media akut pada anak. Kotrimoksasol (juga dikenal sebagai Bactrim) adalah kombinasi antibakteri sintetik
yang terdiri dari gabungan sulfametoksazol dengan dosis 400 mg dan 800 mg dan trimetoprim dengan dosis 80
mg dan 160 mg.
Sulfametoksazol atau N1-5-methyl-3-isoxazolyl sulfanilamid dengan rumus kimia C10H11N3O3S adalah
substrat berwarna putih, tidak memiliki rasa dan memiliki berat molekul 23.28 sedangkan trimetroprim atau
2,4-diamono-5-(3,4,5-trimethoxybenzyl) pirimidin dengan rumus kimia C14H18N4O3 adalah substrat dengan
warna putih kekuningan, tanpa bau dan memiliki berat molekul 290.3. Kedua antibakteri ini menggunakan
sodium docusate 85% dan sodium benzoate 15%, sodium glicolat, magnesium stearat dan serat pregelatin
sebagai komponen inaktifnya. Obat ini digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi.[1,2]
TABEL 1 Deskripsi Singkat Kotrimoksazol
Perihal Deskripsi
Kelas Antibakterial[3,4]
Wanita
FDA: kategori D.[1,6] TGA: kategori C[7]
hamil
Farmakologi kotrimoksazol berupa mekanisme antibakteri serta farmakokinetik obat.
Farmakodinamik
Sulfametoksazol melakukan kompetisi terhadap bakteri dengan cara menginhibisi penggunaan asam
paraaminobenzoat pada saat sisntesis dihidrofolat oleh bakteri. Kemampuan ini menimbulkan mekanisme
bakteriostatik. Trimetropin secara reversibel akan menginhibisi enzim dihidrofolat reductase, yaitu enzim yang
mengaktifkan jalur metabolisme asam folat dengan cara mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Oleh
karena itu trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat dua tahapan dalam biosintesis purin yang penting
dalam pembentukan asam nukleat dan sintesis DNA pada bakteri. Inhibisi terhadap dihidrofolat reductase oleh
trimetoprim ini juga dapat terjadi pada sel mamalia dan menimbulkan penekanan pada proses hematopoeisis,
namun keadaan ini 50000 kali lebih kecil dibandingkan pada bakteri. Penggabungan dua antibakteri ini secara
invitro telah terbukti dapat mengurangi kejadian resistensi.[1,6-8]
Farmakokinetik
Farmakokinetik kotrimoksazol terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.
Absorbsi
Pada penggunaan oral, trimetoprim dan sulfametoksazol dengan cepat dan hampir semuanya akan diabsobsi di
saluran cerna. Kadar puncak plasma terjadi setelah 1-4 jam setelah waktu konsumsi. Kedua antibakteri ini
bersifat lipofilik sehingga konsentrasi obat pada jaringan terutama pada paru dan ginjal lebih tinggi daripada
plasma. Trimetroprim dapat juga ditemukan pada cairan aqueous, ASI, cairan serebrospinal, cairan telinga, dan
cairan sinovial. Trimetoprim juga dapat melewati cairan amnion dan mencapai jaringan janin pada konsentrasi
yang hampir sama dengan konsentrasi pada serum wanita hamil.[7,8]
Distribusi
Trimetoprim dan sulfametoksazol terkandung dalam darah dalam beberapa bentuk yaitu tidak terikat protein
atau bebas, berikatan dengan protein, dalam bentuk metaboliknya serta dalam bentuk terkonjugasi. Hampir
44% trimetoprim dan 70% sulfametoksazol berikatan pada plasma. Ikatan protein terhadap sulfametoksazol
secara signifikan akan mengurangi ikatan protein terhadap trimetoprim, namun tidak sebaliknya. Kedua
antibakteri ini akan terdistribusi di sputum, cairan vagina sedangkan trimetoprim akan terdistribusi di bronkus,
cairan plasenta dan ASI. [2]
Metabolisme
Sulfametoksazol akan dimetabolisme pada tubuh manusia menjadi lima metabolik aktif antara lain: N4-asetil,
N4-hidroksi, 5-metilhidroksi, N45-metilhidroksi-sulfametoksazol dan konjugasi N-glukoronik. Pembentukan
dari metabolic N4-hidroksi ini dimediasi oleh enzim CYP2C9. Secara in vitro, trimetoprim akan
dimetabolisme menjadi sebelas metabolik aktif. Lima di antaranya adalah adduksi glutation dan enam lainnya
adalah metabolik oksidasi yaitu metabolik mayor, 1-oksida, 3-oksida, derivat 3-hidroksi dan derivat 4-hidroksi.
Bentuk bebas dari sulfametoksazol dan trimetoprim inilah yang menimbulkan efek terapeutik.[2]
Nilai half life obat ini pada fungsi ginjal yang normal adalah 8.3-31 jam dengan rata rata 14.5 jam. Jika fungsi
ginjal menurun kurang dari 10ml/menit waktu ini akan meningkat menjadi 1.5-3 kali. Oleh karena itu pada
pasien usia tua atau pasien muda harus dilkukan penyesuaian dosis.[7]
Ekskresi
Ekskresi trimetroprim dan sulfametoksazol ini adalah melalui ginjal melalui mekanisme filtrasi glomerolus dan
sekresi tubulus. Hampir 50% dari dosis trimetoprim akan diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam
dalam keadaan bentuk yang tetap. Trimetoprim juga akan diekskresikan melalui ASI.[2,7,8]
Sulfametoksazol adalah asam lemah sehingga konsentrasi obat ini akan tinggi pada cairan amnion, cairan
aqueous, cairan empedu, cairan serebrospinal, cairan telinga, sputum, cairan synovial dan cairan interstisial
dalam keadaan berikatan dengan protein. Jalur utama ekskresi dari sulfametoksazol adalah ginjal, sekitar 15%
sampai 30% dari dosis obat akan terkandung di urin dalam bentuk aktif. Jika dikonsumsi bersamaan
kemampuan ekskresi dari kedua obat tidak dipengaruhi satu dan lainnya. Pada pasien usia tua kemampuan
ekskresi sulfametoksazol akan berkurang.[2,7]
Resistensi
Penggunaan kotrimoksazol pada pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi bakteri ataupun untuk
profilaksis akan meningkatkan risiko penggunaan obat ini dan menimbulkan efek samping terjadinya
resistensi.[2]
Formulasi kotrimoksazol berupa 3 bentuk sediaan larutan intravena, tablet oral, dan suspensi, cara
mengonsumsi, dan cara penyimpanannya.
Bentuk Sediaan
Kotrimoksazol tersedia dalam sediaan
Larutan intravena dengan kandungan 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim serta 800 mg
sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim dalam setiap larutan 5 ml
Tablet oral dengan kandungan 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim serta 800 mg
sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim
Bentuk suspensi dengan kandungan 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim dalam setiap 5
ml suspensi.[9]
Cara Penggunaan
Untuk penggunaan intravena, kotrimoksazol sebaiknya diberikan dengan cara drip atau infus perlahan selama
60-90 menit diberikan setiap enam, delapan atau dua belas jam. Untuk mencegah pembentukan kristal, pelarut
yang digunakan adalah cairan dextrose, hindari menggunakan cairan normal salin. Penggunaan intravena ini
sebaiknya melalui akses vena sentral, tidak disarankan untuk digunakan secara intramuskular. Untuk
menyiapkan larutan ini sebaiknya dilakukan pada suhu kamar yaitu 25 derajat Celsius.[6]
Pemberian kotrimoksazol secara oral sebaiknya saat perut kosong karena makanan akan mempengaruhi
absorbsi obat. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.[9]
Cara Penyimpanan
Kotrimoksazol sebaiknya disimpan pada suhu 15-30 derajat Celsius dan terlindung dari cahaya dan
kelembapan udara. Hindari memasukkan larutan kotrimoksazol dan dextrose ke dalam mesin pendingin.[6,9]
Indikasi kotrimoksazol terutama untuk infeksi saluran kemih dan otitis media akut pada anak. Dosis obat
secara umum adalah per oral 1-2 tablet 160mg/800mg diberikan 1-2 kali per hari atau pemberian intravena 8-
20 mg trimethoprim/40-100mg sulfametoksazol/kg/hari IV diberikan 2-4 kali per hari.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi, kotrimoksazol hanya digunakan untuk mengobati dan
mencegah infeksi oleh bakteri yang telah terbukti sensitif terhadap kotrimoksazol. Jika data mengenai tingkat
sensitivitas tidak ada, penggunaan kotrimoksazol ini dapat digunakan secara empiris. Penggunaan
kotrimoksazol ini diindikasikan untuk berbagai kasus sebagai berikut:
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh Escherichia coli, spesies Kleibsiella, spesies Enterobacter,
Morganella Morgani, Proteus Mirabilis dan Proteus Vulgaris. Dosis pemberian secara oral 1-2 tablet
160mg/800mg diberikan 1-2 kali per hari selama 3-5 hari. Jika terjadi pielonefritis atau prostatitis,
kotrimoksazol diberikan dengan dosis 1 tablet 160mg/800mg.
