Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK

“BIOFARMASI SEDIAAN OBAT YANG

DIBERIKAN SECARA ORAL”

PEMBIMBING : IZAL ZAHRAN, S.farm.,M.Sc

KELOMPOK 2

ARNI 191320003

NURFATHA 191320008

WIDIA SARI 191320013

ROSCITA ENJEL 191320018

NADYA HUMAIRA 191320007

MATA KULIAH FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO

2020
DAFTAR ISI

MAKALAH IDENTITAS NASIONAL

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................................1

B. Rumusan masalah..................................................................................................2

C. Tujuan penulisan...................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Biofarmasetika Oral.......................................................................................4
B. Anatomi dan Fisiologi ...................................................................................5
C. Rute perjalanan obatdalam tubuh ..................................................................7
D. Tahap utama biofarmasetika oral ..................................................................7
E. Fisiko kimia obat ...........................................................................................8
F. Jenis-jenis obat per oral .................................................................................10
G. Kontra indikasi pada pemberian obat per oral...............................................11
H. Faktor yang berperan dalam penyerapan.......................................................12
I. Keuntungan dan kerugian pemberian obat per oral.......................................14

BAB III : KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................16

Kesimpulan ...............................................................................................................16

Saran ..........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17

Daftar Pustaka............................................................................................................17

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kita masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah farmakokinetik dan farmakodinamik ini.
Makalah ini membahas tentang biofarmasi sediaaan obat yang diberikan
secara oral. Makalah ini saya susun agar pembaca khususnya mahasiswa farmasi
dapat memperluas ilmu biofarmasi, yang kami sajikan dengan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber, walau sedikit ada rintangan namun dengan
penuh kesadaran dan penolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi para mahasiswa, khususnya
pada kelompok yang membaca makalah kami ini, dan semoga dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Demi perbaikan makalah ini, kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat kami harapkan.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efektivitas suatu senyawa obat pada pemakaian klinik berhubungan
dengan farmakokinetiknya. Farmakokinetik suatu senyawa dari suatu
bentuk sediaan ditentukan oleh ketersediaan hayatinya
(bioavailabilitas). Bioavailabilitas adalah preentasi zat aktif dalam suatu
produk obat yang tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh
setelah pemberian obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah
terhadap waktu atau dari eksresinya dalam urin.
Studi biofarmasetika didasrkan pada prinsip-prinsip ilmiah dasar
dan metodologi eksperimental. Studi biofarmasetika menggunakan
metode in-vitro dan i-vivo. Metode in-vitro adalah metode yang
menggunakan lat dan peralatan uji tanpa melibatkan hewan
laboratorium atau manusia. Metode in-vivo adalah studi yang lebih
kompleks yang melibatkan subyek manusia atau hewan laboratorium.
Metode-metode ini harus dapat menilai dampak sifat fisik da kimia
obat, stabilitas obat, dan produksi skala besar obat dan produk obat
pada kinerja biologis obat. Selain itu biofarmasetika
mempertimbangkan sifat obat dan bentuk sediaan dalam lingkungan
fisiologis, penggunaan terapeutik yang dimaksudkan obat, dan rute
pemberian.
Biofarmasi adalah cabang ilmu farmasi yang mempelajari
hubungan antara sifat fisiko kimia dari bahan obat dan bentu sediaan
efek terapi sesudah pemberian obat kepada pasien. Perbedaan sifat
fisiko kimia dari sediaan ditentukan oleh bentuk sediaan, formula dan
cara pembuatan, sedangkan perbedaan isfat fisiko kimia bahan baku
obat dapat berasal dari bentuk ahan baku (ester, garam, kompleks atau
polimorfisme)dan ukuran partikel.

