Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Tidur merupakan proses aktif yang kompleks, menggabungkan berbagai


proses fisiologi yang vital (biosintesis protein, sekresi hormone spesifik,
konsolidasi memori), yang dalam arti luas, mempersiapkan periode terjaga
selanjutnya.1 Tidur dapat memulihkan daya ingat dengan cara meningkatkan
plastisitas neuron dengan cara mengurangi masukan / input informasi yang sedang
berlangsung. Tidur dibutuhkan untuk mencegah terjadinya informasi yang
berlebihan pada sinaps, sinaps, saat tidurlah tidurlah terjadi terjadi reorganisasi
informasi dari luar. Hal inilah yang meyebabkan tubuh terasa lebih segar saat
bangun.

Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa misalnya seperti


insomnia yang bersifat keturunan dan fatal atau apnea tidur obstruktif. Insomnia
merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun
diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur
dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius.

Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan.


Ada beberapa dampak serius gangguan tidur misalnya mengantuk berlebihan di
siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh,
penggunaan hipnotik yang tidak semestinya dan penurunan kualitas hidup. Angka
kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama
tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan
seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.

Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin


lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan.
Didalam praktek sehari-hari, kecendrungan untuk mempergunakan obat hipnotik,
tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga
sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak
adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah
kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun'tahun yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Tidur (Sleep Disorder)


1. Tidur Fisiologis
Tidur merupakan salahsatu cara untuk melepaskan kelelahan
jasmani dan kelelahan mental. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia
disebut dengan irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada
bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan sistem saraf pusat
yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo
retikularis medulo oblongata yang disebut sebagai pusat tidur. Sedangkan
bagian yang menghilangkan sinkronisasi terdapat pada bagian rostral
medulo oblongata yang disebut sebagai penggugah atau aurosal state.
Pada pola tidur manusia yang dipelajari menggunakan EEG dan
EOG, tidur diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tiper Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4
stadium, lalu diikuti oleh REM. Keadaan tidur normal antara NREM dan
REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru
lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian
menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-
7,5 jam/hari pada orang dewasa.

Tipe NREM dibagi 4 stadium yaitu

1. Tidur stadium 1
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini
didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak
gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung
1-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG
biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang
gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan
adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K. Pada stadium ini
seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti
setengah tidur.
2. Tidur stadium 2
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot
masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama.
Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat
adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek
K. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini
menduduki sekitar 50% total tidur.
3. Tidur stadium 3
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG
terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50%
serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium 4
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran
EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak
gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM ini biasanya
berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan
masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya
berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat
menjelang pagi atau bangun.

Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat,
tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ
akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada
laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang
dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti
periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui
stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi
total tidur berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-
sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang didahului oleh
fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase
tidur sebagai berikut. NREM (75-80%) yaitu stadium 1: 2-5%; stadium 2:
45-55%; stadium 3: 3-8%; stadium 4: 10-15%. REM: 20-25%.

Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur.


Pada masa neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM
dengan lama tidur sekitar 18 jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar
13 jam dan 30 % adalah tidur REM. Dewasa muda membutuhkan waktu
tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap
sampai batas lansia.

Peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain


serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling berinteraksi dalam
menidurkan dan membangunkan seseorang. Keadaan jaga atau bangun
sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS (Ascending Reticulary Activity
System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat maka orang tersebut dalam
keadaan sadar sedangkan jika aktifitas ARAS menurun maka orang
tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi
oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik,
kholinergik, histaminergik.

 Sistem Serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam
amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka
jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan
keadaan mengantuk / tidur. Bila serotonin dari trypthopan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur / jaga. Lokasi
yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe
dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas
serotonin dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
 Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada
lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM
tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron
noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur
REM dan peningkatan keadaan jaga.
 Sistem Kholinergik
pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur
REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas
gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas
kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini
terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur
REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat
pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan
pada fase awal dan penurunan REM.
 Sistem Histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
 Hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa
hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-
masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui
hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi
pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang
bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
yang dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam
periode 24 jam, orang dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan
faktor eksternal dipengaruhi oleh siklus terang gelap, rutinitas harian,
periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya. Faktor-faktor inilah
yang membentuk siklus 24 jam.
2. Insidensi
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa
kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa
mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah
serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini
juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan
dan sadock melaporkan melaporkan kurang lebih 40%-50% dari populasi
usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%)
disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol.
Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi penyebab
gangguan tidur adalah sebagai sebagai berikut: penyakit penyakit asma
(61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%) kram kaki malam hari
(16%), psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%),
ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi
(65%), demensia (5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%),
narcolepsi (0,03-0,16%).

3. Klasifikasi
Menurut DSM-V gangguan tidur dibagi menjadi gangguan
insomnia, gangguan hiperinsomnia, narkolepsi, obstructive sleep apnea
hypopnea, gangguan irama sirkadian, parainsomnia, gangguan NREM,
gangguan mimpi buruk, gangguan perilaku perilaku REM, dan restless
legs syndrome. Ganguan tidur yang terjadi pada anak dapat berupa
gangguan tidur primer atau sebagai konsekuensi sekunder dari adanya
ganggua gangguan medis atau medis atau kejiwaan individu dewasa,
beberapa idu dewasa, beberapa penyeba penyebabnya adalah bnya adalah
karena gangguan fisik ataupun faktor mental seperti perasaan gundah atau
gelisah.
1. Insomnia
Insomnia adalah kesulitan memulai dan mempertahankan tidur, suatu
periode singkat insomnia paling sering disebabkan karena anxietas, baik
dari gejala sisa dari suatu pengalaman yang mencemaskan atau
antisipasi terhadap pengalaman yang akan menyebabkan anxietas.
2. Hipersomnia
Hipersomnia merupakan tidur yang berlebihan, rasa mengantuk disiang
hari yang berlebihan, atau keduanya. Hipersomnia atau istilah somnolen
diberikan pada pasien yang mengeluhkan keadaan mengantuk dan
memiliki kecenderugan untuk jatuh tertidur secara tiba-tiba pada
keadaan terjaga, mengalami serangan tidur.
3. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan rasa ngantuk yang berlebihan disiang hari,
gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70% karena
terjadinya mekanisme penghambatan REM. Serangan tidur ini biasanya
terjadi 2-6 kali dalam sehari dengan frekuensi 10-20 menit atau
biasanya kurang dari 1 jam yang sering terjadi pada waktu yang tidak
tepat seperti pada saat makan, berbicara, menyetir atau berhubungan
seksual. Narkolepsi bisa terjadi pada usia berapapun tapi sering terjadi
pada usia remaja dan dewasa muda, umumnya dibawah 30 tahun.
4. Obstructive sleep apnea hypopnea
Gangguan yang ditandai dengan apnea/hipopnea obstruktif yang
disebabkan karena kelemahan otot faring yang menyebabkan kolapsnya
saluran nafas bagian atas secara berulang selama tidur. Pasien biasa
mengeluhkan rasa ngantuk yang berlebihan disiang hari, sakit kepala,
dan depresi. Paien biasanya mendengkur keras, terengah-engah, dan
tersedak.
5. Gangguan irama sirkadian
Gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu
yang di kehendaki walaupun jumlah tidurnya tetap.

6. Parasomnia
1) Gangguan tidur NREM
- Gangguan teror tidur
Merupakan terbangun pada sepertiga awal malam selama tidur.
Gangguan ini diawali dengan jeritan dan tangisan disertai
manifesasi perilaku anxietas yang hampir mendekati panik.
- Gangguan tidur sambil berjalan
Gangguan ini dikenal juga dengan somnabulisme yang terdiri atas
rangkaian perilaku yang diawali pada sepertiga malam selama tidur
yaitu pada tahap 3 dan 4 NREM yang dilanjutkan dengan tanpa
kesadaran penuh untuk meninggalkan tempat tidur dan berjalan
berkeliling.
2) Mimpi buruk
Merupakan mimpi yang lama dan menakutkan sehingga
membuat orang terbangun dengan rasa ketakutan.
3) Gangguan tidur REM
7. Restless Legs Syndrom

4. Diagnosis
1. Gangguan Insomnia
Kriteria Diagnosis
A. Keluhan utama berupa ketidakpuasan dengan kuantitas dan kuliatas
tidur dengan satu atau lebih gejala berikut
1) Kesulitan untuk memulai tidur
2) Kesulitan dalam mempertahankan tidur yang ditandai dengan
episode terbangun yang berulang atau kesulitan untuk tidur
kembali setelah terbangun
3) Episode terbangun pada dini hari dan ketidakmampuan untuk
tidur kembali
B. Gangguan tidur menyebabkan distress atau gangguan dalam
kehidupan sosial, bekerja, sekolah, akademik, perilaku, atau
gangguan fungsional lainnya.
C. Kesulitan tidur terjadi paling tidak 3 malam dalam 1 minggu
D. Kesulitan tidur muncul paling tidak selama 3 bulan
E. Kesulitan tidur terjadi walaupun ada kesempatan tidur
F. Tidak muncul khas gangguan tidur lain (seperti narkolepsi, gangguan
irama sirkadian dll)
G. Insomnia bukan merupakan efek fisiologis dari substansi tertentu
(penyalahgunaan obat)
H. Gangguan mental dan medis yang ada tidak dapat menjelaskan
secara adekuat mengenai keluhan utam insomnia yang muncul.

2. Gangguan Hipersomnia
Kriteria Diagnostik
A. Tidur berlebihan meskipun tidur utamanya sudah mencapai paling
tidak 7 jam, disertai salah satu gejala berikut
1) Periode tidur yang berulang atau tidur dalam hari yang sama
2) Tidur lebih dari 9 jam perhari
3) Kesulitan untuk tetap terjaga setelah bangun yang mendadak
B. Terjadi paling tidak 3 kali dalam 1 minggu, dalam waktu 3 bulan
C. Hipersomnolen diikuti dengan distress yang signifikan atau
kegagalan kognitif, sosial, pekerjaan atau area fungsi lainnya
D. Hipersomnolen tidak dijelaskan lebih lanjut dan tidak terjadi secara
eksklusif gangguan tidur lain (seperti narkolepsi, gangguan irama
sirkadian dll)
E. Gangguan mental dan medis yang ada tidak dapat menjelaskan
secara adekuat mengenai keluhan utama hipersomnia yang muncul.

3. Narkolepsi
Kriteria diagnostik
A. Episode berulang dari kebutuhan tidur yang tidak dapat ditahan,
tertidur, atau tidur siang pada hari yang sama. Setidaknya terjadi
dalam 3 kali seminggu dalam sebulan
B. Ada setidaknya satu dari gejala dibawah
1) Episode katalepsi, yang terjadi setidaknya beberapa kali dalam
sebulan
2) Defisiensi hypocretin, yang diukur menggunakan nilai reaksi
imun hypocretin-1 pada cairan cerebrospinal (kurang atau sama
dengan satu pertiga dari nilai normal pada seseorang yang normal
diuji dengan metode yang sama atau kurang dari sama dengan
110 pg/ml). Rendahnya level hypocretin tidak boleh diamati pada
seseorang dengan trauma otak akut, peradangan atau infeksi.
3) Polysomnografi malam hari menunjukan gerakan mata cepat
kurang dari atau sama dengan 15 menit, atau tes multipel latensi
tidur menunjukkan rata-rata latensi tidur kurang dari atau sama
dengan 8 menit dan dau atau lebih waktu tidur dengan REM.

4. Obstructive Sleep Apnea


A. Gejala mendengkur, mendengus/terengah-engah atau pernapasan
berhenti saat tidur
B. Gejala mengantuk disiang hari, kelelahan atau tidur yang tidak
nyenyak meskipun cukup kesempatan untuk tidur
C. Bukti dengan polisomnografi (pengukuran pernapasan saat tidur
yang digunakan dilaboratorium tidur) dari 5 atau lebih apnea
obstruktif atau hipopnea per jam tidur atau bukti dengan
polisomnografi dari 15 apnea obstruktif atau hipopnea lebih perjam
tidur.

5. Gangguan irama sirkadian


A. Gangguan tidur yang ditandai dengan ketidaksesuaian jam bangun
tidur
B. Menyebabkan kelelahan dan insomnia
C. Memberikan penderitaan yang signifikan secara klinis atau merusak
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya
 Episodik : Gejala terjadi setidaknya selama satu bulan, tetapi
kurang dari 3 bulan
 Persisten : Gejala bertahan selama 3 bulan atau lebih
 Berulang : Dua atau lebih episode terjadi dalam 1 tahun

6. Gangguan teror tidur


Kriteria Diagnostik
A. Episode rekuren terjaga tiba tibadari tidur, biasanya terjadi selama
sepertiga bagian pertama episode tidur utama dan dimulai dengan
teriakan panik
B. Rasa takut yang kuat dan tanda rangsangan otonomik, seperti
takikardi, nafas cepat, dan berkeringat
C. Relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk menenangkan
penderita tersebut selama episode
D. Tidak ada mimpi yang diingat dan terdapat amnesia untuk episode
E. Episode menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinisatau
gangguan dalam fungsi soail, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya
F. Gangguan bukan karena efek fisiologis penyalahgunaan obat

7. Gangguan Tidur berjalan


Kriteria Diagnostik
A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan berjalan
berkeliling terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur
utama
B. Saat berjalan sambil tidur, orang memiliki wajah yang kosong, relatif
tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi
dengannya, dan hanya dapat dibangunkan dengan susah payah
C. Saat terbangun, pasien mengalami amnesia
D. Dalam beberapa menit setelah terjaga, tidak terdapat gangguan
aktivitas mental atau perilaku
E. Tidur berjalan menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang
bermakna yang klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
dan fungsi penting lainnya
F. Bukan karena efek fisiologis karena penyalahgunaan obat

8. Mimpi Buruk
Kriteria Diagnostik
A. Terbangun berulang kali dari periode tidur pertama atau tidur
sejenak dengan ingatan yang terinci tentang mimpi yang panjang dan
menakutkan, biasanya berupa ancaman akan kelangsungan hidup,
keamanan atau harga diri.
B. Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang akan segera berorientasi
dan sadar
C. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga,
menyebabkan penderitaan yang yang bermakna secara khas atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya
D. Bukan semata mata karena perjalanan gangguan mental lain (seperti
delirium, gangguan stress pasca trauma) dan bukan karena efek
fisiologis langsung dari zat lain (seperti penyalahgunaan obat)

9. Restless Legs Syndrome


Kriteria Diagnosis
A. Dorongan untuk menggerakan kaki biasanya disertai atau disebabkan
oleh sensai yang tidak nyaman pada kaki
B. Sensasi tidak nyaman mulai atau memburuk selama periode istirahat
atau tidak aktif
C. Gejala sebagian atau seluruhnya berkurang dengan gerakan
D. Gejala lebih buruk pada sore atau malam hari
E. Gejala tersebut disertai dengan tekanan atau gangguan yang
signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya
yang ditunjukan dengan adanya setidaknya satu dari gejala berikut
ini
 Kelelaham
 Kantuk disiang hari
 Gangguan kognitif (perhatian, konsntrasi, memori)
 Gangguan suasana hati (disforia, kecemasan)
 Masalah perilaku (hiperaktif, impulsif)
 Gangguan fungsi akademik atau pekerjaan
 Gangguan fungsi interpersonal/sosial

4. Tatalaksana
1) Insomnia
 Non Farmakologi :
Sleep Higyene
1. Makan dan minum sebaiknya 3 jam sebelum tidur
2. Tidak disarankan untuk tidur siang (Tidur hanya boleh 2 jam. Jam
12.00-14.00)
3. Tetapkan Jadwal tidur yang pasti. (6 - 8 jam bisa dimulai antara jam
20.00 atau jam 21.00)
4. Rapikan dan pastikan sprei dalam keadaan bersih dan kering.
5. Pastikan kamar tidur dalam keadaan 5R (Resik, Rapi, Rajin,
Ringkas, Rawat) pencahayaan redup, sejuk, dan tenang.Dapat
dibantu dengan menghidupkan murrotal atau musik klasik. (Suara
air, suara angin, musik relaksasi)
6. Sebelum tidur lakukan peregangan otot untuk memperlancar
peredaran darah.
7. Minum 1 gelas susu hangat untuk merangsang tidur. (jangan susu
kental manis)
8. Upayakan tidur dengan posisi menghadap kekanan untuk
mendapatkan kenyamanan.
9. Mulai berbaring, Lakukan 5 kali nafas dalam di posisi yang
nyaman. Keluarkan beban fikiran bersamaan dengan ritual nafas
dalam. Yang beragama islam dzikir atau agama lain dengan Doa.
10. Jangan Lupa Membaca doa. Jika belum juga mengantuk.
CBT
 Farmakologi
Benzodiazepin : obat pilihan pertama
- Estazolam 1-2 mg malam hari
- Flurazepan 15-30 mg malam hari
- Quazepan 7,5-15 mg malam hari
- Temazepam 15-30 mg malam hari
Non benzodiazepine : alternatif
- Zolpidem 5-10 mg malam hari
- Zaleplon 10-20 mg malam hari
Menimbulkan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan cenderung
untuk menyebabkan somnolen seharian
2) Hipersomnia
Kombinasi antara pengukuran sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan
tidur siang untuk beberapa pasien
 Obat stimulan
- Dextroamphetamine dan methylphenidate : masa paruh singkat
- Femoline : stimulan kerja lama
- Modafinil-Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline)
3) Narkolepsi
- Methylphenidate : dengan dosis awal 5 mg, dosistersebut dinaikkan
secara bertahap hingga 60 mg per hari
- Dextroamphetamine
- Pemoline : dosis 75 -150 mg,
- Modafinil : toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya sedikit;
dosis hariannya 200 sampai 400 mg
- Antidepresan trisiklik : untuk menangani cataplexy atau sleep
paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan
tidur(imipramin, 10 -75 mg malam hari)
4) Obstructive sleep apnea
Penatalaksanaan OSA terdiri dari modifikasi perilaku, menggunakan
alat bantu, dan pembedahan. Modifikasi perilaku termasuk pengaturan
posisi tidur, penurunan berat badan, pencegahan obat sedasi, alcohol
atau makanan porsi besar sebelum tidur.
5) Gangguan irama sirkadian
Obat melatonin, yang disebut agonis reseptor melatonin, dapat
membantu mengobati gangguan ritme tidur-bangun non-24 jam. Efek
sampingnya bisa berupa pusing dan kelelahan.
Obat-obatan yang meningkatkan kesadaran, seperti modafinil dan
armodafinil, dapat membantu tetap waspada dan meningkatkan kinerja
selama kerja shift.
6) Parasomnia
Farmakoterapi pada parasomnia NREM dipertimbangkan apabila terjadi
tindakan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Agen yang
paling banyak diteliti dan sering dipakai adalah benzodiazepine,
terutama clonazepam.
Clonazepam dengan dosis 0,25-2 mg sebelum tidur dapat menurunkan
gejala perilaku REM behavior disorder (RBD) dengan menurunkan
aktivitas otot, tetapi tidak mengembalikan atonia pada fase REM.
7) Restless legs syndrome
Berolahraga secara teratur, seperti mengendarai sepeda/sepeda statis
atau berjalan kaki, tetapi hindari olahraga berat/intensif dalam beberapa
jam sebelum tidur.\Mengikuti kebiasaan tidur yang baik, termasuk
menghindari membaca, menonton televisi atau menggunakan komputer
atau telepon sambil berbaring di tempat tidur, Tidur tujuh hingga
sembilan jam dan mengikuti kebiasaan tidur sehat lainnya juga penting.
Kurang tidur dapat memperburuk gejala RLS.
Menghindari atau membatasi produk berkafein (kopi, teh, cola, cokelat,
dan beberapa obat, nikotin, dan alkohol.

5. Diagnosis Banding
1. Gangguan cemas menyeluruh
Gangguan yang ditandai dengan cemas berlebihan yang terjadi paling
tidak selama 6 bulan terakhir. Kecemasan sulit dikendalikan sehingga
menyebabkan hendaya dan gangguan bermakna dalam fungsi sosial
dan pekerjaan

6. Prognosis
Tidur yang tidak cukup dapat menyebabkan kecelakaan industri atau
kendaraan bermotor, penurunan performa kerja, dan disfungsi kognitif.
Prognosis gangguan tidur sangat bergantung pada penyebab gangguan
tidur tersebut. Insomnia akibat OSA umumnya sembuh dengan
pengobatan, sedangkan penderita insomnia kronis mengalami peningkatan
risiko depresi, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Tidur merupakan proses aktif yang kompleks, menggabungkan berbagai
proses fisiologi yang vital (biosintesis protein, sekresi hormone spesifik,
konsolidasi memori), yang dalam arti luas, mempersiapkan periode terjaga
selanjutnya
2. Pada pola tidur manusia yang dipelajari menggunakan EEG dan EOG, tidur
diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tiper Non Rapid Eye Movement (NREM)
3. Menurut DSM-V gangguan tidur dibagi menjadi gangguan insomnia,
gangguan hiperinsomnia, narkolepsi, obstructive sleep apnea hypopnea,
gangguan irama sirkadian, parainsomnia, gangguan NREM, gangguan mimpi
buruk, gangguan perilaku perilaku REM, dan restless legs syndrome.
DAFTAR PUSTAKA

1. Saputra, O., & Rohmah, W. (2016). Gangguan tidur akibat kebisingan


lingkungan malam hari dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Jurnal
Majority, 5(3), 183-187.

2. Handojo, M., & Ngantung, D. (2018). Hubungan gangguan kualitas tidur


menggunakan psqi dengan fungsi kognitif pada ppds pasca jaga malam:
relationship between sleep quality disabled using PSQI with cognitive
function at pasca ppds night paper. Jurnal Sinaps, 1(1), 91-101.

3. Angkawidjaja, K. M. A. "Soetjipto. Sleep Disorders In Late-Life


Depression." Jurnal Psikiatri Surabaya 9.1.

4. Wiyono, W. (2009). Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan


Kecenderungan Insomnia pada Lansia di Panti Wredha Dharma Bakti
Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

5. Sumirta, I. N., & Laraswati, A. I. (2015). Faktor yang menyebabkan


gangguan tidur (insomnia) pada lansia. Jurnal Gema Keperawatan, 8(1),
20-30.

6. Jain, A., & Verma, S. (2016). Prevalence of sleep disorders among college
students: a clinical study. Journal of Advanced Medical and Dental
Sciences Research, 4(6), 103.

7. Zahara, R. (2018). Gambaran Insomnia Pada Remaja Di SMK Negeri 2


Pekanbaru.
8. Setiabudhi, Tony (2011). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 9. Universitas
Trisakti

9. Muslim. R (2019). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari


PPDGJ III, DSM-V, ICD-11. Jakarta : Atmajaya

Anda mungkin juga menyukai