Anda di halaman 1dari 6

Pengelolaaaan Obat Golongan Psikotropika dan Narkotika di Apotek

 Pengelolaan Obat Golongan Psikotropika di Apotek


A. Definisi Psikotropika
Psikotropika menurut Undang- undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental
dan perilaku.
B. Penggolongan Psikotropika
Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan:
1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakaan
dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika
yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan untuk terapi atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Tujuan dan pengaturan obat golongan psikotropika:
a) Menjamin ketersediaaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan
b) Mencegah terjadinya prnylah gunaan psikotropika
c) Memberantas peredaran gelap psikotropika
C. Pengelolaan Psikotropika
Pengelolaan psikotropika meliputi:
A. Pemesanan psikotropika
Tata cara pemesanan obat- obat psikotropika sama dengan pemesanan obat ainnya yakni dengan
surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi
(PBF). Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan
apotek atau PBF atau pabrik obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam Undang-
undang No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh
apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri dari satu jenis
obat psikotropika.
B. Pengimpanan psikotropika
Sampai ini penyimpanan untuk obat-obatan golongan psikotropika belum diatur dengan suatu
perundang- undangan. Namun karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk disalah
gunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut dalam suatu rak
atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus dikunci dan membuat kartu
stok psikotropika.
C. Penyerahan psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien berdasarkan resep dokter.
D. Pelaporan psikotropika
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga penelitian
atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpanan catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkannya kepada Menteri Kesehatan yang
berkala. Pelaporan psikotropika dilakukan setahun sekali dengan ditanda tangani oleh APA
dilakukan secara berkala yaitu setiap tahun kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
E. Pemusnahan psikotropika
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika
dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan
persyaratan yang berlaku dan tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau
tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Pemusnahaan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat
yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian.
Berita acara pemusnahan tersebut memuat: 1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan 2)
Nama pemegang izin khusus atau apoteker pegelola apotek 3) Nama seorang saksi dari
pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut 4) Nama dan jumlah psikotropika yang
dimusnahkan 5) Cara pemusnahan 6) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi- saksi.
F. Pengelolaan Obat Rusak, Kadaluarsa, Pemusnahan Obat dan Resep
1) Pengelolaaan obat rusak dan kadaluarsa Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 pasal 12 ayat (2) disebutkan bahwa sediaan farmasi
yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan harus dimusnahkan
dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 13
menyebutkan bahwa pemusnahan sediaan farmasi dilakukan oleh Apoteker pengelola Apotek
atau apoteker pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek yang
bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditunjukan Kepada POM setempat. Pada
pemusnahan tersebut wajib dibuat berita acara pemusnahan dengan menggunakan formulir
model APT-8, sedangkan pemusnahan obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika wajib
mengikuti ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
2) Pemusnahan obat dan resep Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/MenKes/Per/X/1993 pasal 17 ayat 2 menyebutkan bahwa resep harus dirahasiakan dan
disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. Pemusnahan resep dilakukan oleh
Apoteker pengelola Apotek atau apoteker pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang
karyawan apotek.

 Pengelolaan 0bat Golongan Narkotika di Apotek

Obat golongan narkotika merupakan obat yang memerlukan pengelolaan khusus di apotek.
Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan
yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat
dan seksama. Oleh karena itu, peredaran dan penggunaan obat golongan narkotika tersebut di
awasi oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan juga pengaturan narkotika harus benar-benar
terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan,
mengedar, dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi Sdengan ketat.

A.Definisi Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sinteti
maupun simisintetis yang dapat menyebabkan penurunan tingkat atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

B.Penggolongan Narkotika
Berdasarkan UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika, narkotka di bedakan dalam 3 golongan:
1.Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan utuk terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, desomorfina.
2.Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan digunakan sebagai
pilihan terakhir dalam terapi/untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: alfasetilmetaldo, betamedol, diampromida.
3.Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
menimbulkan ketergantungan. Contoh: kodein, asetildihidrokodeina, polkadina, propiram.
C.Pengelolaan Obat Golangan Narkotika
Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi:

1.Pemesanan Narkotika
Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang
ditanda tangani oleh apoteker pengelolaan apotek dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIK,
SIA, dan stempel apotek di mana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1 macam narkotika saja.
2.Penyimpanan Narkotika
PerMenKes No.28/MenKes/per/1987 tentang cara penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6
menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang
memenuhui persyaratan yaitu:
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan
c. Dibagi 2 masing-masing dengan kunci berlainan. Bagian 1 digunakan untuk menyimpan
morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan
untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.
d. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40x80x100 cm3,
lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.
e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain seslain narkotika,
kecuali ditentukan oleh MenKes.
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.
g. Lemari khusus harus diletakan di tempat yang aman dan tidak diketahui oleh umum.

3.Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika


Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa:
a. Narkotika hanya digunakan untuk untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.
b. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan
resep dokter.
c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar Salinan resep dokter.

Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jendral Pengawasn Obat dan Makanan (sekarang
Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan:
a. sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narko tika,
apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh
membuat salinan resep tetapi Salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep asli.
c. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena
itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan “iter” pada resep yang mengandung narkotika.

4.Pelaporan Narkotika

Undang-undang No.22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa importir, eksportir,
pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter,
lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap
bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini dilaporkan
kepada Sudin Yankes dengan tembusan ke Balai POM Provinsi setempat dan sebagai arsip.

5.Pemusnahan Narkotika
Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/per/1978 disebutkan pada apoteker pengelola apotek
dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk
digunakan bagi pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. APA atau dokter yang
memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Memusnahkan Narkotika yang memuat:

a. Tempat dan waktu (jam, hari, dan tahun)


b. Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.
c. Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang di musnahkan.
d. Cara memusnahkan.
e. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi
pemusnahan.
Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan RI, Balai
Pemeriksaan Obat dan Makanan (POM) setempat dan arsip dokumen. Sebagai pelaksanaan
pemeriksaan, diterbitkan surat edaran Direktur Pengawasan Obat dan Makanan
No.010/E/SE/1981 tanggal 8 Mei 1981 tentang pelaksanaan pemusnahan narkotika yang
dimaksud adalah:
a. Bagi apotek yang berada ditingkat provinsi, pelaksanaan pemusnahan di saksikan oleh
Balai POM setempat.
b. Bagi apotek yang berada di Kotamadya atau Kabupaten, pelaksanaan pemusnahan
disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II.

Anda mungkin juga menyukai