1
Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi, melihat bentuk
sediaan sebagai suatu “drug delivery system” yang menyangkut
pelepasan obat berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari obat
berkhasiatyang sudah dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorbsi
oleh cairan tubuh, metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat
dari tubuh.
Sebelum obat yang diberikan pada pasien sampai pada tujuannya
dala tubuh, yaitu tempat kerjanya atau target site, obat harus banyak
mengalami proses. Dalam garis besar proses-proses ini dapat dibagi
dalam tifga tingakt, yaitu fase biofarmasi, fase farmakokinetik dan fase
farmakodinamik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan biofarmasetika oral?
2. Bagaimana proses anatomi dan fisiologi?
3. Bagaimana rute perjalanan obatdalam tubuh?
4. Apa saja tahap biofarmasetika oral?
5. Bagaimana fisiko kimia obat per oral?
6. Apa saja jenis-jenis obat per oral?
7. Apa kontra indikasipada pemberian obat per oral?
8. Faktor apa saja yng berperan dalam penyerapan?
9. Sebutkan keuntungan dan kerugian pemberian obat per oral
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan pengertian biofarmasetika oral.
2. Dapat menjelaskan proses anatomi fisiologi.
3. Dpat menjelaskan rute perjalanan obat dalam tubuh.
4. Dapat menjelaskan tahap utama dalam biofarmasetika oral
5. Dapat menjelaskan fisiko kimia obat per oral.
6. Dpat menyebutkan jenis-jenis obat per oral.
7. Dapat menjelaskan kontra indikasi pada pemeberian obat per oral.

2
8. Dapat menyebutkan dan menjelaskan faktor yang berperan dala
penyerapan.
9. Dpat menyebutkan keuntungandan kerugian pemberian per oral.

3
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Biofarmasetika oral
Biofarmasetika atau biofarmasi oral adalah ilmu yang menguji
keterkaitan antara sifat fisikokimia obat ini, bentuk sediaan diamana obat
diberikan, dan rute pemeberian pada tingkat dan tingkat penyerapan obat
sistemik. Dengan demikian, biofarmasetika melibatkan faktor-faktor yang
mempengaruhi, yaitu:
1. Stabilitas obat dalam produk obat
2. Pelepasan obat dari produk obat
3. Tingkat pmbubaran / pelepasan obat di tempat penyerapan,
4. Penyerapan sitemik obat.
Pemberian obat per oral merupakan cara pemeberian yang paling
alamiah untuk semua bahan yang akan diserap oleh organ tubuh. Fungsi
alat cerna adalah menyerap sebagian besar bahan-bahan yang diperlukan
untuk hidup.cara pemberian obat per oral paling banyak dipakai diluar
lingkungan rumah sakit terutama untuk pengobatan sendiri.
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak
dipakai karena ini merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan
nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral baik
dalam bentuk tablet, sirup, kapsul, atau puyer. Untuk memantu absorbsi,
maka pemberian obat per oral dpat disertai dengan pemberian setengah
gelas air atau cairan yang lain.
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan
menyebabkan muntah(misalnya garam besi dan salisilat). Untuk mencegah
hal ini, obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul yang diharapkan tetap utuh
dalam susana asam dilambung, tetapi menjadi hancur pada suasana netral
ata basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak
boleh dibuka, obat tidak bleh dikunyah dan pasien diberitahu untuk tidak

4
minum antasid atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum
obat.
B. Anatomi dan Fisiologi

1. Mulut
a. Antomi

5
Mulut terbuka kearah belakang menuju cavum pharyngis.
Bagian atas dibatasi oleh palatum, bagian bawah oleh didnding
dasar mulut, bagian samping oleh pipi. Dasar mulut bertumpu
pada ligamen otot.
b. Fisiologi mukosa
Permukaan bagian dalam mulut lebih sempit, ditutupioleh
lapisan mukosa yang sangat tipis, bening dan gak melekat:
adanya anyaman kapiler (tight junction0 pada mukosa yang
tipis tersebut memudahkan penyerapan. Selanjutnya prinsip ini
digunakan untuk pemberian zat aktif per lingual.
c. Pengeluaran air liur (saliva)
Air liur terutama mengandung enzim ptyalin yang merupakan
suatu amilase dengan pH aktivitas optimum 6,7. Proses
hidrolisa ptyalin terhadap amilum akan berlanjut sekitar 30
menit didalam lambung, walaupun pH-nya menurun karena
bercampur dengan cairan lambung.
2. Lambung
a. Anatomi
Lambung merupakan sebuah kantong dengan panjang sekitar
25 cm dan 10 cm saat kosong, volume 1-1,5 liter pada dewasa
normal.
b. Fisiologi
Pengeluaran cairan lambung terjadi karena tiga proses yaitu:
proses mekanik (kontak makanan dengan dinding lambung),
lambung terjadi karena tiga proses yaitu: proses mekanik
(kontak makanan dengan dinding lambung), proses hormonal
(sekresi lambung) dan persrafan.
3. Usus halus
a. Anatomi
Usus halus merupakan lanjutan lambung yang terdiri dari 3
bagian yaitu duodenum yang terfiksasi, jejunum dan ileum