Otitis Media Akut
Otitis media akut pada anak yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus
influenza. Penggunaan ini tidak diindikasikan untuk anak dibawah dua tahun, untuk profilaksis dan untuk
penggunaan jangka panjang. Dosis kotrimoksazol diberikan sebesar 80mg/400mg 2 kali per hari, selama
setidaknya 4 hari.
Bronkitis Kronik Eksaserbasi Akut
Bronkitis kronik eksaserbasi akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia atau Haemophilus
influenza dapat ditangani dengan pemberian kotrimoksazol dosis 160mg/800mg 2 kali per hari selama 10-14
hari.
Shigellosis
Shigellosis yang disebabkan oleh Shigela flexneri dan Shigela sonnei ditangani dengan kotrimoksazol dosis
160mg/800mg 2 kali per hari selama 5 hari. Kotrimoksazol juga dapat diberikan intravena dengan dosis 8-
10mg trimetophrim/40-50mg sulfametoksazol/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali pemberian selama 5 hari.
Pneumocystis Pneumonia (PCP)
Pneumonia yang diakibatkan oleh Pneumocystis jiroveci pneumonia. Penggunaan kotrimoksazol digunakan
untuk terapeutik dan profilaksis pada pasien dengan imunosupresi yang berisiko tinggi terinfeksi P. jiroveci.
Dosis obat yang diberikan adalah sebagai berikut:
Profilaksis: 80-160mg/400-800mg tablet kotrimoksazol diberikan sekali sehari atau selang sehari
Pengobatan: 15-20 mg trimetophrim/75-100 mg kotrimoksazol/kg/hari diberikan secara intravena
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Traveler’s Diarrhea
Traveler’s Diarrhea yang disebabkan oleh enterotoksin E. coli. Kotrimoksazol diberikan dengan dosis
160mg/800mg 2 kali sehari, selama 5 hari.
Meningitis Bakterial
Kotrimoksazol dapat diberikan secara intravena untuk menangani meningitis bacterial dengan dosis 10-20 mg
trimetophrim/50-100 mg sulfametoksazol/kg/hari dibagi dalam 2-4 kali pemberian.[1,2,6]
Penyesuaian Dosis pada Gangguan Ginjal
Pada pasien dengan gangguan ginjal, penyesuaian dosis kotrimoksazol adalah berdasarkan creatinine
clearance (CrCl) sebagai berikut:
CrCl > 30 mL/menit: tidak perlu penyesuaian dosis
CrCl 15-30 mL/menit: turunkan dosis setengahnya
CrCl <15 mL/menit: jangan berikan kotrimoksazol.[1,2,6]
Efek samping kotrimoksazol yang palign sering terjadi adalah efek samping saluran cerna seperti
mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Interaksi obat kotrimoksazol di antaranya peningkatan
efek toksik kotrimoksazol pada penggunaan bersama methotrexate.
Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi pada penggunaan kotrimoksazol adalah gangguan pada
saluran cerna (mual, muntah dan penurunan nafsu makan) serta adanya rekasi alergi. Efek samping
yang bersifat fatal dapat terjadi pada penggunaan sulfonamid yaitu sindroma Stevens Johnson, Toxic
Epidermal Necrolisis, nekrolisis hepatitis fulminan, agranulositosis, anemia aplastik dan diskariasis
darah. Berdasarkan sistem organ, efek samping kotrimoksazol adalah sebagai berikut:
Hematologi
Efek samping berupa agranulositosis, anemia aplastik, trombositopenia, leukopenia, neutropenia,
anemia hemolitik, anemia megaloblastik, hipoprotrombinemia, methemoglobinemia dan eusinofilia.
Imunologi
Reaksi alergi dapat menimbulkan sindroma Stevens Johnson, toxic epidermal necrolisis, anafilaksis,
alergi miokarditis, eritem multiform, dermatitis exfoliativ, angioedema, drug
fever, menggigil, Henoch schoenlein purpura, serum sickness like syndrome, erupsi kulit, fotosensitif,
injeksi sklera dan injeksi konjungtiva, pruritus, urtikaria dan ruam, systemic lupus erythematosus
Gastrointestinal
Efek samping saluran cerna berupa hepatitis (cholestasis jaundis dan nekrosis hepatitis), peningkatan
serum transaminase dan bilirubin, enterocolitis pseudomembran, pankreatitis, stomatitis, glossitis,
mual, muntah, nyeri perut, diare dan anoreksia.
Genitourinaria
Efek samping berupa gagal ginjal, nefritis interstisial, peningkatan BUN dan kreatinin serum, nefrosis
toksik dengan anuria atau oliguria, dan kristaluria
Gangguan Elektrolit
Gangguan metabolik menimbulkan hiperkalemia dan hiponatremia.
Neurologi
Efek samping neurologis berupa meningitis aseptik, konvulsi, neuritis perifer, ataksia, vertigo, tinnitus
dan nyeri kepala
Psikiatri
Kotrimoksazol dapat menimbulkan gejala halusinasi, depresi, apatis dan nervousness
Endokrin
Gangguan endokrin berupa goiter akibat kandungan sulfonamid, diuresis dan hipoglikemia
Muskuloskeletal
Efek samping muskuloskeletal berupa atralgia dan mialgia. Pada pasien dengan HIV/AIDS dapat
terjadi rhabdomiolisis.
Pulmonologi
Efek samping pulmonologis berupa batuk, sesak nafas dan infiltrat pada paru[1]
Interaksi Obat
Kotrimoksazol dapat berinteraksi dengan banyak obat. Secara umum interaksi ini dapat digolongkan
ke dalam beberapa kelompok.[6]
Interaksi Penggunaan Bersama Obat
Menurunkan
Kalium aminobenzoate, leucovorin, levoleucovorin,
efek
methenamine
kotrimoksazol
Meningkatkan
efek toksik Ivacaftor, methotrexate
kotrimoksazol
Menurunkan
konsentrasi Mitotane
kotrimoksazol
Interaksi minor
Penggunaan kotrimoksazol pada kehamilan dikategorikan sebagai kategori D oleh FDA dan C oleh
TGA. Pada ibu menyusui, kotrimoksazol diekskresikan melalui ASI sehingga penggunaannya
dikontraindikasikan.
Penggunaan pada Kehamilan
Kategori D (FDA): obat yang digunakan hanya untuk keadaan kegawatan yang mengancam nyawa
karena telah terbukti adanya risiko gangguan pada janin.[1,6]
Kategori C (TGA): obat yang melewati plasenta dan menimbulkan efek teratogenik pada janin.[7]
Pada suatu penelitian retrospektif oleh Brumfit dan Pursell terhadap 186 ibu hamil yang mendapatkan
placebo dan kotrimoksazol melaporkan terjadinya malformasi kongenital sebesar 4.5% (3 diantara 66
ibu yang mendapatkan placebo) serta 3.3% (4 di antara 120 ibu yang mendapatkan kotrimoksazol),
dan pada 10 orang ibu yang mengkonsumsi kotrimoksazol pada trimester pertama tidak didapatkan
gangguan kongenital.[2] Namun suatu studi meta analisis pada ibu hamil dengan status HIV reaktif
yang mengkonsumsi kotrimoksazol untuk pencegahan terhadap pneumocystis carinii
pneumonia menemukan adanya gangguan kongenital pada 232 bayi dari 4196 yang lahir dari ibu HIV.
[10] Penggunaan kotrimoksazol untuk mengatasi infeksi saluran kemih pada ibu hamil juga terbukti
meningkatkan efek samping terjadinya kelahiran prematur, preeklamsian dan peningkatan mortalitas
pada ibu hamil.[2]
Berdasarkan TGA, kotrimoksazol termasuk kategori C yaitu obat yang melewati plasenta dan
menimbulkan efek teratogenik pada janin. Efek teratogenik ini antara lain kernikterus, jaundis, anemia
hemolitik. Oleh karena itu penggunaannya sebaiknya dihindari pada trimester terakhir. Kotrimoksazol
ini juga akan mengganggu metabolisme asam folat sehingga dapat menimbulkan gangguan neural
tube, abnormalitas kardiovaskuler, defek pada saluran kemih, oral cleft, dan club foot. Penggunaan
pada wanita hamil hanya jika keuntungannya lebih besar dari pada kerugian yang akan dialami.[7]