Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Tujuan
1.3. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN,

2.1 Farmakokinetik,
2.2 Farmakodinamik
2.3 Efek Samping Dan Reaksi Yang Merugikan
2.4 Mekanisme Kerja
2.5 Indikasi Penggunaan

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eritromisin, turunan dari bakteri seperti jamur, streptomyces erythaeus pertama


kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Eritromisin menghambat sintesis protein.
Dalam dosis rendah sampai sedang, obat ini mempunyai efek bakteriostatik dan dengan
dosis tinggi efeknya bakteriostatik dan dengan dosis tinggi efeknya bakterisidal.
Eritromisin dapat diberikan melalui oral atau intravena. Karena asam lambung merusak
obat, berbagai garam eritromisin (contoh etilsuksinat, stearat dan estolat) dipakai untuk
mengulangi disolusi (pecah menjadi partikel-partikel kecil) di dalam lambung dan
memungkinkan absorbsi terjadi pada usus halus. Untuk pemakaian intravena, senyawa,
eritromisin laktobionat dan eritromisin gluseptat, dipakai untuk meningkatkan absorbsi
obat.
Eritromisin aktif melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali
staphylococcus aureus, dan cukup aktif melawan beberapa gram negatif. Obat ini sering
diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat pilihan untuk
pneumonia akibat mikroplasma dan penyakit legionnaire.
Eritromisin dibuat oleh streptomyces erythreus dan secara kimiawi merupakan
cincin lakton makrositik. Sering golongan antibiotika ini disebut sebagai makrolida. Ia
mempunyai pka yang tinggi 8,8 dan senyawa induknya (basa/mungkin rentan terhadap
keasaman lambung).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Farmakokinetik Antibiotik Makrolida ?
2 Bagaimana Farmakodinamik Antibiotik Makrolida ?
3 Apa Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan Antibiotik Makrolida ?
4 Bagaimana Mekanisme Kerja Antibiotik Makrolida ?
5 Bagaimana Indikasi Penggunaan Antibiotik Makrolida ?

5.1 Tujuan
1. Mengetahui Farmakokinetik Antibiotik Makrolida.
2. Mengetahui Farmakodinamik Antibiotik Makrolida.
3. Mengetahui Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan Antibiotik Makrolida.
4. Mengetahui Mekanisme Kerja Antibiotik Makrolida.
5. Mengetahui Indikasi Penggunaan Antibiotik Makrolida.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Farmakokinetik

Dalam penjelasan farmakokinetik berikut akan dijelaskan


mekanisme farmakokinetik 3 antibiotik turunan makrolida yaitu eritromycin,
Claritromycin, danazitromycin.
1) Eritromycin
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan
dengansalut enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi
lebihbaik. Garam lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang
paling baik diabsorbsi. Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa
ertromycinserum dan konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif
secaramikrobiologis adalah basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama
tanpamemperhitungkan formulasi.
Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada
pasiendengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak
dapatdibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan
dalamempedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat
yangtelah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan
serebrospinal.Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt
ini melintasisawar plasenta dan mencapai janin.
2) Claritromycin
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktuparuh
claritromycin (6 jam) yang lebih panjang dibandingkan
dengan eritromycinmemungkinkan pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin
dimetabolisme dalam hati.Metabolit utamanya adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang
juga mempunyai aktivitasantibakteri. Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama ini
dieliminsai dalam urine, danpengurangan dosis dianjurkan bagi pasien-pasien dengan
klirens kreatinin dibawah 30mL/menit.
3) Azitromycin
Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan juga claritromycin, terutama dalam
sifatfarmakokinetika. Satu dosi Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi
serumyang lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 µg/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat
melakukanpenetrasi ke sebagian besar jaringan dapat melebihi konsentrasi serum
sepuluh hinggaseratus kali lipat. Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu
paruh jaringanadalah 2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3
hari. Sifat-sifatyang unik ini memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan
pemendekan durasi pengobatan dalam banyak kasus.
Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara
oral.Obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Antasidaaluminium dan magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun
memperlama absorbsi dan dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka Azitromycin tidak
menghentikan aktivitasenzim-enzim sitokrom P450, dan oleh karena itu tidak
mempunyai interaksi obatseperti yang ditimbulkan oleh eritromycin dan claritmycin.

2.2 Farmakodinamik

Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral adalah 1
jam. Waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya adalah 6 jam.

2.3 Efek Samping Dan Reaksi Yang Merugikan

Efek Samping dari makrolida :


1) Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali
menyertaipemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada
motilitasusus.
2) Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam,
ikterus,kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.
3) Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450
danmeningkatkan konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin,
anti koagulanoral, siklosporin, dan metilprednisolon. Meningkatkan konsentrasi serum
digoxinoral dengan jalan meningkatkan bioavailabilitas.
2.4 Mekanisme Kerja

Golongan makrolida menghambat sintesis protein bakteri pada


ribosomnyadengan jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S,.
Sintesis proteinterhambat karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan
pembentuk awalsehingga pemanjangan rantai peptide tidak berjalan. Macrolide bisa
bersifat sebagaibakteriostatik atau bakterisida, tergantung antara lain pada kadar obat
serta jenis bakteriyang dicurigai. Efek bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang
lebih tinggi,kepadatan bakteri yang relatif rendah, an pertumbuhan bakteri yang cepat.
Aktivitasanti bakterinya tergantung pada pH, meningkat pada keadaan netral atau
sedikit alkali.
Meskipun mekanisme yang tepat dari tindakan makrolid tidak jelas,
telahdihipotesiskan bahwa aksi mereka makrolid menunjukkan dengan menghambat
sintesisprotein pada bakteri dengan cara berikut:
1) Mencegah Transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P.
2) Mencegah pembentukan peptida tRNA.
3) Memblokir peptidil transferase.
4) Mencegah perakitan ribosom
Antibiotik macrolida terikat di lokasi P-dari subunit 50S ribosom. Hal
inimenyebabkan selama proses transkripsi, lokasi P ditempati oleh makrolida. Ketika t-
RNA terpasang dengan rantai peptida dan mencoba untuk pindah ke lokasi P, t-
RNAtersebut tidak dapat menuju ke lokasi P karena adanya makrolida, sehingga
akhirnyadibuang dan tidak dipakai. Hal ini dapat mencegah transfer peptidil tRNA dari
situs Ake situs-P dan memblok sintesis protein dengan menghambat translokasi dari
rantaipeptida yang baru terbentuk. Makrolida juga memnyebabkan pemisahan sebelum
waktunya dari tRNA peptidal di situs A.
Mekanisme kerja makrolida, selain terikat di lokasi P dari RNA ribosom
50S, juga memblokir aksi dari enzim peptidil transferase. Enzim ini bertanggung jawab
untuk pembentukan ikatan peptida antara asam amino yang terletak di lokasi Adan P
dalamribosom dengan cara menambahkan peptidil melekat pada tRNA ke asam
aminoberikutnya. Dengan memblokir enzim ini, makrolida mampu menghambat
biosintesisprotein dan dengan demikian membunuh bakteri.
2.5 Indikasi Penggunaan