6
yang bebas bergerak. Diameter usus halus tergantung pada
letaknya (2-3 cm) dan panjang keseluruhan antara 5-9 cm.
b. Fisiologi
Usus halus terdiri atas 5 lapisan melingkar, berupa jaringan otot
(musculus) dan lapisan lender (mukosa). Lapisan yang paling
dalam (lapisan mukosa) sangat berperan pada proses
penyerapan obat.
4. Usus besar (kolon)
a. Anatomi
Ileum dipisahkan dari usus besar oleh valvula ileocaceal atau
valvula BAUCHI, serabut-serabut lipatan otot menonjol ke
dalam lubang saluran yang berfungsi mencegah aliran dari usus
besar menuju usus halus.
Posisi usus besar seperti kerangka pigura. Berukuran panjang
1,4-1,8 meter dan diameternya kearah distal semakin
membesar. Usus besar dibedakan atas:
1. Usus besar menaik (Colon asendens)
2. Usus besar melintang (Colon transfersum)
3. Usus besar menurun (Colon descendens)
4. Colon ileocaceal
b. Fisiologi
Bila usus halus merupakan organ penyerapan maka usus besar
merupakan agen penyerapan air, penampungan dan
pengeluaran bahan-bahan feces.
C. Rute Perjalanan Obat Oral Dalam Tubuh
Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase:
biofarmasetik (disolusi), farmakokinetik dan farmakodinamik, agar kerja
obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan
sehingga dapat menembus membrane biologis. Jika obat diberikan melalui
rute subkutan, intramuscular, atau intravena, maka tidak terjadi fase
farmasetik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik terdiri dari empat proses

7
(subfase): absorbsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan
eksresi. Dalam fase farmakodinamik atau fase yang ketiga terjadi respons
biologis atau fisiologis.
D. Tahap Utama Biofarmasetika Oral
Fase biofarmasetika dapat diuraian dalam tiga haltahp utama, yaitu
L.D.A yang berarti liberasi (pelepasan), Disolusi ( pelarutan), dan
Absorbsi (penyerapan). Seperti halnya dengan sistem A.D.M.E pada nasib
zat aktif in-vivo, maka ketiga tahapan L.D.A berbeda pada setiap jalur.
Bentuk sediaan (zat aktif&eksipien) – zat aktif terbebaskan – zat
aktif terlarut – zat aktif terabsorbsi.
1. Liberasi (pelepasan)
Apabila seorang penderita menerima obat berarti ia
mendapatkan zat aktif yang diformula dalam bentuk sediaan dan
dengan dosis tertentu. Obat pada mulanya merupakan depot zat
aktif yang ika mencapai tempat penyerapan akan segera diserap
(drug delivery system dalam anglosakson). Proses pelepasan zat
aktif dari bentuk sediaan cukup rumitdan tergantung pada jalur
pemberian dan bentuk sediaan, serta dapat terjadi dalam sediaan
secara cepat dan lengkap. Pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan biologis dan mekanis pada tempat pemasukan
obat, misalnya gerak peristaltic usus, dan hal ini penting untuk
bentuk sediaan yang keras atau kenyal (talet, suppositoria dll).
2. Disolusi (Pelarutan)
Setelah terjadi pelepasan yang bersifat setempat, maka
tahap kedua adalah pelarutan zat aktif yang terjadi secara
progersif, yaitu pembentukan disperse molekul dalam air. Tahap
kedua ini merupakan keharusan agar selanjutnya terjadi
penyerapan.
3. Absorbsi (penyerapan)
Penyerapan zat aktif tergantung pada bagian parameter,
terutama sifat fisika-kimia molekul obat. Absorbsi ini juga

