Anda di halaman 1dari 19

Dosen pengampu :

ERNIZA PRATIWI M.Farm, Apt

OLEH KELOMPOK 3 :

 ALDA SYAFITRI (1800003)


 DINI ALAFI HASANAH (1800014)
 M.RISKI FADIL (1800025)
 PUTRI AISYAH HUDYA (1800034)
 RILA NOVIA MARISTA (1800038)
 SYA’BANUL KARIM (1800048)
STUDI KASUS
Kondisi Pasien Apotek KN Memprihatinkan
Diketahui Apotek KN beberapa bulan yang lalu kedapatan menjual obat-obatan
psikotropika secara bebas sehingga dilakukan penutupan paksa oleh dinas-dinas /
lembaga yang berwenang. Kasat Narkoba Polresta Kompol Dodo Hendro Kusumo
mengatakan pasien di Apotek KN Yogyakarta yang diserahkan ke Satnarkoba Polresta
Yogyakarta kondisinya memprihatinkan. Itu dapat dilihat salama pemeriksaan terlihat
jelas para pasien masih ketergantungan psikotropika.

Berdasarkan pemilahannya, mereka adalah korban psikotropika yang harus


disembuhkan, penderita suatu penyakit yang disarankan dokter melalui resep untuk
mengonsumsi dua jenis psikotropika itu, misal karena insomnia dan depresi,dan juga
karena efek kecelakaan sehingga terkena sarafnya dan harus tergantung obat tersebut.

Dengan resep dokter, mereka datang ke apotek untuk menebusnya. Calmlet kerap
diberikan dokter sebagai obat penenang, sedangkan riklona untuk menambah stamina
fisik agar lebih giat. Mengingat adanya resep itu, maka tidak termasuk penyalahgunaan.
Dia mengacu pada UU No 5 tahun 1997 tentang psikotropika, bahwa ketentuan pidana
adalah penyalahgunaan. Sementara, para pasien itu hanya sebagai orang yang mau
menebus obat berdasarkan resep dokter
Permasalahan Kasus

1. Terkait standar pelayanan kefarmasian,sumpah dan


kode etik Tenaga Teknis Kefarmasian di sektor pelayanan,apa
yang seharusnya dilakukan sebagai TTK pada saat bekerja di
Apotek KN tersebut dan ternyata dalam perjalannya Apotek
tersebut kedapatan menjual obat-obatan psikotropika secara
bebas ?
2. Apabila PSA ( Pemilik Sarana Apotek) sekaligus TTK di
apotek tersebut langkah kongkrit apa yang harus di lakukan
untuk menyelesaikan masalah di atas ?
Dasar Hukum Pelanggaran

Dalam Studi kasus ini perbuatan yang dilakukan oleh


apotek merupakan pelanggaran karena bertentangan
dengan peraturan perundangan yang berlaku, yang
dalam hal ini diatur dalam Undang-undang RI No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 24, Undang-
undang No. 51Tahun 2009, Undang-undang RI No.
51 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-
undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
1. UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 24
(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan
kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.

(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.

(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar


pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
2. UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau


bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian
dan pengawasan yang ketat dan saksama;
lanjutan

Pasal 1
(1) Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan
atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan
pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

(2) Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai


oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terusmenerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek
yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.

(3) Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa


hak atau melawan hukum.
Pasal 43

(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan
hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep
dokter.

(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:


a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui
suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan
Narkotika melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang


diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat
diperoleh di apotek.
UU RI No. 51 Tahun 1997 tentang Psikotropika

Pasal 2
(1) Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang-undang
ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang
mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Pasal 3

Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :


a. menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan
kesehatan dan ilmu pengetahuan
b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. memberantas peredaran gelap psikotropika
Penyerahan
Pasal 14

(1) Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dan dokter.
(2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepa-da apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada
pengguna/pasien.
(3) Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
(4) Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai
pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep
dokter.
(5) Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dalam hal :
a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(6) Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya
dapat diperoleh darin apotek.
sanksi
Pasal 60

(1) Barangsiapa :
a. memproduksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 5;
atau
b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7; atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).

