Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku.

Penyalahgunaan psikotropika mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan


peredaran gelap psikotropika menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan yang
semakin luas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya
pencegahan dan penanggulangan, penyalahgunaan psikotropika dan upaya
pemberantasan peredaran gelap. Disamping itu upaya pemberantasan peredaran gelap
psikotropika terlebih dahulu dalam era globalisasi komunikasi, informasi dan transportasi
sangat diperlukan.

Dalam hubungan ini dunia internasional telah mengambil langkah untuk


mengawasi psikotropika melalui :
1. Convention on psychotropik substances 1971 (Konvensi psikotropika 1971)
2. Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and psycotropic substances 1988
(Konvensi Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika 1988).

Konvensi ini membuka kesempatan bagi negara negara yang mengakui dan
meratafikasinya untuk melakukan kerjasama dalam penanggulangan penyalahgunaan dan
pemberantasan peredaran gelap psikotropika.

Undang-undang psikotropika berbeda dengan undang-undang Narkotika namun undang-


undang narkotika yang terbaru mempengaruhi undang-undang psikotropika yang telah
ada, artinya walau berbeda hal yang diatur, dalam hal ini psikotropika dan narkotika,
ternyata dengan adanya undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009menjadikan
pembaruan pula terhadap undang-undang psikotropika.

UU Narkotika terbaru tertulis di Nomor 35 Tahun 2009. UU ini menggantikan peraturan


narkotika sebelumnya yakni UU Nomor 22 Tahun 1997, sedangkan UU Psikotropika
sampai sekarang belum ada yang terbaru, sehingga peraturannya masih mengacu pada
UU Nomor 5 Tahun 1997. Jadi UU Psikotropika yang baru

Pasal 1 angka 1 UU No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Pengertian Adalah


Psikotropika Adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku.

Sedangkan narkotika menurut pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 Tentang


Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan dari tanaman, bahan
sintestis atau semi sintestis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi tanpa mengurangi rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

Merujuk pada ketentuan pasal 153 Undang-undang No. 35 Tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa undang-undang No. 35 Tahun 2009 hanya menggantikan UU No.
22 Tahun 1997 tentang narkotika atau menggantikan UU No. 5 Tahun 1997
menyebutkan bahwa dengan berlakunya UU ini :

1. UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia


Tahun 1997 No. 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3698).
2. Lampiran mengenai jenis psikotropika golongan I dan golongan II tercantum dalam
Lampiran Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 No. 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut
Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Berdasarkan Pasal 153 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tersebut, dapat diketahui
bahwa Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 mencabut Undang-Undang No. 22 Tahun
1997 tentang Narkotika, dan tidak mencabut Undang-Undang No. 5 Tahun 1997. Akan
tetapi, Lampiran Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 mengenai jenis Psikotropika
Golongan I dan Golongan II dicabut, karena telah ditetapkan sebagai Narkotika
Golongan I DALAM Undang-Undang No. 35 Tahun 2009.

Didalam penjelasan umum Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 disebutkan bahwa


Psikotropika terbagi menjadi 4 golongan. Dalam berlakunya Undang-Undang No. 35
Tahun 2009 dan Undang-Undang N0. 5 Tahun 1997 beserta Lampirannya masih berlaku,
kecuali Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II.

Dasar hukum :

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika


2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

B. PEMBAHASAN TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 5


TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

Terdiri dari :

1. Menimbang : Ada terdiri dari 6 pernyataan


2. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara No. 3495)
3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Convention
On Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika 1971) (
Lembaran Negara Tahun 1996 No. 100, tambahan Lembaran Negara
No. 3657)

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PSIKOTROPIKA.