8
tergantung pada tahap sebelumnya yaitu saat zat aktifnya berada
dalam fase biofarmasetika.
Absorbsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi
secara difusi pasif, karena itu absorbsi mudah terjadi bila obat
dalam bentuk nonion dan mudah larut dalam lemak. Absorbsi obat
di dalam usus halus selalu jauh lebih cepat dibandingkan
dilambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas
dibandingkan dengan epitel lambung.
E. Fisiko Kimia Obat
1. Kelarutan
Kelarutan didefinisikan sebagai banyaknya materi (obat) yang
dapat terlarut dalam sutau solven (pelarut) pada kesetimbangan.
Kelarutan berkaitan dengan disolusi (pelarutan) yaitu laju larutnya
suatu zat dalam satuan waktu. Kelarutan merupakan parameter
biofarmasetik untuk pemberian oral, karena obat harus dalam cairan
lambung sebelum diabsorbsi.
2. Hidrofilitas / lipofilitas
Koefisien partisi atau distribusi dari suatu obat merupakan suatu
ukuran relative dari kecenderungan senyawa untuk berbagai antar
solven hidrofil dan lipofil, dan ini mengindikasikan sifat
hidrofilik/lipofilik material tersebut. Lipofisilitas penting dalam
biofarmasetik karena sifat tersebut berefek terhadap partisi pada
membran biologis dan karenanya mempengaruhi permeabilitas melalui
membran yaitu berikata atau berdistribusi pada jaringan in-vivo.
3. Bentuk garam dan polimorf
Senyawa obat dapat berada dalam beragam bentuk, termasuk
garam, solvat, hidrat, polimorf atau amorf. Bentuk padatan akan
mempengaruhi sifat zat padat tersebut antara lain kelarutan, laju
disolusi, stabilitas, higroskopisitas, dan juga memberi dampakpada
proses manufaktur dan kinerja klinis. Bentuk garam dapat dipilih, yang

9
mempunyai kelarutan yang lebih besar, dan ini akan memperbaiki laju
disolusi dari zat aktif.
4. Stabilitas
Stabilitas kimia dari obat amat penting untuk menghindarkan
implikasi aktivitas farmakologik dan/atau toksikologik. Profil stabilitas
pH juga penting dari perspektif fisiologik dengan nilai pertimbangan
rentang nilai pH yang terjadi in-vivo, khusunya dalam saluran cerna.
5. Sifat partikel dan serbuk
Sifat ruah(curah) serbuk farmasetis termasuk ukuran partikel,
kerapatan, aliran, wettability, dan luas permukaan. Bebrapa sifat
tersebut penting dari pandangan proses pabrikasi (manufaktur),
misalnya kerapatan dan aliran, sedangkan sifat lainnya dapat
berpengaruh kuat pada laju disolusi produk obat (ukura partikel,
wettability, dan luas permukaan).
6. Formulasi
Bahan tambahan (eksipien) ditambahkan dalm suatu produk dapat
mempengaruhi absorbsi obat.
a. Menaikkan kelarutan obat, menaikkan laju absorbsi obat
b. Menaikkan waktu penahan obat dalam saluran cerna, hingga
dapat menaikkan jumlah obat yang terabsorbsi.
c. Menaikkan difusi obat melintasi dinding usus
d. Memperlambat pelarutan ( disolusi), menurunkan absorbsi obat.
F. Jenis-Jenis Obat Per Oral
1. Pil
Yaitu satu atau lebih dari satu obat yang dicampur dengan bahan
kohesif dalam bentuk lonjong, bulat atau lempengan. Pil hendaknya di
telan secara utuh karena dapat mengandung obat-obatan yang rasanya
sangat tidak enak atau zat besi yang bisa membuat gigi penderita
berwarna hitam.
2. Tablet

10
Yaitu obat bubuk yang dipadatkan dalam bentuk lonjong atau
lempengan. Tablet dapat dipatahkan untuk mempermudah dalam
menelan.
3. Bubuk/puyer
Yaitu obat yang di tumbuk halus. Bubuk ini tidak dapat larut dalam air
dan dapat diberikan kepada penderita dengan cara berikut:
a. Dari kertas pembungkusnya dijatuhkan keatas lidah penderita
b. Kita campur dalam air atau susu (campuran tersebut harus terus
kita aduk karena bubuk itu tidak larut dalam cairan tersebut)
c. Dipersiapkan dalam pembungkus obat bubuk
4. Drase
Yaitu obat-obatan yang dibungkus oleh selaput tipis gula. Harus
ditelan secara utuh karena dapat mengandung obat-obatan yang
mempunyai kemampuan untuk mengiritasi selaput lendir lambung
pasien.
5. Kapsul
Yaitu obat dalam bentuk cair, bubuk atau minyak dengan bungkus
gelatin yang juga harus ditelan secara utuh karena dapat menyebabkan
muntah akibat iritasi selaput lendir lambung pasien.
6. Sirup
Disini kita memakai sendok pengukur, gelas pengukur (yang kecil),
atau botol tetesan. Kadang-kadang sirup sebelum diminum harus
dikocok terlebih dahulu.
G. Kontra Indikasi Pada Pemberian Obat Per Oral
a. Keadaan patofisiologik penderita : suatu sediaan antirematik tidak
dapat diberikan per oral tanpa resiko dimuntahkan sebelum obat
bereaksi.
b. Pada cairan lambung yang asam, zat aktif tertentu dapat dirusak oleh
enzim pencernaan seperti lipase, penisilinase tertentu atau terjadinya
pengikisan mukosa (natrium salisilat berubah menjadi asam salisilat).

