Anda di halaman 1dari 11

13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa

SLEEPING
DISORDER
Kamis, 15 September 2011
dr. Ida Rochmawati, MSc., Sp.KJ

Assalamu’alaikum wr.wb
Kuliah kali ini akan membahas tentang Insomnia. Hayoo siapa yg sering insomnia? Hehe. Ywda
lgsung aja deh kita bahas tentang seluk beluk insomnia ini biar dong…bismillahirrahmanirrahim

LATAR BELAKANG
Burden of Ilness:
 Hampir setiap manusia pernah mengalami masalah tidur
 Satu dari tiga orang
 Cina : 23,5% anak usia 2 tahun
 Swiss : 20% anak usia 3 tahun
 Amerika : 84% anak usia 4 tahun
 Indonesia: batita: 41% à BISQ (Brief Infant Sleep Questionaire).
 40% lansia mengalami gangguan tidur(Carney et al., 2005)

Tidur
Apa sih tidur itu? Tidur adalah kondisi klinis yang ditandai dengan 4 kriteria:
 Menurunnya aktifitas motorik,
 Menurunnya respon terhadap stimulus,
 Posisi tubuh yang khas (terlentang dengan mata tertutup),
 Sangat mudah kembali (berbeda dengan koma) (owen, 2004).

Tidur sehat
adalah tidur dengan kuantitas dan kualitas yang cukup untuk menjaga kesigapan selama bangun.

DEFINISI INSOMNIA
 Kesukaran dalam memulai tidur atau mempertahankan keadaan tidur (Sadock,2007)
 Kondisi tidur yan tidak memuaskan secara kuantitas dan atau kualitas, yang berlangsung
untuk satu kurun waktu tertentu (PPDGJ III)
 Kesulitan mulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak dalam dan berlangsung selama
1 bulan/lebih (DSM IV)

 Tidak semua gangguan tidur adalah insomnia. diliat dulu ya itu definisi dan kriterianya
 Kebutuhan tidur bersifat individual. Dikenal istilah short sleeper dan long sleeper (Dirjen
Pelayanan Medik, 2000).
 short sleeper, tidur selama 5 jam sudah dirasa cukup dan dapat merasa segar
 long sleeper walaupun sudah tidur selama 10 jam tetap merasa belum segar (Carlson, 1992).

Sleeping Disorder 1
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`
 Menurut Maslim (2001), short sleeper membutuhkan waktu tidur hanya 3-4 jam per hari
sementara long sleeper 7-8 jam per hari.
Jadi, tiap orang beda-beda kebutuhan tidurnya, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor temen-
temen, termasuk salah satunya kebiasaan membiasakan pola tidur tersebut, kata dr.Ida.

Lama Tidur Stadium 1 – 2 (%) Stadium 3 – 4 (%) REM (%)


(jam)
Bayi 13 - 16 10 - 30 30 - 40 40 - 50
Anak-anak 8 - 12 40 - 60 20 - 30 20 - 30
Dewasa 6-9 45 - 60 15 - 25 15 - 25
Lansia 5-8 50 - 80 5 - 15 15 - 25

Bisa diliat ya kebutuhan tidur yang paling lama adalah pada bayi, dan semakin bertambahnya usia,
lama tidurnya jadi berkurang. Makanya maklum y klo adek bayi tu kerjaannya tiduuuurr teruss

Apa itu kok ada stadium n REM? Ni kukasih sedikit keterangannya ya..
Jadi tidur itu dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

 Selama siklus tidur kita akan mengalami 2 macam keadaan tidur yaitu keadaan tidur tenang
dan keadaan tidur aktif. Tidur tenang sering dikenal dengan istilah tidur NREM atau Non-
REM (No Rapid Eye Movement atau Tidak Ada Gerakan Mata yang Cepat)
 Fase awal tidur didahului oleh fase NREM lalu diikuti oleh fase REM.
 Saat tidur tenang atau NREM atau Non-REM, tubuh seseorang akan mengalami kegiatan
yang tenang. Denyut nadi, pernapasan dan tekanan darah tubuh akan bergerak lebih tenang dan
teratur. Pada keadaan tidur tenang atau NREM atau Non-REM, seseorang akan mengalami 4
tahap. Berikut ini tahapan yang terjadi ketika kita mulai tertidur

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:


1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata
tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya
berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari
gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah.
Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K

2. Tidur stadium dua


Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih
dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat
adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K

3. Tidur stadium tiga


Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle.

4. Tidur stadium empat

Sleeping Disorder 2
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh
gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan
masuk ke fase REM.

Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah,
apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi
bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam.

Pada saat tidur aktif atau REM inilah seseorang mengalami mimpi yang sebagian besar tidak
akan diingat pada saat bangun dari tidur. Kita juga mengalami imobilitas yaitu tidak dapat
menggerakkan otot-otot kita. Hal ini yang berguna agar kita tidak bergerak sesuai mimpi kita
sehingga membahayakan kita. Biasanya seseorang mengalami mimpi kira-kira setiap 90 menit sekali
dalam sebuah siklus tidur.

SIKLUS TIDUR

KLASIFIKASI INSOMNIA
 Menurut Penyebabnya: Insomnia primer dan sekunder
 Menurut Onset: transient insomnia, short term insomnia , chronic insomnia
 Menurut bentuknya:DIS, DMS, EMW

Berdasarkan penyebab
 Insomnia primer bila tidak berhubungan dengan gangguan mental atau faktor organik
 Insomnia sekunder bila berhubungan dengan gangguan mental atau faktor-faktor organik

Berdasarkan onset
 Transient insomnia
yang berlangsung selama beberapa hari, short term insomnia yang berlangsung selama 1-3
minggu

Sleeping Disorder 3
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`
 Chronic insomnia
yang berlangsung selama lebih dari 3 minggu (edinger & means, 2005)

 Transient dan short term insomnia


berhubungan erat dengan faktor presipitasi, misalnya stresor sosial
 Chronic insomnia
biasanya bersifat kompleks dan hubungannya dengan suatu faktor presipitasi tidak jelas.
a) Faktor presipitasinya mungkin muncul berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum
timbulnya keluhan insomnia.
b) Beberapa penelitian menemukan adanya faktor predisposisi insomnia yangdikarakteristikkan
sebagai hiperarousal, yang disebabkan karena faktor psikologis, kognitif, maupun afektif
(edinger & means, 2005).

Berdasarkan bentuknya ( pattern of insomnia)


 Difficulty in initiating sleep (DIS)
Sleep onset Insomnia, yaitu sulit masuk tidur (sleep latency > 30 menit)
 Difficulty in maintaining sleep (DMS)
sleep maintenance insomnia, yaitu bisa tidur tapi sering terbangun
 Early morning waking, without further sleep (EMW)
sleep onset insomnia, yaitu dengan terbangun dinihari dan sulit tidur lagi

Berdasarkan etiologi
 Biologi dan psikologi
 Penyalahgunaan zat/obat adiktif/intoksikasi lingkungan/kebiasaan yang kurang baik,
pengkondisian negatif (negative conditioning).

PATOFISIOLOGI INSOMNIA
 Adanya lesi maupun degenerasi thalamus akan menyebabkan insomnia (Yudofsky, 1997).
 Teori lainnya menduga bahwa insomnia berkaitan erat dengan neuroendokrin, terutama pengaruh
ACTH-kortisol, hiperprolaktinemia, dan hormon pertumbuhan terhadap slow-wave sleep
(Carney et al., 2005).
 Serotonin diperkirakan merupakan neurotransmiter utama dalam sistem saraf pusat yang
berhubungan dengan proses tidur.
 Penelitian pada kucing menunjukkan bahwa lesi di nuclei raphe akan menyebabkan insomnia
total.
 Lesi subtotal akan menyebabkan gangguan tidur yang bervariasi. Hasil ini menunjukkan bahwa
serotonin merupakan bagian integral dari pengaturan sistem tidur (Jones, 2005)
 Regulasi kolinergik memegang peranan penting dalam pengaturan tidur.
 Tidur REM berada dibawah kontrol langsung neuron kolinergik, terutama kolinergik
yang berasal dari traktus nukleus batang otak (Yates, 2005).
 Melatonin, hormon dari glandula pineal yang disekresikan terutama pada malam hari
(saat gelap), diperkirakan berperan dalam proses tidur-bangun (Czeisler & Khalsa,
2005; Haimov et al., 1994).
 Kadar melatonin tertinggi dalam darah terjadi pada saat tidur di malam hari dan kadar
terendah adalah pada siang hari atau saat bangun.
 Pemberian melatonin dapat menginduksi tidur, dapat mempertahankan tidur atau
keduanya (Czeisler & Khalsa, 2005))

Sleeping Disorder 4
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`

ETIOLOGI INSOMNIA
Etiologi terjadinya insomnia dapat dibagi menjadi tiga yaitu
a) Faktor Ekstrinsik
misalnya cahaya, kebisingan, higiene, suhu, kelembaban dan perubahan lingkungan sekitar

b) Faktor Instrinsik
dibagi dalam penyebab organik misalnya gangguan atau penyakit organik dan psikologis
contohnya depresi, cemas berkabung serta higiene tidur/aktivitas mental sebelum tidur, dan

c) Faktor Iatrogenik
misalnya penggunaan obat-obatan maupun makanan tertentu (Hamdy, 1994; Carney et al.,
2005; Amir, 2007)

 Penyebab insomnia selain disebabkan karena perubahan sistem regulasi, fisiologis dan faktor
eksternal adalah gangguan tidur primer, gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor
sosial dan lingkungan (Hamdy, 1994; Feldman & Abernathy, 2000; Kupfer & Reynolds, 2004;
Amir, 2007).
 Kondisi fisik yang sering menggangu tidur antara lain adanya nyeri, nokturia, sesak nafas dan
nyeri perut (Hamdy, 1994; Sadock & Sadock, 2007; Amir, 2007).
 Penyebab lain yang diperkirakan berhubungan dengan insomnia pada perempuan adalah
menopause. Penelitian di Perancis yang melibatkan 1000 perempuan setengah baya
menunjukkan adanya hubungan antara menopause dengan gangguan tidur. Hal ini diperkirakan
sebagai efek dari perubahan endokrin. Pada perempuan yang mendapat terapi estrogen
dilaporkan mengalami perbaikan dalam tidurnya (Anonim, 2007; Amir, 2007).
 Higiene tidur yang buruk pada lansia sering merupakan penyebab insomnia dan merupakan
faktor yang dapat diatasi oleh lansia itu sendiri di rumah (Bliwise, 2000; Carney et al., 2005;
Amir, 2007)
 Jadwal tidur yang kacau, perkiraan kebutuhan tidur yang berlebihan dapat menyebabkan tidur
siang yang terlalu banyak serta terlalu banyak waktu untuk tidur. (Carney, 2005; Amir, 2007)
 Kebiasaan makan yang buruk, kurang olah raga, penggunaan kafein, alkohol dan obat-obatan
lain dapat berpengaruh terhadap timbunya insomnia (Yates, 2005; Feldman & Abernathy, 2000;
Amir, 2007)
 Penyebab yang berasal dari faktor psikologis dan psikososial juga harus diperhatikan

 Penelitian oleh Ancoli dan Roth menunjukkan bahwa pada penderita insomnia mengalami lebih
banyak kesulitan dalam menghadapi situasi stress walaupun hanya stress ringan, kesulitan dalam
berkonsentrasi dan lebih banyak mengalami gangguan dalam daya ingat atau memori (Feldman
& Abernathy, 2000).

SIKLUS BANGUN-TIDUR
Faktor yang berpengaruh:
v Faktor eksternal

Sleeping Disorder 5
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`
Cahaya (terang dan gelap)
v Faktor internal
 Suhu tubuh
 Homeostasis tubuh

Faktor Eksternal
Aktifitas Internal Clock dipengaruhiàlingkungan, sinar matahariàretinaà jaras
retinohipothalamikà nukleus suprakhiasmatikusà ritme Circadian

Faktor Internal
1. SUHU TUBUH

Dong kan ya maksud gambar di


samping? Jadi sewaktu kita mulai tidur
(NREM) suhu tubuh turun dan menuju
ke kondisi stabil, tenang dan lelap, dan
pada saat fase REM ke kondisi terjaga
maka suhu tubuh cenderung naik.

2. PROSES HOMEOSTASIS

Gambar di samping
menerangkan tentang
hubungan saat kita terjaga
dengan fase NREM. Yakni
tingginya aktivitas
gelombang lambat pada saat
NREM (tidur tenang)
merupakan penanda dari
homeostatis kebutuhan tidur
kita. Maksudnya semakin
lama waktu kita terjaga,
maka semakain lama pula
kita akan tertidur lelap.

Sleeping Disorder 6
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`

SIKLUS TIDUR
Kayak yg uda dijelasin didpn, ni secara ringkasnya:
I. NREM (Non Rapid Eyes Movement)
a) Fase I : Peralihan dari keadaan sadar  terlelap
b) Fase II : Ditandai adanya ‘sleep spindle’ dan ‘K-complex’
c) Fase III : peralihan………
d) Fase IV : tidur yang paling lelap/kesadaran sangat turun

II. REM (Rapid Eyes Movement)

PERBEDAAN POLA TIDUR


Perbedaan Tidur REM Tidur Non-REM
Gerakan Bola mata cepat Tidak ada gerakan bola mata
Temperatur, tekanan darah, respiratory rate,
Stabil
heart rate (fluktuasi)
Karakterist
ik Restorasi emosi (pelepasan problem
Restorasi fisik
psikologis dan emosional) dan kognitif
Twitching otot Absen
Mimpi Absen
Pusat Pons Mid Pons dan medula
Mediasi Noradrenalin Serotonin

Manfaat Tidur pada proses Biologi


A. Pembentukan Sel
B. Penyimpanan energi metabolisme
C. Termoregulator
D. Maturasi neuron

Sleeping Disorder 7
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`
E. Perubahan sekresi hormon à Sekresi Growth hormon selama fase tidur gelombang
lambat (Fase tidur III dan IV)
F. Pengaturan air seni

PENATALAKSANAAN GANGGUAN TIDUR


1. Mandi air hangat 6. Mainan antusias
2. Minum susu hangat 7. Tidur tetap di waktu yang sama
3. Penerangan kecil 8. Tempat tidur nyaman
4. Singkirkan à anak takut 9. Dibacakan cerita
5. Suhu kamar nyaman

TERAPI GIZI UNTUK GANGGUAN TIDUR


 Magnesium : merelaksasi otot
 Kalsium : calming effect
 Vitamin B kompleks : mendorong tercapainya kondisi istirahat
 Pemacu serotonin:
a) karbohidrat kompleks (roti atau crackers)
b) Vitamin B3 (Niasin) (kacang-kacangan, ikan atau daging ayam)
! Hindari :
 Bumbu menyengat, kafein, makanan berpengawet
 Karbohidrat sederhana (gula, sirup)
 Makanan berprotein tinggi seperti daging sapià mencegah produksi serotonin
 Monosodium glutamate (msg): reaksi stimulan
 Tiramin (keju, cokelat, sayur bayam, dan tomat)  merangsang keluarnya norepinephrine
sehingga otak terjaga.

Neurotransmitter:
Meningkatkan hypnotic effect, tidur delta, menghambat neuron
1 Serotonin
kolinergik
2 norepinephrine Neuron noradrenergic di LC menghambat tidur REM
3 Acetylcholine Neuron kolinergic menghambat sinkronisasi EEG kortikal
4 Dopamine Mediasi efek membangunkan. Kekurangan: ngantuk
5 GABA Memperkuat efek hipnotik
6 Adenosine Memicu tidur
7 Interleukin Memicu tidur gelombang lambat (NREM)
8 Prostaglandin Meningkatkan waktu tidur

Manajemen dan
Treatment
1. Cognitive Behavioral
2. Pharmacological
3. Sleep Hygiene Education

Sleeping Disorder 8
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`
4. Environmental Change
5. Medical Treatment
6. Psychiatric Treatment

Psikofarmaka untuk insomnia


Pada umumnya digunakan psikofarmaka berupa benzodiazepin

Indikasi Terapi
 Insomnia
 Gangguan kecemasan
 Gangguan panik dan fobia sosial
 Depresi
 Bipolar I
 Akathisia
 Putus Alkohol
 Kondisi lainnya; untuk kecemasan situasional terutama untuk tindakan medis dan relaksan otot.

Efek Samping
Sistem saraf pusat:
 Sedasi
 Ataxia
 Efek amnesia
 Gggn inhibisi kepribadian (belum jelas mekanismenya).
 Inkotinensia
 Depresi pulmonar.

Gangguan laboratorium
Tidak ada ggn lab. Yang berhubungan dengan pemakaian benzodiazepine.

Kehamilan
 Komplikasi selama kehamilan masih belum jelas.
 Kemungkinan terjadinya abnormalitas palatum,
 Secara umum, penggunaannya selama kehamilan relatif lebih aman jika masalah klinisnya lebih
berat daripada resiko.
 Jika ibu mengkonsumsi benzodiazepine saat hamil, maka anaknya cenderung mempunyai
kesulitan dengan adaptasi terhadap obat pada pembuluh darahnya.

Penghentian benzodiazepin
 Penghentian tiba-tiba dari dosis yang relatif tinggi à konvulsi.
 Penghentian tiba-tiba, tidak direkomendasikan.
 Pengalaman klinis: sindrom akibat putus zat dapat dihindari dengan pengurangan dosis yang baik.

Sleeping Disorder 9
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`

Dinamika penghentian obat


 Pertama, pasien dapat kambuh dengan kembalinya keluhan awal,
 Kedua, pasien dapat mengalami gejala putus obat, yang secara umum terjadi dalam waktu
beberapa hari setelah penghentian obat
 Kemudian menurunà akhirnya hilang pada minggu ke 2-3.

Jadi penghentian obat tuh dilakukan secara step by step, pelan2:p

Kemungkinan yang muncul pada waktu penghentian obat


a) Rebound :
Gejala yang muncul tiba-tiba bahkan bisa lebih parah dari gangguan sebelumnya

b) Relaps
Keadaan tidak stabil atau peningkatan simptom yang muncul 3-4 minggu setelah medikasi
dihentikan yang menunjukkan kembalinya kecemasan.

Indikasi penggunaan Obat anti Insomnia


 Pada kasus transient (2-3 hari) dan shortterm insomnia (s/d 3 minggu)
 Pada longterm insomnia dicari faktor yang mendasari

Mekanisme kerja
Proses tidur+suatu siklus yang terdiri atas:
 Stadium jaga (wake)
 Stadium 1( gelombang alfa, beta dan theta )
 Stadium 2 ( gelombang delta 20 % )
 Stadium 3 ( gelombang delta 20 – 50 % )
 Stadium 4 ( gelombanh delta > 50 % ) = Delta Sleep
 Stadium REM ( rapid eye movement ) = REM Sleep.

Satu siklus berlangsung sekitar 90 menit, sehingga terjadi sekitar 4 – 5 siklus tidur yang teratur pada
tidur yang normal.
Pada keadaan :
 Tidur ringan = stadium 1 dan 2
 Tidur dalam = stadium 3 dan 4 (Non REEM Sleep)
 Tidur dangkal = stadium REM (terjadi mimpi)

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
Ditinjau dari sifat gangguan tidur, dikenal dengan :
a) Intial Insomnia
sulit masuk kedalam proses tidur. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Inducing Anti-
Insomnia”, yaitu golongan benzodiazepine (short Acting). Misalnya pada Gangguan
Anxientas.

Sleeping Disorder 10
13th Block—Kedokteran Jiwa| 1st Chapter Ifa
`
b) Delayed Insomnia
proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya. Obat
yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolog latent phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan
heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada Gangguan Depresi.
c) Broken Insomnia
siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian
(multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintaining Anti-
Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan Benzodiazepine (Long Acting).
Misalnya pada gangguan stres psikosial

Pengaturan dosis
 Pemberian tunggal dosis anjuran 15’-30’ sebelum tidur
 Dosis awal dinaikkan secara bertahap sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai
1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off.
 Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan untuk
menghindari oversedation dan intoksikasi

Lama pemberian
 Pemakaian obat anti insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja tidak lebih dari 2 minggu, agar
risiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan
“sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan berikutnya
 Kesulitan pemberhentian obat seringkali oleh karena psychological Dependence (habituasi)
sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Alhamdulillah ya…akhirnya selesai jg ni editannya, maaf kalo ada kekurangan…semoga


bermanfaat

Sleeping Disorder 11

Anda mungkin juga menyukai