Anda di halaman 1dari 16

2481. Trauma KLL. GCS 7. RR n. HR n. TD n. Penatalaksanaan?

a. Pasang IV line
b. Pasang oksigen
c. ETT
d. Ventilator
e.

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 1315)


Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan
abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedangberat,
pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-otorea,
cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin
kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi
kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan
kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan.
Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap - 2 jam.
Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang sama
sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-12)
Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik.
Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi memburuk
dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS <= 8)
Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan
banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan.
Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar
tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb
kurang dari 10 gr/dl.
Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan
pemeriksaan batang otak secara periodik.
Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada penderita
dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 31, furosemide
diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan.

Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea,
otorea.
Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan
gastrointestinal.
Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.
Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.
Fisioterapi dan rehabilitasi.

2482. Mata gatal. Berair. Pada konjungtiva tampak cobble


stone app. Penatalaksanaan?
a. Koritkosteroid
b. Antibiotic
c. Antijamur
d. Antihistamin
e.
Tanda keratokonjunctivitis vernal :
1. Palpebral form. Biasanya muncul pada tarsal
konjunctiva kedua mata (ODS). Lesi berbentuk papilla teraba keras, bagian atas datar (flat topped),
tersusun 'cobble-stone' or ' pavementstone', fashion (Fig. 4.20). pada kasus berat, papilla dapat
mengalami hipertrofi sehingga berbentuk cauliflower/ 'giant papillae'.
2. Bulbar form. Karakteristik : (i) Kongesti triangular berbentuk segitiga pada konjunctiva bulbi akibat
kongesti. (ii) adanya penembalan jaringan/akumulasi epitel seperti gelatin pada bagian limbus; and (iii)
titik-titik keputihan dengan permukaan meninggi yang menyebar pada bagian limbus (Tranta's spots)
3. Mixed form.
TERAPI
A. LOCAL THERAPY
1. Topical steroids. Paling efektif namun penggunaan harus dibatasi karena steroid induced
glaucoma, karena itu pengontrolan TIO perlu dilakukan. Pemberian setiap 4 jam sekitar selama 2 hari,
diikuti terapi maintenance 3-4x/hari selama 2 minggu.
Commonly used steroid solutions are of fluorometholone medrysone, betamethasone or
dexamethasone
2. Mast cell stabilizers seperti cromoglycate (2%) drops 4-5 x/hari
3. Topical antihistaminics
4. Acetyl cysteine (0.5%) topikal sebagai mukolitik dan pembentukan plak
5. Topical cyclosporine (1%) untuk kasus berat non responsif
B. SYSTEMIC THERAPY
1. Oral antihistaminics : meredakan gatal
2. Oral steroids : durasi pendek, direkomendasikan untuk kasus sangat berat atau non responsif
D. TERAPI UMUM
Dark goggles to prevent photophobia.
Cold compresses and ice packs have soothingeffects.
Sumber : comprehensive ophtalmology, A K Khurana, 2007. hal 75-76.

2483. Mata merah. Penurunan visus. Fluorescence tampak lesi dendritik. Penyebab:
a. Infeksi virus
b. Infeksi Chlamydia
c. Infeksi bakteri
d.
e.
PEMBAHASAN :

DD MATA MERAH
Konjungtivitis

Keratitis

Uveitis Anterior

Visus

Normal

Tergantung letak
infiltrat

Hiperemi
Epifora,
fotofobia
Sekret
Palpebra
Kornea

konjungtiva
-

perikornea
+

Menurun perlahan,
tergantung letak
radang
siliar
+

Banyak
Normal
Jernih

Normal
Bercak infiltrat

normal
Gumpalan sel radang

COA
H. Aquous

Cukup
Normal

cukup
normal

Iris

Normal

normal

Pupil
Lensa
Terapi

Normal
Normal
Antiinfeksi/ antialergi

normal
normal
Simptomatik
(sikloplegik), kausatif,
bebat mata

Komplikasi

Keratitis epithelial,
ulkus kornea, flikten

Prognosis

Baik jika komplikasi


(-)

Abses kornea, ulkus


kornea, uveitis anterior,
endoftalmitis, katarak
komplikata
Baik jika komplikasi
(-)

Sel radang (+)


Sel radang (+), flare
(+), tyndal efek (+)
Kadang edema
(bombans)
miosis
Sel radang menempel
Simptomatik
(sikloplegik),
kausatif, bebat mata,
steroid jika tidak ada
infeksi
Glaucoma sekunder,
katarak komplikata

Baik jika komplikasi


(-)

Glaukoma Kongestif
Akut
Menurun mendadak

Mix injeksi
Edema
Edema, suram (tidak
bening), halo (+)
dangkal
Kental
Kripta menghilang
karena edema
Mid midriasis (d:5mm)
Keruh
Antiglaukoma
Sinekia <1/3
iridektomi
Sinekia >1/3
bedah filtrasi

Jelek jika TIO


meningkat dlm
3x24jam

Tes fluorescence pada mata berguna untuk menentukan ada nya scratch/luka ataupun problem lain
pada permukaan kornea. Tes ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya benda asing pada

permukaan mata, dan apakah ada luka/injury akibat nfeksi/sebab lainnya. Tes flouresensi (+)
hanya pada keratitis superficial di epitel. Selebihnya, hasilnya (-)
Tes flouresensi:
- pantocain 1%
- kertas flouresin diberi 1 tetes cairan fisiologis
- tempelkan pada forniks inferior

penderita menutup dan membuka matanya meratakan


cairan
hasil (+) = warna hijau

Jenis lesi pada kornea :


VIRUS (misal : herpes)
A, Punctate epithelial keratitis;
B, Microdendritic epithelial ulcer;
C, Nummular keratitis;
D, Disciform keratitis.

BAKTERI
Biasanya dimulai dengan bentuk epitel dengan infiltrat abu abu-keputihan
melingkar 9early stage). Defek epitel dan infiltrat akan menyebar dan
menyebabkan edem kornea. Bentuk ulkus biasanya oval ataupun ireguler

JAMUR
berjalan dengan lebih lambat, bentuk lebih tidak jelas, dengan ukuran mirip
seperti ulkus akibat bakteri. karakteristik :
-putih keabu-abuan, kering, dengan bagian tepi yang meninggi
- feathery finger-like extensions terlihat pada stroma di bawah epitel yang
masih intak
-banyak ditemukan lesi satelit multiple dan berukuran kecil

Sumber lain :
Keratitis pungtata infittrat berupa bercak-bercak halus, bilateral. Penyebabnya tidak
spesifik
Keraititis jamur infiltrat berhifa dan satelit. Terletak di stroma
Keratitis virus pungtata superficial. Terkumpul di membrane bowman
Keratitis herpetic berbentuk dendritik
Keratitis numularis infiltrat bundar berkelompok, tepi tegas membentuk gambaran halo.
Kronis, unilateral
Keratitis neuroparalitik akibat kelainan saraf trigeminus kekeruhan + kering daya
Sumber : comprehensive ophtalmology, A K Khurana, 2007. & mata cemerlang, zaenal
muttaqien 2011.
2484. Mata merah. Visus menurun. Fluorenscence tampak lesi satelit. Diagnose:
a. Ulkus kornea jamur
b. Ulkus kornea virus
c.
d.
e.
pembahasan : sda
2485. Pasien kena matanya bola bulu tangkis. Sejak 3 hari lalu penglihatan menurun. Tampak hifema
pada BMD. Lensa dan funduskopi sulit dinilai. Apa yang menyebabkan penurunan penglihatan?
a. Hifema
b.
c.

d.
e.
PEMBAHASAN

MECHANICAL INJURIES
1. Retained extraocular foreign
bodies
2. Blunt trauma (contusional
injuries)
3. Penetrating and perforating
injuries
4. Penetrating injuries with
retained intraocular
5. foreign bodies
6. Sympathetic ophthalmitis
NON-MECHANICAL INJURIES
1. Chemical injuries
Acid burns
Alkali burns
2. Thermal injuries
3. Electrical injuries
4. Radiational injuries
Ultraviolet radiations
Infrared radiations
Ionizing radiational
injuries

Bentuk kerusakan yang terjadi :


1. pelepadan jaringan bola mata
2. kerusakan jaringan mata sehingga menyebabkan
gangguan fisiologis
3. kerusakan vaskuler : iskemia, edema, perdarahan\
4. perubahan trofi akibat gangguan suplai syaraf
5. Delayed complications of blunt trauma :
secondary glaucoma, haemophthalmitis, retinal
detachment
fisiologi mata terganggu akibat :
1. Kornea :
abrasi, erosi,
pelepasan
parsial
(laserasi
lamelar
kornea),
bercak
darah
2. Sklera :
penebalan
3. COA : hifema, eksudat
4. Iris, pupil, badan silier : miosis, midriasis
(iridoplegia), pelepasan iris, gangguan sudut COA,
inflamasi
5. Lensa : vossius ring (pigmen kecoklatan pada tepi
pupil yang menempel pada lensa), katarak,
subluksasi lensa, dislokasi lensa,
6. vitreus : likuefaksi/pigmentasi, pelepasan vitreus,
herniasi vitreus ke COA
7. Koroid : ruptur, perdarahan,
pelepasan/detachment, koroiditis
8. Retina : komosio, perdarahan, pelepasan,
gangguan makula
9. TIO : glaukoma, hipotonusnal detachment.

Sumber : comprehensive ophtalmology, A K Khurana, 2007.


2486. Pasien mengeluh penglihatannya menurun. 3 hari lalu ada luka lecet pada palpebra. Pada
pemeriksaan didapatkan mata yang cedera tidak dapat menutup rapat. Penyebab
penurunan penglihatan?
a. Keratitis exposure
b. Cedera palpebra
c.
d.
e.
pembahasan :
keratitis exposure biasanya muncul karena adanya keadaan dimana kornea terpapar oleh kondisi luar
mata akibat gangguan kelopak mata (tidak terlindungi/terpapar/exposure), di mana keratitis ini diawali
dengan keringnya kornea (air mata mengalir bila kelopak mata menutup) sehingga proses imun
terganggu. Biasa terjadi ketika pasien mengalami bell's palsy atau keadaan lainnya yg menyebabkan
palpebra tidak menutup sempurna

Sumber : comprehensive ophtalmology, A K Khurana, 2007.


