Anda di halaman 1dari 42

SKENARIO 1:

Seorang perempuan berusia 42 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sulit tidur sejak 3
minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan jantung berdebar-debar dan berkeringat dingin. Pasien
tinggal sendiri 1 bulan yang lalu karena suami bertugas diluar kota. Akhir-akhir ini pasien mulai
merasa lelah

KATA SULIT : -

KATA / KALIMAT KUNCI:

1. Perempuan berusia 42 tahun


2. Keluhan sulit tidur sejak 3 minggu yang lalu
3. Keluhan disertai dengan jantungberdebar-debar dan berkeringat dingin
4. Pasien tinggal sendiri 1 bulan yang lalu karena suami bertugas diluar kota
5. Akhir-akhir ini pasien mulai merasa lelah

PERTANYAAN-PERTANYAAN :

1. Defenisi tidur
2. Fisiologi siklus tidur
3. Defenisi dan klasifikasi sulit tidur
4. Etiologi dan patomekanisme sulit tidur
5. Differential Diagnosa
- Etiologi
- Faktor Resiko
- Psikopatologi
- Manifestasi klinik
- Langkah-langkah diagnosa
- Penatalaksanaan
- Komplikasi
- Pencegahan
- Prognosis

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 1


JAWABAN :

DEFENISI TIDUR

Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversibel yang ditandai dengan keadaan
relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon terhadap stimulus eksternal
dibandingkan dengan keadaan terjaga. Suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Setidak-tidaknya
kita membutuhkan 7 s/d 9 jam setiap malamnya agar tubuh kita dapat berfungsi dengan baik.

FISIOLOGI SIKLUS TIDUR

Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai denganmasa rotasi bola dunia yang dikenal
dengan nama irama sirkadian. Iramasirkadian bersiklus 24 jam. Pusat kontrol irama sirkadian terletak
padabagian ventral anterior hypothalamus. Sistem yang mengatur siklus atauperubahan dalam tidur
adalah Reticular Activating System (RAS) danBulbar Synchronizing Regional (BSR) yang terletak
pada batang otak.

Menggunakan elektroensefalogram (EEG), elektro-okulogram (EOG), dan elektromiogram (EMG),


didapatkan perbedaan gelombang pada saat terjaga dan pada saat tidur, yaitu terbagi menjadi dua fase
yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak
cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari
empat stadium lalu diikuti oleh fase REM.

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:


1. Tidur stadium satu
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata
tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini
hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri
dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang
rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih
dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat
adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K.
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%- 50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh
gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini
biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akanmasuk ke fase REM.
Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten
dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah,
apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi
bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang
dalam. Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 2


Reticulary Activity System). Aktifitas ARAS ini sangatdipengaruhi oleh aktifitas
neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.

a. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan.
Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan
terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa
peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di
batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan
tidur REM.
b. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus
cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas
neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan
peningkatan keadaan jaga.
c. Sistem Kholinergik
membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur
REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam
keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan
tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada
obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus
sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
d. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
e. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH,
GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar
pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi
pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,dopamin, serotonin yang bertugas menagtur
mekanisme tidur dan bangun.

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 3


DEFENISI DAN KLASIFIKASI SULIT TIDUR

 Gangguan tidur merupakan kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam
jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seseoraang individu. Kuantitas tidur inadekuat adalah
durasi tidur yang inadekuat berdasarkan kebutuhan tidur sesuai usia akibat kesulitan memulai
atau mempertahankan tidur. Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur
akibat periode singkat terjaga dimalam hari yang sering dan berulang
Gangguan tidur adalah salah satu gejala dari gangguan lainnya, baik mental atau
fisik.Walaupun gangguan tidur spesifik terlihat secara klinis berdiri sendiri sejumlah faktor
psikiatrik dan atau fisik yang terkait memberikan kontribusi pada kejadiannya.

 Tiga kategori utama gangguan tidur dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders( DSM-1V-TR) :

1. Gangguan tidur primer

a. Insomnia primer. b. Hipersomnia primer. c. Narkolepsi. d. Gangguan tidur yang terkait


dengan pernapasan. e. Gangguan tidur irama sirkadian. f. Gangguan teror tidur. g. Gangguan
tidur berjalan. h. Parasomnia(gangguan mimpi buruk).

2. Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain.

3. Gangguan tidur lain yang dicetuskan oleh zat.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SULIT TIDUR

 Etiologi

Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat
pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh
stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan
pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam
otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa
antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan
kortikosteroid.

Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein
adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia.
Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah
tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.

Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar
dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat
artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD),
stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 4


Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit
untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun,
metabolisme, dan suhu tubuh.

'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak
bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan
kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau
ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.

 Patofisiologi

Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atauRapid Eye
Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat
atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREMyang terdiri dari
empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadiumdua, tidur stadium tiga dan tidur stadium
empat, lalu diikuti oleh faseREM. Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6
siklusdalam semalam.Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinyaia
akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurangdapat mengendalikan
emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik
menjadi kurang gesit. Siklus tidur normal merupakan salah satu dari irama sirkadian
yangmerupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan iramasirkadian ini juga
merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu,maka fungsi fisiologis dan psikologis
dapat terganggu.Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi olehsistem yang
disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas ReticularActivity System ini meningkat maka
orang tersebut dalam keadaan
sadar jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut akandalam keadaan tidur.
Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter
seperti sistem serotoninergik,noradrenergik, kolinergik, histaminergik.

 Sistem Serotoninergik.
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasilmetabolisme asam amino triptofan. Dengan
bertambahnya jumlahtriptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat
akanmenyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalamtriptofan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisatidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi
yang terbanyak sistemserotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang
otak,yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphedorsalis dengan tidur
REM. b.

 Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrinterletak di badan sel nucleus
cereleus di batang otak. Kerusakan selneuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi
penurunan atauhilangnya REM Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon(LH).
Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teraturoleh kelenjar hipofisis anterior
melalui jalur hipotalamus. Sistem inisecara teratur mempengaruhi pengeluaran
neurotransmitternorepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengaturmekanisme tidur
dan bangun tidur. Obat-obatan yang
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 5
mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan
yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.

 Sistem Kolinergik
Pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episodetidur REM. Stimulasi jalur
kolinergik ini, mengakibatkan aktivitasgambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan
aktivitaskolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur initerlihat pada orang
depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidurREM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang
menghambatpengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase
awal dan penurunan REM
 Sistem Histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.Sistem HormonSiklus tidur
dipengaruhi oleh beberapa hormon sepertiAdrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth
Hormon (GH),Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH).Hormon-
hormon ini masing-masing disekresi secara teratur olehkelenjar hipofisis anterior melalui
jalur hipotalamus. Sistem ini secarateratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter
norepinefirn,dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

DIFFERENTIAL DIAGNOSA

- Insomnia
- Depresi

A. INSOMNIA

Etiologi

 Stress
 Kecemasan dan depresi
 Obat-obatan
 Kafein, nikotin dan alkohol
 Kondisi medik
 Perubahan lingkungan dan jadwal kerja

 klasifikasi Insomnia
 Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini
dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur,
kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari
jenis insomnia primer ini.

 Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis.
Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan
terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 6


penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia
sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan
yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang
ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang
menderita insomnia.

Faktor Resiko

 Wanita
 Usia lebih dari 60 tahun
 Memiliki gangguan kesehatan mental
 Stress
 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja
 Depresi
 Nyeri kronik

Patofisiologi

Dapat disimpulkan sebagai keadaan psikofisiologis dari hiperarousal. Hal ini telah ditunjukan secara
objektif pada area otak, vegetative dan aktifitas endokrin. Dalam model hiperarousal fisiologis,
tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi sepanjang hari dan malam hari membuat pasien sulit tidur.
Secara keseluruhan, studi menunjukan hiperaktifitas dari dua cabang sistem respons terhadap stress
(CRH-ACTH-cortisol dan simpatis) dan perubahan laju sekresi sitokin proinflamasi (IL-6 dan TNF ą).
Hal ini tampaknya merupakan dasar fisiologis dari keluhan klinis yang umum pada pasien dengan
insomnia kronis yang tidak dapat tidur pada siang hari dan tanpa kelelahan.

Manifestasi Klinik

 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

 Sering terbangun pada malam hari

 Bangun tidur terlalu awal

 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

 Iritabilitas, depresi atau kecemasan

 Konsentrasi dan perhatian berkurang

 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

 Ketegangan dan sakit kepala

Langkah langkah Diagnosa


Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 7


 Pola tidur penderita.

 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

 Tingkatan stres psikis.

 Riwayat medis.

 Aktivitas fisik

 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur dan
tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai
tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang bisa
menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan
masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama
tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh.

 Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ6

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:


a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas
tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

c. danya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan


penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan
pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia
diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh
karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti
pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut
atau gangguan penyesuaian

Pada tahun 1984, The International Institute of Health membuat suatukonsensus pengelompokan
gangguan tidur berdasarkan lamanya gangguanyang terdiri dari:
 Transient yaitu jika gangguan tidurnya kurang dari 7 hari
 Short term yaitu jika gangguan tidurnya menetap lebih dari 7 hari dankurang dari 3 minggu.
Kedua gangguan tersebut biasanya berhubungan dengan stress yang akut seperti perubahan

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 8


kehidupan sosial, peningkatanemosional, faktor lingkungan, faktor sistemik, kelainan
gangguankesehatan, desinkronisaso irama sirkadian
 Long term yaitu jika gangguan tidur menetap lebih dari 3 minggu. Biasanyaberhubungan
dengan gangguan tidur primer, gangguan psikiatri, gangguankesehatan, gangguan psikologi.

Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
Penanganan terapi non farmakologi terdiri dari cognitive and behavioral therapy meliputi:
sleep hygine, sleep restriction atau pembatasan tidur, relaxation therapy atau terapi relaksasi
dan stimulus control therapy. 2
Sleep Hygine: Sleep hygine adalah salah satu komponen terapi perilaku untuk insomnia.
Beberapa langkah sederhana dapat diambil untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur
pasien. Langkah – langkah ini meliputi : 2 Mencuci muka, sikat gigi, buang air kecil sebelum
tidur, tidur sebanyak yang dibutuhkan, berolahraga secara rutin minimal 20 menit sehari,
idealnya 4-5 jam sebelum waktu tidur, hindari memaksa diri untuk tidur, hindari caffeine,
alkohol, dan nikotin 6 jam sebelum tidur , hindari kegiatan lain yang tidak ada kaitannya
dengan tidur kecuali hanya untuk sex dan tidur.

Sleep Restriction: Membatasi waktu di tempat tidur hanya untuk tidur sehingga dapat
meningkatkan kualitas tidur. Terapi ini disebut pembatasan tidur. Hal ini dicapai dengan rata-
rata waktu di tempat tidur dihabiskan hanya untuk tidur. Pasien dipaksa untuk bangun pada
waktu yang ditentukan walaupun pasien masih merasa mengantuk. Ini mungkin membantu
tidur pasien yang lebih baik pada malam berikutnya karena kurang tidur dari malam
sebelumnya.2 Sleep restriction ini didasarkan atas pemikiran bahwa waktu yang terjaga di
tempat tidur adalah kontraproduktif sehingga mendorong siklus insomnia. Maka tujuannya
adalah untuk menigkatkan efisiensi tidur sampai setidaknya 85% . awalnya pasien disarankan
ke tempat tidur hanya pada saat tidur. Kemudian mereka diijinkan untuk meningkatkan waktu
terjaga di tempat tidur 15 – 20 menit permalam setiap minggu, asalkan efisiensi tidur melebihi
90%. Waktu di tempat tidur berkurang sebesar 15 - 20 menit jika efisiensi tidur dibawah 90%.
Relaxation Therapy: Relaxation therapy meliputi relaksasi otot progresif, latihan pernafasan
dalam serta meditasi. Relaksasi otot progresif melatih pasien untuk mengenenali dan
mengendalikan ketegangan dengan melakukan serangkaian latihan , pada latihan perrnafasan
dalam maka pasien diminta untuk menghirup dan menghembuskan nafas dalam perlahan –
lahan.
Stimulus Control Therapy: stimulus control therapy terdiri dari beberapa langkah sederhana
yang dapat membantu pasien dengan gejala insomnia, dengan pergi ke tempat tidur saat
merasa mengantuk, hindari menonton TV, membaca, makan di tempat tidur. tempat tidur
hanya digunakan untuk tidur dan aktivitas seksual. jika tidak tertidur 30 menit setelah
berbaring, bangun dan pergi ke ruangan lain dan melanjutkan teknik relaksasi, mengatur jam
alarm untuk bangun pada waktu tertentu setiap pagi, bahkan pada akhir pecan, hindari bangun
kesiangan, hindari tidur siang panjang di siang hari

b. Farmakologi

Prinsip dasar terapi pengobatan insomnia yaitu, Jangan menggunakan obat hipnotik sebagai
satu-satunya terapi, pengobatan harus dikombinasikan dengan terapi non farmakologi,
pemberian obat golongan hipnotik dimulai dengan dosis yang rendah, selanjutnya dinaikan
perlahan – lahan sesuai kebutuhan, khususnya pada orang tua, hindari penggunaan

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 9


benzodiazepin jangka panjang, hati – hati penggunaan obat golongan hipnotik khususnya
benzodiazepin pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan atau ketergantungan obat, monitor
pasien untuk melihat apakah ada toleransi obat, ketergantungan obat atau penghentian
penggunaan obat, memberikan edukasi kepada pasien efek penggunaan obat hipnotik yaitu
mual dan kecelakaan saat mengemudi atau bekerja, khususnya golongan obat jangka panjang,
melakukan tapering obat secara perlahan untuk menghindari penghentian obat dan terjadi
rebound insomnia.3 Terapi pengobatan insomnia diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
Benzodiazepin, Nonbenzodiazepin - hipnotik, dan obat –obat yang lain yg dapat memberikan
efek tertidur.

Benzodiazepin

Dalam penggunaanya, efek benzodiazepin yang diinginkan adalah efek hipnotik-sedatif. Sifat
yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif antara lain adalah perbaikan anxietas,
euporia dan kemudahan tidur sehingga obat ini sebagai pilihan utama untuk insomnia , jika
keadaan ini terjadi terus menerus , maka pola penggunaanya akan menjadi kompulsif sehingga
terjadi ketergantungan fisik . hampir semua golongan obat-obatan hipnotik-sedatif dapat
menyebabkan ketergantungan. efek ketergantungan ini tergantung pada besar dosis yang
digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh serta golongan obat yang
digunakan. Obat-obatan hipnotik-sedatif dengan waktu paruh lama akan dieliminasi lama untuk
mencapai penghentian obat bertahap sedikit demi sedikit. Sedangkan pada obat dengan waktu
paruh singkat akan dieliminasi dengan cepat sehingga sisa metabolitnya tidak cukup adekuat
untuk memberikan efek hipnotik yang lama. Oleh karena itu , penggunaan obat dengan waktu
paruh singkat sangat bergantung dari dosis obat yang digunakan tepat sebelum penghentian
penggunaan.3 Gejala gejala abstinensi dapat terjadi pada penggunaan berbagai golongan obat
hipnotik- sedatif. Gejala –gejala ini dapat berupa lebih sukar tidur dibanding sebelum
penggunaan obat- obatan hipnotik-sedatif . jika gejala ini terjadi , ada kecenderungan untuk
menggunakannya lagi . karena mungkin dari sisi psikologis , si pemakai akan merasakan rasa
nyaman karena sifat obat tsb sehingga terjadilah ketergantungan fisik.3 Dibeberapa Negara
maju dan berkembang seperti di Belanda dan Indonesia , benzodiazepin digolongkan ke dalam
golongan psikotropika , sehingga penggunaanya dibatasi karena penyalahgunaan dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis.

A. Lama kerja benzodiazepin


Berdasarkan lama kerjanya , benzodiazepin dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu
long acting, short acting dan ultra short acting. Long acting benzodiazepin dirombak dengan
jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu
kerja ) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi
glukoronida tak aktif. Metabolit aktif desmetil biasanya bersifat anxiolitas. Sehingga
biasanya, zat long acting digunakan sbg obat tidur walaupun efek induknya yang paling
menonjol adalah sedatif-hipnotik. Short acting benzodiazepine di metabolisme tanpa
menghasilkan zat zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obatan ini
jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang. Ultra
short acting benzodiazepine memiliki lama kerja yang leih pendek dari short acting hanya
kurang dari 5.5 jam. Semakin kuat zat berikatan pada reseptornya maka semakin lama juga
waktu kerjanya. Obat-obatan yang lazim digunakan untuk penatalaksanaan gangguan tidur
adalah obat golongan benzodiazepin (kerja pendek/ masa paruh obat <10 jam: misalnya
triazolam; kerja menengah/ masa paruh obat 10-20 jam: misalnya alprazolam, lorazepam,
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 10
estazolam; kerja panjang/ masa paruh obat >20 jam: misalnya diazepam, clonazepam). Obat
golongan benzodiazepin kerja pendek efektif untuk mengatasi insomnia karena kesulitan
untuk memulai tidur (sleep-onset insomnia), sedangkan untuk mengatasi insomnia karena
terbangun lebih awal/ dini hari, obat golongan benzodiazepin kerja menengah lebih
bermanfaat. Obat golongan benzodiazepin kerja panjang tidak direkomendasikan untuk
diberikan kepada orang usia lanjut

B. Mekanisme kerja benzodiazepin


Mekanisme kerja benzodiazepin merupakan potensiasi inhibisi neuron yang menggunakan
GABA sebagai mediatornya. GABA (gamma-aminobutyric acid) merupakan inhibitor
utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi
GABA nergik. Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABAA.
Berikatan dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang
menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat neuron
ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi efek inhibitor
dari GABA sehingga meningkatkan efek GABA dan menghasilkan efek sedasi, tidur dan
berbagai macam efek seperti mengurangi kegelisahan dan sebagai muscle relaxant. Reseptor
benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi pada
korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula spinalis.

C. Efek Samping benzodiazepin


Beberapa efek samping dapat timbul selama pemakaian awal. Efek tersebut antara lain
adalah rasa kantuk, pusing, nyeri kepala, mulut kering, dan rasa pahit di mulut. Adapun efek
samping lainnya seperti hang over yaitu Efek sisa yang disebabkan adanya akumulasi dari
sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor, resiko terjadinya
kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat.Amnesia Retrograde yaitu efek samping ini
bisa dimanfaatkan oleh bagian bedah untuk menghilangkan sensasi ngeri karena melihat
proses pembedahan dan gejala paradoksal yaitu berupa eksitasi, gelisah, marah-marah,
mudah terangsang, dan kejang-kejang, serta ketergantungan yaitu efek ini biasanya lebih
bersifat psikologis. Timbulnya efek ini karena timbulnya gejala abstinens yang
menyebabkan pemakai merasa lebih nyaman jika menggunakan zat ini. Jika terjadi
menahun, hal ini akan menimbulkan kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan fisik.
Toleransi yaitu efek ini terjadi setelah 1-2 minggu pemakaian. Abstinens yaitu gejala yang
timbul merupakan gejala yang mirip bahkan lebih parah dibandingkan gejala sebelum
dipakainya benzodiazepin. Misal timbulnya nightmare, perasaan takut, cemas, dan
ketegangan yang hebat.

D. Ketergantungan benzodiazepin.
Pada dasarnya, benzodiazepin dapat menekan produksi endogen zat yang mirip dengan
benzodiazepin. Produksi endogen ini diperlukan guna menekan efek eksitasi dari zat-zat
eksitator dalam otak. Jika zat ini tidak ada, maka eksitasi fisiologis tidak dapat dihambat
oleh inhibisi fisiologis.
Pada penggunaan benzodiazepin dalam dosis tinggi (yang terutama digunakan untuk
mendapatkan daya sedasi), benzodiazepin akan sangat menekan produksi inhibitor endogen
yang ada dalam tubuh. Jika penggunaannya dihentikan secara mendadak, zat endogen
tersebut tidak dapat kembali ke tingkat semula sebelum ditekan oleh konsumsi
benzodiazepin. Akibatnya akan terjadi efek penarikan atau yang biasa dikenal dengan

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 11


withdrawal effects. Kadar endogen yang tidak dapat kembali ke tingkat semula ini akan
memperparah keadaan. Hal ini dikarenakan tertekannya efek inhibisi sistem saraf pusat,
sedangkan efek zat eksogen (benzodiazepin sudah tidak ada). Akibatnya terjadi eksitasi
tanpa terhambat pada sistem saraf pusat. Keadaan ini menyebabkan efek abstinens yaitu
efek yang mirip sebelum obat diberikan. Pada penggunaan yang salah efek tersebut akan
terjadi. Akan tetapi penderita akan kembali merasa nyaman saat kembali menggunakan obat
tersebut. Karena merasa nyaman setelah penggunaan kembali obat inilah yang menyebabkan
ketergantungan psikologis dan fisik terhadap benzodiazepin. Hal inilah yang menjadi awal
ketergantungan. Semakin lama dipakai, maka akan terjadi efek kompulsif pada pengguna.
Yang lama kelamaan akan menjadi ketergantungan fisik akibat produksi endogen tubuh
yang sangat berkurang karena tertekan oleh penggunaan benzodiazepin. Hal lain yang harus
diperhatikan saat pemberian benzodiazepin adalah bahwa obat ini mempunyai dosis letal
yang sangat tinggi dan dapat menyebabkan toleransi pada penggunaan lebih dari 1-2
minggu. Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, bahwa obat ini akan menekan produksi
endogen zat inhibitor mirip benzodiazepin. Semakin tinggi dosis yang dipakai karena
adanya toleransi, semakin tertekan pula produksi endogen zat inhibitor mirip benzodiazepin
dalam sistem saraf pusat. Sehingga efekpun akan berlanjut seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Golongan yang biasanya menyebabkan gejala abstinens adalah golongan short acting. Efek
ini timbul dikarenakan tidak adanya perpanjangan waktu kerja akibat tidak terbentuknya
metabolit aktif dari hasil metabolisme zat benzodiazepin tersebut.

Nonbenzodiazepin Hipnotik

Nonbenzodiazepin hipnotik adalah sebuah alternatif yang baik dari penggunaan benzodiazepin
tradisional, selain itu obat ini menawarkan efikasi yang sebanding serta rendahnya insiden
amnesia, tidur sepanjang hari, depresi respirasi , ortostatik hipotensi dan terjatuh pada lansia.6
Obat golongan non-benzodiazepin juga efektif untuk terapi jangka pendek insomnia. Obat-
obatan ini relatif memiliki waktu paruh yang singkat sehingga lebih kecil potensinya untuk
menimbulkan rasa mengantuk pada siang hari; selain itu penampilan psikomotor dan daya ingat
nampaknya lebih tidak terganggu dan umumnya lebih sedikit mengganggu arsitektur tidur
normal dibandingkan obat golongan benzodiazepin. 6

Zolpidepam Zolpidepam (ambient), obat golongan hipnotik nonbenzodiazepin dari kelas


imidazopiridine, dimana telah disetujui oleh FDA pada tahun 1992 sebagai obat kerja pendek
untuk insomnia. Zolpidem secara selektif mengikat reseptor alpha 1 subunit dari GABAA dan
memproduksi efek sedatif dan hypnosis yang kuat tanpa adanya efek anxiolitik, miorelaxan,
antikonvulsan yang terdapat pada benzodiazepine. 6 Pada uji percobaan , zolpidem mengurangi
kesulitan tidur dan menigkatkan durasi tidur selama lebih dari 5 minggu. Selanjutnya Mareek
dkk mengikuti perjalanan pasien yang meminum obat zolpidemselama 360 hari dan ditemukan
peningkatan yang persisten yaitu berkurangnya kesulitan tidur, serta bangun dimalam hari dan
meningkatnya durasi tidur tanpa adanya rebound ataupun efek withdrawal setelah penghentian
obat. Karena onset yang cepat dan durasi kerja obat pendek, sehingga zolpidem digunakan
untuk sleep-onset insomnia.
Zaleplon Zaleplon (sonata) ,obat kerja pendek untuk insomnia. Obat ini sangat cepat
diabsorbsi dan memiliki waktu paruh yang singkat yaitu 1 jam. Secara selektif mengikat
reseptor alpha 1 subunit GABAA . 6 Zaleplon adalah obat kerja pendek sebagai indikasi
pengobatan insomnia dan menunjukan adanya penurunan sleep-onset insomnia. Adanya
toleransi obat atau efek rebound tidak ditemukan. Zaleplon meningkatkan total waktu tidur dan
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 12
mengurangi terbangunnya di malam hari. Pada dasarnya obat ini digunakan untuk sleep onset
insomnia karena waktu paruhnya pendek serta tidak ditemukan efek hang over. 6
Eszopiclone Eszopiclone (lunesta ) adalah obat untuk insomnia dan telah disetujui
penggunaan oleh FDA pada tahun 2004. Mekanisme aksinya tidak dikeatahui dengan jelas.
Eszopiclone mempunyai waktu paruh cukup lama yaitu 5-6 jam dibanding golongan hipnotik
nonbenzodiazepin yg lain dan obat ini diberikan hanya untuk pasien yang memiliki waktu tidur
terjaga minimal 8jam. Dosis yang direkomendasikan Yaitu 3mg untuk dewasa sebelum tidur,
1mg untuk sleep-onset Insomnia, 2mg untuk sleep-maintenance insomnia pada lansia dan 1-
2mg pada pasien dengna gagal hati.
Ramelteon Ramelteon (rozerem) adalah melatonin reseptor agonis dengan selectivitas
yang tinggi terhadap reseptor MT1 dan MT2 di nucleus suprasiasma di hipotalamus. Reseptor
ini dipercaya dapat memberikan efek tertidur dan memelihara ritme sirkadian. Waktu paruh
obat ini pendek yaitu berkisar 1-6 jam , sehingga cocok untuk sleep-onset insomnia atau sleep -
maintenance insomnia. Ramelton secara signifikan meningkatkan total waktu tidur pada
chronic insomnia dan pasien lansia dengan chronic insomnia. Dosis yang direkomendasikan
yaitu 8mg yang diberikan 30 menit menjelang tidur.

Sleep-promoting Agents

Melatonin Melatonin adalah hormon yang dibentuk di glandula pineal, yaitu sebuah
kelenjar yang hanya sebesar kacang tanah yang terletak di antara kedua sisi otak. Hormon ini
mempunyai fungsi yang sangat khas karena produksinya dipicu oleh gelap dan hening tetapi
dapat dihambat oleh sinar yang terang. Hormon ini sedang menjadi fokus para peneliti saat ini.
10 Sebenarnya belum ada penelitian yang menunjukkan adanya hubungan langsung antara
peningkatan melatonin dengan lelapnya tidur seseorang. Tetapi berdasarkan teori yang ada,
hormon melatonin ini meningkat pada saat seseorang tertidur, terutama pada saat suasana
sekitarnya gelap, sesuai dengan sebutan hormon ini, “hormone of the darkness.” Adanya
hormon ini dikatakan dapat membantu meningkatkan kualitas tidur seseorang. Dari beberapa
penelitian klinik menunjukkan bahwa penggunaan melatonin untuk insomnia ternyata sangat
signifikan dalam menurunkan waktu yang dibutuhkan seseorang untuk jatuh tertidur,
memperpanjang durasi tidur termasuk kualitas tidurnya, sehingga seseorang tidak mengantuk
lagi saat beraktifitas di pagi hari. 7 Dosis yang direkomendasikan ialah 3mg dan dapat
ditingkatkan hingga 12 – 15mg. efek samping yang dilaporkan ialah sakit kepala,pusing ,lemah,
iritabel. Megadosis (300mg perhari)dapat menghampat fungsi ovarium.kontraindikasi pada
Wanita hamil dan menyusui.

Antihistamin Three – diphenhydramine hydrochloride , dypenhydramine citrate dan


doxylamine yang sering digunakan untuk membantu tidur . efek samping penggunaanya adalah
pusing, lemah, mual pada 10 – 25% pada orang yang menggunakan obat ini. 10

Antidepresan Dosis rendah pada antidepresan yg memiliki efek sedasi seperti


trazodone (desyrel), amitriptyline (elavil), doxepine (sinequen, adapin) dan mirtazapin (
remeron) sering diresepkan pada pasien bukan depresi untuk pengobatan insomnia,
antidepresan sering diberikan untuk insomnia karena pemberiannya tidak terjadwal, relatif tidak
mahal, dan memiliki sedikit potensi untuk disaalahgunakan. Namun demikian harus digunakan
secara konservatif untuk insomnia karena keberhasilannya terbatas dan berpotensi
menghasilkan efek samping yang bermakna. 10

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 13


Pengobatan alternative Sejumlah pengobatan alternative dianggap dapat membantu
memulai tidur dan menigkatkan kualitas tidur namun tidak ada study yang jelas mengenai
permasalahan ini. 9

Kava – kava Minuman atau suplemen yang dibuat dari sari akar kava – kava telah
dikenal sejak berabad –abad yang lalu sebagai obat penenang. Sejumlah riset , termasuk yang
dilakukan prof Ernst, terbukti efektif mengatasi kecemasan. Menyusul adanya kasus kematian
akibat kerusakan liver diantara pasien yan meminum suplemen kava-kava ini sehingga herbal
ini dilarang di wilayah inggris.

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 14


komplikasi

 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.

 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

 Kelebihan berat badan atau kegemukan

 Daya tahan tubuh yang rendah

 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang
tinggi, sakit jantung, dan diabetes

Pencegahan

 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau
beribadah

 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari.

 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan

 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima
hingga enam jam sebelum tidur.

 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

 Menghindari makan besar sebelum tidur

 Cek kesehatan secara rutin

 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain spt depresi
dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 15


2. DEPRESI

Etiologi

Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:

a. Faktor biologi, Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5
methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pada pasien
gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan
epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi (Kaplan, 2010). Selain itu
aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang
menurunkan konsentrasi dopamin seperti respirin dan penyakit dengan konsentrasi dopamin
menurun seperti Parkinson. Kedua penyakit tersebut disertai gejala depresi. Obat yang
meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion,
menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010). Adanya disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus
merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung
neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi
neuroendokrin. Disregula asi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin
biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic- Pituitary-Adrenal
(HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin 4 biogenik sentral. Aksis neuroendokrin
yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis
HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld, 2004). Hipersekresi Cortisol
Releasing Hormone (CRH) merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada
pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik
kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan
neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi.
Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN),
yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik.
Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH
(Landefeld, 2004).
b. Faktor genetik, Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara
anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar)
diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar
11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Kaplan,2010)
c. Faktor psikososial, Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial yang mempengaruhi
depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan, kepribadian, psikodinamika,
kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan
mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stresor lingkungan yang paling
berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010).
Stresor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stresor
kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan
interpersonal ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (Hardywinoto, 1999). Dari
faktor kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti
kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 16
terjadinya depresi, sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid mempunyai resiko yang
rendah (Kaplan,2010)

Klasifikasi Depresi Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:


1. Gangguan depresi mayor, Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan
dari nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,
perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2 minggu
(Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic, Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama).
Gejalagejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2
tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan depresi
mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi dengan aktivitas
sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).
3. Gangguan depresi minor, Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi
mayor dan dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih
singkat (National Institute of Mental Health, 2010).
Tipe-tipe lain dari gangguan depresi adalah:
a. Gangguan depresi psikotik Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala,
seperti: halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).
b. Gangguan depresi musiman Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan
menghilang pada musi semi dan musim panas (National Institute of Mental Health,2010)

Faktor Resiko
a. Jenis Kelamin Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang mengatakan bahwa
perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan faktor psikososial berperan
penting dalam gangguan depresi mayor ini (Kaplan, et al, 2010). Sebuah diskusi panel yang
diselenggarakan oleh American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa
perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah stres yang dihadapi
wanita dalam kehidupan kontemporer (Goleman et al, (1990) dalam Nevid et al (2005)).
b. Umur Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Serkitar 7,8% dari setiap populasi
mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7% mengalami gangguan mood
sebelumnya. (Weissman et al, (1991) dalam Barlow (1995)). Depresi mayor umumnya
berkembang pada masa dewasa muda, dengan usia rata-rata onsetnya adalah pertengahan 20
(APA, (2000) dalam Nevid et al, (2005)). Namun gangguan tersebut dapat dialami bahkan
oleh anak kecil, meski hingga usia 14 tahun resikonya sangat rendah (Lewinsohn, et al,
(1986), Nevid et al, (2005)).
c. Faktor Sosial-Ekonomi dan Budaya Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi
dan gangguan depresi mayor, tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan
pada kelompok sosial-ekonomi yang rendah (Kaplan, et al, 2010). Dari faktor budaya tidak
ada seorang pun mengetahui mengapa depresi telah mengalami peningkatan di banyak
budaya, namun spekulasinya berfokus pada perubahan sosial dan lingkungan, seperti
meningkatnya disintegrasi keluarga karena relokasi, pemaparan terhadap perang, dan konflik
internal, serta meningkatnya angka Universitas Sumatera Utara kriminal yang disertai
kekerasan, seiring dengan kemungkinan pemaparan terhadap racun atau virus di lingkungan
yang dapat mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik (Cross National Colaborative
Group, (1992) dalam Nevid et al, (2003)).

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 17


Patofisiologi

Patofisiologi depresi dijelaskan dalam beberapa hipotesis. Amina biogenik merupakan hipotesis
yang menyatakan, depresi disebabkan 5 menurunnya atau berkurangnya jumlah neurotransmitter
norepinefrin (NE), serotonin ( 5 – HT ) dan dopamine (DA) dalam otak ( Sukandar dkk., 2009 ).
Hipotesis sensitivitas reseptor yaitu perubahan patologis pada reseptor yang dikarenakan terlalu
kecilnya stimulasi oleh monoamine dapat menyebabkan depresi. Hipotesis desregulasi, tidak
beraturannya neurotransmitter sehingga terjadi gangguan depresi dan psikiatrik. Dalam teori ini
ditekankan pada kegagalan hemeostatik sistem neurotransmitter, bukan pada penurunan atau
peningkatan absolute aktivitas neurotransmitter ( Teter et al.,2007 ).

Manifestasi Klinik

Gejala depresi pada setiap orang berbeda – beda, hal ini tergantung pada berat atau ringannya
gejala ( Depkes, 2007 ). Gejala yang ditemui pada pasien depresi yaitu gejala emosional, gejala fisik,
gejala intelektual atau kognitif dan gangguan psikomotor. Gejala emosi ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk menikmati kesenangan, kehilangan minat, kegiatan, hobi yang biasa dikerjakan,
tampak sedih, pesimis, tidak ada rasa percaya diri, merasa tidak berharga, perasaan cemas yang
berlebihan, merasa bersalah yang tidak realistis, dan berhalusinasi (Teter et al.,2007). Gejala fisik
yang biasa muncul adalah kelelahan, nyeri ( terutama sakit kepala ), gangguan tidur ( sulit tidur,
terbangun di malam hari), ganguan nafsu makan, keluhan pada sistem pencernaan, keluhan pada
sistem kardiovaskular (terutama palpitasi) dan hilangnya gairah seksual (Teter et al.,2007) Gejala
intelektual atau kognitif, meliputi: penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, ingatan yang lemah
terhadap kejadian yang baru terjadi, kebingungan dan ketidakyakinan. Gejala psikomotorik yang
biasanya muncul yaitu, retardasi psikomotorik ( perlambatan gerakan fisik, proses berpikir, dan
bicara) atau agitasi psikomotor ( Sukandar dkk., 2008).

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 18


Langkah – langkah Diagnosa

Beck Depression Inventory dibuat oleh dr.Aaron T. Beck, BDI merupakan salah satu instrumen
yang paling sering digunakan untuk mengukur derajat keparahan depresi. Para responden akan
mengisi 21 pertanyaan, setiap pertanyaan memiliki skor 1 s/d 3, setelah responden menjawab semua
pertanyaan kita dapat menjumlahkan skor tersebut, Skor tertinggi adalah 63 jika responden mengisi 3
poin keseluruhan pertanyaan. Skor terendah adalah 0 jika responden mengisi poin 0 pada keseluruhan
pertanyaan.

Total dari keseluruhan akan menjelaskan derajat keparahan yang akan dijelaskan di bawah ini.

1-10 = normal

11-16 = gangguan mood ringan

17-20 = batas depresi borderline

21-30 = depresi sedang

31-40 = depresi berat

>40 = depresi ekstrim

Penatalaksanaan

a. Non farmakologi
Psikoterapi
Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan – keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladatif
(Depkes, 2007). Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi
interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif dan
dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depresi ringan
atau sedang. Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan atau dengan psikotik tidak
direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan
utama utuk pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang (Teter et al, 2007)

1. Terapi Kognitif Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time limited yang
berfokus pada penanganan struktur mental seorang pasien. Struktur mental tersebut terdiri
; cognitive triad, cognitive schemas, dan cognitive errors (C. Daley, 2001).
2. Terapi Perilaku Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien dengan
gangguan depresi dengan cara membantu pasien untuk mengubah cara pikir dalam
berinteraksi denga lingkungan sekitar dan orang-orang sekitar. Terapi perilaku dilakukan
dalam jangka waktu yang singkat, sekitar 12 minggu (Reus, V.I., 2004).
3. Terapi Interpersonal Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan
interpersonal seorang individu, yang dapat memicu terjadinya gangguan mood (Barnett &
Gotlib, 1998: Coyne, 1976). Terapi ini berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien
yang mengalami gangguan, dan para terapis dan pasien saling bekerja sama untuk
menangani masalah interpersonal tersebut (Barlow, 1995)
4. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy adalah terapi dengan mengalirkan arus listrik ke otak
(Depkes, 2007). Terapi menggunakan ECT biasa digunakan untuk kasus depresi berat

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 19


yang mempunyai resiko untuk bunuh diri (Depkes, 2007). ECT juga diindikasikan untuk
pasien depresi yang tidak merespon terhadap obat antidepresan (Lisanby, 2007). Terapi
ECT terdiri dari 6 – 12 treatment dan tergantung dengan tingkat keparahan pasien. Terapi
ini dilakukan 2 atau 3 kali seminggu, dan sebaiknya terapi ECT dilakukan oleh psikiater
yang berpengalaman (Mann. 2005). Electro Convulsive Therapy akan kontraindikasi pada
pasien yang menderita epilepsi, TBC miller, gangguan infark jantung, dan tekanan tinggi
intra karsial (Depkes, 2007).

b. Farmakologi
Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan (mood) yaitu
dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung yang disebabkan oleh
keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat – obatan ( Tjay & Rahardja, 2007 ).
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius yang dikarenakan
depresi berat. Kadar NT (nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam otak
sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan serotonin
di dalam otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi
menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat yang mampu meningkatkan
kadar NE dan serotonin di dalam otak ( Prayitno,2008 ). Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor (SSRI) merupakan obat terbaru dengan batas keamanan yang lebar dan memiliki
spektrum efek samping obat yang berbeda – beda. SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin
ekstraseluler yang semula mengaktifkan autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan
serotonin dan menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk saat ini SSRI
secara umum dapat diterima sebagai obat lini pertama (Neal, 2006). 8
1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang mekanisme
kerjanya menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap
antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar
serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan (Prayitno, 2008). SSRI
memiliki efikasi yang setara dengan antidepresan trisiklik pada penderita depresi mayor
(Mann, 2005). Pada pasien depresi yang tidak merespon antidepresan trisiklik (TCA)
dapat diberikan SSRI ( MacGillvray et al., 2003). Untuk gangguan depresi mayor yang
berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar daripada
SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan
antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya
mania dan hipomania ( Gijsman, 2004). Obat antidepresan yang termasuk dalam
golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine,
dan Sertraline (Teter et al.,2007). Fluoxetine merupakan antidepresan golongan SSRI
yang memiliki waktu paro yang lebih panjang dibandingkan dengan anidepresan
golongan SSRI yang lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari (Mann,
2005). Efek samping yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal (
mual, muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan
tidur. Efek samping ini hanya bersifat sementara (Teter et al., 2007).
2) Antidepresan Trisiklik (TCA)
Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang mekanisme kerjanya
menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti norepinerin (NE), Serotonin ( 5
– HT) dan dopamin didalam otak, karena menghambat ambilan kembali neurotransmitter
yang tidak selektif,sehingga menyebabkan efek samping yang besar ( Prayitno, 2008).
Antidperesan trisiklik efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 20
obat lini pertama, karena efek sampingnya dan efek kardiotoksik pada pasien yang
overdosis TCA (Unutzer, 2007). Efek samping yang sering ditimbulkan TCA yaitu efek
Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan (mood)
yaitu dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung yang disebabkan
oleh keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat – obatan ( Tjay & Rahardja, 2007 ).
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius yang
dikarenakan depresi berat. Kadar NT (nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan
serotonin dalam otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya
kadar NE dan serotonin di dalam otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan
apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah
obat yang mampu meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak ( Prayitno,2008 ).
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat terbaru dengan batas
keamanan yang lebar dan memiliki spektrum efek samping obat yang berbeda – beda.
SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler yang semula mengaktifkan
autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan serotonin dan menurunkan serotonin
ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk saat ini SSRI secara umum dapat diterima
sebagai obat lini pertama (Neal, 2006).

3) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang mekanisme


kerjanya menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap
antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar
serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan (Prayitno, 2008). SSRI
memiliki efikasi yang setara dengan antidepresan trisiklik pada penderita depresi mayor
(Mann, 2005). Pada pasien depresi yang tidak merespon antidepresan trisiklik (TCA)
dapat diberikan SSRI ( MacGillvray et al., 2003). Untuk gangguan depresi mayor yang
berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar daripada
SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan
antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya
mania dan hipomania ( Gijsman, 2004). Obat antidepresan yang termasuk dalam
golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine,
dan Sertraline (Teter et al.,2007). Fluoxetine merupakan antidepresan golongan SSRI
yang memiliki waktu paro yang lebih panjang dibandingkan dengan anidepresan
golongan SSRI yang lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari (Mann,
2005). Efek samping yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal (
mual, muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan
tidur. Efek samping ini hanya bersifat sementara (Teter et al., 2007). 2) Antidepresan
Trisiklik (TCA) Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang mekanisme
kerjanya menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti norepinerin (NE),
Serotonin ( 5 – HT) dan dopamin didalam otak, karena menghambat ambilan kembali
neurotransmitter yang tidak selektif,sehingga menyebabkan efek samping yang besar (
Prayitno, 2008). Antidperesan trisiklik efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi
digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek sampingnya dan efek kardiotoksik pada
pasien yang overdosis TCA (Unutzer, 2007). Efek samping yang sering ditimbulkan TCA
yaitu efek Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan
(mood) yaitu dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung yang
disebabkan oleh keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat – obatan ( Tjay &Rahardja,
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 21
2007 ). Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius yang
dikarenakan depresi berat. Kadar NT (nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan
serotonin dalam otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya
kadar NE dan serotonin di dalam otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan
apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah
obat yang mampu meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak ( Prayitno,2008 ).
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat terbaru dengan batas
keamanan yang lebar dan memiliki spektrum efek samping obat yang berbeda – beda.
SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler yang semula mengaktifkan
autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan serotonin dan menurunkan serotonin
ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk saat ini SSRI secara umum dapat diterima
sebagai obat lini pertama (Neal, 2006). 8 1) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI). Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang mekanisme
kerjanya menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap
antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar
serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan (Prayitno, 2008). SSRI
memiliki efikasi yang setara dengan antidepresan trisiklik pada penderita depresi mayor
(Mann, 2005). Pada pasien depresi yang tidak merespon antidepresan trisiklik (TCA)
dapat diberikan SSRI ( MacGillvray et al., 2003). Untuk gangguan depresi mayor yang
berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar daripada
SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan
antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya
mania dan hipomania ( Gijsman, 2004). Obat antidepresan yang termasuk dalam
golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine,
dan Sertraline (Teter et al.,2007). Fluoxetine merupakan antidepresan golongan SSRI
yang memiliki waktu paro yang lebih panjang dibandingkan dengan anidepresan
golongan SSRI yang lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari (Mann,
2005). Efek samping yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal (
mual, muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan
tidur. Efek samping ini hanya bersifat sementara (Teter et al., 2007). 2) Antidepresan
Trisiklik (TCA) Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang mekanisme
kerjanya menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti norepinerin (NE),
Serotonin ( 5 – HT) dan dopamin didalam otak, karena menghambat ambilan kembali
neurotransmitter yang tidak selektif,sehingga menyebabkan efek samping yang besar (
Prayitno, 2008). Antidperesan trisiklik efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi
digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek sampingnya dan efek kardiotoksik pada
pasien yang overdosis TCA (Unutzer, 2007). Efek samping yang sering ditimbulkan TCA
yaitu efek kolinergik seperti mulut kering, sembelit, penglihatan kabur, pusing, takikardi,
ingatan menurun, dan retensi urin. Obat – obat yang termasuk golongan TCA antara lain
Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine, Desipiramine, Nortriptyline (Teter et
al., 2007). 3) Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) Antidepresan
golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) mekanisme kerjanya
mengeblok monoamin dengan lebih selektif daripada antidepresan trisiklik, serta tidak
menimbulkan efek yang tidak ditimbulkan antidepresan trisiklik ( Mann, 2005).
Antidepresan golongan SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik
dibandingkan dengan SSRI dan TCA dalam mengatasi remisi pada depresi parah ( Sthal,
2002). Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine. Efek
samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine yaitu mual, disfungsi sexual. Efek
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 22
samping yang muncul dari Duloxetine yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan insomnia
(Teter et al., 2007).
4) Antidepresan Aminoketon
Antidepresan golongan aminoketon adalah antidepresan yang memiliki efek yang tidak
begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin. Bupropion merupakan satu –
satunya obat golongan aminoketon(Teter et al., 2007). Bupropion bereaksi secara tidak
langsung pada sistem serotonin, dan efikasi Bupropion mirip dengan antidepresan
trisiklik dan SSRI (Mann, 2005). Bupropion digunakan sebagai terapi apabila pasien tidak
berespon terhadap antidepresan SSRI (Mann, 2005). Efek samping yang ditimbulkan
Bupropion yaitu mual, muntah, tremor, insomnia, mulut kering, dan reaksi kulit ( Teter et
al., 2007).
5) Antidepresan Triazolopiridin
Trazodone dan Nefazodone merupakan obat antidepresan golongan triazolopiridin yang
memiliki aksi ganda pada neuron seratonergik. Mekanisme kerjanya bertindak sebagai
antagonis 5 – HT2 dan penghambat 5 – HT, serta dapat meningkatkan 5 – HT1A
.Trazodone digunakan untuk mengatasi efek samping sekunder seperti pusing dan sedasi,
serta peningkatan availabilitas alternatif yang dapat diatasi ( Teter et al., 2007). Efek
samping yang ditimbulkan oleh Trazodone adalah sedasi, gagguan kognitif, serta pusing.
Sedangkan efek samping yang ditimbulkan Nefazodone yaitu sakit kepala ringan,
ortostatik hipotensi, mengantuk, mulut kering, mual, dan lemas ( Teter et al., 2007).

6) Antidepresan Tetrasiklik Mirtazapin


adalah satu – satunya obat antidepresan golongan tetrasiklik. Mekanisme kerjanya
sebagai antagonis pada presinaptic α2 – adrenergic autoreseptor dan heteroreseptor,
sehingga meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan seratonergik ( Teter et al., 2007).
Mirtazapin bermanfaat untuk pasien depresi dengan gangguan tidur dan kekurangan berat
badan (Unutzer, 2007). Efek samping yang ditimbulkan berupa mulut kering, peningkatan
berat badan, dan konstipasi (Teter et al., 2007).
7) Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )
Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek yang terdistribusi didalam
tubuh, yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenik (norepinefrin, epinefrin,
dopamin, dan serotonin) (Depkes, 2007). MAOI bekerja memetabolisme NE dan
serotonin untuk mengakhiri kerjanya dan supaya mudah disekresikan. Dengan
dihambatnya MAO, akan terjadi peningkatan kadar NE dan serotonin di sinap, sehingga
akan terjadi perangsangan SSP (Prayitno, 2008). MAOI memiliki efikasi yang mirip
dengan antidepresan trisiklik. MAOI juga dipakai untuk pasien yang tidak merespon
terhadap antidepresan trisiklik (Benkert, 2002). Enzim pada MAOI memiliki dua tipe
yaitu MAO – A dan MAO – B. Kedua obat hanya akan digunakan apabila obat – obat
antidepresan yang lain sudah tidak bisa mengobati depresi ( tidak manjur ). Moclobomida
merupakan suatu obat baru yang menginhibisi MAO – A secara ireversibel, tetapi apabila
pada keadaan overdosis selektivitasnya akan hilang. Selegin secara selektif memblokir
MAO – B dan dapat digunakan sebagai antidepresan pada dosis yang tinggi dan beresiko
efek samping. MAO – B sekarang sudah tidak digunakan lagi sebagai antidepresan ( Tjay
& Rahardja, 2007 ). Obat – obat yang tergolong dalam MAOI yaitu Phenelzine,
Tranylcypromine, dan Selegiline. Efek samping yang sering muncul yaitu postural
hipotensi ( efek samping tersebut lebih sering muncul pada pengguna phenelzine dan
Tranylcypromine ), penambahan berat badan, gangguan sexual (penurunan libido,
anorgasmia) ( Teter et al., 2007)
Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 23
Pencegahan

1. pilihlah aktivitas positif dan menyenangkan yg dapat dilakukan


2. tetapkan target harian yang ringan dan dapat dicapai
3. rencanakan waktu untuk menanggapi setiap hal di masa mendatang
4. tetaplah sibuk meskipunn sulit untuk merasa termotivasi
5. cobalah berkumpul bersama anggota keluarga atau orang lain yang dipercaya untuk
berbagi perasaan dan kebersamaan dengan mereka

komplikasi

- kematian
- penurunan BB

prognosis

Kemungkinan prognosis baik: episode ringan, tidak ada gejala psikotik, waktu rawat inap
singkat, indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masa remaja, fungsi

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 24


keluarga stabil, lima tahun sebelum sakit secara umum fungsi sosial baik. Sebagai tambahan,
tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lain, tidak lebih dari sekali rawat inap dengan
depresi berat, onset awal pada usia lanjut.

Kemungkinan prognosis buruk: depresi berat bersamaan dengan distimik,


penyalahgunaan alkohol dan zat lain, ditemukan gejala cemas, ada riwayat lebih dari sekali
episode depresi sebelumnya. (sumber: Buku ajar psikiatri FK UI)

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 25


SKENARIO 2 :

Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan merasa cemas sejak 1
tahun yang lalu setelah suaminya meninggal. Keluhan sering disertai sakit kepala, nyeri ulu hati, dada
berdebar debar, nafsu makan menurun dan hilang minat dalam beraktifitas. Pasien sudah melakukan
pengobatan di beberapa dokter specialis dan hasil pemeriksaan dalam batas normal, akan tetapi pasien
masih merasakan keluhan yang sama.

KATA/KALIMAT KUNCI :
- Perempuan berusia 35 tahun
- Keluhan merasa cemas sejak 1 tahun yang lalu setelah suaminya meninggal
- Disertai sakit kepala, nyeri ulu hati, dada berdebar debar, nafsu makan menurun dan hilang
minat dalam beraktivitas.
- Sudah melakukan pengobatan di beberapa dr.spesialis
- Hasil pemeriksaan dalam batas normal
- Pasien masih merasakan keluhan yang sama

PERTANYAAN :
1. Jelaskan definisi cemas!
2. Jelaskan definisi dan klasifikasi gangguan cemas!
3. Jelaskan etiologi gangguan cemas!
4. Jelaskan patomekanisme keluhan utama dan keluhan penyerta dari skenario!
5. Apa DD dari skenario?
a. Definisi dan etiologi
b. Kriteria diagnosa
c. Penatalaksanaan
d. Prognosis

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 26


JAWABAN :
1. definisi cemas
Cemas adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi. Adalah normal, bahkan adaptif untuk sedikit cemas
mengenai aspek-aspek hidup tersebut.

2. Definisi dan Klasifikasi Gangguan Cemas


Gangguan Cemas (anxietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Tidak ada objek yang dapat di identifikasi sebagai stimulus anxietas. Kecemasan
merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang
menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan merupakan gejala umum tetapi non
spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi.
Klasifikasi gangguan cemas
o Gangguan panik dan Agorafobia
o Fobia spesifik dan Fobia sosial
o Gangguan stress pascatrauma dan gangguan stress akut
o Gangguan obsesi kompulsif
o Gangguan anxietas menyeluruh
o Gangguan anxietas akibatkeadaan medis umum

3. Etiologi gangguan cemas


 Kondisi medis yang berhubungan dengan ansietas (palpitasi,takikardi, perpendekan napas dan
hiperventilasi)
 Gangguan psikiatri yang berhubungan dengan anxietas. Anxietas dapat merupakan gejala
beberapa gangguan psikiatri mayor misalnya : gangguan mood, schizoprenia, delirium,
demensia, dan gangguan penyalahgunaan obat
 Obat yang menginduksi anxietas. CNS stimulus dan depresan
 Teori Kejiwaan (psikologi) :
1. Teori kejiwaan
 Psikoanalisis : diperkenalkan oleh Freud menyatakan bahwa ego manusia tidak selamanya
sanggup menghadapi stimulus dari luar dan dari dalam dirinya. Manusia akan
mempergunakan berbagai macam mekanisme pertahanan diri, bila mekanisme ini tidak
siap, maka beberapa mekanisme pertahanan diri yang patologik, baik sendiri atau
bersamaan, akan dipergunakan
 Teori tingkah laku : menyatakan bahwa anxietas merupakan respon terhadap rangsangan
tertentu yang datang dari lingkungan hidupnya. Seseorang yang menderita anxietas
cenderung membesar-besarkan derajat bahaya dan menganggap bahwa bahaya tersebut
dapat mengancam fisik dan kejiwaan
 Teori Eksistensialisme : menyatakan bahwa anxietas adalah suatu gangguan kecemasan
yang menyeluruh dan tidak terdapat serta tidak didapatkan stimulus spesifik begi
terbentuknya anxietas
2. Teori Biologi
Menerangkan terjadinya anxietas dan kaitan antara fungsi mental dan sistem
neurotransmiter di dalam otak

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 27


4. Patomekanisme keluhan utama dan keluhan penyerta

Stimulus (auditorius, visual,


somatosensori, alfactorius)

AMIGDALA
Nukleus centralis Nukleus lateralis
amigdala amigdala

Bersinaps
Berhubungan dengan
prefrontal corteks
Locus cereleus striatum (PFC)

Proyeksi ke lateral Perubahan Modulasi kognitif Pengendalian


hipotalamus psikomotorik kecemasan

Hasilkan
Peningkatan
norepinefrin
dopamin
Aktivasi simpatis

Proyeksi ke Menghambat
Aktifkan sistem
preventrikuler - Takikardi kerja PFC
HPA Axis
nukleus di - Palpitasi
(CRF,ACTH,Cortol)
hipotalamus - Peningkatan
TD Gang. kecemasan
- Keringat
Respon stress
- Dilatasi pupil
- Tidak nyaman
di perut
Peningkatan akibat
turnover5.dari lambatnya
DD dari skenario
serotonin di PFC, motilitas usus
amigdala dan
hiphotalamus Peningkatan
cortisol Terjadi kecepatan Sensasi kenyang
produksi
proses sal.cerna
as.lambung
Peningkatan
serotonin dan
rasa cemas Penurunan nafsu makan Menghantarkan sinyal ke otak
u/stop

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 28


Indikator Gang. Gang. Cemas Gang.cemas campuran
panik menyeluruh &depresi
Perempuan + + +
35 tahun + + +
Cemas sejak 1 tahun lalu + + +
Sakit kepala + - +
Nyeri ulu hati + - ?
Dada berdebar debar + + +
Nafsu makan menurun + - +
Hilang minat dlm + + +
beraktivitas

1. GANGGUAN PANIK

Definisi dan Etiologi


Gangguan panik di tandai dengan adanya serangan panik yang tidak di duga dan spontan yang terdiri
atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari sejumlah serangan sepanjang hari
sampai hanya sedikit serangan selama satu tahun.Gangguan panik sering disertai agorafobia.
Etiologi :
a. Faktor biologis
Riset mengenai dasar biologis gangguan panik menghasilkan suatu kisaran temuan; suatu
interprestasi bahwa gejala gangguan panik terkait dengan suatu kisaran abnormalitas biologis
dalam struktur danfungsi otak. Sebagaian besar penelitian dilakukan di area dengan penggunaan
stimulan biologis untuk mencetuskan serangan panik pada pasien dengan gangguan panic. Studi
ini dan studi lainnya menghasilkan hipotesis yyang melibatkan disregulasi system saraf perifer
dan pusat dalam patofisiolog gangguan panic. System saraf otonom pada sejumlah pasien
dengan gangguan panic dilaporkan menunjukan peningkatan tonus simpatik. Beraadptasi
lambat terhadap stimulus berulang. Dan berespon berlebihan terhadap stimulus sedang. Studi
status neuroendokrin pada pasien ini menunjukan beberapa abnormalitas. Walaupun studi-studi
ini menghasilkan temuan yang tidak konsisten.
System neurotransmitter utama yang terlibat adalah Norepinerfin, Serotonin, dan Asam ϒ-
Amino butirat (GABA). Disfungsi serotonergic cukup terlihat pada gangguan panic dan
berbagai studi denga obat camuran agonis-antagonis serotonin menunjukan peningkatan angka
ansietas.
Respon tersebut dapat disebabkan oleh hipersensitivitas serotonin pasca sinaps pada
gangguan panic. Terdaapat bukti praklinis bahwa melemahnya transmisi inhibisi local
GABAnergik di amigdala basolateral,otak tengah, dan hypothalamus dapat mencetuskan respon
fisiologis mirip ansietas. Keseluruhan data biologis mengarhakan pada suatu focus dibatang
otak (terutama neuronnoradrenergic pada lokus cereleus dan neurosrotonergic pada raphe
nucleus media). System limbic (mungkin bertanggung jwab dalam pembentukan ansietas
antisipatorik), dan korteks pra frontal (mungkin bertanggung jwaba dalam pembentukan
penghindaran fobik). Diantara berbagai neurotransmitter yang terlibat, system noradrenergic
juga menarik banyak perhatian, terutama reseptor α2-pra sinaps yang memegang peran yang
signifikan.reseptor inidiidentifikasi melalui percobaan faramkaologis dengan agonis reseptor- α2
klonidin (catapres) dan antagonis reseptor –α2 yohimbin, yang merangsang letupan pada lokus

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 29


sereleus dan menimbulkan tingkat aktivitas mirip panik yang tinggi paada pasien dengan
gangguan panic yang tinggi.

Zat yang mencetus panic. Zat yang mencetuskan panic ( kadang-kadang disebut
panikogen ) menginduksi serangan panic pada mayoritas pasien dengan gangguan panic dan
pada proporsi yang jauh lebih kecil pada orang tanpa gangguan panic atau dengan riwayat
serangan panic. (penggunaan zat yang menginduksi panic sangat terbatas pada lingkungan
penilitian., tidak alas an indikasi klinis untuk merangsang serangan panic pada pasien ). Zat
yang disebut penginduksi pani pernapasan menyebabkan rangsangan pernapasan dan pergesaran
keseimbangan asam basa. Zat ini mancakup karbon dioksida( 5-35 % campuaran ) natrium
laktat, dan bikarbonat. Zat penginduksi panic neurokimia, yang bekerja melalui system
neurotransmitter spesifik, mencakup yohinbin (yocon, suatu antagonis reseptor – α2 adrenergic.,
fenfluramin (pondimin, agen elepasan serotonin., m- klorofenilpiperazin (mCPP) suatu agen
dengan berbagai efek serotonorgik., obat π- carbolin., agonis kebalikan reseptor GABAB,
flumazenil, suatu antagonis reseptor GABAB,., colesistokinin, dan kafein. Isoproterenol
(usuprel) juga merupakan zat pengindusi panic walaupun mekanisme kerjanya dalam
mencetuskan serangan anik tidak diketahui dengan baik. Zat penginduksi panic ernapasan
awalnya dapat bekerja di baroreseptor kardiovaskular perifer dan mengirim sinyalnya melalui
aferen vagus ke nucleus traktus solitarii dan kemudian ke nucleus paragigantoselularismedula.
Hiperventilasi pada pasien gangguan panic dapat disebakan oleh system alaram kekurangan
udara hipersensitiv, sementara peningkatan konsentrasi pco2 dan laktat otak secara premature
mengaktivkan monitor asfiksik fisiologis. Zat penginduksi panic neurokimia dianggap terutama
memengaruhi reseptor noradrenergic,erotonergic,GABA, disistem saraf pusat secara langsung.

Pencitraan otak. Studi pencitraan struktur otak, contohnya magnetic resonance imaging
(MRI), pada pasien dengan gangguan panik melibatkan keterlibatan patologis lobus temporalis,
terutama hipokampus. Satu studi MRI melaporkan abnormalitas, terutama atau kortex di lobus
temporalis kanan pasien-pasien ini. Studi pencitraan otak fungsional, contohnya positron
emission tomography (PET), melibatkan adanya disregulasi aliran darah otak. Khususnya,
gangguan anxietas dan serangan panik disertai vasokontriksi cerebral, yang dapat menimbulkan
gejala sistem saraf pusat seperti pusing dan gejala sistem saraf perifer yang dapat dicetuskan
oleh hiperventilasi dan hipokapnia. Sebagian besar studi pencitraan otak fungsional
menggunakan zat penginduksi panas spesifik (contohnya laktat,kafein dan yohimbine)
dikombinasi denga PET atau single photon emission computed tomography (SPECT) untuk
mengkaji fxz penginduksi panik dan serangan panik yang diinduksi pada aliran darah otak.

Prolaps katup mitral. Walaupun minat yang besar sebelumnya ditunjukkan terhadap
hubungan antara prolaps katup mitral dengan gangguan panik, penelitian hampir benar-benar
menghapuskan semua kebermaknaan atau relevansi klinis terhadap hubungan ini. Prolaps katup
mitral adalah sinkron heterogen yang terdiri atas prolaps salah satu daun katup mitral
menimbulkan Click with sistolik pada auskultasi jantung. Studi penelitian menemukan bahwa
prevalensi gangguan panik pada pasien dengan prolaps katup mitral sama dengan prevalensi
gangguan panik pada pasien tanpa prolaps katup mitral.

b. Faktor genetik
Walaupun studi yang terkontrol baik mengenai dasar genetik gangguan panik dan
agoraphobia jumlahnya sedikit, data saat ini mendukung kesimpulan bahwa gangguan ini
memiliki komponen genetik yang khas. Disamping itu, sejumlah data menunjukkan bahwa
gangguan panik dengan agoraphobia adalah bentuk para gangguan panik sehingga lebih

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 30


mungkin diturunkan. berbagai studi menemukan peningkatan risiko 4 hingga 8 kali untuk
gangguan panik diantara kerabat derajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan
kerabat derajat pertama pasien psikiatri lain. Studi kembar yang telah dilakukan hingga saat ini
umumnya melaporkan bahwa kedua kembar monozigot lebih mudah terkena bersamaan
daripada kembar dizigot. Saat ini, tidak ada data yang menunjukkan hubungan antara lokasi
kromosom spesifik atau cara transmisi dan gangguan ini.
c. Faktor psikososial
Teori psikoanalitik dan perilaku kognitif telah dikembangkan untuk menerangkan
patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Keberhasilan metode kognitif perilaku untuk
terapi gangguan ini dapat menambahkan kepercayaan pada teori perilaku kognitif.

Teori perilaku kognitif.Teori perilaku menyatakan bahwa anxietas adalah respon yang
dipelajari baik dari menirukan perilaku orang tua maupun melalui proses pembelajaran klasik.
Di dalam metode pembelajaran klasik pada gangguan panik dan agoraphobia, stimulus
berbahaya (seperti serangan panik) yang timbul bersama stimulus Netral (seperti naik bus)
dapat mengakibatkan penghindaran stimulus Netral. Teori perilaku lain menyatakan hubungan
antara sensasi gejala somatik ringan (seperti palpitasi) dan timbulnya serangan panik. Walaupun
teori perilaku kognitif dapat membantu menerangkan timbulnya agoraphobia atau peningkatan
jumlah maupun keparahan serangan panik, teori ini tidak menerangkan timbulnya serangan
panik pertama yang tidak dicetuskan dan tidak disangka yang dialami pasien.

Teori psikoanalitik.Teori psikoanalitik konseptualisasi serangan panik sebagai Serangan


yang timbul dari pertahanan yang tidak berhasil terhadap impuls yang mencetuskan ansietas.
Hal yang sebelumnya merupakan sinyal anxietas dengan menjadi perasaan antisipasi cemas
yang berlebihan, lengkap dengan gejala somatik. Untuk menjelaskan agorafobia, teori
psikoanalitik menekankan hilangnya orang tua dimasa kanak dan riwayat anxietas perpisahan.
Berada sendirian di tempat umum membangkitkan kembali anxietas saat diabaikan dimasa
kanak. Mekanisme defense yang digunakan mencakup represi, displacement, penghindaran dan
simbolisasi. Perpisahan traumatik pada masa kanak dapat mempengaruhi sistem saraf anak
yang sedang berkembang sedemikian rupa sehingga mereka menjadi rentan terhadap anxietas di
masa dewasa. Mungkin terdapat kerentanan predisposisi neurofisiologis yang dapat
berinteraksi dengan jenis stressor lingkungan tertentu untuk menghasilkan hasil akhir serangan
panik.

Banyak pasien menggambarkan serangan panik seperti timbul tiba-tiba, dengan tidak
adanya faktor psikologis yang terlibat, tetapi eksplorasi psikodinamik yang sering
mengungkapkan penginduksi psikologi serangan panik yang jelas. Walaupun serangan panik
secara neurofisiologis berhubungan dengan locus ceruleus. Awitan panik umumnya terkait
dengan faktor lingkungan atau psikologis. Pasien dengan gangguan panik memiliki insidens
yang lebih tinggi mengalami peristiwa hidup yang penuh tekanan, khususnya kehilangan,
dibandingkan subjek control di bulan bulan sebelum awitan gangguan panik. Lebih jauh,
pasien secara khas memiliki penderitaan lebih hebat akan peristiwa hidup daripada subjek
control.

Hipotesis bahwa peristiwa psikologis yang penuh tekanan menimbulkan perubahan


fisiologis pada gangguan panik didukung oleh Penelitian pada kembar perempuan. Penelitian
tersebut menemukan bahwa gangguan panik sangat berhubungan dengan perpisahan orang tua
dan kematian orang tua sebelum anak berusia 17 tahun. Perpisaha dari ibu di masa kehidupan
awal dengan jelas lebih menimbulkan gangguan panik daripada perpisahan Ayah melalui kohor

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 31


1.018 pasang kembar perempuan. Faktor etiologi selain pada pasien perempuan tampaknya
adalah penyiksaan fisik dan seksual di masa kanak-kanak. Sekitar 60% perempuan dengan
gangguan panik memiliki riwayat penyiksaan seksual masa kanak-kanak dibandingkan 31%
perempuan dengan gangguan anxietas lain. Dukungan lebih lanjut untuk mekanisme
psikologis gangguan panik dapat diduga dari suatu studi gangguan panik pada pasien yang
terapinya berhasil dengan terapi kognitif. Sebelum terapi, pasien berespon terhadap induksi
serangan panik dengan laktat. setelah terapi kognitif yang berhasil, infus laktat tidak lagi
menimbulkan serangan panik.

Riset menunjukkan bahwa penyebab serangan panik cenderung melibatkan arti peristiwa
yang menimbulkan stres secara tidak disadari serta bahwa patogenesis serangan panik dapat
berkaitan dengan faktor fisiologis yang dicetuskan reaksi psikologis. Klinis psikodinamik harus
selalu melakukan penyelidikan menyeluruh mengenai kemungkinan penginduksi setiap menilai
pasien dengan gangguan panik.

Kriteria Diagnosa
Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III
 Gangguan panik baru di tegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan gangguan
anxietas fobik
 Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat
(severe attack of autonomic anxiety) dalam masa kira kira satu bulan :
a. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situations)
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala gejala anxietas pada periode diantara
serangan serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas
antisipatoric” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi.

Serangan panik adalah sebuah periode terpisah dari rasa takut yang intens di mana 4 gejala
berikut tiba tiba berkembang dan puncaknya dalam waktu 10 menit :
 Palpitasi atau denyut jantung cepat, berkeringat, gemetar atau bergetar, sesak napas
 Perasaan tersedak, nyeri dada atau ketidaknyamanan, mual
 Menggigil, atau sensasi panas parestesia, merasa pusing atau pingsan, derealisasi atau
depersonalisasi takut kehilangan kontrol atau menjadi gila dan takut mati.

Penatalaksanaan
 SSRI (serotonin selective reuptake inhibitors)
o Sertralin
o Fluoksetin
o Fluvoksamin
o Escitalopram
Dalam tiga bulan atau lebih,tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah
sehingga dapat mencegah kekambuhan
 Alprazolam : awitan kerjanya cepat, dikonsumsi 4-6 minggu, setelah itu perlahan lahan
diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan.
 Psikoterapi

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 32


o Terapi relaksasi
o Terapi kognitif perilaku
o Psikoterapi dinamik

TERAPI PERILAKU DAN KOGNITIF


 Aplikasi Relaksasi.
Tujuan aplikasi relaksasi (contohnya pelatihan relaksasi Herbert Benson) adalah memberikan pasien
rasa kendali mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. Melalui penggunaan teknik standar
relaksasi otot dan membayangkan situasi untuk membuat santai, pasien mempelajari teknik
yang dapat membantu mereka melewati sebuah serangan panik.

 Pelatihan Pernapasan.
Karena hiperventilasi yang berhubungan dengan serangan panik mungkin
berkaitan dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, satu pendekatan langsung untuk
mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien mengendalikan dorongan untuk
melakukan hiperventilasi. Setelah pelatihan seperti itu, pasien dapat menggunakan teknik
untuk membantu mengendalikan hiperventilasi selama serangan panik.

 Pajanan In Vivo.
Pajanan in vivo dahulu merupakan terapi perilaku yang lazim untuk gangguan panik. Teknik
ini meliputi pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakuti yang semakin lama makin
berat dari waktu ke waktu pasien menjadi mengalami desentisasi terhadap pengalaman
tersebut. Dahulu, fokusnya adalah pada stimulus eksternal, baru-baru ini, teknik ini telah
mencakup pajanan sensasi internal yang ditakuti pasien (contohnya, takipnea dan rasa takut
mengalami serangan panik).

TERAPI PSIKOSOSIAL LAIN


 Terapi keluarga.
Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agoraphobia juga mungkin telah di
pengaruhi oleh gangguan anggota keluarga.terapi keluarga yang di tunjukan pada edukasi dan
dukungan sering bermanfaat.

 Psikoterapi berorientasi tilikan.


Psikoterapi berorientasi tilikan dapat member keuntungan di dalam terapi gangguan
panic dan agoraphobia. Terapi berfokus membantu pasien mengerti arti ansietas yang
dihindari. Kebutuhan untuk menekan impuls, dan keuntungan sekunder gejala tersebut. Suatu
resolusi konflik pada masa bayi dini dan Oedipus dihipotesiskan berhubungan dengan resolusi
sters saat ini.

 Psikoterapi kombinasi dan farmakologi.


Bahkan ketika farmakoterapi efektif menghilangkan gejala primer gangguan
panic. Psikoterapi dapat dibutuhkan untuk terapi gejala sekunder. Intervensi psikoterapeutik
membentu pasien menghadapi rasa takut keluar rumah. Disamping itu, beberapa pasien akan
menolak obat karena mereka yakin bahwa obat akan mengstimatisasi mereka sebagai orang
sakit jiwa sehingga intervensi terapeutik dibutuhkan untuk membantu mereka mengerti dan
menghilangkan resistensi mereka terhadap farmakoterapi.

Prognosis

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 33


Gangguan panik, umumnya adalah gangguan yang kronis, walaupun perjalanan
gangguannya bervariasi di antara sesama pasien maupun pada seorang pasien.Studi pengamatan
lanjutan jangka panjang ganngguan panik sulit diartikan karena studi tersebut tidak dikontrol
untuk efek trapi. Meskipun demikian, sekitar 30-40-% pasien tampak bebas gejala pada
pengamatan jangka panjang, sekitar 50 % memiliki gejala yang cukup ringan sehingga tidak
mengganggu kehidupan mereka seara signifikan dan sekitar 10-20% terus mengalami gejala yang
bermakna
Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada 40-80% pasien.Seperti yang
diperkirakan berbagai studi.Walaupun pasien tidak cenderung membicarakan gagasan bunuh diri,
mereka memiliki peningkatan risiko melakukan bunuh diri. Ketergantungan alkohol dan zat lain
terdapat sekitar 20-40% pasien dan gangguan obsesif kompulsif juga dapat timbul. Interaksi
keluarga dan kinerja di sekolah serta tempat kerja biasanya terganggu.Pasien dengan fungsi
pramorbid baik dan durasi gejala singkat cenderung memiliki prognosis baik.

2. GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

definisi dan etiologi !

Definisi
Gangguan cemas menyeluruh (Generalızed Anxiety Disorder, GAD) merupakan kekhawatiran
yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien.
Beberapa gejala somatik yang dialami adalah ketegangan otot, Iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan
epigastrik dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan

Etiologi
 Faktor Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus oksipitalis yang
mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan korteks
frontal juga dihipotesiskan terlibat pada timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan
sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan adalah GABA,
serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emission
Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.
 Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien gangguan anxietas
menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita. Sekitar 25 % dari keluarga
tingkat pertama penderita juga mengalami gangguan yang sama . Sedangkan penelitian pada
pasangan kembar didapatkan angka 50 % pada kembar monozigotik dan 15 % pada kembar
dizigotik .
 Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah sadar
yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas dihubungkan dengan
perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi dihubungkan dengan
kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal
sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan
pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang paling matang

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 34


 Teori kognitif perilaku
Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian
yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungannya, adanya distorsi pemrosesan
informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi
ancaman.

Kriteria diagnosa

a. Kriteria diagnostik gagguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR :


1. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau
kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
2. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan
sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam
bulan terakhir). Catatan: hanya satu nomor yang diperlukan pada anak: a) Kegelisahan
b) Merasa mudah lelah
c) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
d) Iritailitas
e) Ketegangan otot
f) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
4. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya
kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperli
pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial),
terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau
sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas pernisahan) penambahan berat badan
(seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan
somatisasi), atan menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan
dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma
5. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
6. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme, dan tidak terjadi semata-mata selama suatu ganggua mood, gangguan
psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif
b. Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut
1. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beherapa minggu sampai heherapa hulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya "free floating atau
"mengambang")
2. Gejala-gejala tersehut biasanya mencakup unsur-unsur berikut
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dan sebagainya);
 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 35


 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keluhan lmbung, pusing kepala, mulut kering dan
sebagainya)
3. Pada anak-anak sering ehat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol
4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama.
Gangguan cemas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap
dari episode depresi (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panic (F41.0)
atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-)

Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan
ditingkatkan sampai mencapai respons terapi . Penggunaan sediaan dengan waktu paruh
menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-rata 2- 6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu.
Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti- insomnia, dan
premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain
 Diazepam, dosis anjuran oral2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi 2-10 mg 9im/iv), broadspectrum
 Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
 Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti- insomnia berjauhan
(dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati
dan ginjal
 Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti- insomnia berjauhan
(dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas psychomotor performance paling kurang
terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif
 Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti- insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas
 Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 - 0,5 my/hari, efektif untuk anxietas tipe antisipatorik,
"onset of action" lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi
b. Non-benzodiazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80 % penderita GAD . Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala
kognitif dibanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10
mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti
bahwa penderita GAD vang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon
yang baik dengan Busporin. Dapat dilakukan pengunaan bersama antara Benzodiasepin dengan
Busporin kemudian dilakukan tapering Benzodiasepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi
Busporin sudah mencapai maksimal.

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 36


2. Psikoterapi

a. Terapi kognitif perilaku

Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi akan
menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan
bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa
dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa memutuskan,
bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan
perasaan, klien diharapka dapa mengubah tingkah lakunya, dari negt menjadi
positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang
pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan
dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak
pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 37


gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan
behavioral adalah relaksasi dan biofeedback

b. Terapi suportif

Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan
belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial
dan pekerjaannya.

c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar,
menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan
komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana
pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

Prognosis

Prognosis Gangguan Kecemasan Menyeluruh sukar untuk untuk diperkirakan. Namun


demikian beberapa data menyatakan peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset,
durasi gejala dan perkembangan komordibitas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya
beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya gangguan tersebut,
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan
kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan
situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya,
maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan
sebaiknya dilakukan sebelum gejala- gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-
keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan
peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk
mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh
berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek. Faktor stres juga ikut menentukan
prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya
gangguan cemas menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena
penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita,
sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang
mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan
meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita
misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial
yang besar akan memperjelek prognosisnya.

3. GANGGUAN CEMAS DAN DEPRESI

definisi dan etiologi


Gangguan ini menggambarkan pasien dengan keadaan gejala ansietas dan depresif yang tidak
memenuhi keriteria diagnostic gangguan ansietas atau gangguan mood. Kombinasi gejala
depresif dan ansietas menimbulkan hendaya fungsional yang bermakna pada orang yang

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 38


mengalami gangguan ini. Keadaan ini terutama dapat banyak ditemukan di pelayanan primer
dan klinik kesehatan jiwa rawat jalan. Oponen telah mendebat bahwa ketersediaan diagnosis
dapat membuat klinisi tidak terdorong untuk mengambil waktu yang diperlukan untuk
memperoleh riwayat psikiatri yang lengkap untuk membedakan gangguan depresif sejati
dengan gangguan ansietas sejati.
Etiologi
Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala ansietas dan gejala depresif terkait secara
kausal pada sejumlah pasien yang mengelami gejala ini.
1. Pertama, sejumlah peneliti melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa pada
gangguan depresif dan gangguan ansietas, terutama gangguan panic, termasuk
menumpulnya respons kortisol terhadap hormone adrenokort, kotropik, respons hormone
pertumbuhan yang tumpul terhadap klonidin (Catapres), dan respons TSH serta prolaktin
yang tumpul terhadap TRH (thyrotropin-releasing horone).
2. Kedua, sejumlah peneliti melapoıkan data yang menunjukkan bahwa hiperaktivitas
system noradnergeik sebagai penyebab relevan pada sejumlah pasien dengan gangguan
depresif dan gangguan panik. Secara rinci, studi ini telah menemukan adanya konsentrasi
metabolit norepinefrin 3-methoxy-4- hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meningkat di
dalam urin, plasma, atau cairan serebrospinalis (CSF) pada pasien dengan depresi dan
gangguan panik yang sedang aktif mengalami serangan panik. Seperti pada gangguan
ansietas dan gangguan depresf lain, serotonin dan asam y- aminobutirat (GABA) juga
rnungkin terlibat sebagai penyebab di dalam gangguan campuran ansietas depresif.
3. Ketiga, banyak studi menemukan bahwa obat serotonergik, seperti fluoxetine (Prozac)
dan clomipramine (Anafrani I) berguna dalam terapi gangguan depresif dan ansietas.
4. Keempat, sejumlah studi keluarga melaporkan data yang menun-jukkan bahwa gejala
ansietas dan depresi berhubungan pada secara genetik sedikitnya beberapa keluarga

Kriteria diagnosa

Kriteria DSM-IV-TR rnengharuskan adanya gejala subsindrom ansietas dan depresi. Adanya
bebearapa geiala somatik, seperti tremor, palpitasi, mulut kering, dan ras perut yang
bergejolak
Kriteria riset DSM-IV-TR Gangguan campuran ansietas depresif
A. Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 3 bulain
B. Mood disforik disertai empat (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1 bulan :
1) Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2) Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau gelisah, tidur tidak
puas)
3) Lelah atau energy rendah
4) Iritabilitas
5) Khawatir
6) Mudah menangis
7) Hipervigillance
8) Antisipasi hal terburuk
9) Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
10) Harga diri yang rendah atau rasa tidak berharga
C. Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klnis bermkana atau hendaya dalam area
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 39


D. Gejala tidak disebabkan efek biologis langsung suatu zat (contohnya oenyakahgunaan
obat, pengobatan) atau keadaan medis umum
E. Semua hal berikut ini :
1) Criteria tidak pernah memenuhi gangguan depresif berat, gangguan distimik, gangguan
panic, atau gangguan ansietas menyeluruh
2) Criteria saat ini tidak memenuhi gangietas lain (termasuk gangguan ansietas atau
gangguan mood, dalam remisi parsial)
3) Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain

Penatalaksanaan

Non-farmakoterapi
Pendekatan psikoterapeutik dapat melibatkan pendekatan yang terbatas waktu seperti terapi
kognitif ata modifikasi perilaku, walaupun se-jumlah klinisi menggunakan pendekatan
psikoterapeutik yang kurang terstruktur, seperti psikoterapi yang berorientasi tilikan.
Farmakoterapi
Untuk gangguan campuran ansietas-depresif dapat mencakup obat antiansietas, obat
antidepresif, atau keduanya. Penggunaan triazolobenzodiazepin diindikasikan karena
efektivitasnya dalam mengobati depresi yang disertai ansietas. Obat yang memengaruhi
reseptor 5-HTIA, seperti buspiron, juga dapat diindikasikan. Antidepresan serotonergik
(contohnya, fluoxetine) dapat menjadi obat yang paling efektif dalam mengobati gangguan
campuran ansietas depresif.

Prognosis

Berdasarkan data klinis sampai saat ini, kernungkinannya untuk memiliki gejala ansietas
“yang menonjol”, gejala depresif “yang menonjol”, atau campuran dua gejala dengan
“besaran” yang sama saat awitan. Selama perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas dan
depresif dapat bergantian. Prognosisnya tidak diketahui.

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 40


DAFTAR PUSTAKA

Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety disorder. In Kaplan Saddock's Synopsis of Psychiatry Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth Edition.. . New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007;
Pg 580-8.

DSM IV-TR. (2000). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders (DSM IV-TR).
Washington DC: American Psychiatric Association.American Psychological Association

Shear, Katherine M. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder” in Dale DC, Federman DD,
editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington: WebMD Inc. : 2007.

Sadock, Benjamin James: Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety Disorder in: Kaplan &
Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7

Stevens V. Anxiety Disorders. In Goljan EF, editor. Behavioral Science Elsevier Science 10.

Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Ganua Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya 2003. Hal. 74

Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Jakarta : Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2007. Hal.36-41

Mayo Clinic 2017 Generalized Anxiety Disorderhttps://www.mayoclinic.org/diseases-


conditions/generalized-anxiety-disorder/symptoms-causes/syc-20360803

Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI. 2010. H 235-241.

Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi 2. Jakarta: ECG, 2010. H;
233-241

Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagiarn Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001. H: 72,74

The relevance of ‘mixed anxiety and depression’ as a diagnostic category in clinical practice
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5097109/

Adam RD. principle of neurology. 4th ed. New York : McGraw Hill, 1989:302-319
Asbury McKhan. Diseases of the nervous system clinical neurobiology.Hospital Medicine Journal.
October 1990: 96-104
Goodman and Gilmans. The Pharmacological basis of therapeutics. 9th ed.Vol. 1, 1996: 361-398
Hughes JR. EEG in clinical practice. 2nd ed, 1994: 55-104
John A.G. The Diagnosis and management of insomnia. The NEJM, 322(4)January 25, 1990:239-247
Mohr, JPS MD. Guide to clinical neurology. 1st ed. New York: Churchill,1995:833-889
Niedermeyre E.MD. Da silva f L. Electroencephalograpy. Basic principle
clinicalapplications ralated field. 3rd ed.. Maryland, 1993: 765-802

Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made.
Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 41


American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders.
American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding
Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.
Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis.
(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses tanggal 8 Juli 2011)
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-medicine
Diakses tanggal 8 Juli 2011)

Tjepkema M. Insomnia. Health report. 2005;17:9: 25


Reading P, Overeem S. The Sleep history. Dalam: Sleep Disorders in Neurology A Practical
Approach. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2010. hlm.3-13.

1. Lumbantobing SM. Gangguan tidur. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Jakarta ; 2004.

2. Jack D. Edinger et al. Cognitive Behavioral therapy for treatment of chronic primary
insomnia. Jama: American Medical Association; 2001.
3. Daniel J. Chronic insomnia. Available at: ajp.psychiatryonline.org/vol.165/no.6/june2009
(Downloaded on: 5th of January 2011).
4. Savard J et al. Chronic insomnia and immune functioning. America: American psychosomatic
Society; 2003.

Kel. 2 Laporan Tutorial Modul Gang. Tidur dan Cemas | 42

Anda mungkin juga menyukai