BAB I Ketentuan Umum


Pasal 1 : Ada 14 pembahasan yang terdiri dari apa yang dimaksud dengan Psikotropika,
Pabrik Obat, Produksi Kemasan Psikotropika, Pengedaran, Perdagangan,
Perdagangan Besar Farmasi, Pengangkutan, Dokumen, Transito, Penyerahan,
Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, korporasi, dan Menteri.
BAB II Ruang Lingkup dan Tujuan
Pasal 2 : Ada 4 pembahasan yang terdiri dari ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika
dalam Undang-Undang, Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan
sindrom ketergantungan sebagaimana di maksud ayat (1) digolongkan menjadi 4
golongan psikotropika, Jenis Psikotropika Golongan I, II, III, IV sebagai mana
dimaksud ayat (2) dimana Undang-Undang ini yang merupakan bagian tak
terpisahkan, Ketentuan lebih lanjut untuk penetapan dan perubahan jenis-jenis
psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat(3) diatur oleh Meteri.
Pasal 3 : Terdiri dari tujuan pengaturan di bidang psikotropika yaitu a. Menjamin ketersedian
psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. b.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. c. Memberantas peredaran gelap
psikotropika.
Pasal 4 : Ada 3 pembahasan terdiri dari 1. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. 2. Psikotropika
golongan I hanya dapat digunakan umtuk tujuan ilmu pengetahuan. 3. Selain
pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat 2 psikotropika Golongan I dinyatakan
sebagai barang terlarang

BAB III : Produksi


Pasal 5 : Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 6 : Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan atau digunakan dalam proses
produksi
Pasal 7 : Psikotropika yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat harus memenuhi standar
dan atau persyaratan farmakope indonesia atau buku standar lainnya.

BAB IV : Peredaran
Bagian Pertama Umum
Pasal 8 : Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 9 : 1. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan. 2. Menteri menetapkan
persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang berupa obat
Pasal 10 : setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika wajib dilengkapi dengan
dokumen pengangkutan psikotropika.
Pasal 11 : tata cara peredaran psikotropika diatur lebih lanjut oleh mentri kesehatan.
Bagian Kedua
Pasal 12 : Terdiri dari 1. penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar
farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. 2. Penyaluran
psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat pada pedagang besar farmasi,
Apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. 3. Psikotropika golongan
I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada
lembaga penelitian dan lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.
Pasal 13 : Psikotropika yang digunakan untuk ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh
pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian.
Bagian Ketiga Penyerahan
Pasal 14 : 1. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sesuai pasal 8 hanya dapat
dilakukan oleh apotik, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai pengobatan, dan Dokter. 2.
Penyerahan psikotropika oleh apotik kepada apotik lainya, Rumah sakit,
Puskesmas, Balai pengobatan, Dokter dan kepada para pengguna (Pasien). 3.
Penyerahan psikotropika oleh Rumah sakit, Balai pengobatan, Puskesmas,
sebagaimana disebut ayat 1 hanya dapat dilakukan kepada pengguna (Pasien). 4.
Penyerahan psikotropika oleh apotik, puskesmas, BP, dimaksud pada ayat 1
berdasarkan resep dokter. 5. Penyerahan psikotropika oleh dokter dimaksud ayat 1
dilaksanakan dalam hal menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan,
menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas didaerah terpencil
yang tidak ada apotik. 6. Psikotropika diserahkan oleh dokter yang dimaksud pada
ayat 5 hanya diperoleh melalui apotik
Pasal 15 : Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi kegiatan penyerahan psikotropika
diatur oleh mentri.