2487. Pria 70 tahun. Mendadak tidak bias melihat. Ophtalmoskop normal. Fundus tidak ada kelainan.
Tidak ada tanda lateralisasi. Penyebab kebutaan?
a. Glaucoma
b. Papil edema
c. Papilitis
d. Lesi chiasma
e. Stroke occipital
pembahasan :

o
o
o

o
o

Glaucoma : edema papil, cupping disk


Papil edema
: basanya bilateral, serangan bersifet transient, tidak nyeri, fundus : media jernih,
warna diskus kemerahan, margin tidak jelas, pembengkakan +
Papilitis
: biasanya unilateral, pengelihatan hilang signifikan (kelainan refraksi tiba2), nyeri bila
ada ocular movement, fundus : media berkabut, diskus hiperemis, margin tidak jelas,
pembengkakan>papiledem, gangguan lapang pandang : central scotoma
Lesi chiasma
: pengelihatan hilang signifikan, fundus normal (tahap lanjut akan terlihat atrofi
optik),
Stroke occipital : refleks pupil normal, dapat disertai/tanpa kelainan makula, nervus optikus normal,
pasien menunjukkan gejala stroke

Sumber : comprehensive ophtalmology, A K Khurana, 2007. Hal 290-291


2488. Anak matanya kabur. Dengan S-1 visus 5/5. S-0,75 visus 5/5 (banyak lensa dipakai, tapi Cuma
ini yang visusnya 5/5). Jadi lensa yang dipakai?
a. -1
b. -0,75
c. -0,5
d. -1,25
e.
pembahasan :
untuk pasien dengan hipermetropia, diberikan lensa S+ yang terbesar agar pasien dapat
melihat terbaik tanpa melakukan akomodasi
pasien miopia diberi lensa S- terkecil, agar tanpa akomodasi dapat melihat dengan baik
Sumber : ilyas S, malingkay H, dkk. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran ed 2. Jakarta : CV Sagung seto. 2002 hal 44-47

2489. Anak matanya kabur. Mata kiri S-8. Mata kanan S-2. Kelainan ini merupakan?
a. Ansimetrop
b. Hiermetropi
c. Heterotrop
d.
e.
pembahasan :
Terms :
Isometrop : refraksi kedua bola mata sama
Anisometrop : total refraksi kedua mata tidak sama ( perbedaan 1-2 D : 2% perbedaan pada
retina, perbedaan hingga 5 % dapat ditoleransi dengan baik pada retina. Anisometrop 2.5-4 D
masih bisa ditoleransi baik namun tergantung pada sensitivas pasien. Perbedaan > 4D akan
sangat mengganggua karena perbedaan bayangan terlalu besar.)
Heterotropia : deviasi pengelihatan
Ametropia : gangguan refraksi>> myopia, hipermetrop, astigmatism
Emmetropia : mata normal tanpa kelainan refraksi. Suatu kondisi dimata mata dalam keadaan
tidak berakomodasi dapat fokus melihat objek pada jarak 6 meter, bayangan foskus pada retina.
2490. Pria. Riwayat keluar cairan dari telinga. Mula-mula cairan biasa. Kemudian cairan menjadi
berwarna kuning dan berbau. Sekarang datang dengan keluhan wajah mencong. Pada pemeriksaan
ototskopi didapatkan jaringan granulasi. Diagnose?
a. OMSA
b. OMSK
c. Kolesteatoma
d. Keganasan
e.
pembahasan :
o OMSA : otitis media supuratif akut
o Kolesteatoma : lesi non neoplastik dan destruktif, mengandung lapisan deskuamasi epitel keratin
pada suatu kavitas yang dilapisi oleh epitel skuamus dan jaringan ikat sub epitelial. Deskuamasi
terus membentuk dan menumpuk hingga kolesteatoma bertmbah. Kolesteatoma merupakan
media yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman (terutama p. Aeruginosa). Bila ukuran
kolesteatoma terus membesar (biasanya akibat infeksi), kolesteatom akan menekan dan
mendesak organ sekitar> menimbulkan nekrosis tulang> nekrosis tulang makin parah akibat
pembentukan reaksi asam oleh bakteri>komplikasi : labirinitis, meningitis, abses otak
OMSK : infeksi kronis telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
dari telinga tengah terus-menerus/hilang timbul. Sekret mungkin encer/kental, bening/berupa
nanah. OMA dengan perforasi membran timpani menjadi OMSK : proses 2 bulan. < 2 bulan : otitis
media supuratif sub akut.
o OMSK : otits media supuratif kronik
2 jenis OMSK :
a. Tipe benigna/tipe aman/tipe mukosa
Peradangan terbatas pada mukosa, biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi di sentral,
dan umumnya jaran menimbulkan komplikasi berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak
terdapat kolesteatoma.
b. Tipe maligna/bahaya/tipe tulang
OMSK tipe ini disertai kolesteatoma. Perforasi terletak di marginal/atik.
Tanda klinis dini : perforasi marginal/atik.
Tahap Lanjut :
abses/fistel retroaurikular
Polip
jaringan granulasi pada liang telinga luar yag berasal dari telinga tengah,
kolesteatom pada telinga tengah,
sekret nanah dan berbau khas
terlihat bayangan kolesteatom pada foto Ro mastoid