11
c. Enzim proteolitik dalam saluran cerna dapat merusak zat aktif
polipeptida protein (insulin. Hormone, polipeptida, serum).
d. Enzim flora usus dapat pula berpengaruh pada selulase dn selulosa,
penisilinase dan penisilina.
e. Kadang-kadang terjadi interaksi antara zataktif dan bahan cairan
lambung dan selanjutnya membentuk senyawa kompleks yang sukar
diserap, misalnya musim dan streptomisina, garam empedu dan
ammonium kuartener.
f. Tujuan farmakokinetik tidak selalu dapat dicapai dengan pemakaian
sediaan oral.
g. Beberapa zat aktif di metabolisme pada membrane usus dan dengan
demikian sebagian telah rusak saat memasuki aliran darah.
h. Harus dipertimbangkan pula kemungkinan adanya “efek lintasan
pertama” (test pass effect) dan adanya kirens hepatic yang merupakan
proses metabolisme yang mengubah zat aktif menjadi bentuk yang
tidak aktif, sehingga dengan demikian obat tidak dapat diberikan per
oral (misalnya lidokaina, progesterone, testoterone, estradiol dan lain-
lain).
H. Faktor Yang Berperan Dalam Penyerapan
1. Faktor fisiologi
a. Permukaan penyerap
Lambung tidak memo\punyai permukaan penyerap yang
berarti dibandingkan dengan usus halus. Lambung lebih
merupakan organ penggetahan di bandingkan dengan organ
penyerap. Namun mukosa lambung dapat menyerap pbay yang
diberikan peroral, dan tergantung pada keadaan, lama kontak
menentukan terjadinya penyerapan pasif dan zat aktif lipofil dan
bentuk tak terionkan pada pH lambung yang asam ( asam lemah
seperi asam salisilat, barbiturat).
Usus halus mempunyai luas permukaan penyerap 40-50m2.
Penyerapan ini dapat terjadi secara kuat pada daerah tertentu tanpa

12
mengakibaikan kemasan pH yang akan menionisasi zat aktif atau
menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya terjadi
pada daerah tertentu. Suatu alkaloida yang kuat dan terionkan
dalam cairan lambung, secara teori kurang sedisrap.
b. Umur
Terjadinya keadaan dosis-lebih disebabkaoleh adanya
penyerapan tak terkontrol. Pada bayi dan anak-anak, sebagian
sistem enzimnya belum berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi
dosis lebh pada zat aktif tertentu yang disebabkan tidak
sempurnanya proses detoksifikasi metabolik, atau karena
penyerapan yang tidak sempurna dan karena gangguan saluran
cerna sebagai akibat adanya bahan tambahan tertentu yang tidak
dapat diterima oleh sebab itu pengturan dosis obat pada bayi tidak
dapat dihitung dengan rumus yang sederhana seperti pada orang
dewasa, tetapi harus menggunakan fungsi berat badan.
Posologi pada penderita tua tampaknya sangat dipengaruhi
oleh faktor individu. Secara sederhana pemberian obat pada
keadaan tersebut harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati.
c. Sifat membran biologik
Sifat membran biologik sel-sel meyerap pada mukosa
pencernaan akan mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama
lipida memunginkan terjadinya difusi pasif zat aktif dengan sifat
lipofil tertentu dari bentuk yang tak terionkan dilambung dan
terutama diusus besar. Semua jenis transpor zat aktif diusus halus
yang meliputi:
1. Transpor dengan pembentukan pasangan ion
2. Transpor sederhana
3. Transpor aktif
4. Pinositosis
d. Laju perlewatan

13
Laju transit dan waktu tinggal dilambung merupakan salah satu
faktor yang sangat penting, yang mempengaruhi intensitas
penyerapan. Kecepatan transit di lambung tak dapat dikontrol
selama waktu makan dan gumpalan makanan meninggalkan
lambung terhadap dalam waktu yang lama atupun singkat.
2. Faktor patologi
a. Gangguan fungsi pengetahuan
Psikis merupakan satu faktor yang dapat meningkatkan atau
menghambat proses pengeluaran getah. Pada orang pemarah akan
terjadi peningkatan pengeluaran getah dan sebaliknya akan terjadi
hambatan pengeluaran getahpada seseorang yang depresif.
Pengeluaran getah lambung meningkat pada keadaan tukak
duodenum yang mana berlebihan dasar merusak aktivitas enzim
pankreatik. Sebaiknya pengeluaran getah lambung berkurang pada
keadaan pH yang meningkat akibat tukak lambung, gastritis kronis,
penyakit beimer dan diabetes.
Tidak mungkin cukupnya pengeluaran getah empedu disebabkan
oleh pembuntuan (obstruksi) saluran empedu akan menghambat
penyerapan lemak dan volume yang larut dalam lemak.
b. Gangguan Transit
Waktu tinggal pada lampung pada umunya akan meningkat pada
keadaan:
a. Penyempitan plorus(stenose phylorus)
b. Kelainan pembuluh darah tertentu
c. Sprue
d. Mexycodemia(salah satu bentuk menghambat peradangan
gejala.
c. Gangguan penyerapan
1. Pengurangan luas permukaan penyerap

14
a. Pembedahan : gastrectiomie (berpengaruh pada luas
permukaan penyerap, pemotongan usus (pengaruhnya
tergantung pada panjang dan letak pemotongan)
b. Anatomi atau cacat pada mukosa permukaan, baik karena
bawaan atau karena perolehan : entropati pada gluten,
intoleransi selektif pada karbohidrat dan pertumbuhan
narkoba.
2. Perubahan media usus
a. Penambahan senyawa anti mikroba atau anti parasit dapat
memutuskan ikatan konjugasi garam empedu (akibat terjadi
kesalahan penyerapan lemak), dan merusak zat aktif
sebelum diserap (vitamin B12).
b. Adanya bahan obat antimikroba berspekturm luasdapat
menganggu keseimbangan flora usu, misalnya neomisina
dapat merintangi kerja lipase pankreatik dangaram empedu.
I. Keuntungan Dan Kerugian Pemberian Obat Per Oral
1. Keuntungan
a. Bisa dikerjakan sendiri pleh pasien
b. Tidak menimbulkan rasa nyeri
c. Bila terjadi keracunan, obat masih bias dikeluarkan dari tubuh
dengan cara reflek muntah dari faring dan kumbah lambung
asalkan obat diminum belum melibihi 4 jam artinya obat masih di
dalam gaster.
d. Tetapi bilamana lebih dari 4 jam tapi belum melebihi6jam racun di
dalam intestinum atu belum mengalami absorbsi.
2. Kerugian
a. Pada aksinya yang lambat sehingga cara ini tidak dapat di pakai
pada keadaan gawat.
b. Obatyang diberikan per oral biasanya membutuhkan waktu 30
menit sampai dengan 40 menit sbelum di absorbsi dan efek
puncaknya dicapai setelah 1 sampai dengan 11/2 jam.

15
c. Rasa dan bau obatyang tiada enak sering menganggu pasien.
d. Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien yang mengalami
mual-mual, muntah, semi koma, pasien yg akan menjalani
pangisapan cairan lambung serta pada paisen yang mempunyai
gangguan menelan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Biofarmasetika adalah ilmu yang menguji keterkaitan antara sifat
fisikokimia obat ini, bentuk sediaan dimana obat diberikan, dan
rutepemberian pada tingkat dan tingkat penyerapan obat sistemik.
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai
karena ini merupakan cara yang paing mudah, murah, aman, dan nyaman
bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral baik dalam
bentuk tablet, sirup, kapsul, atau puyer.

16
Fase biofarmasetika dapat diuraian dalam tiga haltahp utama, yaitu
L.D.A yang berarti liberasi (pelepasan), Disolusi ( pelarutan), dan
Absorbsi (penyerapan). Seperti halnya dengan sistem A.D.M.E pada nasib
zat aktif in-vivo, maka ketiga tahapan L.D.A berbeda pada setiap jalur.
B. Saran
Bagi mahasiswa dan mahasiswi diharpkan untuk menambah
wawasan dengan banyak membaca buku dan terus mencari informasi
tentang biofarmasetika sediaan obat melalui oral

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Empat. Jakarta:UI
Press
Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi Keempat. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran UI.
Irianto, K. 2014. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Penerbit Alfabeta
Shargel, Leon, Susanna, Wu-Pong dan Andrew, BC. 2005. Applied
Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. Edisi Kelima. Surabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.
Tjay, T.H dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Gramedia

17

Anda mungkin juga menyukai