Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengelolaan Narkotika
Pengelolaan narkotika diatur secara khusus untuk menghindari terjadinya kemungkinan
penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek meliputi :
a. Pemesanan Narkotika
Pemesanan sediaan narkotika menggunakan Surat Pesanan Narkotik yang ditandatangani
oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pemesanan dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade and
Distribution (satu satunya PBF narkotika yang legal di indonesia) dengan membuat surat pesanan
khusus narkotika rangkap empat. Satu lembar Surat Pesanan Asli dan dua lembar salinan Surat Pesanan
diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi yang bersangkutan sedangkan satu lembar salinan Surat
Pesanan sebagai arsip di apotek, satu surat pesanan hanya boleh memuat pemesanan satu jenis obat
(item) narkotik misal pemesanan pethidin satu surat pesanan dan pemesanan kodein satu surat pesanan
juga, begitu juga untuk item narkotika lainnya.

b. Penerimaan Narkotika
Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan
sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya
dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang
meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.
c. Penyimpanan Narkotika
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotekdisimpan pada lemari khusus yang
terbuat dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat) yang ditempel pada dinding, memiliki 2
kunci yang berbeda, terdiri dari 2 pintu, satu untuk pemakaian sehari hari seperti kodein, dan satu
lagi berisi pethidin, morfin dan garam garamannya. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak
diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten Apoteker yang bertugas dan
penanggung jawab narkotika.
d. Pelayanan Narkotika
Apotek hanya boleh melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh
Apotek itu sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak
melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek
lain. Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan diberi garis merah di bawah
obat narkotik.
e. Pelaporan Narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan setiap bulan. Laporan penggunaan obat narkotika di
lakukan melalui online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Asisten
apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika melalui
SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import (paling lama sebelum tanggal 10
pada bulan berikutnya). Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan
bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan),
pasword dan username didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinkes setempat.
(sipnap.binfar.depkes.go.id)
f. Pemusnahan Narkotika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut :
1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan narkotika yang berisi jenis
dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan akan menetapkan waktu dan
tempat pemusnahan.
3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, Asisten Apoteker, Petugas Balai
POM, dan KepalaSuku Dinas Kesehatan Kabutapten/Kota setempat.

4)
a)
b)
c)
d)
e)

Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara Pemusnahan yang berisi :
Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan
Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
Cara pemusnahan
Petugas yang melakukan pemusnahan
Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
a) Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.
c) Arsip apotek.
2. Pengelolaan Psikotropika
Selain pengelolaan narkotika, pengelolaan psikotropika juga diatur secara khusus mulai dari
pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan
obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi:
a. Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan rangkap 2, diperbolehkan lebih dari 1 item obat dalam satu surat
pesanan, boleh memesan ke berbagai PBF.
b. Penerimaan Psikotropika

Penerimaan Psikotropika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan
sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya
dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang
meliputi jenis dan jumlah Psikotropika yang dipesan
c. Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan obat psikotropika diletakkan di lemari yang terbuat dari kayu (atau bahan lain yang
kokoh dan kuat). Lemari tersebut mempunyai kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang oleh
Asisten Apoteker sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA.
d. Pelayanan Psikotropika
Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat sendiri
oleh Apotek yang obatnya belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak
melayani pembelian obat psikotropika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh
apotek lain.
e. Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap bulannya melalui SIPNAP (Sistem Pelaporan
Narkotika dan Psikotropika). Asisten apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan
psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import. Laporan
meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor urut, nama
bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan). pasword dan username didapatkan setelah
melakukan registrasi pada dinkes setempat.
(sipnap.binfar.depkes.go.id)
f. Pemusnahan Psikotropik
Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika.
Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika
Pengelolaan Narkotika, meliputi :

a.

b.
1)
2)
3)

4)
5)
c.

d.
1.
2.
3.
e.