Letak proses peradangan


Kolesteatom

OMSK Benigna
Terbatas pada mukosa
-

OMSK Maligna
Mengenasi tulan
+

Letak perforasi

Sentral
(pada pars tensa, sedangkan
seluruh tepi perforasi masih ada
sisa membran timpani)

Terapi

Konservatif/medikamentosa

Marginal [sebag
perforasi berhub
langsung denga
annulus/sulkus t
atau berada di a
flaccid)]
mastoidektomi

Prinsip terapi OMSK benigna : konservatif/dengan medikamentosa


OMSK maligna : pembedahanmastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Bila terdapat
abses subperiosteal retroaurikular, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri lalu
kemudian dilakukan mastoidektomi.
Sumber :
Buku ajar penyakit THT, Boies, lawrence. Hal 107-118
Buku ajar ilmu kesehatan THT kepala dan leher. Djaafar, Zainul. 2009. Penerbit FKUI hal 69-74

2491. Anak-anak. Sering bersin dan pilek pagi hari. Concha hipertrofi dan berwarna merah gelap.
Penyebab?
a. Rhinitis alergi
b. Rhinitis vasomotor
c. Rhinitis influenza
d. Polip
e. Rhinitis Sika
pembahasan :
Rhinitis alergi
Rhinitis influenza
Polip
Rhinitis Sika
: sering disebut rhinitis atrofi= infeksi hidung kronis, ditandai dengan
adanya atrofi progresif pada mukosa hidung & tuang konka. Wanita lebih sering terkena.
Klinis :
- Mukosa hidung menghasilkan sekret kental dan cepar mengering > krusta berbau busuk
(disebt juga ozena).
- Napas berbau
- Ingus kental hijau
- Krusta hijau
- Gangguan penghidu
- Hidung tersumbat
Pemeriksaan fisik :
- Rongga hidung sangat lapang
- Konka inf & media hipo/atrofi
- Sekret purulen
- Krusta kehijauan
Rhinitis vasomotor
Klinis :
- Dicetuskan gejala non spesifik (mis : asap/rokok, bau menyengat, udara dingin, stress,
emosi
- Hidung tersumbat bergantian kiri/kanan tergantung posisi
- Rinorrea mukoid atau serosa, jarang disertai keluhan mata
- Gejala bisa memburuk di pagi hari waktu bangun tidur
Berdasar gejala yg menonjol, r. Vasomotor dibagi menjadi :
- Glongin bersin/sneezers : respon baik dengan antihistamin & glukokortikois
- Golongan rinorea/runners : antikolinergik
- Golongan tersumbat/blockers : glukokosrtikosterois topikal dan vasokonstriktor oral
Diagnosis berdasarkan :
- Anamnesa : faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala
- Rhinoskopi anterior
konka merah gelap/merah tua, mungkin pucat
Permukaan konka licin/berbenjol-benjol (hipertrofi)

Rongga hidung terdapat sekret mukoid/serosa


Terapi :
- Hindari stimulus
- Obat dekongestan oral
- Kauterisasi konka dengan AgNo3 24 % atau TCA
- Kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram
Sumber :
Buku ajar ilmu kesehatan THT kepala dan leher. Irawati, Nina. 2009. Penerbit FKUI hal 135-138

2492. Seorang laki-laki 20 tahun dengan mimisan berulang. Dialami sejak 13 tahun. Pemeriksaan
ototskopi tampak massa merah gelap. CT-Scan menunjukkan massa nasofaring yang menonjol ke
kavum nasi. Diagnose?
a. KNF
b. Angiofibroma nasofaring juvenile
c. Polip
d.
e.
pembahasan :
angiofibroma nasofaring juvenille merupakan tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang
secara histologik jinak, namun secara klinis ganas. Umum terjadi pada laki-laki dekade ke 2,
antara usia 7-19 tahun.
Tumor awal tumbuh di poste & lateral koana di atap nasofaring, meluas mencapai tepi posterior
septum dan meluas ke bawah membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung posterior.
Bila meluas hingga mendorong bola mata akan tampak gejala khas pada wajah yaitu "muka
kodok"
Penegakan diagnosis
- Gejala klinis : hidung tersumbat progresif; epistaksis massif berulang; gangguan
penciuman
- Pemeriksaan fisik (rinoskopi psterior) : masa tumor konsistensi kenyal; warna abu-abu
sampai merah muda (pada usia muda umumnya berwarna merah muda, makin lama warna
akan semakin tua merah tua atau kebiruan karena lebih banyak komponen fibroma nya);
bagian tumor di nasofaring tampak selaput lendir keunguan
- Penunjang : Ro konvensional 9rontgen kepala potongan antero-posterior, lateral, waters)
terlihat gambaran "holman miller"; CT scan dengan kontras; arteriogram. Biopsi tidak boleh
dilakukan karena menyebabkan perdarahan tidak terkontrol
- Tindakan operasi adalah pilihan utama. Radiasi efektif pada kasus tertentu (kasus
residual dan operasi tidak dapat dilakkukan)
Sumber :
Roezdin, Averdi. 2009. Buku ajar Ilmu kesehatan THT dan KL. Jakarta : penerbit FKUI. Hal 188-190
Boeis, lwrence. 1997. Buku ajar pebyakit THT. Jakarta : EGEC. Hal 324-325

2493. Laki-laki sebelumnya patah tulang paha 1 bulan lalu. Dibawa ke dukun. Sekarang datang dengan
keluhan bengkak pada paha. Pemeriksaan radiologis tampak reaksi periosteal minimal, lesi osteolitik
dan osteosklerotik, tampak garis fraktur. Diagnose?
a. Osteosarcoma dengan fraktur patologis
b. Osteomielitis pasca fraktur
c.
d.
e.
pembahasan :
Reaksi periosteal >> periosteum membentuk lapisan-lapisan.
Pada infeksi, reaksi periosteal >>> rapi tidak hancur
Pada keganasan >>> tidak rapi, hancur
Bentuk-bentuk reaksi periosteal :
a) Onion skin : Pada sarcoma Ewing kare na asalnya dari si st.hemopoetic
yangmemiliki umur hidup tertentu >> tumor aktif > diam > aktif : sehingga
bentuk periosteal menjadi berlapis-lapis
b) Codmann triangle
c) Sun burst

d) Sun rays
Reaksi periosteal pada osteosarkoma, tumor tumbuh ke dalam menggantikan jaringan metafisis,
bermula dari medulla, lalu merusak korteks dan terjadi erosi korteks. Periosteum akan membentuk
dinding dari luar yang disebut dengan reaksi periosteal.
lesi osteolitik. Osteoasrkoma dibagi menjadi 2 jenis (osteolitik/osteoklastik dan
osteogenik/osteoblastik). Pada jenis osteolitik tumor tumbuh dari ujung meraphisis ke arah
diaphisis dan terdapat sedikit reaksi periosteal dan terjadi destruksi korteks

sumber :
http://emedicine.medscape.com/article/1256857-overview
http://radiopaedia.org/articles/osteosarcoma
http://robbyngahu.tumblr.com/post/3096703693/sedikit-soal-ukdi-radiologi

2494. Anak-anak 10 tahun. Gatal-gatal tangan dan kaki. Saudaranya juga. Pengobatan?
a. Permetrin
b. Gameksan
c. Kloratepitol
d. Sulfur
e.
pembahasan :
skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes
scabiaei var hominis.
6 tanda kardinal skabies : diagnosis : 2 dari 4 tanda kardinal
1) Pruritus nokturna, gatal paada malam hari karena aktivitas tungau lebih tinggi di malam hari
2) Menyerang manusia secara berkelompok, misal dalam suatu keluarga biasanya seluruh
anggota kerluarga terkena. Ada pula keadaan yang disebut dengan ihiposensitisasi, seluruh
anggota keluarga kena dan mengalami infestasi tungau naun tidak menimbulkan gejala.
Penderita bersifat carier.
3) Ada terowongan/kunikulus pada predileksi, berwarna putih/keabu-abuan, berbentuk garis
lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm. Pada ujung terowongan ditemukan papul/vesikel.
Tempat predileksi adalah tempat dengan stratum korneum tipis : sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola,
umbilikus, bokong, genitalia eksterna, perut bagian bawah. Bayi : telapak tangan & kaki.
4) Ditemukan tungau. Dapat ditemukan 1/lebih stadium hidup pada tungau tsb.
Jenis obat opikal yg bisa diberikan :
a. Belerang endap (4-20 %)
Tidak efektif jika diberikan pada stadium telur, maka penggunaan tidak boleh > 3 hari.
Kekurangan : berbau dan mengotori pakaian kadang menimbukan iritasi. Bisa diberikan pada
bayi <2 tahun
b. Benzil benzoat (20-25 %)
Efektif semua stadium, diberikan tiap malam selama 3 hari. Obat sulit diperoleh, sering
menyebabkan iritasi, kadang makin gatal setelah dipakai.
c. Gama benzena heksa klorida gameksan (1 %)
Efektif semua stadium, mudah digunakan, jarang menyebabkan iritasi. Tida dianjurkan untuk
anak < 6 tahun dan wanita hamil (toksik pada SSP). Pemberian cukup 1 x, jika ada gejala ulangi
1 minggu kemudian.
d. Krotamiton (10 %)
Sebagai antiskabies & antigatal, harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra
e. Permetrin (5 %)
Kurang toksik dibandingkan gameksan, efektivitas sama, aplikasi hanya sekali dihapus setelah
10 jam. Belum sembuh diulangi setelah 1minggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah 2 bulan.
Sumber :

Djuanda A, Hamzah M. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. FKUI. 123-124

2495. Anak-anak dibawa ibunya dengan koreng pada kaki. Sebelumnya tidak ada gelembung.
Tampak krusta dengan dasar kotor.
a. Impetigo bullosa
b. Impetigo krustosa

c. Ektima
d.
e.
soalnya kurang jelas, kalau dari predileksi dan karena sebelumnya nggak ada gelembung
alias vesikel, kemungkinan jawabannya ektima
pembahasan :
EKTIMA
- Adalah ulkus superfisialis dengan krusta diatasnya
- Penyebab : infeksi atreptococcus b hemolyticus
- Tampak sebagai krusta tebal kekuningan, terutama berlokasi di tungkai bawah (tempat yang sering
terdapat trauma)
- Jika krusta diangkat : bersifat lekat & ulkusnya dangkal
- Terapi : antibiotik sistemik
- Ektima vs impetigo kerustosa
Sama-sama berwarna kuning
krustosa sering pada anak, di muka, dasarnya erosi
ektima bisa pada anak & dewasa, predileksi tungkai bawah, dasarnya ulkus
IMPETIGO KRUSTOSA
- penyebab : streptococcus b hemolyticus
- Terdapat pada anak, tidak disertai gejala umum
- Predileksi : wajah (sekitar lubang hidung & mulut dianggap sumber infeksi)
- UKK : eritema & vesikel mudah pecah sehingga pasien datang dengan keluhan krusta tebal
berwarna kuning seperti madu. Jika dilepas, tampak erosi di bawahnya
- Komplikasi : glomerulonefritis (2-5 %)
- Terapi : jika krusta sedikit, krusta dilepas dan diberi salep antibiotik. Jika krusta banyak, berikan
antibiotik sistemik.
2496. Laki-laki gatal-gatal pada malah hari. Adeknya juga kena. Penyakit ini ditularkan melalui:
a. Kontak langsung
b. Alat makan
c. Sabun mandi
d. Gigitan serangga
e.
pembahasan : no 2494
2497. Laki-laki. Gatal-gatal pada malam hari. Teman kamarnya juga. Penyebab:
a. Scabies
b. Tinea
c.
d.
e.
pembahasan : no 2494
2498. Perempuan dengan bercak kemerahan. Semula tampak kemerahan berbentuk lonjong di atas
pusar. Diberi obat tidak mau hilang. Sekarang tampak bercak-bercak merah di dada dan punggung dan
tampak meninggi. Diagnose?
a. Pitiriasis rosea
b. Tinea corporis
c.
d.
e.
pembahasan :
pitiriasis rosea
- gambaran erupa makula eritem dengan skuama halus di bagian pingir
- penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, berbatas
tegas, berbentuk anular dan oval
- lesi berikut (4-10 hari setelah lesi pertama, gambaran khas sama dengan lesi pertama dengan
ukuran lebih kecil. Susunan sejajar dengan lipatan kulit=menyerupai pohon cemara terbalik.

Tempat predileksi pada badan, lengan atas proksimal dan paha atas, menyerupai pakaian
renang
ptiriasi rosea susah dibedakan dengan tinea korporis. Perbedaan terdapat pada :
intensitas gatal ( tinea korporis> p. Rosea)
ketebalan skuama (ptiriasis rosea skuamanya bersifat halus)
Pemeriksaan KOH (pada tinea hasil +)
Pengobatan bersifat asimptomatik. Gatal dapat diberikan sedatif. Obat topikal : bedak asam
salisilat+mentol 0.5-1 %
Ptiriasis akan sembuh total dengan 3-8 minggu

Sumber :

Djuanda A, Hamzah M. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. FKUI. 197

2499. Laki-laki. Bercak-bercak merah. Tampak macula eritem dengan skuama di atasnya da
mati rasa. Diagnose?
a. Tinea versicolor
b. Morbus Hansen
c.
d.
e.
PEMBAHASAN
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit lepra yang terdiri
berbagai tipe, yaitu :
TT : tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : tuberkuloid indefinite
BT : borderline tuberculoid
BB : Mid borderline
Bl : borderline lepromatous
Li : lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
TT adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, tipe yang stabil. Jadi tidak mungkin
berubah tipe. Begitu juga LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa 100%. Sedangkan tipe
antara Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, berarti campuran antara tuberkuloid dan
lepromatosa. BB adalah tipe campuran 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak
tuberkuloidnya, sedangkan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe
yang labil, berarti dapat beralih tipe, baik ke arah TT maupun ke arah LL.
Menurut WHO (1981), lepra dibahi 2 menjadi multibasilar (MB) dan pausibasilar (PB).
Multibasilar berarti mengandung banyak basil dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+,
yaitu tipe LL,BL, dan BB pada klasifikasi Ridley-Joping. Pausibasilar mengandung sedikit
basil dengan IB kurang dari 2+, yaitu tipe TT,BT, dan I.
Untuk kepentingan pengobatan, pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang dimaksud
dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada pemeriksaan kulit, yaitu tipe TT,BT, dan I,
sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB,BL,LL atau apapun klasifikasi klinisnya
dengan BTA positif ,harus diobati dengan rejimen MDT-MB.
Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta MultiBasilar (MB) 1
Sifat

Lepromatosa (LL)

Borderline Lepromatosa
(BL)

Mid Borderline
(BB)

Makula
Infiltrat difus
Papul
Nodus

Makula
Plakat
Papul

Plakat
Dome-shape (kubah)
Punched-out

Sukar dihitung, masih ada


kulit sehat
Hampir simetris
Halus berkilat
Agak jelas

Dapat dihitung, kulit


sehat jelas ada
Asimetris
Agak kasar, agak
berkilat
Agak jelas

Lesi
Bentuk

Jumlah

Distribusi
Permukaan

Tidak terhitung, praktis


tidak ada kulit sehat
Simetris
Halus berkilat

Batas

Tidak jelas

Anestesia
BTA

Lesi kulit

Sekret
hidung
Tes Lepromin

Biasanya tidak jelas

Tak jelas

Lebih jelas

Banyak (ada globus)


Banyak (ada globus)

Banyak
Biasanya negatif

Agak banyak
Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta PausiBasilar (PB) 1


Karakteristik

Tuberkuloid (TT)

Borderline Tuberculoid
(BT)

Indeterminate (I)

Makula ; makula
dibatasi infiltrat
Satu atau dapat
beberapa

Makula dibatasi infiltrat


saja; infiltrat saja
Beberapa atau satu
dengan lesi satelit

Hanya Infiltrat

Asimetris

Bervariasi

Permukaan
Batas

Terlokalisasi &
asimetris
Kering, skuama
Jelas

Kering, skuama
Jelas

Dapat halus agak berkilat


Dapat jelas atau dapat
tidak jelas

Anestesia

Jelas

Jelas

Tak ada sampai tidak jelas

Hampir selalu
negatif
Positif kuat (3+)

Negatif atau hanya 1+

Biasanya negatif

Positif lemah

Dapat positif lemah atau


negatif

Lesi
Tipe
Jumlah
Distribusi

Satu atau beberapa

BTA
lesi kulit
Tes lepromin

DASAR DIAGNOSIS
A. Gejala klinis
Masa inkubasinya 2 40 tahun (rata-rata 5 7 tahun). Onset terjadinya perlahan-lahan dan
tidak ada rasa nyeri. Pertama kali mengenai system saraf perifer dengan parestesi dan baal yang
persisten
atau rekuren
tanpa terlihat
adanya gejala klinis. Pada stadium ini mungkin terdapat erupsi kulit berupa macula dan bula yang
bersifat sementara. Keterlibatan sistem saraf menyebabkan kelemahan otot, atrofi otot, nyeri neuritik
yang berat, dan kontraktur tangan dan kaki.
Gejala prodromal yang dapat timbul kadang tidak dikenali sampai lesi erupsi ke kutan terjadi.
90% psien biasanya mengalami keluhan pada pertama kalinya adalah rasa baal, hilangnya sensori
suhu sehingga tidak dapat membedakan panas dengan dingin. Selanjutnya, sensasi raba
dan nyeri, terutama dialami pada tangan dan kaki, sehingga dapat terjadi kompliksi ulkus atau
terbakar pada ekstremitasyang baal tersebut. Bagian tubuh lain yang dapat terkena kusta adalah
daerah yang dingin, yaitu daerah mata, testis, dagu, cuoing hidung, daun telinga, dan lutut.
Perubahan saraf tepi yang terjadi dapat berupa
o pembesaran saraf tepi yang asimetris pada daun telinga, ulnar, tibia posterior, radial
kutaneus,
o Kerusakan sensorik pada lesi kulit
o Kelumpuhan nervus trunkus tanpa tanda inflamasi berupa neuropati, kerusakan sensorik
dan motorik, serta kontraktur
o Kerusakan sensorik dengan pola Stocking-glove
o Acral distal symmethric anesthesia
(hilangnya sensasi panas dan dingin, serta nyeri dan raba)
B. Pemeriksaan fisik
1.Tuberculoid Leprosy (TT, BT)
Pada
TT,
imunitas
masih
baik,dapat
sembuh
spontan
dan
masih
mampu
melokalisir sehingga didapatkan gambran batas yang tegas. Mengenai kulit
maupun
saraf.

Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plak,dan pada bagian tengah dapat
ditemukan lesi yang regresi atau central clearing.Permukaan lesi dapat bersisik, dengan tepi yang
meninggi. Dapat disertai penebalan saraf tepi yang biasanya teraba. Kuman BTA negatif merupakan
tanda terdapatnya respon imun yang adekuat terhadap kuman kusta. Pada BT, tidak dapat sembuh
spontan, Lesi menyerupai tipe TT namun dapat disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu
atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas TT.
Gangguan saraf tidak berat dan asimetris.

Lesi Tuberculoid leprosy,


soliter, anesthetic, annular

Lesi Kulit pada Tuberculoid


leprosy

Borderline Tuberculoid
Leprosy,
Gambara anular inkomplit
dengan papul satelit

2. Borderline Leprosy
Pada tipe BB borderline,meruapakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga bentuk
dimorfik. Lesi kulit berbentuk antara tuberculoid dan lepromatous.Terdiridari macula infiltratif,
mengkilap, batas lesi kurang tegas, jumlah banyak melebihi tipe BT dan cenderung simetris.
Lesi bervariasi, dapat perbentuk punch out yang khas. Pada tipe ini terjadi anestesia dan
berkurangnya keringat.

3. Lepromatous Leprosy
Tipe BL, secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit
dengancepat menyebar ke seluruh badan. Makula lebih bervariasi bentuknya.Distr-ibusi
lesi
hampir
simetris.
Lesi
innfiltrat,
dan
plak
seperti
punched
out.
Tandatanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi,hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan
hilangnya rambut lebih cepat muncul. Penebalan saraf tepi teraba pada tempat predileksi.
Tipe LL,jumlah lesi sangat banyak, nodul mencapai ukuran 2 cm, simetris,permukaan
halus, lebih eritematous, berkilap, berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan
anestesi dan anhidrosis. Ditemukan juga lesi Dematofibroma-like multipel, batas tegas, nodul
,
eritem.Distribusi lesi khas pada wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping
telinga. Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif membentuk facies leonine.
Kerusakan saraf menyebabkan gejala stocking and glove anesthesia

Sumber
https://www.scribd.com/doc/196032727/Referat-Morbus-Hansen

2500. Laki-laki. Minum obat lepra 2 bulan. Pada pemeriksaan tampak macula eritem multiple.
Bakteri morfologi 5%. Pembengkakan nervus medianus dan nervus auriculairs. Granuloma pada
hampir sepanjang nervus. Diagnose?
a. Pure neuritis leprosy
b. Lepra tuberkuloid
c. Reaksi reversal (Tipe I)
d.
PEMBAHASAN
Reaksi kusta
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya
sangat kronik. 1. Penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau
reaksi antigen antibody (humoral response). Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi
terutama terjadi selama atau setelah pengobatan. Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip
antara reaksi tipe 1 dan tipe 2, yaitu pada reaksi tipe 1 yang memegang peranan adalah imunitas
seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah imunitas humoral. 4
a. Reaksi tipe 1
Menurut Jopling, reaksi kusta tipe I merupakan delayed hypersensitivity reaction
yang disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi reversal upgrading) seperti
halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV. Antigen yang berasal dari kuman yang telah mati
(breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan sistem imun
selular yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi tipe I terjadi akibat perubahan keseimbangan
antara imunitas dan basil. Dengan demikian, sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi
upgrading/reversal. Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal oleh
karena paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang mendapatkan pengobatan,
sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh karena berjalan lebih lambat dan
umumnya dijumpai pada kasus-kasus yang tidak mendapat pengobatan.
Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua bentuk kusta yang
subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada bentuk yang lain sehingga
disebut reaksi borderline.
Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada
bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat. Artinya lesi
hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi lebih eritematosa, lesi makula menjadi
infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi lama menjadi bertambah lesi luas. Tidak perlu
seluruh gejala harus ada, satu saja sudah cukup 4.
b. Reaksi tipe II
Reaksi tipe II disebabkan oleh hipersensitivitas humoral , yaitu reaksi
hipersnsitivitas tipe III karena adanya reaksi kompleks antigen-antibodi yang
melibatkan komplemen. Terjadi lebih banyak pada tipe lepromatous juga tampak pada BL.
Reaksi tipe II sering disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum (ENL) dengan gambaran lesi
lebih eritematus, mengkilap, tampak nodul atau plakat, ukuran bernacam-macam, pada
umunnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah,
lengan, dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah
kepala yang berambut, aksila, lipatan paha, dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri,

pustulasi dan ulserasi, juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise. Perlu juga
memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis, dan limfe. 4
Tabel perbedaan reaksi kusta tipe 1 dan tipe 2 4
No Gejala/tanda
Tipe I (reversal)
.
1
Kondisi umum
Baik atau demam ringan
2
Peradangan
di Bercak kulit lama menjadi lebih
kulit
meradang
(merah),
dapat
timbul bercak baru
3
Waktu terjadi
Awal pengobatan MDT
4
5

Tipe kusta
Saraf

Keterkaitan
organ lain
Faktor pencetus

PB atau MB
Sering terjadi
Umumnya berupa nyeri tekan
saraf dan atau gangguan
fungsi saraf
Hampr tidak ada

Melahirkan
Obat-obat
yang
meningkatkan kekebalan
tubuh

Tipe II (ENL)
Buruk, disertai malaise dan febris
Timbul nodul kemerahan, lunak, dan
nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan
tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi)
Setelah
pengobatan
yang
lama,
umumnya lebih dari 6 bulan
MB
Dapat terjadi

Terjadi pada mata, KGB, sendi, ginjal,


testis, dll
Emosi
Kelelahan dan stress fisik lainnya
kehamilan

Tabel Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat tipe 1 dan tipe 2 4
N
Gejala/tand Tipe I
Tipe II
o
a
Ringan
Berat
Ringan
1. Kulit
Bercak
: Bercak
:
merah, Nodul
:
merah,
tebal, panas, nyeri merah,panas,ny
tebal,
yang
bertambah eri
panas,
parah sampai pecah
nyeri
2
Saraf tepi
Nyeri pada Nyeri pada perabaan Nyeri
pada
perbaan (-)
(+)
perabaan (-)
3
Keadaan
Demam (-)
Demam (+)
Demam (+)
umum
4
Keterlibatan
organ lain

Berat
Nodul : merah, panas,
nyeri yang bertambah
parah sampai pecah

Nyeri pada
(+)
Demam (+)

perabaan

+
Terjadi
peradangan
pada :
mata : iridocyclitis
testis
:
epididimoorchitis
ginjal : nefritis
kelenjar
limpa
:
limfadenitis
gangguan
pada
tulang, hidung, dan
tenggorokan
*bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai reaksi berat

Sumber
https://www.scribd.com/doc/196032727/Referat-Morbus-Hansen

Anda mungkin juga menyukai