Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering


ditemukan. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik
kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta
paling banyak ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal gangguan tidur
berkepanjang akan mengakibatkan perubahan pada siklus tidur biologiknya,
menurunnya daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya
mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.1
Kebutuhan tidur tiap orang berbeda-beda. Banyak orang yang penidur
panjang (long-sleeper), yang memerlukan tidur 9 hingga 10 jam tidur di
malam hari, dan yang lainnya penidur pendek (short-sleeper), tapi lama tidur
tidak selalu berhubungan dengan gangguan tidur. Meskipun demikian, pada
studi kasus tahun 2002 lebih dari 1 juta laki-laki dan perempuan yang
menunjukan bahwa orang yang tidur lebih dari 8,5 jam setiap malam atau
kurang dari 3,5 jam memiliki angka mortalitas 15% lebih besar dari mereka
yang tidur rata-rata 7 jam setiap malam.1

Salah satu gangguan tidur adalah teror tidur (night terror). Teror tidur
adalah terbangun pada sepertiga awal malam selama tidur non-REM (NREM)
yang dalam (tahap 3 dan 4). Kira-kira 1-6% anak memiliki gangguan ini, yang
lazim pada anak laki-laki daripda anak perempuan dan cenderung menurun
didalam keluarga.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Neurofisiologi dan Biokimia Tidur

Tidur merupakan fungsi dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup


dan suatu keadaan fisiologis yang dialami oleh setiap makhluk hidup.
Meskipun setiap orang berbeda dalam jumlah tidur, namun secara umum
perbedaan ini merupakan fungsi dari umur. Rata-rata orang dewasa tidur 8 jam
sehari. Durasi tidur yang lebih pendek atau berlebihan, keduanya dikaitkan
dengan angka mortalitas yang lebih besar.2

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan sesuai dengan


beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola
dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak
pada bagian ventral hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang
mengadakan kegiatan sinkronasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis
medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat
yang menghilangkan sinkronasi/desinkronasi terdapat pada bagian rostral
medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.2

Penelitian modern mengenai tidur diawali aserinsky dan kleitman.


Kleitman menerangkan perbedaan karakteristik tiap stadium dari tidur
menggunakan electroencephalography (EEG). Hal ini merupakan era awal
dimana tidur tidak hanya di pelajari secara kuantitatif (seperti berapa lama
tidur) tapi juga secara kualitatif (seperti bagaimana tidur yang baik).2

Pada pola tidur manusia yang dipelajari menggunakan EEG dan


electrooculography (EOG), tidur dapat di klasifikan menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)2

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium ,
lali diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM
terjadi secara bergantian antara 4-7 siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur
16 -20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari
pada umur di atas 10 tahun dan kira-kir 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.2

Tipe NREM dibagi menjadi 4 stadium yaitu:

1. Tidur Stadium Satu


Fase ini merupakan fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan
kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola
mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3.5 menit dan
mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEF biasanya terdiri dari
gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan
amplitudo yang rendah. Tidak didapat adanya gelombang sleep spindle
dan kompleks K.

2
2. Tidur Stadium Dua
Pada fase ini bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih kurang, tidur
lebih dalam daripada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang
theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang
verteks dan kompleks K.

3. Tidur Stadium Tiga


Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat
lebih banyak gelombang delta simetris antara 25-50% serta tampak
gelombang sleep spindle.

4. Tidur Stadium Empat


Merupakan tidur yang sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasikan
oleh gombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase
tidur NREM, ini biasanya berlangsung 70 menit hingga 100 menit, setelah
itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih instan dan panjang menjelang
pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata
yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir
semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah
dan pada laki-laki terjadi ereksi penis, tonus otot menunjukan relaksasi
yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang
seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total
tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa
melalui stadium 1 samoai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga
persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan
kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang
didahului fase NREM kemudian fase REM.2

Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS


(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat
orang tersebut dalam keadaan bangun. Aktifitas ARAS meningkat orang
tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS dipengaruhi oleh
neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik,
histaminergik.

1. Sistem Serotoninergik
hasil serotoninergik dipengaruhi hasil metabolisme asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah trypthopan, jumlah serotonin
yang terbentuk akan meningkat sehingga menyebabkan keadaan
mengantuk. Bila serotonin dari trypthopan terhambat, maka terjadi
keadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa penelitian lokasi
serotoninergik terletak pada nulkeus raphe dorsalis di batang otak, yang
terdapat hubungan aktifitas serotonis di nukleus raphe dorsalis dengan
tidur REM.

2. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di sel
nukleus cereleys di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cerelus
sangan mempengaruhi penurunan atau hilang REM saat tidur. Obat-

3
obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik
akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan
peningkatan keadaan jaga.

3. Sistem Kholinergik
Pemberian prostigmin IV dapat mempengaruhi episode tidur REM.
Stimulasi jalur kholinergik ini meningkatkan aktifitas EEG seperti dalam
keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan
dengan perubahan tidur ini terlihata pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obata antikolinergik (scopalamine)
yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka
tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

4. Sistem Histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.

5. Sistem Hormon
Pengaruh hormon pada siklus tidur dipengaruhi beberapa hormon seperti
ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon-hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway.
Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengaruhi neurotransmitter
norepinefrin, dopamin dan serotonin yang mengatur mekanisme tidur dan
bangun.2

2.2 Teror Tidur (Night Terror)

2.2.1 Pengertian Teror Tidur (Night Terror)

Night terror adalah gangguan tidur terbangun pada sepertiga awal


malam selama tidur non-REM (NREM) yang dalam tahap 3 dan 4. Gangguan
ini selalu diawali dengan jeritan tangisan pilu disertai manifestasi perilaku
ansietas yang hebat hampir mendekati panik.3

Khasnya, pasien bangun diatas tempat tidur dengan ekspresi ketakutan,


berteriak keras, dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan perasaan
terteror intens. Pasien mungkin tetap bangun dengan disorientasi tetapi lebih
sering jatuh tertidur, dan seperti gangguan berjalan saat tidur, pasien
melupakan episode ini. Episode teror malam setelah teriakan asli sering
berkembang menjadi episode berjalan sambil tidur, bahkan keduanya tampak
berkaitan. Teror tidur, sebagai episode terpisah, sering terjadi pada anak-anak.
Kira-kira 1-6% anak memiliki gangguan ini. Lebih sering terjadi pada anak
laki-laki dibanding anak perempuanm dan cenderung menurun pada keluarga.
3

Teror malam mencerminkan kelainan neurologis ringan, mungkin di


lobus temporalis atau struktur yang mendasarinya, karena jika teror malam
dimulai pada masa remaja dan dewasa muda, teror ini menajdi gejala pertama
epilepsi di lobus temporalis. Namun, pada kasus teror malam yang khas, tidsk
terdapat tanda-tanda epilepsi lobus temporalis atau gangguan bangkitan lain
yang terlihat secara klinis maupun rekaman EEG.3

4
2.2.2 Diagnosis

Penegakan diagnosis untuk gangguan teror tidur dapat mengacu pada


DSM-IV-TR, maupun PPDGJ-III. Dimana kriteria diagnostik DSM-IV-TR
adalah sebagai berikut:

a. Episode berulang bangun tidur secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada


sepertiga pertama episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan panik.
b. Rasa takut yang hebat serta tanda adanya bangkitan otonom, seperti
takikardia, pernafasan cepat, dan berkeringat selama episode ini.
c. Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk menenangkan
pasien selama episode ini.
d. Tidak ingat mimpi dengan rinci dan terdapat amnesia pada episode ini.
e. Episode ini menyebabkan penderitaan secara klinis bermakna atau fungsi
sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
f. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat.3

Sedangkan kriteria diagnosis teror tidur menurut PPDGJ-III adalah sebagai


berikut:

a. Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun tidur mulai dengan
berteriak karena panik, disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar,
dan hiperaktivitas otonomik seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat,
pupil melebar, dan berkeringat.
b. Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya sekitar 1-10 menit dan
biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam.
c. Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain
mempengaruhi keadaan teror tidurnya dan kemudian dalam beberapa menit
setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan gerakan berulang.
d. Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal.
e. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.4

2.2.3 Diagnosis Banding

a. REM Sleep Nightmares

Dapat dibedakan dengan night terror dari tampaknya bahwa nightmares


sering timbul pada sepertiga tengah dan akhir dari tidur malam,
kecamasannya tidak sebesar pada night terror, ketiadaan teriakan panik
ketika bangun kemampuan mengingat kembali mengenai mimpi yang
menyebabkan terbangun.3

b. Halusinasi Hipnagogik

Dapat diasosiakan dengan kecemasan namun timbul pada saat tidur dan
dijumpai halusinasi penglihatan yang jelas saat transisi dari bangun
menuju tidur.3

c. Kejang Epilepsi

5
Gambaran klinis kejang epilepsi saat tidur dan dijumpai kebingungan
sesudah itu menunjukan gejala yang sama dengan night terror. Namun,
adanya kejang saat terbangun ataupun didapati EEG abnormal saat tidur
dapat menyingkirkan kejang epilepsi.3

2.2.4 Penatalaksanaan

Terapi spesifik untuk gangguan teror malam jarang diperlukan.


Pemeriksaan situasi keluarga yang menimbulkan stress mungkin penting, dan
terapi individual serta keluarga kadang-kadang berguna. Pada beberapa kasus,
jika memang diperlukan obat, diazepam sebagai anti cemas dalam dosis kecil
pada waktu tidur memperbaiki keadaannya dan kadang-kadang
menghilangkan serangan.5

2.2.5 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi dari gangguan ini tidak didapati akan tetapi dijumpai


ketidakseimbangan hubungan penderita dalam lingkungan sosial. Prognosis
dari pasien night terror adalah baik, karena gangguan ini memiliki
kencenderungan untuk hilang sendiri.5

6
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pada pola tidur manusia dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu


tipe Rapid Eye Movement (REM) dan tipe Non-Rapid Eye Movement
(NREM). Fase awal tidur didahului fase NREM yang terdiri dari 4 stadium,
lalu diikuti fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM
terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total
tidur 16-20 jam/hari. Anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10
jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang
dewasa. Gangguan siklus dalam fase NREM dapat menyebabkan parasomnia
seperti Night terror.

Teror tidur lebih sering terjadi pada anak-anak. Pasien terbangun dalam
keadaan anxietas yang berat. Pasien sering tidak ingat atau amnesia mengenai
episode ini. Terapu spesifik sangat jarang digunakan untuk kasus ini.
Diazepam pada beberapa kasus dapat memperbaiki keadaan dan kadang-
kadang menghilangkan serangan.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi I, 2002. Gangguan Tidur.


Http://Repository.usu.ac.id/Bitstream/123456789/1948/3/Bedah-Iskandar
%20Japardi12.Pdf. Diunduh 18 Juli 2016

2. National Sleep Foundation, 2002, Its Physiology and Impact on Health, page 3-5.

3. Sadock VA, Sadock BJ. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi kedua.
Buku Kedokteran EGC, 2004. Hlm 337-347

4. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001. Hlm 95

5. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropika, Edisi III Jakarta:
PT Nuh Jaya; 2001. Hlm 36-38

Anda mungkin juga menyukai