(2) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12


ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa menerima penyaluran psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).

(4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan


dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3), dan Pasal 14
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang


ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabila yang menerima
penyerahan itu pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) bulan.
Pembahasan Kasus

Obat-obat narkotika dan psikotropika tidak boleh diserahkan atau


diberikan tanpa adanya resep dari dokter, apapun keadaannya. Sesuai
dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek yang slah satunya adalah
penyerahan obat, yaitu penyerahan obat bisa dilakukan oleh apoteker dan
asisten apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada
pasien dan tenaga kesehatan. beserta sumpah dan kode etik yang
mencakup bahwa kita tidak boleh merugikan, memperburuk keadaan serta
hal yang dapat menganggu kesehatan pasien dan masyarakat.

Sebagai TTK, tentu saja kita pasti sudah tau bahwa obat psikotropik dan
narkotika tidak bisa kita serahkan tanpa adanya resep dari dokter, dan jika
terjadi kesalahan dalam apotik tersebut yaitu memberikan obat psikotropik
dengan cara bebas, otomatis kita sebagai TTK sudah tahu kesalahan kita
sendiri, maka yang perlu kita lakukan adalah bertanggung jawab dengan
cara melaporkan kepada Apoteker penanggung jawab apotik atas kejadian
tsb. Kemudian apotekerlah yang menindaklanjuti permasalahan itu dan
melaporkan ke dinas kesehatan.
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku
dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun
sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan
menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/
MENKES/ SK/ X/ 2002 dan Permenkes No. 922/ MENKES/
PER/ X/ 1993 adalah:

a. Undang- Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541).


b. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
c. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
d. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
Dalam pertanyaan yang kedua, ada dua kemungkinan yang
terjadi, yang pertama adalah jika sebagai PSA maka yang
harus dilakukan adalah mengambil tindakan sesuai dengan
keputusan bersama apoteker, karna sebagian besar PSA
hanya sebagai pemilik usaha dengan modal yang besar, maka
PSA mungkin saja tidak mengetahui tentang prosedur
farmasi yang ada di apotik tersebut.

Yang kedua jika PSA sekaligus sebagai TTK, jika PSA


sekaligus menjadi TTK di apotik tersebut, maka dia harus
tahu hal yang bersangkutan dengan penyerahan obat,
misalnya penyerahan psikotropika yang tidak bisa diserahkan
tanpa resep dokter, dan kesalahan yang terjadi yaitu
penyerahan obat psikotropik secara bebas.
Lanjutan

Jika TTK sudah tahu akan undang undang tentang penyerahan


psikotropik maka hal itu tidak akan terjadi, sekarang yang
menjadi pertanyaan juga adalah apa alasan TTK memberikan
obat psikotropik secara bebas? Sedangkan dia tahu bahwa itu
tidak boleh diberikan, apakah dengan sekaligus menjadi PSA
alasannya adalah meningkatkan penjualan apotik atau karna
kesalahan yg disengaja. Dan jika kesalahan itu sudah terjadi
maka hal yang harus dilakukan adalah menunda penjualan atau
mengstopkan menjual obat tersebut dan melaporkannya kepada
apoteker agar ditindaklanjuti oleh apoteker.
Kekeliruan Dalam Membaca Resep

Dahulu pedagang besar farmasi dilarang menyalurkan psikotropika tanpa izin khusus
dari Menteri Kesehatan , tetapi sejakdi sahkannya Undang-undang RI nomor 5 Tahun
1997 tentang psikotropika maka pedagang besar farmasi yang menyalurkan
psikotropika tidak memerlukan izin khusus lagi. Dalam melayani resep seorang
apoteker wajib :
Melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi
pada kepentingan masyarakat. Apoteker wajib memberikan informasi:
a. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.
b. Penggunaan obat secara tepat , aman resional atas permintaan masyarakat.

Bila terjadi kekeliruan resep , hal ini diatur sebagai berikut :

1. Apabila apoteker mengganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau


penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter
penulis resep.
2. Apabila dalam hal dimaksud karena pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap dalam pendiriaannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan nya yang lazim atas resep.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai