.
Orang yang bermeditasi, berdoa dengan khusyuk, terpana melihat sesuatu,
terhanyut membaca novel atau suatu cerita, melamun dan semacamnya juga
menghasilkan gelombang otak alpha sampai theta.
Dengan mengetahui bahwa kondisi hypnosis adalah kondisi yang alami
bagi manusia, maka tidak perlu ada ketakutan lagi bahwa hypnosis itu berbahaya.
Kecurigaan bahwa ada unsur magic/sihir/paranormal dalam hypnosis sudah
lenyap sejak diketahui bahwa hypnosis itu fenomena mental yang alami.
tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan
berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk
melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala
yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan
pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi
dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.
Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi
medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu
masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1
dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga
dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu
penyakit
tertentu,
penggunaan
obat-obatan
yang
terlarang
ataupun
penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang
menderita insomnia.
Menurut Frances dkk (2005) insomnia digolongkan menjadi 3, meliputi :
1. Transient insomnia, yaitu jenis insomnia yang hanya terjadi pada malam
saja (cepat berlalu)
2. Insomnia jangka pendek ( short term insomnia), yaitu jenis insomnia yang
berlangsung hanya beberapa minggu saja dan akan kembali seperti semula
3. Insomnia kronis, yaitu jenis insomnia yang berupa gangguan tidur dan
berlangsung lebih dari 3 minggu.
Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu
International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders
(ISD).
Organik
Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti
mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia
disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan
sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
1.
2.
3.
4.
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit
dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat
menyebabkan insomnia.
Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
mengganggu tidur.
Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
tidur.
Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang
seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan
insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
dan pekerjaan
Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
2.8 Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku (cognitive behavioral theraphy).
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan
mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini
umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita
insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
-
Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,
dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi
kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol
pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling
3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa
lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal
tidur-bangun (kontrol waktu).
4. Tidur siang harus dihindari. (Hazzard, 2009).
b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep Maintining AntiInsomnia,
yaitu
golongan
phenobarbital
atau
golongan
Pengaturan Dosis
-
tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
Lama Pemberian
Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat antiinsomnia (waktu paruh) :
-
rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan
Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala
hang over pada pagi harinya dan juga intensifying daytime
sleepiness
Interaksi obat
Perhatian Khusus
-
Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko
menimbulkan teratogenic effect (e.g.cleft-palate abnormalities)
khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan
melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)
2.9 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
2.10 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan
fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat
mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
3.2. Saran
Karena kurangnya data mengenai epidemiologi insomnia di Indonesia, maka
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran insomnia di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA