Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR DAN ISTIRAHAT

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

DISUSUN OLEH :

KRISNA

113063J122013

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

BANJARMASIN

2022
I. Konsep Kebutuhan Tidur dan Istirahat
I.1 Definisi kebutuhan tidur dan istirahat
Istirahat dan tidur merupakan dasar untuk menjaga kesehatan.
Seseorang yang sedang sakit memerlukan kebutuhan istirahat dan tidur
yang lebih dibandingkan dengan orang yang sehat. Istirahat dan tidur
adalah sama pentingnya bagi kesehatan yang baik dengan nutrisi yang baik
dan olahraga yang cukup. Tiap individu membutuhkan jumlah istirahat
dan tidur yang berbeda.Kesehatan fisik dan emosi tergantung pada
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada manusia. Tanpa
jumlah istrirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi,
membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan hari-hari
akan menurun (Budiantoro, 2019).
Tidur adalah proses yang berhubungan dengan mata tertutup
selama beberapa periode yang memberikan istirahat total bagi mental dan
aktivitas fisik manusia, kecuali fungsi beberapa organ vital seperti jantung,
paru-paru, hati, sirkulasi darah dan organ dalam lainnya (Retnaningsih,
2018). Penelitian terbaru Lange et al. menunjukkan bahwa tidur bertindak
untuk membantu peningkatan tahap awal dari respons imun. Irama
sirkadian yang menjaga waktu tidur dikendalikan oleh pusat utama yang
terletak di inti suprachiasmatic dari hipotalamus. Substrat neuroanatomi
dari tidur NREM terutama terletak di nukleus preoptik ventrolateral
hipotalamus dan tidur REM terletak di pons (Reza, Karima, & Budiarto,
2019).
Sedangkan istirahat merupakan keadaan tidak beraktivitas dan
keadaan rileks tanpa adanya tekanan emosional serta memerlukan
ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan
lelah, bersantai untuk menyegarkan diri, atau suatu keadaan melepaskan
diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan, bahkan
menjengkelkan (Siregar & Risha, 2018).

I.2 Fisiologi sistem/ Fungsi normal sistem kebutuhan tidur dan istirahat
Pengaturan kegiatan tidur terjadi karena adanya mekanisme
serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak
agar dapat tidur kemdian terbangun. Pusat pengaturan aktivitas
kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon bagian atas spons
serta sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam
tidur. Sistem tersebut yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Sybchronizing Regional (BSR). Dalam prosesnya, tidur dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu tidur gelombang lambat (Slow Wave Sleep) atau
disebut juga tidur Non Rapid Eye Movement (NREM) yang dibagi menjadi
tiga tahap (N1, N2, N3, N4) dan tidur paradoks atau tidur Rapid Eye
Movement (REM) (Dhamayanti, 2021).
I.2.1 Tidur Gelombang Lambat (Slow Wave Sleep) atau Tidur Non-
Rapid Eye Movement (NREM)
Jenis tidur gelombang lambat merupakan jenis tidur yang
disebabkan menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktifan
retikularis dan dikenal dengan dengan tidur yang dalam, istirahat
penuh atau nyenyak. Pada tidur gelombang lambat, gelombang otak
bergerak lebih lambat sehingga menyebabkan tidur tanpa mimpi.
Tidur gelombang lambat juga disebut gelombang delta. Ciri-ciri
tidur gelombang lambat, antara lain tubuh dalam kondisi benar-
benar istirahat, tekanan darah menurun, frekuensi napas menurun,
pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan kecermatan
metabolisme basal berkurang 10-30%. Tidur gelombang lambat
bukan berarti tidak mengalami mimpi sama sekali, tetapi pada
tahap ini juga timbul mimpi dan kadang-kadang mimpi buruk, seta
mimpi dalam tidur NREM tidak dapat diingat kembali berbeda
dengan tidur REM. Jadi, pada tidur NREM tidak terjadi konsolidasi
mimpi dalam ingatan. Tahapan tidur jenis gelombang lambat dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur
dengan ciri-ciri, antara lain tubuh rileks, masih sadar dengan
lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari
samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit menurun
segera. Tahap ini berlangsung selama 5 menit.
b. Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun dengan ciri-ciri antara lain bola mata menetap, denyut
jantung dan frekuensi napas menurun, temperatur tubuh
menurun, serta metabolisme menurun. Tahap ini berlangsung
pendek dan berakhir 10-15 menit dan 40-45% total tidur.
c. Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan
frekuensi napas serta proses tubuh lainnya melambat karena
disebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatis. Tahap ini
sulit untuk bangun.
d. Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan
jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak sulit
dibangunkan, gerak bola mata cepat, dan sekresi lambung
menurun, serta tonus otot menurun. Terjadi 30-40 menit setelah
onset tidur.

I.2.2 Tidur Paradoks atau Tidur Rapid Eye Movement (REM)


Tidur paradoks atau tidur Rapid Eye Movement (REM)
merupakan jenis tidur yang disebabkan penyaluran abnormal dari
isyarat-isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tertekan
secara berarti. Tidur jenis ini berlangsung pada tidur malam yang
terjadi 5-20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi
selama 80-100 menit, tetapi apabila kondisi tubuh sangat lelah, awal
tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada.
Ciri-ciri tidur paradoks adalah tidur REM biasanya disertai
mimpi aktif dan mimpi diingat, pada tahap tidur REM biasanya lebih
sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang lambat
walaupun telah diberikan rangsangan sensorik, tonus otot di seluruh
tubuh sangat berkurang dan menunjukkan hambatan yang kuat pada
serat-serat proyeksi spinal dari area eksitatorik batang otak.
Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur, yaitu efek
pada sistem saraf dan efek struktur tubuh. Efek pada sistem saraf
diperkirakan tidur dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan di antara berbagai susunan saraf. Pada efek struktur
tubuh, tidur dapat memulihkan kesegaran dan fungsi organ tubuh
karena selama tidur terjadi penunurunan kerja semua organ tubuh.
Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat
perkembangan, misalnya pada masa neonatus (0-1 bulan) hampir
sebagian besar waktu yang digunakan untuk tidur. Pada dewasa tua
jumlah kebutuhan tidurnya semakin berkurang. Berikut ini
merupakan kebutuhan tidur manusia (Asmadi, 2008) :
a. Bayi baru lahir
Tidur 14-18 jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh sedikit,
50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap
III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
b. Bayi
Bayi tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama
pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar.
c. Toddler
Toddler tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih
lama pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar
d. Prasekolah
Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun
kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada umur 5 tahun, tidur siang
tidak ada, kecuali kebiasaan tidur sore hari.
e. Usia sekolah
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur
relatif konstan.
f. Remaja
Tidur sekitar 8,5 jam sehari dan 20% tidur REM.
g. Dewasa muda
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap
I, 50% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III–IV.
h. Dewasa pertengahan
Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin mengalami
insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
i. Dewasa tua
Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata
berkurang, kadang-kadang tidak ada. Mungkin mengalami
insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.

I.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem kebutuhan


tidur dan istirahat
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-
beda. Berikut terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi tidur (E-
Journal, 2016) :
I.3.1 Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal. Namun keadaan sakit menjadikan pasien
kurang tidur atau tidak dapat tidur. Seperti pada pasien dengan
gangguan pernafasan seperti asma, bronkitis, penyakit
kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.
I.3.2 Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan
nyaman, kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh
maka akan menghambat tidurnya.
I.3.3 Motivasi
Motivasi dapat memengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
I.3.4 Kelelahan
Apabila seseorang mengalami kelelahan dapat memperpedek
periode pertama dari tahap REM.
I.3.5 Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
I.3.6 Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan
minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
I.3.7 Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur
antara lain :
a. Diuretik, menyebabkan insomnia
b. Anti depresan, supresi REM
c. Kafein, meningkatkan saraf simpatis
d. Beta bloker, menimbulkan insomnia
e. Narkotika, mensuspensi REM

I.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem


kebutuhan tidur dan istirahat
Ada beberapa masalah kebutuhan tidur yang dapat dialami
seseorang, mulai dari gangguan tidur dan kualitas tidur serta gangguan
pola tidur. Masalah atau gangguan tidur dapat dikategorikan menjadi
gangguan tidur primer, gangguan tidur sekunder, dan parasomnia.
Gangguan tidur primer merupakan gangguan tidur yang disebabkan
oleh individu itu sendiri. Gangguan tidur tersebut termasuk insomnia,
hipersomnia, eneuresis, narcolepsi, apnea tidur, dan parasomnia.
Sedangkan gangguan tidur sekunder merupakan gangguan tidur yang
disebabkan oleh gangguan klinis lainnya, seperti gangguan fungsi
tiroid, depresi, alkohol, atau zat lainnya.
I.4.1 Insomnia
Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan
mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun
kuantitas. Seseorang akan mengalami keadaan tidur sebentar
atau sulit tidur. Proses gangguan ini kemungkinan besar
disebabkan oleh adanya gangguan psikologis, seperti rasa
khawatir, tekanan jiwa, ataupun stress.
I.4.2 Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria
tidur berlebihan dengan total jam tidur lebih dari sembilan jam
pada malam hari. Masalah tidur ini kemungkinan disebabkan
masalah psikologi, depresi, kecemasan, dan dapat pula
disebabkan kondisi kesehatan, seperti kerusakan sistem saraf
pusat atau gangguan metabolisme (diabetik acidosis dan
hipotiroid). Pada berbagai situasi kadang-kadang hipersomnia
dijadikan mekanisme koping sesorang untuk menghindari
masalah yang harus dihadapinya.
I.4.3 Enuresis
Enuresis merupakan buang air kecil yang tidak disengaja
pada waktu tidur atau disebut dengan istilah mengompol.
Enuresis dibagi menjadi dua jenis, yaitu enuresa nokturnal
(mengompol di saat tidur) dan enuresa diurnal (mengompol
pada saat bangun tidur). Enuresa nokturnal umumnya gangguan
pada tidur NREM.
I.4.4 Apnea tidur
Apnea tidur merupakan episode berulang henti napas yang
dapat menyebabkan terjadinya hipoksia dan terbangun berkali-
kali. Keadaan ini dapat terjadi akibat gangguan ventilasi ketika
tidur, gangguan mental lain, dan dapat pula akibat langsung
pengaruh fisiologik atau zat (termasuk medikasi).
I.4.5 Narcolepsi
Narcolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan
diri untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan berdiri,
mengemudikan kendaraan atau di saat sedang membicarakan
sesuatu. Hal ini merupakan gangguan neurologis yang sampai
saat ini masih belum diketahui penyebabnya. Untuk sementara
narcolepsi dipercaya sebagai gangguan genetik akibat gangguan
sistem saraf pusat sehingga tidak mampu mengontrol tidur
REM. Saat serangan narcolepsi, seseorang langsung memasuki
tahapan tidur REM.
I.4.6 Mengigau
Mengingau dikategorikan dalam gangguan tidur apabila
terlalu sering dan di luar kebiasaan. Berdasarkan hasil
pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua orang pernah
mengigau dan terjadi sebelum tidur REM
I.4.7 Parasomnia
Parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang
dapat menganggu pola tidur. Jenis-jenis parasomnia sebagai
berikut:
1) Somnabulisme (berjalan-jalan dalam tidur)
Somnabulisme (berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak
terjadi pada anak-anak. Hal ini terjadi pada tahap II dan IV
tidur NREM. Episode serangan terjadi 1-2 jam setelah jatuh
tertidur dan masalah tidur ini dapat menyebabkan cedera.
2) Sleep talking
Berbicara saat tidur terjadi selama periode tidur NREM
sebelum tidur REM.
3) Noctural enuresis
Gangguan ini biasanya terjadi pada anak usia di atas 3 tahun
dan kebanyakan terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
Episode serangan terjadi setalah 1-2 jam setelah jatuh
tertidur dan terjadi pada tahap III dan IV tidur NREM.
4) Bruxism
Bruxism merupakan kondisi seseorang menggeretakkan
(grinding) menekan atau menggesekkan gigi ke atas, ke
bawah, ke kanan dan ke kiri atau mengatupkan rahang atas
serta rahang bawah dengan keras (clenching) secara tidak
sadar. Bruxism dapat terjadi pada siang hari atau pada
malam hari, namun bruxism yang paling parah jika terjadi
pada malam hari. Biasanya terjadi selama tahap II tidur
NREM. Perilaku dengan menggiling gigi yang dapat
mengikis mahkota gigi dan menyebabkan gigi lepas.

II. Rencana Asuhan Keperawatan dengan ganguan kebutuhan tidur dan istirahat
II.1 Pengkajian
II.1.1 Riwayat tidur dan istirahat
Pengkajian tidur dan istirahat meliputi kuantitas (lama tidur),
kualitas tidur siang maupun malam hari, aktivitas, rekreasi yang
dilakukan sebelumnya, kebiasaan sebelum atau pada saat tidur,
lingkungan tidur, dengan siapa klien tidur, obat yang dikonsumsi
sebelum tidur, asupan (makan dan minum) sebelum tidur, tentang
kesulitan tidur, dan perubahan pola tidur yang dialami klien.
II.1.2 Pemeriksaan fisik (Fokus pemeriksaan)
Gejala klinis dikaji melalui obsevasi keadaan umum klien, area
wajah, dan perilaku klien. Klien kurang istirahat dan tidur
memiliki gejala klinis berupa kehitaman didaerah sekitar mata,
kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, klien mengeluh mata
perih, mata tampak sayu dan sakit kepala. Perilaku klien
menunjukkan kelelahan, klien tampak tidak fokus, bicara lambat,
tremor, dan bingung.
II.1.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik kadang kala perlu dilakukan untuk
memastikan gangguan istirahat dan tidur klien. Berikut ini
merupakan pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk
merekam tahapan tidur klien, baik NREM maupun REM :
a. Electrosepalogram (EEG), adalah alat uji kedokteran yang
digunakan untuk menilai kerja otak.
b. Electromyogram (EMG), adalah tes untuk memeriksa kondisi
otot dan sel-sel saraf yang mengontrolnya (neuron motorik).
Tes ini dapat membantu mendeteksi adanya gangguan pada
saraf, otot, atau masalah dengan sinyal yang dikirimkan saraf
ke otot.
c. Electrooculography (EOG) adalah suatu teknik atau metode
yang didasarkan pada pengamatan dan pengukuran potensial
akibat gerakan mata.

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada ganggan kebutuhan


tidur dan istirahat
Diagnosa 1: Gangguan Pola Tidur
II.2.1 Definisi
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas
waktu tidur akibat faktor eksternal
II.2.2 Batasan karakteristik
- Perubahan pola tidur normal
- Penurunan kemampuan bekerja
- Ketidakpuasan tidur
- Menyatakan sering terjaga
- Menyatakan tidak merasa cukup istirahat
II.2.3 Faktor yang berhubungan
- Nyeri
- Hipertiroidisme
- Kecemasan
- Penyakit paru obstruktif kronis
- Kehamilan
- Periode pasca partum
- Kondisi pasca operasi

Diagnosis 2: Kesiapan Peningkatan Tidur


II.2.4 Definisi
Kesipan peningkatan tidur merupakan pola penurunan kesadaran
alamiah dan periodik yang memungkinkan istirahat adekuat,
mempertahankan gaya hidup yang diinginkan dan dapat
ditingkatkan.
II.2.5 Batasan karakteristik
Mengungkapkan minat meningkatkan tidur.
II.2.6 Faktor yang berhubungan
- Pemulihan pasca operasi
- Nyeri kronis
- Kehamilan (periode prenatal/postnatal)
- Sleep apnea

Diagnosis 3: Gangguan Mobilitas Fisik


II.2.7 Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri
II.2.8 Batasan karakteristik
- Kesulitan membolak balik posisi
- Perubahan cara berjalan
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric
halus
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric
kasar
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi
II.2.9 Faktor yang berhubungan
- Penurunan kendali otot
- Gangguan neuromuscular
- Penurunan kekuatan otot
- Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik
- Keenganan memulai pergerakan

II.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Gangguan Pola Tidur
II.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Tujuan :
- Pengurangan kecemasan
- Tingkat kenyamanan
- Tingkat nyeri
- Istirahat : tingkatkan pola
- Tidur : tingkatkan pola
Kriteria hasil :
- Jumlah jam tidur dalam batas normal (6-8 jam/hari)
- Pola tidur, kualitas dalam batas normal
- Perasaan segar sebelum tidur atau istirahat
- Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur

Diagnosa 2: Kesiapan Peningkatan tidur


II.3.2 Tujuan dan Kriteria Hasil
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pola tidur
membaik dengan, kriteria hasil :
- Daftar tindakan meningkatkan tidur dan istirahat
- Mendemonstrasikan kesejahteraan fisik dan psikologis
- Mencapai tidur yang adekuat tanpa menggunakan obat

Diagnosa 3: Gangguan Mobilitas Fisik

II.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)


Tujuan :
- Gerakan sendi : aktif
- Tingkat mobilitas
- Self care : ADLs
Dengan kriteria hasil :
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam peningkatan kekuatan
dan kemampuan berpindah
- Memperagakan penggunaan alat
- Bantu untuk mobilisasi
II.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
Diagnosa 1: Gangguan Pola Tidur
- Kaji faktor-faktor psikologis (misal : lingkungan yang
mempengaruhi pola tidur)
Rasional : untuk mengetahui kemungkinan adanya penyebab
dan frekuensi gangguan tidur yang disebabkan beberapa
faktor-faktor tersebut.
- Kaji tentang durasi dan kualitas tidur klien
Rasional : untuk menentukan seberapa besar gangguan
masalah tidur dan mencari alternatif untuk mengatasi
insomnia.
- Tingkatkan tidur dengan mempertahankan rutinitas tidur
Rasional : memberikan rutinitas dan jadwal yang teratur
untuk mengatur jadwal tidur klien.
- Berikan lingkungan yang nyaman pada lingkungan tidur,
seperti tempat tidur dan barang-barang disekitar klien
Rasional : kenyamanan dapat membuat seseorang mudah
tidur dengan nyenyak.
- Berikan tindakan kenyamanan berupa massage punggung
Rasional : massage punggung mempunyai efek relaksasi dan
memberikan kenyamanan, sehingga mampu meningkatkan
kualitas tidur.

Diagnosa 2: Kesiapan Peningkatan Tidur


- Manajemen energi : mengatur penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah keletihan dan mengoptimalkan
fungsi
Rasional : membantu pola tidur yang adekuat pada klien.
- Manajemen lingkungan : memanipulasi lingkungan sekitar
pasien untuk meningkatkan kenyamanan secra optimal
Rasional : kenyamanan membuat pasien relaksasi dan
membantu pasien santai.
- Peningkatan tidur : memfasilitasi siklus tidur bangun yang
teratur
Rasional : agar pasien mampu membangun pola yang sesuai.
III. Daftar Pustaka
Budiantoro, S. (2019). Hubungan Pola Tidur Dengan Indeks Massa Tubuh Pada
Anak Usia Sekolah Dasar (6-11) SD Islam At-Taqwa Rawangun Jakarta
Timur. Jurnal Afiat, 43.

Dhamayanti, D. (2021). Buku Kebutuhan Dasar Manusia. Bandung.

E-Journal. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur. Jurnal Hasil Riset..

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil. Jakarta: DPP PPNI.

Retnaningsih, M. K. (2018). Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Konsentrasi


Belajar pada Anak Usia Sekolah di SD Negeri 3 Candisari Kecamatan
Purwodadi Kabupaten Grobogan. Jurnal Ners Widya Husada Semarang,
1(1), 43-50.

Reza, R. R., Karima, N., & Budiarto, A. (2019). Fungsi Tidur dalam Manajemen
Kesehatan. Journal Majority , 247-255.

Siregar, T., & Risha, A. (2018). Hubungan Lama Terpasang Infus Dengan
Kualitas Tidur Anak Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota.
Jurnal Persada Husada Indonesia, 36-37.

Anda mungkin juga menyukai