1) Infeksi Mycoplasma pneumonia


Eritromisin yang diberikan 4 kali 500 mg sehari per oral mempercepat turunnya
panas dan mempercepat penyembuhan sakit.
2) Penyakit Legionnaire
Eritromisin merupakan obat yang dianjurkan untuk pneumonia yang disebabakan
oleh Legionella pneumophila. Dosis oral ialah 4 kali 0,5-1 g sehari atau secara
intravena 1-4 g sehari.
3) Infeksi Klamidia
Eritromisin merupakan alternatif tetrasiklin untuk infeksi klamidia tanpa
komplikasi yang menyerang uretra, endoserviks, rektum atau epididimis. Dosisnya
ialah 4 kali sehari 500 mg per oral yang diberikan selama 7 hari. Eritromisin merupakan
obat terpilih untu wanita hamil dan anak-anak dengan infeksi klamidia.
4) Difteri.
Eritromisin sangat efektif untuk membasmi kuman difteri baik pada infeksi akut
maupun pada carrier state. Perlu dicatat bahwa eritromisin maupun antibiotika lain
tidak mempengaruhi perjalanan penyakit pada infeksi akut dan komplikasinya. Dalam
hal ini yang penting antitoksin.
5) Infeksi streptokokus
Faringitis, scarlet fever dan erisipelas oleh Str. Pyogenes dapat diatasi dengan
pemberian eritromisin per oral dengan dosis 30 mg/kg BB/hari selama 10 hari.
Pneumonia oleh pneumokokus juga dapat diobati secara memuaskan dengan dosis 4
kali sehari 250-500 mg.

6) Infeksi stapilokokus
Eritromisin merupakan alternatif penisilin untuk infeksi ringan oleh S. Aureus
(termasuk strain yang resisten terhadap penisilin). Tetapi munculnya strain-strain yang
resisten telah mengurangi manfaat obat ini. Untuk infeksi berat oleh stafilokokus yang
resisten terhadap penisilin lebih efektif bila digunakan penisilin yang tahan penisilinase
(misalnya dikloksasilin atau flkloksasilin) atau sefalosporin. Dosis eritromisin untuk
infeksi stafilokokus pada kulit atau luka ialah 4 kali 500 mg sehar yang diberikan
selama 7-10 hari per oral.
7) Infeksi Campylobacter
Gastroenteritis oleh Campylobacter jejuni dapat diobati dengan eritromisin per
oral 4 kali 250 mg sehari. Dewasa ini fluorokuinolon telah menggantikan peran
eritromisin untuk infeksi ini.
8) Tetanus
Eritromisin per oral 4 kali 500 mg sehari selama 10 hari dapat membasmi Cl.
tetani pada penderita tetanus yan alergi terhadap penisilin. Antitoksin, obat kejang dan
pembersih luka merupakan tindakan lain yang sangat penting.
9) Sifilis
Untuk penderita sifilis stadium diniyang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan
eritromisin per oral dengan dosis 2-4 g sehari selama 10-15 hari.
10) Gonore
Eritromisin mungkin bermanfaat untuk gonore diseminata pada wanita hamil
yang alergi tehadap penisilin. Dosis yang diberikan ialah 4 kali 500 mg sehari yang
diberika selama 5 hari per oral. Angka relaps hampir mencapai 25 %.
11) Penggunaan profilaksis
Obat terbaik untuk mencegah kambuhnya demam reumatik ialah penisilin.
Sulfonamid dan eritromisin dapat dipakai bila penderita alergi terhadap penisilin.
Eritromisin juga dapat dipakai sebagai pengganti penisilin untuk penderita endokarditis
bakterial yang akan dicabut giginya. Dosis eritromisin untuk keperluan ini ialah 1 g per
oral yang diberikan 1 jam sebelum dilakukan tindakan, dilanjutkan dengan dosis
tunggal 500 mg yang diberikan 6 jam kemudian.
12) Pertusis
Bila diberikan pada awal infeksi, eritromisin dapat mempercepat penyembuhan.

BAB III

PENUTUP

1.2 Kesimpulan
1.3 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B. G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi II. Jakarta, Salemba
Medika.
Fitriyah Nurul Istiq. 2012. “Antibiotika Makrolida” http://lung-
zone.blogspot.co.id/2012/11/farmakologi-antibiotik-makrolida.html. Diakses
pada 8 April 2017
Natanegara Dini. 2011. “Golongan Makrolida”
https://dininatanegara99.wordpress.com/2011/11/10/golongan-makrolida/.
Diakses pada 8 April 2017.

Anda mungkin juga menyukai