BAB V Eksport dan Import


Bagian Pertama : Surat Persetujuan Eksport dan Surat Persetujuan Import
Pasal 16 : 1. Eksport psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang
besar farmasi yang memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan
perundang undangan yang berlaku. 2. Import psikotropika hanya dapat dilakukan
oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang memiliki izin sebagai importir.
3. Lembaga penelitian atau lembaga pendidikan sebagai dimaksud ayat 2 dilarang
mengedar psikotropika yang diimportnya.
Pasal 17 : terdiri dari 1. Eksportir psikotropika (pasal 16 ayat 1) harus memiliki surat
persetujuan eksport psikotropika untuk setiap kali melakukan kegiatan eksport
psikotropika. 2. Import psikotropika (pasal 16 ayat 2) Harus memiliki surat
persetujuan import untuk setiap kali melakukan kegiatan import psikotropika. 3.
Surat persetujuan import psikotropika golongan I hanya dapat diberakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan.
Pasal 18 : Terdisi dari 1. Untuk memperoleh surat izin import dan eksport yang dimaksud
pasal 17 mengajukan permohonan kepada menteri. 2. Permohonan secara tertulis
untuk memperoleh persetujuan yang telah mendapat persetujuan dari atau
dikuatkan oleh pemerintah negara pengimport psikotropika. 3. Menteri menteri
menetapkan persyaratan yang wajib dicantumkan dalam permohonan tertulis untuk
memperoleh surat persetujuan eksport atau persetujuan import psikotropika
Pasal 19 : Menteri menyampaikan salinan surat persetujuan import psikotropika kepada
pemenrintah negara dan eksport psikotropika.
Pasal 20 : Ketentuan lebih lanjut tentang kegiatan eksport import psikotropika diatur oleh
menteri.
Bagian kedua : Pengangkutan
Pasal 21 : Terdiri dari 2 pembahasan : 1. Setiap pengangkutan eksport psikotropika wajib
dilengkapi dengan surat persetujuan eksport psikotropika yang dikeluarkan oleh
menteri. 2. Setiap pengangkutan import psikotropika wajib dilengkapi dengan surat
persetujuan eksport psikotropika yang dikeluarkan oleh pemerintah negara eksport
Pasal 22 : Terdiri dari 4 pembahasan : 1. Eksportir wajib memberi persetujuan eksport tropika
dari menteri dan surat persetujuan import psikotropika dari pemerintah negara
pengimport kepada orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan
eksport. 2. Orang yang bertanggung jawab atas pengangkurtan eksport wajib
memberikan surat persetujuan eksport psikotropika dari menteri dan surat
persetujuan dari pemerintah negara pengimport kepada penanggung jawab
pengangkut. 3. Penanggung jawab pengangkut wajib membawa dan bertanggung
jawab atas kelengkapan surat persetujuan eksport psikotropik dari menteri dan
surat persetujuan import psikotropik dari pemerintah negara pengimport 4.
Penanggung jawab pengangkut import psikotropika yang memasuki wilayah
republik indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan surat
persetujuan import psikotropika dari menteri dan surat persetujuan import
psikotropika pemerintah negara pengeksport.
Bagian ketiga : Transito
Pasal 23 : 1. Setiap transito psikotropika harus dilengkapi surat persetujuan yang terlebuh
dahulu mendapat persetujuan dari dan atau dikeluarkan oleh pemerintah negara
pengeksport psikotropika. 2. Surat pesetujuan eksport yang dimaksud dengan ayat
1 sekurang kurangnya memuat tentang keterangan : Nama dan Alamat Pengeksport
dan Pengimport Psikotropika, Jenis Bentuk dan Jumlah Psikotropika serta negara
tujuan eksport psikotropika
Pasal 24 : Setiap tujuan negara eksport psikotropika pada transito psikotropika hanya dapat
dilakukan setelah ada persetujuan 1. Pemerintah negara pengeksport psikotropika.
2. Pemerintah negara pengimport atau tujuan semula eksport psikotropika 3.
Pemerintah negara tujuan perubahan eksport psikotropika
Pasal 25 : Pengemasan kembali psikotropika yang ada dilama gudang penyimpanan atau
sarana angkutan pada transito psikotropika hanya dapat dilakukan terhadap
kemasan asli psikotropika bila mengalami kerusakan harus dilakukan dibawah
pengawasan dari pejabat yang berwenang
Pasal 26 : Kegiatan transito psikotropika ditetapkan oleh peraturan pemerintah
Bagian Keempat : Pemeriksaan
Pasal 27 : Pemerintah Melakukan pemeriksaan kelenkapan dokumen eksport import atau
trasito psikotropika
Pasal 28 : ada dua pembahasan 1. Importit psikotropika memeriksa psikotropika yang
diimportnya dan wajib melaporkan hasilnya kepada menteri yang dikirim selambat
lambatnya 7 hari kerja sejak ditertima import psikotropika diperusahaan 2. Hasil
laporan yang dimaksud ayat 1 menteri menyampaikan hasil penerimaan import
psikotropika kepada pemerintah negara pengeksport.

BAB VI Label dan Iklan


Pasal 29 : terdiri dari 2 pembahasan : 1. Pabrik obat wajib mencantumkan label pada
psikotropika 2. Label psikotropika adalah setiap keterangan mengenai psikotropika
yang dapat berbentuk tulisan, kombinasi gambar dan tulisan atau bentuk lain,
ditempelkan bagian dari wilayah dari wadah dan kemasan.
Pasal 30 : terdiri dari 2 pembahasan : 1. Setiap tulisan berupa keterangan yang dicantumkan
pada label psikotropika harus lengkap dan tidak menyesatkan 2. Menteri
menetapkan persyaratan atau dilarang cantumkan pada label psikotropika
Pasal 31 : terdiri dari 2 pembahasan : 1. Psikotropika hanya dapat diiklankan pada media
cetak ilmiah kedokteran dan atau media cetak ilmiah farmasi 2. Persyaratan materi
iklan psikotropika yang dimaksud oleh ayat 1 diatur oleh menteri.

BAB VII Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan


Pasal 32 : Menteri menyusun kebutuhan psikotropika untuk pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan untuk setiap tahun
Pasal 33 : ada dua pembahasan : 1. Pabrik Obat, Pedagang besar farmasi, Sarana
penyimpanan penyediaan farmasi pemerintah, Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas,
Balai Pengobatan, Dokter, Lembaga penelitian atau lembaga pendidikkan wajib
membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing masing yang
berhubungan dengan psikotropika 2. Menteri melakukan pengawasan pemeriksaan
atas pelaksanaan pembuatan dan penyimpanan pembuatan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat 1
Pasal 34 : Pabrik obat, Pedagang besar farmasi, Apotek, Rumah Sakit, Puskesmas, Lembaga
Penelitian wajib melaporkan pencatatan sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat
1 kepada menteri secara berkala
Pasal 35 : Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penyusunan rencana kebutuhan
tahunan psikotropika dan mengenai la[oran kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika diatur oleh menteri

BAB VIII Pengguna Psikotropika dan Rehabilitasi


Pasal 36 : terdiri dari dua pembahasan : 1. Pengguna psikotropika hanya dapat memiliki
menyimpan atau membawa psikotropika untuk digunakan dalam rangka
pengobatan atau perawatan 2. Pengguna psikotropika pada ayat 1 harus
mempunyai bukti bahwa psikotropika yang dimiliki disimpan atau dibawa untuk
dapat digunakan diperoleh secara sah sebagaimana dimaksud pasal 14 ayat 2, ayat
3, ayat 4 dan ayat 5
Pasal 37 : ada dua pembahasan : 1. Pengguna psikotropika yang menderita sindrom
ketergantungan berkewajiban untuk ikut serta dalam pengobatan atau perawatan 2.
Pengobatan atau perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan pada
fasilitas rehabilitasi.
Pasal 38 : Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang menderita sindrom atau
ketergantungan yang dimaksud memulihkan atau mengembangkan kemampuan
fisik, mental dan sosialnya.
Pasal 39 : terdiri dari 4 pembahasan : 1. Rehabilitasi bagi pengguna psikotropika
dilaksanakan oleh fasilitas rehabilitasi yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
masyarakat 2. Rehabilitasi fasilitas yang dimaksud pada ayat 1 meliputi rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosilal 3. Penyelenggara rehabilitasi medis pada ayat 1 dan 2
hanya dapat dilakukan atas izin dari menteri. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggara rehabilitasi dan perizinan sebagaimana yang dimaksud ayat 1, 2 dan
3 ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Pasal 40 : Pemilikan psikotropika dalam jumlah tertentu oleh wisatawan asing atau warga
negara asing yang memasuki wilayah negara indonesia dapat dilakukan sepanjang
digunakan hanya untuk pengobatan atau kepentingan pribadi dan yang
bersangkutan mempunyai bukti bahwa psikotropika berupa obat dimaksud
diperoleh secara sah.
Pasal 41 : Pengguna psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan yang berkaitan
dengan tindak pidana dibidang psikotropika dapat diperintahkan oleh hakim yang
memutus perkara tersebut untuk menjalani pengobatan atau perawatan.

BAB IX Pemantauan Prekusor


Pasal 42 : Prekusor dan alat alat yang potensial dapat disalah gunakan untuk melakukan
tindak pidana psikotropika ditetapkan sebagai barang dibawah pemantauan
pemerintah.
Pasal 43 : Menteri menetapkan zat atau bahan prekusor dan alat alat yang dimaksud pasal 42
Tata cara penggunaan dan pemantauan prekusor dan alat alat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42 ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

BAB X Pembinaan dan Pengawasan


Bagian Pertama Pembinaan
Pasal 45 : Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika
Pasal 46 : Pembinaan yang dimaksud dalam pasal 45 diarahkan 1. Terpenuhinya kebutuhan
psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan 2.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika 3. Melindungi masyarakat dari
segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya
atas terjadinya penyalahgunaan psikotropika 4. Memberantas peredaran gelap
psikotropika 5. Mencegah melibatkan anak yang belum cukup umur 18 tahun
dalam kegiatan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika 6. Mendorong
dan menunjang kegiatan penelitian dan atau pengembangan tekhnologi dibidang
psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
Pasal 47 : Dalam rangka pembinaan pemerintah dapat melakukan kerjasama internasional
dibidang psikotropika sesuai dengan kepentingan nasional
Pasal 48 : Dalam rapat pembinaan pemerintah dapat memberi penghargaan kepada orang atau
badan yang telah berjasa dalam membantu pencegahan penyalahgunaan
psikotropika atau mengungkapkan peristiwa tindak pidana dibidang psikotropika
Pasal 49 : Tata cara penggunaan dan pemantauan prekusor dan alat alat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Bagian kedua Pengawasan
Pasal 50 : Terdiri dari dia uraian 1. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala
kegiatan yang berhubungan psikotropika baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun masyarakat 2. Dalam rangka pengawasan pemerintah berwenang
melaksanakan pemeriksaan setempat atau pengambilan, memeriksa surat atau
dokumen yang berkaitan dengan kegiatan dibidang psikotropika, melakukan
pengamatan pada psikotropika yang tidak memenuhi standar persyaratan, dan
melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan 3. Melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilengkapi dengan surat tugas
Pasal 51 : Terdiri dari dua uraian : 1. Menteri berwenang mengambil tindakan administratif
terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga
penelitian atau lembaga pendidikan dan fasilitas rehabilitasi yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan undang undang. 2. Kebujakan administratif yang
dimaksud pada ayat 1 dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian
sementara kegiatan, denda administratif, pencabutan izin praktek
Pasal 52 : Terdiri dari 2 uraian : 1. Ketentuan mengenai pengawasan, untuk pelanggaran
sangsi sebagaimana yang dimaksud pasal 50 ayat 2 dan 3, pasal 51 ayat 1 dan ayat
2 diatur oleh menteri 2. Mengenai pengawasan bagaimana dimaksud dalam pasal
50 ayat 1 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

BAB XI Pemusnahan
Pasal 53 : Terdiri dari 4 uraian : 1. Pemusnahan psikotropika dalam hal berhubungan dengan
tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluarsa, tidak
memenuhi syarat digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan 2. Pemusnahan psikotropika yang dimaksud pada ayat 1 dilakukan
oleh swatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili departemen yang
bertanggung jawab dibidang kesehatan, kepolisian negara republik indonesia dan
kejaksaan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat
dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya pidana tersebut dalam waktu 7
hari setelah mendapatkan kekuatan hukum. Pada ayat 1 khusus golongan 1 wajib
dilaksanakan paling lambat 7 hari setelah penyitaan dan pada ayat 1 masalah
kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat dilakukan oleh pemerintah atau badan yang
bertanggung jawab atas produksi peredaran psikotropika sarana kesehatan serta
lembaga pendidikan dengan disaksikan oleh pejabat departemen yang bertanggung
jawab dibidang kesehatan dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian 3. Setiap
pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara 4. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemusnahan psikotropika ditetapkan dengan peraturan pemerintah

BAB XII Peran Serta Masyarakat


Pasal 54 : Terdiri dari 4 uraian : 1. Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas luasnya
untuk berperan serta dalam membantu mewujudkan upaya pencegahan penyalah
gunaan psikotropika sesuai dengan undang undang ini dan peraturan pelaksanaanya
2. Masyarakat wajib melapor kepada pihak yang berwenang bila mengetahui
tentang psikotropika yang disalahgunakan atau dimiliki secara tidak sah. 3. Pelapor
sebagaimana dimaksud pada nomor 2 perlu mendapatkan jaminan keamanan dan
perlindungan dari pihak yang berwenang 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai peran
serta masyarakat yang dimaksud no.1 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

BAB XIII Penyelidikan


Pasal 55 : Selain yang ditetapkan dalam undang undang no.8 tahun 1981 tentang hukum
acara pidana (lembaran negara tahun 1981 No.76, Tambahan lembaran negara
No3209), Penyelidik pejabat polisi negara RI dapat 1. Melakukan tekhnik
penyelidikan penyerahan yang diawasi dan tekhnik pembelian yang terselubung 2.
Membuka, memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau alat alat
perhubungan lainya yang diduga mempunya hubungan dengan perkara yang
menyangkut psikotropika yang sedang dalam penyelidikan 3. Menyadap
pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi elektronika lainya yang
dilakukan oleh orang yang dicurigai atau diduga keras membicarakan maslah yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika. Jangka waktu penyadapan
berlangsung paling lama 30 hari
Pasal 56 : Terdiri dari 3 uraian : 1. Selain penyidik pejabat polisi negara RI, kepada pejabat
pegawai negeri sipil tertentu diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagai
dimaksud undang undang No.8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (lembaran
negara tahun 1981 No.76, tambahan lembaran negara No.3209) untuk melakukan
penyelidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU ini 2. Penyelidik
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 berwenang melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana dibidang psikotropika,
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
dibidang psikotropika, meminta keterangan dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana dibidang psikotropika, melakukan penyimpanan
dan pengamanan pada barang bukti yang disita dalam perkara tindak pidana
dibidang psikotropika, melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain
tentang tindak pidana dibidang psikotropika, membuka atau memeriksa setiap
barang kiriman melalui pos atau alat alat penghubung lainya yang diduga
mempunyai hubungan dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang sedang
dalam penyelidikan, meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyelidikan tindak pidana dibidang psikotropika, menetapkan saat dimulainya dan
dihentikanya penyelidikan 3. Hal hal yang belum diatur dalam kewenangan
penyidik pejabat PNS sebagaimana diatur dalam perUU yg berlaku, terutama
mengenai tata cara penyelidikan ditetapkan dalam peraturan pemerintah
Pasal 57 : Terdiri dari 2 uraian : 1. Didepan pengadilan, saksi atau orang lain dalam perkara
psikotropika yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebut nama, alamat atau
hal hal yang memberikan terungkapnya identitas pelapor 2. Pada saat pemeriksaan
disidang pengadilan akan dimulai, hakim memberi peringatan terlebih dahulu
kepada saksi atau orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana
psikotropika untuk tidak menyebutkan identitas pelapor sebagaimana disebutkan
pada No.1
Pasal 58 : Perkara psikotropika, termasuk perkara yang lebih didahulukan dari pada perkara
lainya untuk diajukan kepengadilan guna pemeriksaan dan penyelesaian
secepatnya.

BAB XIV Ketentuan Pidana


Pasal 59 : Terdiri dari 3 uraian : 1. Barangsiapa yang menggunakan psikotropika golongan 1
selain dimaksud dalam pasal 4 ayat 2 atau memproduksi/menggunakan proses
produksi psikotropika golongan 1 sebagaimana dimaksud pasal 6, atau mengedar
psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan yang dimaksud dalam pasal 12
ayat 3 atau mengimport psikotropika golongan 1 selain untuk kepentingan
pengetahuan atau secara tanpa hak memiliki menyimpan, membawa psikotropika
golongan 1 dipidana, dengan pidana penjara 4 tahun paling lama 15 tahun dan
paling sedikit denda 150.000.000 dan paling banyak 750.000.000, 2. Jika tindak
pidana yang dimaksud pada No.1 dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup selama 20 tahun dan pidana denda
sebesar Rp. 750jt, 3. Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan korporasi maka
disamping dipidananya selaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan denda
sebesar 5 Milyar
Pasal 60 : Terdiri dari 5 Uraian : 1. Barangsiapa memproduksi psikotropika selain yang
ditetapkan dalam pasal 5 atau memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam
bentuk obat yang tidak memenuhi standar atau persaratan sebagaimana dimaksud
pasal 7 atau, memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang
tidak terdaftar dalam departemen yang bertanggung jawab dibidang kesehatan
sebagaimana pasal 9 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara 15 tahun dan pidana
denda paling banyak 200jt, 2. Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang
ditetapkan dalam pasal 12 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara selama 5 tahnun
dan pidana denda paling banyak 100jt, 3. Barangsiapa menerima penyaluran
psikotropika selain yang ditetapkan pada pasal 12 ayat 2 dipidana dengan penjara
paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60jt, 4. Barangsiapa
menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam pasal 14 ayat 1, ayat 2,
ayat 3, ayat4, dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling
banyak 60jt, 5. Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang
ditetapkan pasal 14 ayat 3, ayat 4 dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun
dan pidana denda paling banyak 60jt, dan apabila yang menerima penyerahan itu
pengguna maka dipidana dengan penjara paling lama 3 bulan.
Pasal 61 : Terdiri dari 2 pembahasan : 1. Barangsiapa mengeksport atau mengimport selain
yang ditentukan dalam pasal 16 atau mengeksport atau mengimport psikotropika
tanpa surat persetujuan eksport atau persetujuan import sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 17 atau melaksanakan pengangkutan eksport atau import
psikotropika tanpa dilengkapi dengan surat persetujuan import sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22 ayat 2, ayat 4 dipidana dengan penjara paling lama 10
tahun dan pidana denda paling banyak 300jt, 2. Barangsiapa tidak menyerahkan
surat persetujuan eksport kepada yang bertanggung jawab kepada pengangkutan
eksport sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1, ayat 2 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 60jt
Pasal 62 : Barangsiapa secara tanpa hak memiliki atau membawa psikotropika dipidana
tindak pidana penjara paling lama 5 tahun denda pidana paling banyak 100jt
Pasal 63 : terdiri dari 2 pembahasan : 1. Barangsiapa melakukan pengangkutan psikotropika
tanpa dilengkapi dokumen pengangkutan sebagaimana dimaksud pasal 10 atau
melakukan perubahan negara tujuan eksport yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana yang dimaksud pasal 22 atau melakukan kemasan kembali
psikotropika tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 5 dipidana
dengan pidanan penjara paling lam 3 tahun dan pidana denda paling banyak 60jt, 2.
Barangsiapa tidak mencantumkan lebel sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 atau
mencantumkan tulisan berupa keterangan dalam label yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 1 atau mengiklankan
psikotropika selain yang ditentukan sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 31
ayat 1 atau melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat 2, ayat 3 dipidana penjara palinglama 5
tahun dan pidana denda paling banyak 100jt
Pasal 64 : Barangsiapa menghalang halingi penderita sindrom ketergantungan untuk
menjalani pengobatan atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi sebagaiman
dimaksud dalama pasal 37 atau menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak
memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat 3 dipidana penjara paling
lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak 20jt
Pasal 65 : Barangsiapa tidak melaporkan adanya penyalahgunaan atau kepemilikan
psikotropika secara tidak sah sebagaimana dimaksud pasal 54 ayat 2 dipidana
dengan penjara 1 tahun dan pidana denda paling banyak 20jt
Pasal 66 : Saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara psikotropika yang sedang
dalam pemeriksaan disidang pengadilan yang menyebut nama, alamat, atau hal hal
yang dapat terungkap identitas pelapor sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
57 ayat i dipidana penjara paling lama 1 tahun
Pasal 67 : Terdiri dari 2 uraian : 1. Warga negara asing yang melakukan tindak pidana
psikotropika dan telah selesai menjalani hukuman pidana dengan putusan
pengadilan sekurang kurangnya 3 tahun sebagaimana diatur dalam perUU
dilakukan pengusiran keluar wilayah RI, 2. Warga asing sebagaimana yang
dimaksud No. 1 dapat kembali ke indonesia setelah jangka waktu tertentu sesuai
dengan keputusan pengadilan
Pasal 68 : Tindak pidana psikotropika sebagaimana diatur dalam perUU adalah kejahatan
Pasal 69 : Percobaan atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana psikotropika
sebagaimana diatur dalam UU ini dipidana sama dengan jika tindak pidana tersebut
dilakukan
Pasal 70 : Jika tindak pidana psikotropika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, 61, 63, 64
dilakukan korporasi, maka disamping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada
korporasi dikenakan pidana denda sebesar dua kali pidana denda yang berlaku
untuk tindak pidana tersebut dan dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
pencabutan izin usaha
Pasal 71 : Terdiri dari 2 uraian : 1. Barangsiapa bersekongkol atau bersepakat untuk
melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh untuk melakukan, menganjurkan
atau mengkoordinasikan suatu tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 60, 61, 62, 63, dipidana dalam pemufakatan jahat. 2. Pelaku tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayaat 1 dipidana dengan ditambah sepertiga pidana
yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.
Pasal 72 : Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan anak yang belum
berumur 18 tahun dan belum menikah atau orang yang dibawah pengampunan atau
orang yang melakukan tindak pidana belum 2 tahun tidak selesai menjalani
seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, ancaman
pidana ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut

BAB XV Ketentuan Peralihan


Pasal 73 : Semua peraturan perundang undangan yang mengatur psikotropika masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum digantu dengan peraturan
yang berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan
baru berdasarkan perundang undang ini.

