Anda di halaman 1dari 34

Kepada Yth.

Referat Divisi
Hari/ tanggal : Selasa / 6 September 2022 Pukul : 10.00 WIB
Penyaji : dr. Sari Novita Pratiwi
Divisi : Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial
Pembimbing : dr. T.M Thaib, MKes, SpA (K)
dr. Eka Yunita Amna, Sp.A

Tidur dan Gangguan Tidur pada Anak

PENDAHULUAN

Sekitar sepertiga kehidupan manusia dilewatkan dengan tidur, tetapi tidur itu sendiri

jarang sekali dipermasalahkan. Pentingnya tidur baru dirasakan oleh orang tua yang mengalami

gangguan tidur. Prevalensi gangguan tidur adalah sekitar 30% pada anak dan dewasa. Bila

gangguan tidur ini berlangsung lama, anak akan menjadi kurang motivasi, kehilangan rasa ingin

tahu, serta daya tangkap dan daya ingatnya juga akan berkurang, sehingga proses belajar dan

perkembangan mentalnya terganggu. Gangguan tidur yang berkepanjangan tidak hanya

1
berdampak pada bayi atau anak itu sendiri- seperti perubahan fisik, emosi, psikologis, sosial dan

status kesehatannya melainkan juga berdampak pada orang tua dan keluarga.1

Tidur adalah kesempatan bagi tubuh untuk menghemat energi, memulihkan proses

normal, meningkatkan pertumbuhan fisik, dan mendukung perkembangan mental. Konsekuensi

yang paling dikenal dari kurang tidur adalah kantuk di siang hari. Namun, kantuk pada anak-

anak umumnya bermanifestasi sebagai lekas marah, masalah perilaku, kesulitan belajar,

kecelakaan kendaraan bermotor pada remaja, dan kinerja akademik yang buruk. Membedakan

gangguan tidur yang signifikan dari perubahan normal terkait usia dapat menjadi tantangan dan

pada akhirnya dapat menunda pengobatan.2-4

Masalah yang terjadi dalam tidur disebut dengan gangguan tidur. Gangguan tidur

merupakan kumpulan gejala gangguan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan durasi waktu tidur

seseorang. Sekitar 46% gangguan tidur pada anak sekolah dasar memiliki tipe gangguan

memulai dan mempertahankan tidur. Tidur juga memiliki fungsi restoratif, yaitu memulihkan

tenaga yang hilang, menghilangkan kelelahan, dan meningkatkan efisiensi belajar. Tidur Non

REM memiliki fungsi restoratif yang terkait dengan pemeliharaan sistem imun dan pertumbuhan

fisik. Pada saat yang sama, tidur REM memiliki fungsi restoratif yang berkaitan dengan sistem

yang mengatur fokus perhatian, yaitu kemampuan untuk berkonsentrasi terhadap suatu hal pada

satu waktu. Kemampuan untuk mempertahankan suasana hati yang optimistik, rasa percaya diri,

kemampuan untuk beradaptasi secara emosional terhadap lingkungan fisik dan sosial juga

dipengaruhi oleh tidur REM.5-7

Tidur normal terdiri dari beberapa siklus yang merupakan proses aktif yang berputar

dalam irama ultradian. Irama ultradian adalah putaran proses fisiologis yang terjadi berulang-

2
ulang dalam periode 24 jam atau kurang, seperti pada pelepasan hormon, aktivasi sistem saluran

cerna, denyut jantung, pengaturan suhu, serta tidur. Irama ultradian pada tidur berlangsung

selama kurang lebih 90 menit. Satu siklus memiliki tahap yang dibagi menjadi tidur non-rapid

eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).2

Tidur tidak hanya merupakan sebuah keadaan tidak sadar yang berkelanjutan, tetapi ada

berbagai tahap yang dilalui sepanjang malam itu, yang masing-masing dapat diidentifikasi

melalui aktivitas gelombang listrik otak. Tidak ada bayi atau anak yang melewati masa kecilnya

tanpa pernah mengalami gangguan tidur sama sekali. Bagi sementara orang hal ini tidak pernah

menjadi masalah. Bagi banyak orang tua, bayi yang menjerit sepanjang malam adalah perkenalan

mereka yang pertama dengan “neraka dunia”. Gangguan tidur mempengaruhi seluruh keluarga,

bahkan membawa dampak pada kehidupan tetangga disekitarnya.3

DEFINISI

Tidur adalah suatu keadaan teratur, berulang, dan reversible, yang ditandai dengan

keadaan yang relatif diam dan meningginya nilai ambang rangsang terhadap stimulus dari luar

bila dibandingkan dengan pada keadaan terjaga. Sedangkan berdasarkan aktifitas mental tidur

adalah penurunan kewaspadaan terhadap lingkungan dan hilangnya kesadaran.1 Tahapan tidur

pada bayi dan anak dapat dikelompokkan menjadi, tidur aktif atau REM (rapid eye movement)

dan tidur tenang atau non-REM. Tidur memegang peran yang sangat besar bagi perkembangan

bayi. Pada saat inilah terjadi perbaikan sel-sel otak dan kurang lebih 75% hormon tubuh

diproduksi.5

FISIOLOGI TIDUR

3
Proses tidur dan bangun diatur oleh system tidur (hypnogenic system) dan system bangun

(arousal system) yang terdapat di otak. Kedua system ini bekerja bersama-sama untuk mencapai

keseimbangan yang wajar. Area di otak yang menyebabkan tidur disebut pusat neuronal tidur.

Pusat ini terdapat di beberapa daerah, yaitu :

 Daerah nucleus raphe yang terletak di setengah bagian bawah pons dan di dalam medulla.

Di bagian tengah area ini terdapat sederet inti yang menyebarkan serabut-serabut saraf

kearah formasio retikularis, thalamus, neokortek, hipotalamus, dan kortek limbik. Diduga

sederet inti ini mengeluarkan serotonin yang dianggap sebagai neurotransmitter utama

yang menimbulkan tidur.

 Daerah inti tractus solitarius yang merupakan daerah sensoris di medulla dan pons.

Stimulasi pada daerah ini akan menyebabkan tidur.

 Beberapa area lain di batang otak dan ensefalon yaitu ujung depan/rostral hipotalamus,

terutama suprakiasma dan area inti thalamus.

Pusat terjaga/bangun di otak adalah ARAS (Ascenden reticular activating system).

Regulasi tidur juga dipengaruhi oleh beberapa neurotransmitter. Untuk tetap bangun

diperlukan stimulasi pada ARAS. Kemungkinan neurotransmitternya adalah

noradrenalin. Dari keadaan jaga menuju tidur non-REM (non rapid eye movement)

diperlukan adanya serotonin dari system raphe , sedangkan dari tidur non-REM ke REM

dipengaruhi oleh system norepinefrin yang berpusat di lokus coeruleus (LC) di pons

bagian atas dan aktivasi nucleus raphe kaudalis.

FASE-FASE TIDUR

4
Siklus tidur biasanya regular sepanjang malam yg terdiri dari 2 tahap, yaitu REM atau

tidur aktif dan non-REM atau tidur tenang. Pada tahap REM aktivitas korteks cukup intensif.

Sedangkan pada tahap non-REM, aktivitas korteks yang digambarkan dengan amplitude besar

berfrekuensi rendah osilasi elktroensefalografi (EEG) menghilang. 1

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh

fase REM. Tidur NREM merupakan sekitar 75 – 80 persen dari total waktu yang dihabiskan

dalam tidur dan tidur REM merupakan sisa 20 sampai 25 persen. Panjang rata – rata siklus tidur

NREM-REM pertama adalah 70 – 100 menit. Siklus kedua, dan kemudian, yang lebih tahan

lama-sekitar 90 sampai 120 menit. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi

secara bergantian antara 4 – 7 siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16 – 20 jam/hari, anak –

anak 10 – 12 jam/ hari, kemudian menurun 9 – 10 jam/ hari pada umur diatas 10 tahun.14

1. Stadium 1

Terjadi pada masa transisi dari tidur ke bangun, dan sering disebut sebagai tidur ringan.

Fase awal bermula dari 30 detik hingga 5 menit. Halusinasi hipnogagik dapat muncul5

2. Stadium 2

Biasanya dianggap sebagai tidur sebenarnya. Ciri khas dari stadium ini yaitu aktivitas

ritmik EEG yang cepat dan disebut kumparan tidur dan amplitudo tinggi dengan puncak

gelombang lambat. Fase awal dari stadium 2 bertahan dari 5 hingga 25 menit.5

3. Stadium 3 dan 4

Dikenal dengan tidur dalam, tidur gelombang lambat atau tidur delta. Stadium ini

ditandai oleh gelombang delta. Stadium 3 diperoleh dalam polysomnogram pada saat

5
gelombang delta menempati antara 20%-50% dari aktivitas EEG. Stadium 4 jumlah delta

lebih dari 50%.5

Gambar Arsitektur Tidur

Setelah tahap IV, tidur memasuki tahap REM yang ditandai oleh pergerakan cepat bola

mata yang terjadi tiba-tiba, peningkatan aktivitas gelombang EEG, paralisis otot dan percepatan

pola napas dan denyut jantung. Pada tahap ini sering terjadi mimpi, dan aktivitas EEG

menyerupai saat terjaga. Hal ini menunjukkan fungsi luhur otak terlibat secara aktif. Paralisis

otot dan aktivitas otak yang meningkat dalam tidur REM menyebabkan tahap tidur ini juga

disebut sebagai tidur paradoksikal.19,22

Selesainya tidur REM melengkapi satu siklus tidur, yang dapat berlanjut ke siklus tidur

berikutnya atau ke keadaan terjaga. Apabila seseorang terbangun di tengah putaran siklus tidur

NREM, akan terjadi rasa mengantuk berat disertai kebingungan dan disorientasi, serta

6
dibutuhkan beberapa waktu untuk menuju keadaan terbangun. Bangun di pagi hari umumnya

terjadi setelah tidur REM.

Gambar proporsi REM dan Non REM pada perkembangan berdasarkan kelompok umur.5

7
Gambar Kecukupan tidur sesuai usia anak14

EPIDEMIOLOGI

Sekitar 35 – 45% gangguan tidur terjadi pada anak berumur 2 – 18 tahun. Chervin et al

mendapatkan bahwa pada anak usia sekolah sering dijumpai gangguan tidur, yaitu kesulitan

untuk memulai tidur atau mempertahankan tidur terjadi pada 10 – 20% anak berumur 8 – 9

tahun; gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan terjadi pada 1- 3% anak; dan

mengantuk yang berlebihan di siang hari terjadi pada sekitar 10% anak. Sebuah survey pada

1.125 remaja berumur 15 – 18 tahun di Perancis, Inggris, Jerman, dan Italia mendapatkan 20%

kejadian mengantuk yang berlebihan, 25% mempunyai gejala insomnia, dan 4% memenuhi

kriteria gangguan insomnia. 1

Penelitian yang dilakukan Haryono pada anak usia12-15 tahun di Jakarta Timur dengan

menggunakan skala gangguan tidur pada anak atau Sleep Disturbance for Children (SDSC)

mengungkapkan bahwa prevalensi gangguan tidur pada anak usia 12 – 15 tahun adalah 62,9%.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Rini sekartini dan kawan-kawan mengenai gangguan

tidur pada anak usia dibawah 3 tahun di Lima kota di Indonesia ditemukan prevalensi gangguan

tidur pada 44,2% anak dengan usia rata-rata 12 bulan. Tingginya prevalensi gangguan tidur ini

mempengaruhi pola tumbuh kembang anak baik pada usia pra sekolah maupun usia sekolah.5

Masalah yang terjadi dalam tidur disebut dengan gangguan tidur. Gangguan tidur

merupakan kumpulan gejala gangguan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan durasi waktu tidur

seseorang. Sekitar 46% gangguan tidur pada anak sekolah dasar memiliki tipe gangguan

memulai dan mempertahankan tidur. Prevalensi gangguan tidur pada anak usia dibawah tiga

8
tahun di Indonesia mencapai angka 44,2%. Berdasarkan penelitian sebelumnya, prevalensi

gangguan tidur pada anak usia di bawah tiga tahun sebesar 30% yang mengalami gangguan tidur

yang berupa sering terbangun pada malam hari6

ETIOLOGI

Secara umum penyebab gangguan tidur pada anak dapat dibagi menjadi dua, yaitu

penyebab organic (kondisi medis) dan penyebab non organic (kondisi psikiatrik atau

lingkungan). Hampir semua kondisi medis yang disertai nyeri dan rasa tidak nyaman dapat

mengakibatkan gangguan tidur. Berbagai kondisi organik yang dapat menyebabkan gangguan

tidur diantaranya adalah : kejang epilepsi, nyeri kepala, sindrom menelan abnormal, asma, gejala

kardiovaskular, refluks gastroesofagus, penyakit endokrin dan metabolic, neoplasma, lesi

vascular, infeksi, serta kondisi generatif dan traumatic. 1

Keadaan lain yang merupakan factor yang berhubungan dengan masalah terbangun pada

malam hari adalah masa perinatal (prematuritas, asfiksia perinatal), kepribadian yang sulit

(sensitif, sulit beradaptasi), kondisi lapar, ngompol, kebiasaan tidur ditemani orang tua, stress

keluarga. Kualitas tidur anak juga dapat dipengaruhi oleh masalah interaksi anak dan orang tua.

Dilaporkan bahwa 57% dari anak dengan masalah tidur memiliki hubungan yang tidak baik

dengan ibunya.1

JENIS-JENIS GANGGUAN TIDUR PADA ANAK

9
Bayi dan anak yang tidak dapat tidur dengan baik akan menjadi overarroused dan

menjadi lebih sulit untuk memulai tidur. Berbagai manifestasi pada bayi dan anak yang kualitas

tidurnya tidak adekuat dapat berupa mengantuk sampai hiperaktif. Mereka cenderung irritable,

kurang atensi, kurang kooperatif, dan sulit dikontrol. Untuk usia prasekolah, terlambat tidur 30

menit saja bisa mempengaruhi emosi mereka pada keesokan harinya. Bayi normal umumnya

memiliki perilaku rewel antara umur 3-14 minggu. Hal ini terjadi karena system susunan saraf

pusatnya masih immature terlalu dipenuhi oleh berbagai rangsangan . Bayi yang rewel dan sering

terganggu tidur malamnya cenderung kurang mampu memfokuskan perhatiannya atau

berkonsentrasi. Akibatnya mereka akan mengalami keterlambatan perkembangan ketrampilan

motoriknya. 1

Terdapat dua klasifikasi gangguan tidur, yaitu menurut ICD 10 dan menurut DSM IV (

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ). Diagnosis gangguan tidur menurut

ICD 10 termasuk dalam kategori F51 (nonorganic sleep disorder) dan G47 ( organic sleep

disorder). Kategori F51 selanjutnya dibagi menjadi disomnia dan parasomnia. Tidak ada kriteria

khusus untuk anak, tetapi ICD 10 menekankan bahwa masalah tidur pada anak tidak

berhubungan dengan kualitas tidur, melainkan lebih berhubungan dengan ketidakmampuan

orang tua untuk mengontrol waktu tidur. 1

DSM IV mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostic klinik dan

perkiraan etiologi. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM IV adalaha gangguan tidur

primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lain, dan gangguan tidur lain

khususnya gangguan tidur karena kondisi medis umum atau yang disebabkan oleh zat.1

1. Gangguan Tidur Primer

10
1.2 Disomnia

Istilah disomnia berhubungan dengan masalah jumlah tidur, saat mulai tidur, dan lama

mempertahankan tidur. Disomnia adalah suatu kelompok gangguan tidur yang heterogen.

Diantaranya :

1.2.1 Insomnia Primer

Dikatakan Insomnia Primer jika pada keluhan utama didapatkan kesulitan memulai

atau mempertahankan tidur atau merupakan tidur nonrestorative, dan keluhan tersebut

terus berlangsung selama sekurangnya satu bulan. Istilah primer menyatakan bahwa

insomnia terjadi tidak ada kaitannya dengan masalah fisik atau mental. Insomnia primer

seringkali ditandai oleh kesulitan mulai tidur dan terjaga berulang kali. 1

1.2.2 Hipersomnia Primer

Hypersomnia primer didiagnosa jika tidak dapat ditemukan penyebab lain untuk

somnolensi berlebihan yang terjadi sekurangnya selama satu bulan. Tidur mereka

kendatipun lama adalah normal dari segi arsitektur dan fisiologinya. Efisiensi tidur dan

jadwal tidur bangun mereka adalah normal. Pola tersebut tanpa disertai keluhan tentang

kualitas tidur, mengantuk di siang hari, atau kesulitan dengan mood, motivasi, dan kinerja

saat terjaga. Tidur lama mungkin merupakan pola seumur hidup dan keadaan ini

memiliki insidensi familial. Banyak orang pernah menjadi petidur lama pada waktu

tertentu dalam hidupnya. 1

Menurut DSM IV gangguan dikatakan rekuren jika pasien memiliki periode

mengantuk berlebihan yang berlangsung sekurangnya tiga hari dan terjadi beberapa kali

dalam setahun selama sekurangnya dua tahun. 1

11
1.2.2.1 Narkolepsi 1

Narkolepsi adalah mengantuk berlebihan di siang hari dan manifestasi tidur REM

yang abnormal, yang terjadi setiap hari selama sekurangnya tiga bulan. Ditemukannya

tidur REM dalam 10 menit onset tidur juga dianggap sebagai bukti narkolepsi.

Narkolepsi dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada awal masa

remaja atau dewasa muda sebelum usia 30 tahun. Angka kejadian sekitar 0,02-0,16 %

dan menunjukkan insidensi familial. Lamanya serangan adalah sekitar 1-10 menit.

Setelah tidur, penderita bangun dalam keadaan segar. Pada penderita narkolepsi jumlah

lamanya tidur selama 24 jam tidak lebih lama daripada orang normal. Manifestasi

utamanya adalah :

 Mengantuk yang hebat (serangan tidur) di siang hari dengan kecendrungan

berkali-kali tidur sepanjang hari

 Katapleksi yaitu hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi yang mengakibatkan

immobilitas selama beberapa detik atau menit.

 Halusinasi hipnagogik yang merupakan halusinasi visual dan halusinasi

auditorik yang dialami pada permulaan tidur, dan

 Paralisis tidur yaitu tidak mampu bergerak pada awal waktu bangun.

Serangan tidur dapat muncul mendadak pada keadaan yang tidak wajar,

misalnya pada waktu makan yang didahului oleh rasa mengantuk yang berat. Serangan

dapat terjadi beberapa kali dalam seminggu, tetapi bisa juga beberapa kali dalam sehari.

1.2.2.2 Gangguan tidur berhubungan dengan pernapasan 1

Gangguan tidur berhubungan (breathing related sleep disorder) ditandai oleh

kekacauan tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan (hypersomnia) atau

12
insomnia. Gangguan yang dapat terjadi selama tidur adalah apneu, hipopneu, desaturase

oksigen, dan hipoventilasi alveolar sentral.

Suatu periode apneu adalah adalah periode terhentinya napas yang berlangsung

selama 10 detik atau lebih. Biasanya apneu tidur dianggap patologis, jika sekurangnya

terjadi lima episode apneu dalam 1 jam atau 30 episode apneu selama semalam. Apneu

tidur adalah kondisi yang berbahaya, dan dapat menyebabkan sejumlah kematian yg

tidak dapat dijelaskan dan kematian di tempat tidur pada bayi dan anak-anak.

Apneu tidur obstruktif lebih sering dijumpai daripada apneu tidur sentral. Apneu

tidur obstruktif banyak terjadi pada kondisi obesitas, penyakit neuromuscular yang

melemahkan otot faring posterior, penyakit motorneuron, dan hipertrofi adenotonsilar.

Apneu tidur sentral dapat disebabkan oleh menurunnya rangsangan untuk bernapas.

Kelainan ini dapat dijumpai pada pasien dengan lesi di batang otak bagian bawah.

Terapi pada apneu tidur obstruktif adalah mengurangi berat badan bila pasien

gemuk, mengurangi mendengkur, meningkatkan dimensi jalan napas untuk

meningkatkan oksigenasi, menghindari posisi terlentang bila tidur, atau tindakan lain

sesuai dengan kelainan yang mendasari, dan menggunakan tekanan udara positif seperti

CPAP (continuous positive airway pressure).

Hipoventilasi alveolar sentral terdiri dari beberapa kondisi yang ditandai oleh

gangguan ventilasi yaitu disfungsi pernapasan hanya selama tidur, tetapi episode apneu

yang bermakna tidak ditemukan. Disfungsi pernapasan ditandai oleh volume tidal atau

kecepatan pernapasan yang tidak adekuat selama tidur. Kematian dapat terjadi saat

tidur, hipoventilasi alveolar sentral diobati dengan suatu bentuk ventilasi mekanis

(contoh, ventilasi nasal).

13
1.2.2.3 Gangguan Tidur Irama Sirkadian

Gangguan tidur irama sirkadian mencakup berbagai kondisi yang melibatkan

ketidaksejajaran antara periode tidur yang diinginkan dan yang sesungguhnya. DSM IV

menuliskan empat tipe gangguan tidur irama sirkadian : tipe fase tidur terlambat

(delayed sleep phase type), tipe jet lag, tipe pergantian kerja (shift work type), dan tidak

dapat dispesifikasi. 1

Jam sirkadian utama, yang terletak di dalam nukleus suprachiasmatic, mengontrol

waktu tidur dan berputar kira-kira setiap 24 jam pada sebagian besar

individu. 31 Perbedaan antara jam internal dan dunia luar membutuhkan "pengaturan

ulang" terus menerus oleh isyarat waktu, seperti cahaya, melatonin, aktivitas fisik, suhu

tubuh, dan makanan. Cahaya adalah yang paling kuat dari entrainers ini. Waktu paparan

cahaya yang tidak tepat dapat mengubah ritme sirkadian. Misalnya, paparan cahaya

sebelum tidur dapat menekan melatonin dan akhirnya menunda onset tidur.23-25

Pada anak-anak dengan gangguan fase tidur tertunda, waktu tidur-bangun

kebiasaan tertunda setidaknya dua jam dibandingkan dengan waktu yang dapat diterima

secara sosial. 26 Gangguan ini lebih sering terjadi selama masa remaja ketika ritme

sirkadian dianggap memanjang dan anak menjadi lebih sosial. 27, 28


 Prevalensi pada

remaja adalah 7% sampai 16%. 26 Gangguan didiagnosis menggunakan riwayat pasien

dan dokumentasi waktu tidur dan bangun pada buku harian atau log tidur. Kekhawatiran

orang tua biasanya berfokus pada waktu tidur yang terlambat (2 pagi atau lebih), tidur,

kesulitan bangun, dan keterlambatan sekolah. Namun, sering terbangun di malam hari

tidak biasa, dan arsitektur tidur biasanya normal .

14
Perawatan berfokus pada menyelaraskan ritme sirkadian dengan waktu tidur-

bangun yang diinginkan. Seperti pada semua gangguan tidur, mempertahankan siklus

tidur-bangun yang teratur dan mempraktikkan kebersihan tidur yang baik adalah dasar

pengobatan. Penting untuk menghindari cahaya terang sebelum tidur. Menghapus semua

perangkat pemancar cahaya (misalnya, elektronik, media portabel, komputer tablet,

ponsel) dari kamar tidur mungkin bermanfaat. Terapi cahaya terang yang digunakan

selama satu hingga dua jam pertama setelah bangun tidur juga dapat bermanfaat dan

akan meningkatkan ritme sirkadian. 23 Ada bukti kuat bahwa suplemen melatonin (0,3

sampai 5 mg diberikan 1,5 sampai 6,5 jam sebelum waktu tidur yang diinginkan) adalah

pengobatan yang efektif untuk gangguan fase tidur tertunda, meskipun dosis atau waktu

yang tepat belum ditetapkan dengan baik. 29-31

1.2.2.4 Disomnia yang tidak dapat dispesifikasi 1

15
Menurut DSM IV disomnia yang tidak dapat dispesifikasi termasuk insomnia,

hypersomnia dan gangguan irama sirkadian yang tidak memenuhi kriteria untuk salah

satu disomnia spesifik.

1.3 Parasomnia 1

Parasomnia merupakan sekelompok gangguan tidur yang terdiri dari fenomena

fisik dan prilaku yang terjadi terutama pada waktu tidur. Kebanyakan parasomnia dapat

didiagnosis dari anamnesis, tetapi pada beberapa kasus dibutuhkan juga pemeriksaan

lanjutan. Parasomnia dapat berupa gangguan mimpi buruk, gangguan terror tidur,

gangguan tidur berjalan, dan parasomnia yang tidak dapat dispesifikasi.

1.3.1 Gangguan Mimpi Buruk (Nightmare disorder)

Mimpi buruk ditandai oleh mimpi yang lama dan menakutkan, yang membuat

individu terbangun dari tidur REM dalam keadaan ketakutan; dan mimpi tersebut dapat

diingat setelah bangun. Seperti mimpi lainnya, mimpi buruk hampir selalu terjadi selama

tidur REM. Mimpi buruk yang berulang dan mengganggu dijumpai pada sekitar 10-20%

anak, dengan puncaknya pada umur 3-6 tahun. Kejadian pada anak perempuan sama

dengan anak laki-laki. Kebanyakan mimpi buruk tidak memerlukan terapi khusus.

1.3.2 Gangguan Teror Tidur (Night terror, pavor nocturnus)

Terror tidur terjadi pada tidur non-REM yang dalam (stadium 3-4). Keadaan ini

hampir selalu diawali oleh teriakan atau tangisan yang keras dan disertai oleh manifestasi

prilaku berupa kecemasan yang hebat atau hampir panik. Teror tidur sering terjadi pada

anak umur 4-12 tahun, dengan puncaknya pada umur 5-7 tahun. Prevalensi sekitar 1-6%

dan lebih sering dialami oleh anak laki daripada anak perempuan. Terror malam kadang-

16
kadang ada kaitannya dengan tidur berjalan atau enuresis, tetapi berbeda dengan mimpi

buruk. Pasien biasanya tidak memiliki ingatan tentang mimpi, tetapi kadang-kadang dapat

mengingat suatu citra menakutkan.

Terapi terror tidur ditujukan untuk menghindari faktor pencetus dan memberikan

lingkungan yang aman, seperti : tempat tidur jangan tinggi, pintu dikunci, membiarkan

mimpi itu berlalu sendiri, orang tua cukup menjaga jangan sampai terjadi cedera, berusaha

menenangkan dengan cara membelai dan berbicara dengan tenang, jangan memeluk

dengan paksa kecuali bila melindungi dari bahaya. Bila kejadian terlalu sering dapat

diberikan Benzodiazepin dosis rendah.

1.3.3 Gangguan Tidur Berjalan (Sleepwalking, somnabulisme)

Tidur berjalan adalah urutan prilaku kompleks pada malam hari selama tidur non

REM dalam (stadium 3 dan 4), dimana tanpa kesadaran penuh meninggalkan tempat tidur

dan berjalan berkeliling.

Tidur berjalan sangat banyak dijumpai pada anak. Prevalensi dilaporkan

bervariasi, berkisar antara 15-30%. Biasanya gangguan tidur ini mulai antara umur 4 dan

8 tahun, dengan prevalensi puncak usia 12 tahun. Gangguan ini lebih sering dialami anak

laki-laki daripada anak perempuan. Kelainan neurologis minor kemungkinan mendasari

gangguan ini. Kondisi ini dapat dipicu oleh : deprivasi tidur, kelelahan yang berat,

demam, stress, medikasi (misalnya fenotiazin), kandung kencing penuh dan suara keras.

Tidur berjalan cenderung terjadi pada waktu sepertiga pertama malam hari dan serangan

dapat terjadi selama beberapa menit sampai 1 jam. Gangguan ini kadang-kadang

berbahaya, karena dapat terjadi cedera akibat kecelakaan.

17
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan melalui anamnesis. Tidur berjalan tidak

memerlukan pengobatan khusus, hanya memerlukan penjagaan, misal: mengunci jendela,

menutup pintu, menjaga kamar dari benda yang dapat terinjak, menyingkirkan benda

yang dapat membahayakan, dan menghindari factor pemicu. Bila gangguan sangat sering

terjadi, dapat diberikan benzodiazepin dosis rendah dan antidepresan trisiklik.

1.3.4 Sindrom Kaki Gelisah (Rest Leg Syndrome)

Tingkat sindrom kaki gelisah pada anak-anak tidak jelas, tetapi penelitian

menunjukkan prevalensi 2%. 26,32 Kondisi ini ditandai dengan sensasi tidak enak pada

kaki, dengan dorongan untuk menggerakkan kaki mulai malam hari. 26 Istirahat

memperburuk gejala, dan gerakan memberikan sedikit kelegaan. Gejala lain termasuk

kesulitan tidur, resistensi waktu tidur, "nyeri tumbuh," dan gejala yang mirip dengan

gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas. 26 Kondisi pada anak-anak dikaitkan dengan

perilaku dan suasana hati negatif, dan penurunan kognisi dan perhatian, dan lebih sering

terjadi pada anak-anak dengan gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas.26

Disfungsi dopamin, genetika, dan defisiensi besi diduga berperan dalam

patogenesis sindrom kaki gelisah.  Selain itu, gejala dapat diperburuk oleh aktivitas fisik

yang berlebihan atau tidak memadai atau penggunaan kafein, nikotin, antihistamin,

inhibitor reuptake serotonin selektif, atau antidepresan trisiklik. 33

Mendiagnosis sindrom kaki gelisah pada anak-anak dapat menjadi tantangan

karena mereka mungkin tidak dapat menggambarkan gejala inti. Diagnosis dapat dibuat

jika riwayatnya konsisten dengan kondisi dan setidaknya ada dua dari berikut ini:

gangguan tidur, kerabat tingkat pertama memiliki kondisi tersebut, atau lima atau lebih

18
gerakan anggota tubuh periodik per jam tidur selama polisomnografi. 26 Setelah sindrom

kaki gelisah didiagnosis, pengobatan konservatif termasuk menghindari faktor-faktor

yang memperburuk.  Karena kekurangan zat besi sering terjadi pada anak-anak,

pengukuran kadar feritin adalah wajar. 34 Penggantian zat besi harus dimulai jika kadar

feritin kurang dari 50 mcg per L, dan harus diperiksa ulang dalam tiga bulan. 46, 48 Tidak

ada obat yang disetujui untuk mengobati sindrom kaki gelisah pada anak-anak. Pasien

dengan gejala yang tidak merespon pengobatan konservatif harus dirujuk untuk evaluasi

lebih lanjut.

1.3.5 Parasomnia yang tidak dapat dispesifikasi

Kategori parasomnia yang tidak dapat ditentukan adalah gangguan yang ditandai

oleh prilaku atau kejadian fisiologis abnormal selama tidur atau saat transisi tidur dan

terjaga, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk parasomnia yang lebih spesifik.

1.4 Gangguan Tidur Berhubungan dengan Gangguan Mental Lain1

1.4.1 Insomnia yang berhubungan dengan gangguan Aksis I atau Aksis II

Insomnia ini terjadi sekurangnya satu bulan, dan jelas berhubungan dengan

masalah psikologis, dan gangguan mental yang yang telah dikenal secara klinis. Pada

kasus yang sudah pasti dimana kecemasan merupakan akar psikologis, maka psikoterapi

terhadap penyebab kecemasan (psikoterapi individual, psikoterapi kelompok, atau terapi

keluarga) seringkali menghilangkan insomnia.

1.4.2 Hipersomnia yang berhubungan dengan gangguan Aksis I atau Aksis II

Hypersomnia ini terjadi sekurangnya selama satu bulan, dan berhubungan dengan

gangguan mental termasuk gangguan mood. Mengantuk berlebihan di siang hari terjadi

19
pada stadium awal. Gangguan mental lain, seperti gangguan kepribadian, gangguan

disosiatif, dan gangguan amnestic, dapat menimbulkan hypersomnia.

1.5 Gangguan Tidur Lain Khususnya Gangguan Tidur Karena Kondisi Medis Umum atau yang

Disebabkan oleh Zat1

1.5.1 Gangguan Tidur karena Kondisi Medis Umum

Setiap jenis gangguan tidur dapat disebabkan oleh suatu kondisi medis

umum. Hampir semua kondisi medis yang disertai oleh nyeri dan rasa tidak nyaman

(artritis,angina), dapat menyebabkan insomnia. Beberapa kondisi yang dapat

menimbulkan insomnia tanpa adanya rasa nyeri atau tidak nyaman adalah neoplasma,

lesi vaskular, infeksi dan kondisi degenerative dan traumatic. Kondisi lain khususnya

penyakit endokrin dan metabolik seringkali disertai oleh beberapa gangguan tidur.

1.5.2 Gangguan Tidur yang disebabkan oleh Zat

Setiap jenis gangguan tidur dapat disebabkan oleh suatu zat. Menurut DSM IV

klinisi juga harus menentukan apakah onset terjadi selama intoksikasi atau setelah putus

zat. Jenis gangguan tidur yang sering terjadi pada anak adalah narkolepsi, gangguan tidur

yang disertai oleh gangguan pernapasan, gangguan mimpi buruk, gangguan terror tidur,

gangguan tidur berjalan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Aktigrafi (ACG)

Pemeriksaan ACG menggunakan peralatan kecil yang diletakkan di tangan, yang dapat

merekam dan menyimpan data aktivitas motorik sepanjang malam dari menit ke menit.

20
Penggunaan ACG didasarkan pada pengetahuan bahwa keadaan tidur-bangun dapat diketahui

dari aktivitas motoric. Aktivitas motoric akan menghilang pada saat subyek tertidur dan akan

meningkat kembali saat terbangun.17

Kelemahan ACG adalah kurang peka untuk mendeteksi keadaan terjaga. Beberapa

subyek dengan kesulitan memulai tidur yang berbaring dengan tenang ditempat tidur dapat salah

didata sebagai dalam keadaan tidur. Kelemahan lainnya adalah gerakan malam hari dapat salah

diinterpretasikan sebagai keadaan terjaga. Karena keterbatasannya, ACG hanya dapat memberi

perkiraan kualitas tidur.1,17

Polisomnografi (PSG)

Polisomnografi (PSG),yaitu pemeriksaan terhadap berbagai proses fisiologi tubuh yang

terjadi selama tidur, diantaranya aktivitas elektrik otak, gerakan bola mata dan rahang, gerakan

otot kaki, gerakan dan aliran pernapasan, elektrokardiografi, dan saturasi oksigen. Dapat

memberikan informasi lengkap tentang perubahan keadaan tidur bangun. PSG dianggap sebagai

standar baku emas untuk penelitian tentang tidur. Indikasi yang paling sering untuk melakukan

PSG adalah kecurigaan klinis kelainan pernapasan saat tidur.1,19

Walaupun dianggap sebagai standar baku emas, pada pemeriksaan PSG ini memiliki

beberapa kekurangannya, seperti peralatan tidak praktis, scoring PSG tergantung pada penilaian

subyektif dari rekaman EEG, dan PSG pada umumnya dilakukan dilaboratorium tidur, yang

dapat mempengaruhi kualitas tidur.21

21
Pengukuran yang direkam selama polisomnografi memberikan banyak informasi tentang

pola tidur, seperti:19

 Gelombang otak dan gerakan mata selama tidur dapat membantu tim medis menilai tahap

tidur yang Anda miliki dan mengidentifikasi gangguan tidur sesuai tahapannya seperti

narkolepsi dan gangguan perilaku tidur REM.

 Perubahan detak jantung dan pernapasan serta perubahan oksigen darah yang abnormal

selama tidur dapat menandakan terjadinya sleep apnea.

 Gerakan kaki yang sering mengganggu tidur Anda mungkin mengindikasikan gangguan

gerakan ekstremitas berkala.

 Gerakan atau perilaku yang tidak biasa selama tidur mungkin merupakan tanda-tanda

gangguan perilaku tidur REM atau gangguan tidur lainnya.

Kuesioner

Cara sederhana dan mudah dikerjakan oleh praktisi kesehatan adalah dengan

menggunakan kuesioner skrining gangguan tidur. Ada beberapa kuesioner yang sudah divalidasi

22
dengan baku emas pemeriksaan PSG ataupun aktigrafi, diantaranya BEARS (Bedtime resistance,

Excessive daytime sleepiness, Awakenings during the night, Regularity and duration of sleep,

Snoring), Pediatric Sleep Questionnaire (PSQ), dan The Infant Sleep Questionnaire. kuesioner

ini dapat digunakan sejak usia bayi sampai remaja.18,21,22

Brief Infant Screening Questionnaire (BISQ) adalah salah satu kuesioner yang sudah

divalidasi dengan pemeriksaan aktigrafi. Kuesioner ini berisi pertanyaan singkat seputar

kebiasaan tidur dan lain-lain.Waktu pengisian kuesioner sekitar 5-10 menit. Anak dikatakan

mengalami masalah tidur apabila memenuhi salah satu dari kriteria berikut: anak terbangun lebih

dari 3 kali per malam ,jumlah waktu terbangun pada malam hari lebih dari 1 jam,atau total waktu

tidur kurang dari 9 jam.23

Kuesioner lain yang telah divalidasi dan dinilai reabilitasnya adalah the Children’s Sleep

Disturbance Scale (SDSC). Dengan metode ini, peneliti meminta orang tua responden untuk

mengisi kuesioner dengan mengingat pola tidur anak mereka. Melalui metode SDSC dapat

mendeteksi gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang dialami oleh anak usia 6-15 tahun.

Metode ini sering digunakan karena memiliki prinsip analisis komponen yang kuat, normalitas

yang distandarisasi, dan usia yang dipakai sesuai dengan subyek yang akan diteliti.5

The Children’s Sleep Disturbance Scale (SDSC) mengemukakan enam kategori

gangguan tidur yaitu (1) gangguan pernapasan waktu tidur (mengorok sebanyak 24 kali saat

tidur, apnea saat tidur, dan kesulitan bernapas); (2) gangguan memulai dan mempertahankan

tidur (awitan mulai tidur yang lama, bangun malan hari, dan lain – lain); (3) gangguan kesadaran

(berjalan saat tidur, mimpi buruk, dan terror tidur), (4) gangguan transisi tidur-bangun (gerakan

involunter saat tidur); (5) gangguan somnolen berlebihan (mengantuk saat pagi dan tengah hari,

dan lain-lain; dan (6) hyperhidrosis saat tidur (berkeringat saat tidur).5

23
DIAGNOSIS

1. Anamnesis

1.1 Bayi

 Bagaimana anda tahu bahwa bayi anda terbangun?

Tidur REM adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola napas dan denyut jantung

tidak teratur, bola mata bergerak lebih cepat, sering timbul Gerakan pada tangan,

kaki dan muka. Orang tua sering menganggap hal ini sebagai tanda bahwa

bayinya terbangun dan terganggu tidurnya.

 Bagaimana cara menidurkan bayi anda?

Jika bayi mulai tidur dengan dipegang, disusui atau keduanya, bayi akan

memerlukan perlakuan serupa untuk tertidur kembali bila terbangun di malam

hari.

 Apakah saat terbangun bayi tersebut diberi minum? Berapa banyak ?’

Setelah umur 6 bulan, bayi tidak harus diberi minum pada malam hari.

 Ketika anda pergi apakah anda memikirkan dan mengkhawatirkan bayi anda

sepanjang waktu?

Beberapa orang tua memiliki masalah pemisahan dengan bayinya. Hal ini dapat

memengaruhi keadaan bayi pada waktu terbangun di malam hari.

1.2 Anak-anak

 Apakah anda memiliki masalah lain dengan anak anda?

Untuk anak yang memiliki masalah prilaku pervasif, penatalaksanaan harus

ditujukan pada masalah yang terjadi pada siang hari dan bukan pada malam hari.

24
 Apakah anda merasa putus asa karena tidak dapat Mengendalikan prilaku anak?

Apakah anda percaya bahwa anak anda yang bertanggung jawab? Apakah anda

mengalami pertengkaran dengan anak anda?

Pertanyaan ini menilai penerimaan orang tua terhadap kemandirian anak mereka,

dan membantu melihat apakah pertengkaran merupakan akar dari gangguan tidur

yang terjadi pada anak.

 Apakah anda merasa khawatir bahwa gangguan tidur pada anak anda merupakan

bagian dari suatu masalah yang lebih besar dan bermakna?

Beberapa orang tua merasa cemas, karena khawatir kalau-kalau gangguan tidur

yang terjadi merupakan tanda masalah psikologis dan medis yang lebih dalam dan

bermakna.

 Seberapa besar gangguan tidur yang terjadi pada anak membebani anda?

Maasalah tidur merupakan masalah keluarga, masalah ini jarang memberikan

dampak negative pada anak. Jika keluarga tidak terganggu dengan masalah ini,

mereka tidak akan termotivasi dan berkeinginan untuk mengikuti strategi terapi

2. Observasi prilaku

Penilaian klinisi mengenai interaksi anak dan orang tua dapat memberikan

informasi yang penting. Orang tua yang mudah cemas atau terlalu perhatian terhadap

anaknya dapat memiliki kesulitan pemisahan. Informasi mengenai hubungan anak dengan

orang tua sangat membantu untuk mengetahui adanya gangguan tidur pada anak. Sikap

orang tua yang sangat melindungi anaknya akan sangat berpengaruh terhadap kemandirian

anak tersebut.

3. Pemeriksaan fisik

25
Klinisi harus memastikan bahwa tidak terdapat masalah medis (contoh otitis

media) yang menjadi penyebab terjadinya gangguan tidur.

PENATALAKSANAAN

Non Farmakologis

Penanganan gangguan tidur secara menyeluruh meliputi edukasi kepada orangtua, terapi

perilaku (behavior therapy), serta pemberian obat. Edukasi kepada orangtua terutama diberikan

mengenai pentingnya kebiasaan tidur. Pengertian kebiasaan tidur yang baik meliputi waktu tidur

yang teratur dan konsisten, tidur siang tetap diperlukan untuk anak dengan lama tidur tertentu,

setiap anak memiliki kebiasaan memulai tidur yang berbeda (mandi sebelum tidur, dibacakan

cerita, membaca, mendengarkan music, dll). Pemberian makan harus disesuaikan dengan waktu

tidur anak, menghindari aktivitas fisik yang berlebihan menjelang waktu tidur, aktivitas tidur

yang teratur akan mengurangi kesulitan anak untuk jatuh tertidur, selain itu lingkungan tempat

anak tidur harus nyaman, dan hindari pemberian kopi, makanan atau minuman yang

mengandung nikotin atau alkohol.20

Terapi perilaku atau disebut juga terapi non-farmakologi berupa pengaturan pola tidur,

terapi relaksasi, pengaturan stimulus atau rangsangan, dan pengaturan hygiene tidur. Salah satu

yang berperan dalam tidur adalah lingkungan, dengan memberikan lingkungan dan kondisi yang

menunjang untuk tidur, akan membantu anak dengan gangguan tidur. Selain itu jadwal makan

yang teratur, jadwal tidur dan bangun, serta latihan fisik rutin yang teratur perlu dilakukan untuk

menghindari terjadinya ganguan tidur.27

Pengertian pengaturan stimulus adalah menghindari atau atau mengatasi masalah yang

sering menyebabkan kesulitan memulai atau jatuh tidur.Hal ini dapat dilakukan memberikan

26
edukasi bahwa kamar dan tempat tidur adalah khusus untuk tidur, hindari bermain ataupun

belajar di kamar tidur.Hal ini termasuk menghindari makanan atau minuman yang mengandung

nikotin atau kafein 4-6 jam sebelum tidur. Relaksasi dapat membantu untuk memudahkan anak

jatuh tidur, dapat dilakukan dengan pijatan lembut sebelum anak tidur.20

Pada gangguan tidur yang bersifat sekunder terjadi karena terdapat gangguan organik

atau penyakit lainnya, oleh sebab itu pertama kali yang dilakukan adalah melakukan penanganan

pada penyakitnya. Diharapkan dengan penanganan yang baik, gangguan tidur yang dialami akan

teratasi.20

Farmakalogis

Pemilihan jenis farmakoterapi dapat memakai sedatif dan hipnotik, sebagian besar

digunakan untuk kasus insomnia. Beberapa jenis antihistamin dapat memperbaiki gangguan tidur

pada anak,namun sampai saat ini masih sedikit data mengenai efikasi, keamanan, dan toleransi

obat-obat tersebut untuk kasus insomnia pada anak. Pendapat lain mengatakan bahwa obat

bukanlah terapi pilihan pertama untuk penanganan gangguan tidur pada anak.20,28

Obat jenis antihistamin (diphenhydramine) merupakan antagonis reseptor H1 generasi

pertama, dapat melewati sawar darah otak, dengan waktu paruh sekitar 4 sampai 6 jam.Jenis obat

ini dapat mempengaruhi kualitas tidur. Jenis lain yaitu melatonin yang merupakan analog

hormone, memiliki waktu paruh sekitar 30-50 menit, obat ini memiliki pengaruh dalam irama

sirkardian tubuh (circardian rhythms).20

Jenis reseptor agonis benzodiazepin seperti flurazepam, quazepam, temazepam,

estazolam dan triazolam yang memiliki waktu paruh bervariasi mulai dari 2 jam sampai lebih

dari 2 hari, memiliki peran dalam mengurangi frekuensi nocturnal arousals. Jenis obat lain yang

dapat digunakan memiliki efek mengurangi stadium tidur REM adalah klonidin yang merupakan

27
agonis alfa dengan waktu paruh sekitar 6 sampai 24 jam. Jenis antidepresan atipikal yaitu

trazodone memiliki pengaruh mengurangi sleep onset latency, memperbaiki kontinuitas tidur,

mengurangi fase REM dan meningkatkan slow wave sleep.20

Melatonin padaa saat ini menarik banyak perhatian peneliti dan dokter karena potensi

terapinya yang tinggi tanpa efek samping. Banyak penelitian yang menghubungkan melatonin

yang diproduksi oleh kelenjar pineal dengan siklus tidur-bangun; bila melatonin diberikan

kepada manusia atau hewan, obat ini akan memicu tidur dan mensinkronkan ritme sikardian.

Didapatkan hubungan antara defisiensi melatonin atau gangguan ritme dengan peningkatan

prevalensi gangguan tidur. Tampaknya melatonin ini memengaruhi regulasi ritme diurnal.

Melatonin eksogen memiliki efek memengaruhi awal tidur. Penggunaan melatonin dosis rendah

(0,5-3mg) dilaporkan mengurangi latensi tidur dan memperbaiki kualitas tidur. Sebuah penelitian

metaanalisis melaporkan bahwa belum didapatkan cukup bukti mengenai efektivitas pemakaian

melatonin eksogen sebagai terapi pada gangguan tidur sekunder, tetapi obat ini cukup aman

digunakan pada pemakaian jangka pendek (<3 bulan). Masih diperlukan penelitian lebih lanjut

mengenai pemakaian melatonin eksogen sebagai terapi farmakologis pada gangguan tidur.1

DAMPAK GANGGUAN TIDUR PADA ANAK

Telah dibuktikan bahwa tidur memiliki efek yang besar untuk kesehatan mental,

emosi dan fisik, serta system imunitas tubuh. Adanya abnormalitas pada otak juga dapat

diketahui dari bagaimana pola tidur anak tersebut. Pada saat tidur terjadi perbaikan sel – sel

otak dan diproduksi kurang lebih 75% hormone pertumbuhan; gangguan tidur akan

mengakibatkan efek yang sebaliknya. Hormone pertumbuhan terkait langsung dengan proses

tidur. Selama fase tidur non REM stadium 3 dan 4, dan dihambat selama tidur REM. Namun

hormone pertumbuhan ini juga disekresi pada waktu yang lain selama 24 jam, misalnya 4-5
28
jam setelah makan. Hormone ini berfungsi merangsang pertumbuhan tulang Panjang, tulang

rawan, dan jaringan lunak dan berperan juga mengatur metabolisme otak. Hormone lain yang

mempunyai kaitan dengan siklus tidur adalah prolactin dan kortisol. Kadar prolactin

mencapai puncak antara pukul 05.00 – 07.00 pagi, sedangkan sekresi kortikosteroid biasanya

terjadi pada malam hari dan dapat berubah sesuai dengan siklus tidur-bangun.

Pada waktu bangun, tubuh menggunakan oksigen dan makanan untuk keperluan

aktivitas fisik dan mental. Selain itu, digunakan juga hormone adrenalin dan kortikosteroid

tubuh. Selama tidur, terjadi keadaan sebaliknya, yakni terjadi konversi energi, perbaikan sel-

sel tubuh dan pertumbuhan. Selain berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan hormone

ini juga memungkinkan tubuh memperbaiki dan memperbarui seluruh sel tubuh. Proses ini

berlangsung lebih cepat pada waktu tidur dibandingkan dengan waktu bangun. Hal ini

merupakan bukti bahwa tidur mempunyai efek yang penting pada tumbuh kembang anak.

Gangguan tidur dapat mengakibatkan overaraoused pada bayi/anak. Anak menjadi

lebih sulit untuk memulai tidur. Kualitas tidur yang tidak adekuat dapat mengakibatkan

bayi/anak menjadi mengantuk, hiperaktif, cenderung irritable, inatensi, kurang kooperatif,

dan sulit dikontrol. Untuk usia prasekolah, terlambat tidur 30 menit saja akan mempengaruhi

emosi mereka pada keesokan harinya. Bayi yang rewel dan sering terganggu tidur malamnya

cenderung kurang mampu memfokuskan perhatiannya atau berkonsentrasi, sehingga mereka

akan mengalami keterlambatan dalam ketrampilan motoriknya.

KESIMPULAN

Secara umum tidur didefinisikan suatu perilaku alami ketika seseorang kehilangan

kontak perseptual dengan lingkungannya. Tidur merupakan aktivitas area tertentu di otak.

29
Stimulasi pada area ini akan menghasilkan tidur, sebaliknya kerusakan area ini akan

mengakibatkan gangguan tidur. Gangguan tidur terjadi pada sekitar 35-45% anak berumur 2 – 18

tahun.

Gangguan tidur pada anak memiliki angka kejadian cukup tinggi, gangguan tidur dapat

memberikan dampak bagi anak, baik dari segi aktifitasnya, konsentrasi, suasana hati, emosi,

atensi, dan memori anak. Selain itu akan memberikan dampak pula bagi orangtua dan keluarga.

Oleh sebab itu edukasi mengenai pola tidur yang benar harus diberikan, dan lakukan evaluasi

dan penanganan gangguan tidur secara menyeluruh.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih, IG.N. Gde Ranuh. Gangguan tidur pada anak. Dalam: Thermiany AS,
Trisna Windiani IGA, dkk, editor. Buku Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Jakarta :
Badan Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012; h. 337 – 350.

2. Bebe DW. Morbiditas neurobehavioral yang terkait dengan gangguan pernapasan saat


tidur pada anak-anak: tinjauan komprehensif. Tidur.  2006;29(9):1115-1134.
3. Beebe DW, Ris MD, Kramer ME, Long E, Amin R. Hubungan antara gangguan
pernapasan saat tidur, nilai akademik, dan fungsi kognitif dan perilaku di antara subjek
yang kelebihan berat badan selama masa kanak-kanak pertengahan hingga
akhir. Tidur. 2010;33(11):1447-1456.
4. Danner F, Phillips B. Tidur remaja, waktu mulai sekolah, dan kecelakaan kendaraan
bermotor remaja. J Clin Obat Tidur.  2008;4(6)::533-535.
5. Rini Sekartini. Pola Tidur Pada Anak, Artikel pengasuhan-Anak, Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 11.04.2015.
6. Pediatri S, Sekartini R, Adi NP. Gangguan tidur pada anak usia di bawah tiga tahun di
lima Kota di Indonesia. Sari Pediatri. 2006;7:188-93.
7. Dwi Putro Widodo, Taslim S S. Perkembangan Normal Tidur pada Anak dan
Kelainannya. Sari Pediatri, Vol.2,No.3, Desember 2000: 139 – 145
8. Herwanto, Hesti Lestari, Sarah M. Warouw, Praevilia M. Salendu (2018). Skala
gangguan tidur untuk anak-anak sebagai alat diagnosa gangguan tidur pada remaja,
Paediatri indonesi, Vol. 58, No. 3. Doi: http://dx.doi.org/10.14238/pi58.3.2018.133-7
9. Bruni, O., Ottaviano, S., Guidetti, V., Romoli, M., Innocenzi, M., Cortesi, F., &
Giannotti, F. (1996). The sleep disturbance scale for children (SDSC): Construction and
validation of an instrument to evaluate sleep disturbances in childhood and adolescence.
Journal of Sleep Research, 5 , 251–61.
10. Gangguan tidur pada Remaja Usia 12 – 15 Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
Haryono A, Rindiarti A, Arianti A, Pawitri A, Ushuluddin A, Setawati A, dkk. Sari
Pediatri. 2009;11:149-54.
11. Kryger MH, Roth T, Dement WC. Principals and practice of sleep medicine.
Philadelphia: Saunders; 2005

31
12. Diette GB, Markson L, Skinner EA, Nguyen TT, Algaatt-Bergstrom P, Wu AW.
Nocturnal asthma in children affects school attendance, school performance, and parents’
work attendance. Arch of Ped & Adolesc Med. 200;56:143-76.
13. Benoit D, Zeanah CH, Boucher C, Minde KK. Sleep disorders in early childhood:
association with in secure maternal attachment. J of the American Acad of Child &
adolescent Psychiatry.1992;31:86-93.
14. C. Carolyn Thiedke, M.D. Sleep Disorders and Sleep Problems in Childhood. Am Fam
Physician 2001;63:277-84
15. Lamberg L. Knitting up the raveled sleave of care: role of sleep and effects of its lack
examined. JAMA. 1996;57:128-53.
16. Davis KF, Parker KP, Montgomery GL. Sleep in infants and young children. Part two:
common sleep problems. J Pediatr Health Care 2004;18:130-7.
17. Morgenthaler T, Alessi C, Friedman L, Owen J, Kapur V, Boehlecke B, dkk. Practice
parameters for the use of actigraphy in the assessment of sleep and sleep disorders: an
update for 2007. Sleep 2007;30:519-29.
18. Pollack C, Tryon W, Nagaraja H, Dzwonczyk R. How accurately does wrist actigraphy
identify the states of sleep and wakefulness? Sleep 2001;24:957-65.
19. Helpguide. Understanding sleep: deep sleep, REM cycles, stage, and needs. Diunduh
dari: http://helpguide.org/life/sleeping.htm#stages.
20. Mindell JA, Owens JA. A Clinical guide to pediatric sleep: diagnosis and management of
sleep problems. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2010.h.30-167.
21. Owens JA. Sleep disorders.dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics.Edisi ke-19, Philadephia: Saunders; 2011.h Judith A.
Owens, Sleep Medicine, edisi 18, 2007: 91-100.
22. Nau SD, Lichstein KL. Insomnia: causes and treatment. Dalam: Berry RB, Geyer JD,
Carney PR, penyunting. Clinical sleep disorders. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins; 2005.h.157-88.

23. Sack RL, Auckley D, Auger RR, dkk. Gangguan tidur ritme sirkadian: bagian II,

gangguan fase tidur lanjut, gangguan fase tidur tertunda, gangguan berjalan bebas, dan

32
ritme tidur-bangun yang tidak teratur. Ulasan American Academy of Sleep

Medicine. Tidur.  2007;30(11):1484-1501.

24. Aoki H, Ozeki Y, Yamada N. Hipersensitivitas penekanan melatonin dalam menanggapi

cahaya pada pasien dengan sindrom fase tidur tertunda. Chronobiol Int. 2001;18(2):263

25. Keenan SA. Polysomnography technical aspect in adolescent and adult. J Clin
Neurophysiol 1992; 9:21 – 31.

26. Akademi Kedokteran Tidur Amerika. Klasifikasi Internasional Gangguan Tidur: Manual

Diagnostik dan Pengkodean . edisi ke-2 Westchester, Ill.: American Academy of Sleep

Medicine; 2005.

27. Hansen M, Janssen I, Schiff A, Zee PC, Dubocovich ML. Pengaruh jadwal harian

sekolah terhadap tidur remaja. Pediatri. 2005;115(6):1555-1561

28. Chervin RD, Archbold KH, Panahi P, Pituch KJ. Sleep problems seldom addressed at
two general pediatric clinics. Pediatrics. 2001;107:1375-80.

29. Mundey K, Benloucif S, Harsanyi K, Dubocovich ML, Zee PC. Pengobatan tergantung

fase dari sindrom fase tidur tertunda dengan melatonin. Tidur. 2005;28(10):1271-1278.

30. Kayumov L, Brown G, Jindal R, Buttoo K, Shapiro CM. Sebuah studi crossover acak,

double-blind, terkontrol plasebo tentang efek melatonin eksogen pada sindrom fase tidur

tertunda. Med Psikosom.  2001;63(1):40-48.

31. Nagtegaal JE, Kerkhof GA, Smits MG, Swart AC, Van Der Meer YG. Sindrom fase tidur

tertunda: studi cross-over terkontrol plasebo tentang efek melatonin yang diberikan lima

jam sebelum onset melatonin cahaya redup individu. J Tidur Res. 1998;7(2):135-143.

32. Picchietti D, Allen RP, Walters AS, Davidson JE, Myers A, Ferini-Strambi L. Sindrom

kaki gelisah: prevalensi dan dampak pada anak-anak dan remaja—studi Peds

REST. Pediatri. 2007;120(2):253-266.

33
33. Gamaldo CE, Earley CJ. Sindrom kaki gelisah: pembaruan

klinis. Dada. 2006;130(5):1596-1604.

34. Cogswell ME, Looker AC, Pfeiffer CM, dkk. Penilaian kekurangan zat besi pada anak-

anak prasekolah AS dan wanita tidak hamil usia subur: Kesehatan Nasional dan Survei

Pemeriksaan Gizi 2003-2006. Am J Clin Nutr. 2009;89(5):1334-1342.

35. Morel J. The infant sleep questionnaire: a new tool to assess infant sleep problems for
clinical and research purpose. Child Psychology and Psychiatry. Review. 1999;4:420-6.
36. Sadeh A. A brief screening questionnaire for infant sleep problems: validation and
finding for an internet sample. Pediatrics.2004;113:570-7.
37. Dijk DJ, Duffy JF, Czeisler CA. contribution of circardian physiology and sleep
homeostasis to age-related changes in human sleep. Chronobiol Int. 2000;17:285- 311.
38. Mindell JA, Emslie G, Blumer J, Genel M, Glaze D, Ivanenko A, etc. Pharmacologic
management of insomnia in children and adolescent: consensus statement. Pediatrics.
2006;117:1223-32.
39. Dewald JF, Meijer AM, Oort FJ, Kerkhof G a, Bögels SM. The influence of sleep
quality, sleep duration and sleepiness on school performance in children and adolescents:
A meta-analytic review. Sleep Medicine Reviews 2010;14(3):179-189.
40. Zee C. The Normal Duration of Daily Sleep for Different Groups. Medscape Family
Medicine. 2005;7(2)
41. Meita Dhamayanti, Faisal, Elma Citra Maghfirah. Hubungan kualitas tidur dan masalah
mental emosional pada remaja sekolah menengah . Sari Pediatri. 2019;20(5):283-8

34

Anda mungkin juga menyukai