PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku.
Konvensi ini membuka kesempatan bagi negara negara yang mengakui dan
meratafikasinya untuk melakukan kerjasama dalam penanggulangan penyalahgunaan dan
pemberantasan peredaran gelap psikotropika.
Merujuk pada ketentuan pasal 153 Undang-undang No. 35 Tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa undang-undang No. 35 Tahun 2009 hanya menggantikan UU No.
22 Tahun 1997 tentang narkotika atau menggantikan UU No. 5 Tahun 1997
menyebutkan bahwa dengan berlakunya UU ini :
Berdasarkan Pasal 153 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tersebut, dapat diketahui
bahwa Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 mencabut Undang-Undang No. 22 Tahun
1997 tentang Narkotika, dan tidak mencabut Undang-Undang No. 5 Tahun 1997. Akan
tetapi, Lampiran Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 mengenai jenis Psikotropika
Golongan I dan Golongan II dicabut, karena telah ditetapkan sebagai Narkotika
Golongan I DALAM Undang-Undang No. 35 Tahun 2009.
Dasar hukum :
Terdiri dari :
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PSIKOTROPIKA.
BAB IV : Peredaran
Bagian Pertama Umum
Pasal 8 : Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 9 : 1. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan. 2. Menteri menetapkan
persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang berupa obat
Pasal 10 : setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika wajib dilengkapi dengan
dokumen pengangkutan psikotropika.
Pasal 11 : tata cara peredaran psikotropika diatur lebih lanjut oleh mentri kesehatan.
Bagian Kedua
Pasal 12 : Terdiri dari 1. penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar
farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. 2. Penyaluran
psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat pada pedagang besar farmasi,
Apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. 3. Psikotropika golongan
I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada
lembaga penelitian dan lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.
Pasal 13 : Psikotropika yang digunakan untuk ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian.
Bagian Ketiga Penyerahan
Pasal 14 : 1. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sesuai pasal 8 hanya dapat
dilakukan oleh apotik, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai pengobatan, dan Dokter. 2.
Penyerahan psikotropika oleh apotik kepada apotik lainya, Rumah sakit,
Puskesmas, Balai pengobatan, Dokter dan kepada para pengguna (Pasien). 3.
Penyerahan psikotropika oleh Rumah sakit, Balai pengobatan, Puskesmas,
sebagaimana disebut ayat 1 hanya dapat dilakukan kepada pengguna (Pasien). 4.
Penyerahan psikotropika oleh apotik, puskesmas, BP, dimaksud pada ayat 1
berdasarkan resep dokter. 5. Penyerahan psikotropika oleh dokter dimaksud ayat 1
dilaksanakan dalam hal menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan,
menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas didaerah terpencil
yang tidak ada apotik. 6. Psikotropika diserahkan oleh dokter yang dimaksud pada
ayat 5 hanya diperoleh melalui apotik
Pasal 15 : Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi kegiatan penyerahan psikotropika
diatur oleh mentri.
BAB XI Pemusnahan
Pasal 53 : Terdiri dari 4 uraian : 1. Pemusnahan psikotropika dalam hal berhubungan dengan
tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluarsa, tidak
memenuhi syarat digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan 2. Pemusnahan psikotropika yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan
oleh swatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili departemen yang
bertanggung jawab dibidang kesehatan, kepolisian negara republik indonesia dan
kejaksaan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat
dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya pidana tersebut dalam waktu 7
hari setelah mendapatkan kekuatan hukum. Pada ayat 1 khusus golongan 1 wajib
dilaksanakan paling lambat 7 hari setelah penyitaan dan pada ayat 1 masalah
kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat dilakukan oleh pemerintah atau badan yang
bertanggung jawab atas produksi peredaran psikotropika sarana kesehatan serta
lembaga pendidikan dengan disaksikan oleh pejabat departemen yang bertanggung
jawab dibidang kesehatan dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian 3. Setiap
pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara 4. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemusnahan psikotropika ditetapkan dengan peraturan pemerintah
A. Kesimpulan
Dengan disajikannya tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan, mengingat
akibat yang dapat ditimbulkan oleh psikotropika, khususnya yang mempunyai potensi
sindrom ketergantungan apabila disalahgunakan untuk maksud lain selain pelayanan
kesehatan atau pengetahuan maka perlu suatu perangkat untuk mengendalikan
psikotropika secara khusus.
B. SARAN
Dengan kita mempelajari tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 diharapkan
seluruh masyarakat dapat mengerti dan memahami isi dari Undang-Undang tersebut mulai
dari BAB I Tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 1 Pasal dengan uraian 14 item,
BAB II Ruang Lingkup dan Tujuan yang terdiri dari Pasal 2-4, BAB III Tentang Produksi
terdiri dari Pasal 5 dan 6, BAB IV Tentang Peredaran yang terdiri dari Pasal 8-15, BAB V
Tentang Eksport dan Import yang terdiri dari Pasal 16-28, BAB VI Tentang Label dan
Iklan yang terdiri dari Pasal 29-31, BAB VII Tentang Kebutuhan dan Pelaporan yang
terdiri dari Pasal 32-35, BAB VIII Tentang Pengguna Psikotropika dan Rehabilitasi yang
terdiri dari Pasal 36-41, BAB IX Tentang Pemantauan Prekusor yang terdiri dari Pasal 42-
44, BAB X Tentang Pembinaan dan Pengawasan yang terdiri dari Pasal 45-52, BAB XI
Tentang Pemusnahan yang terdiri dari Pasal 53, BAB XII Tetang Peran Serta Masyarakat
yang terdiri dari Pasal 54, BAB XIII Tentang Penyidikan yang terdiri dari Pasal 55-58,
BAB XIV Tentang Ketentuan Pidana yang terdiri dari Pasal 59-72, BAB XV Tentang
Peralihan yang terdiri dari Pasal 73, BAB XVI Ketentuan Penutup yang terdiri dari Pasal
74. Sehingga masyarakat lebih berhati-hati tentang keguanaan psikotropika tersebut.