BAB XVI Ketentuan Penutup


Pasal 74 : Undang undang ini berlaku pada tanggal diundangkan, agar setiap orang
mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang undang ini dengan
penempatanya dalam negara RI.

C. PSIKOTROPIKA TERDIRI DARI 4 GOLONGAN


Golongan 1 : Mempunyai potensi yang sangat kuat yang dapat menyebabkan
ketergantungan dan dinyatakan sebagai barang terlarang. Contohnya :
Ekstasi (MDMA = 3,4-Methylene-Dioxy Methil Amphetamine), LDS
(Lysergic Acid Diethylamid), dan DOM. Brolamfetamina, Etisiklidina,
Etriptamina, Katinona, (+)-Lisergida, Mekatinona, Psilosibina,
Rolisiklidina, Tenamfetamina, Tenoksilidina.
Golongan 2 : Mempunyai potensi yang sangat kuat dalam menyebabkan
ketergantungan, Contoh : Amfetamina, Mentamfeamin (Sabu), dan
Fenetilin, Deksamfetamina, Fenmetrazina, Fensiklidina, Levamfetamina,
Meklokualon, Metamfetamina, Metamfetamina Rasemat, Metakualon,
Metilfenidat, Sekobarbital, Zipepprol.
Golongan 3 : Mempunyai potensi sedang dalam, menyebabkan ketergantungan, dapat
digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter, Contoh :
Amorbarbital, Brupronorfina, dan Mogadon (Sering disalah gunakan),
Butalbital, Flunitrazepam, Glutetimida, Katina, Pentazosina,
Pentobarbital, Siklobarbital.
Golongan 4 : Mempunyai potensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan, dapat
digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter, Contoh :
Diazepam, Nitrazepam, lexotan (sering disalahgunakan), Pil koplo (sering
disalahgunakan), Obat penenang (sendatif) dan obat tidur Hipnotika,
Allobarbital, Alprazolam, Amfeoamona, Aminorex, Barbital,
Benzfetamina, Bromazepam, Britizolam, Delorazepam, Diazepam,
Estazolam, Etil Amfetamina, Etil Loflazepate, Etinamat, Etklorvinol,
Fencamfamina, Fendimetrazina, Fenobarbital, Fenproporeks, Fentermina,
Fludiazepam.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dengan disajikannya tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan, mengingat
akibat yang dapat ditimbulkan oleh psikotropika, khususnya yang mempunyai potensi
sindrom ketergantungan apabila disalahgunakan untuk maksud lain selain pelayanan
kesehatan atau pengetahuan maka perlu suatu perangkat untuk mengendalikan
psikotropika secara khusus.

B. SARAN
Dengan kita mempelajari tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 diharapkan
seluruh masyarakat dapat mengerti dan memahami isi dari Undang-Undang tersebut mulai
dari BAB I Tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 1 Pasal dengan uraian 14 item,
BAB II Ruang Lingkup dan Tujuan yang terdiri dari Pasal 2-4, BAB III Tentang Produksi
terdiri dari Pasal 5 dan 6, BAB IV Tentang Peredaran yang terdiri dari Pasal 8-15, BAB V
Tentang Eksport dan Import yang terdiri dari Pasal 16-28, BAB VI Tentang Label dan
Iklan yang terdiri dari Pasal 29-31, BAB VII Tentang Kebutuhan dan Pelaporan yang
terdiri dari Pasal 32-35, BAB VIII Tentang Pengguna Psikotropika dan Rehabilitasi yang
terdiri dari Pasal 36-41, BAB IX Tentang Pemantauan Prekusor yang terdiri dari Pasal 42-
44, BAB X Tentang Pembinaan dan Pengawasan yang terdiri dari Pasal 45-52, BAB XI
Tentang Pemusnahan yang terdiri dari Pasal 53, BAB XII Tetang Peran Serta Masyarakat
yang terdiri dari Pasal 54, BAB XIII Tentang Penyidikan yang terdiri dari Pasal 55-58,
BAB XIV Tentang Ketentuan Pidana yang terdiri dari Pasal 59-72, BAB XV Tentang
Peralihan yang terdiri dari Pasal 73, BAB XVI Ketentuan Penutup yang terdiri dari Pasal
74. Sehingga masyarakat lebih berhati-hati tentang keguanaan psikotropika tersebut.

Anda mungkin juga menyukai