Pemesanan narkotika
Pasal 5 ayat 1 UU No. 9 tahun 1976 disebutkan bahwa Menteri kesehatan memberi izin
kepada apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk
persediaan, menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirim dan membawa atau
mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan.
Apotek dan apotek rumah sakit mendapatkan obat narkotika dari pedagang besar farmasi
(PBF). Kimia Farma, dan apotek lainnya dengan jalan menulis dan mengeirimkan surat pesanan
narkotika. Pemesanan narkotika menggunakan surat pesanan model N-9 rangkap 5, setiap satu
surat pesanan hanya berisi satu macam narkotika. Blangko Surat Pesanan (SP) mencantumkan
nomor SP, nama dan alamat PBF, nama dan almat apotek, nama dan jumlah narkotika yang
dipesan, nama dan nomor SIK APA.
Penyimpanan narkotika
Persyaratan Lemari Narkotika di Apotek :
Terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat
Almari harus mempunyai kunci yang kuat
Alamari dibagi menjadi dua bagian masing-masing dengan kunci yg berlainan, bagian pertama
untuk menyimpan morfin, pethidin & garam-garamnya serta persediaan Narkotika, bagian kedua
untuk menyimpan narkotika lainnya yg dipakai sehari hari.
Apabila ukuran almari kurang dari 40 X 80 X 100 cm, almari harus dibaut / dipaku ditembok
atau lantai.
Almari tidak boleh untuk menyimpan barang lain, kecuali ditentukan oleh Menkes RI.
Pelaporan narkotika
Apotek berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan kepada Mentri
Kesehatan mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang ada dalam pengawasanya
sesuai dengan pasal 18 ayat 2 UU No. 9 tahun 1976.
Laporan dikirim setiap bulan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan BPOM. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan
pelaporan dapat dikenakan sanksi administrative oleh Mentri Kesehatan berupa teguran,
peringatan, denda administrative, penghentian sementara kegiatan dan pencabutan izin.
Pelayanan resep yang mengandung narkotik
Apotek boleh melayani salinan resep yang mengandung narkotika, bila resep tersebut baru
dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek
boleh membuat salinan resep, salinan resep tersebut boleh dilayani di apotek lain.
Resep narkotika tidak boleh ada pengulangan, ditulis nama pasien, tidak boleh untuk dipakai
sendiri, alamat pasien dan aturan pakai ditulis yang jelas.
Pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat
Narkotika dapat dimusnahkan karena kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat untuk
digunakan pada pelayanan kesehatan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita
acara yang memuat nama, jenis, sifat dan jumlah narkotik, keterangan tempat, jam, hari, tanggal,

bulan dan tahun, tanda tangan dan identitas pelaksana dan pejabat yang menyaksikan dalam hal
ini ditunjuk oleh Menkes.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pengelolaan Psikotropika
Psikotropika diatur dalam undang undang No. 5 tahun 1997 dan Peraturan Mentri
Kesehatan 688/Menkes/VII/1997. Obat keras tertentu adalah zat psikotropika alamiah maupun
sintesis yang dalam penggunaannya menimbulkan ketergantungan baik secara fisik maupun
psikis da nada kemungkinan disalahgunkan.
Untuk memonitor penggunaan obat psikotropika dilakukan dengan pencatatan resepresep yang berisi obat psikotropika dalam buku register. Psikotropika dapat diperoleh dari PBF
yang berizin, industry farmasi berizin, apotek lainnya. Psikotropika dipesan dengan surat
pesanan khusus psikotropika bernomor urut tercetak, satu lembar surat pesanan dapat berisi
beberapa jenis psikotropika.
Apotek dapat menyerahkan psikotropika kepada :
Rumah sakit, permintaan tertulis yang ditandatangani dokter atau direktur rumah sakit.
Puskesmas, permintaan tertulis yang ditandatangani dokter atau kepala puskesmas.
Apotek lainnya, permintaan tertulis yang ditandatangani apoteker.
Balai pengobatan, permintaan tertulis yang ditandatangani dokter penanggung jawab.
Dokter, dengan resep dokter.
Pasien, dengan resep dokter.
Psikotropika wajib dibuat catatan pengeluaran dan penyimpanan laporannya. Pencatatan
dan pelaporan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan
BPOM. Pelanggaran terhadap pencatatan dan pelaporan dapat dikenakan sanksi administrative
berupa teguran lisan dan tertulis (peringatan), denda administrative, penghentian sementara
kegiatan, pencabutan izin.
Pemusnahan psikotropika dapat dilakukan apabila kadaluarsa, tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan. Pemusnahan dilakukan dengan membuat berita
acara yang memuat nama, jenis, sifat dan jumlah, keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan
dan tahun, tanda tangan dan identitas pelaksanaan dan pejabat yang menyaksikan ditunjuk oleh
Mentri Kesehatan, serta dilakukan dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian.

Anda mungkin juga menyukai