Anda di halaman 1dari 33

STEP 7 : LO

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan aturan tentang Psikotropika


Jawab :
Agus :
Menurut UU Nomor 5 tahun 1997
- Psikotropika : zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika
dimana khasiat psikoaktif
- Penggolongan Psikotropika : golongan 1 , golongan 2 , Golongan 3
Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan;
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

Bab IV
Peredaran
Bagian Pertama
Umum
Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 9
1. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
2. Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang
berupa obat
Pasal 10
Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi dengan
dokumen pengankutan psikotropika.
Anugrah :
Bab III
Produksi
Pasal 5
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi.

Harira :
1. Gol 1 : Hanya untuk iptek dan ketergantungan sangat kuat. Contohnya
brolamfetamin, LSD, mekatinona, dan tenamfetamine.
2. Gol 2 : Untuk iptek dan mengobatan , ketergantungan kuat. Contohnya
Amfetamine, deksamfetamine, dan metakualon.
3. Gol 3 : Pengetahuan dan pengobatan, ketergantungan sedang. Contohnya
siklobarbital, pentobarbital, dan pentazosina.
4. Gol 4 : Untuk pengobatan dengan ketergantungan ringan. Contohnya
Alprazolam, diazepam, zolpidem, dan fenazepam.

Surat pesana harus jenis obat bisa lebih dari 1 macam obat, harus jelas nama
penanggung jawab apoteker , serta jelaskan obat yng ingin di salurkan

Renita :
No 3 tahun 2013
Pasal 24
Penyimpanan pada harus pada gudang farmasi . dinding terbuat dari kayu dan
beton , kunci di pegang oleh apoteker bertanggung jawab .
Lemarinya hrus kuat .
5 thn 1997
- Harus sesuai penggunaannya
- Mencegah penyalahgunaan
- Penggelapan obat psikotropika

Hardi :
7 tahun 2016
Bab IV
Sanki : tindak pidana
Peringant biasa , keras , pembatalan izin edar , rekomendasikan untuk izin produksi

Risma :
5 tahun 1997
Bab 14
Yang melakukan penyalahgunaan akan di tindak pidana 4 tahun dan 150 juta .
kelompok yang melalkukan pidana maka akang dilalukan hukuman mati dan 350
juta

Kesimpulan :
Dila :
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1997
Tentang
Psikotropika
Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
BAB II
Ruang Lingkup dan Tujuan
Pasal 2
Ayat 2 :
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan menjadi :
a. Psikotropika golongan I; yang hanya dapat digunakan untuk tujuan Ilmu
Pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
b. Psikotropika golongan II; yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan sera mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
c. Psikotropika golongan III ; psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalamterapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
d. Psikotropika golongan IV : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Ayat 3 :
Jenis psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika golongan III,
psikotropika golongan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pertamakali
ditetapkan dan dilampirkan dalam undang-undang ini, yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan.
Ayat 4 :
Ketentuan lebih lanjut untuk penetapan dan perubahan jenis-jenis psikotropika
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
d. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan;
e. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
f. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Bab III
Produksi
Pasal 5
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi.

Bab IV
Peredaran
Bagian Pertama
Umum
Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 9
3. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
4. Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang
berupa obat
Pasal 10
Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi dengan
dokumen pengankutan psikotropika.
Bagian Kedua

Penyaluran

Pasal 12

1. Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.
2. Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit
Pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah.
3. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang
besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna
kepentingan ilmu pengetahuan.

Pasal 13

Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat


disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan yang bersangkuta.

Bagian Ketiga

Penyerahan

Pasal 14
Ayat 2 :
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada
pengguna/pasien.
Ayat 4 :
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai
pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasrkan resep dokter.
Ayat 5 :
Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dalam hal :
a. Menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek

Bab VII

Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan

Pasal 32

Menteri menyusun rencana kebutuhan psikotropika untuk kepentingan


pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan untuk setiap tahun.
Pasal 33

Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi


Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesma, balai pengobatan, dokter, lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan psikotropika.

Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 50
a. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika, baik yang dilakukan oleh Pemerintah
maupun oleh masyarakat.
b. Dalam rangka pengawasan, Pemerintah berwenang :
a. Melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau pengambilan contoh pada
sarana produksi, penyaluran, pengangkutan, penyimpanan, sarana
pelayanan kesehatan dan fasilitas rehabilitasi;
b. Memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan di
bidang psikotropika;
c. Melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan; dan
d. Melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.
c. Pelaksanaan pengawasan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dilengkapi
dengan surat tugas
Pasal 51
a. Dalam rangka, Menteri berwenang mengambil tindakan administrative
terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas
rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
ini.
b. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Denda administratif;
e. Pencabutan izin praktek.
Bab XI
Pemusnahan
Pasal 53
a. Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal :
1. Berhubungan dengan tindak pidana;
2. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika;
3. Kadaluarsa;
4. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau
untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
b. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemusnahan psikotropika ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Selain itu Indonesia telah meratifikasi Konvensi
Psikotropika 1971, Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban memperlakukan
dan mengendalikan psikotropika secara khusus sesuai dengan konvensi
tersebut.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 9 Tahun 2016

Tentang

Perubahan Penggolongan Psikotropika

Pasal 1
Mengubah Daftar Psikotropika Golongan IV dalam Lampiran Undang-undang Nomor 5
tahun 1997 tentang Psikotropika dengan menambahkan satu jenis psikotropika
golongan IV yaitu zolpidem sehingga golongan IV psikotropika seluruhnya menjadi
sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkah dari
Peraturan Menteri ini.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2017

Tentang

Perubahan Penggolongan Psikotropika

Daftar Psikotropika Golongan IV

1. Zolpidem
2. Fenazepam
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan aturan obat yang sering disalah
gunakan
Jawab :
Sari :
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016
Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan
Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1

Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan:

1. Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, yang selanjutnya disebut


dengan Obat-Obat Tertentu, adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan
syaraf pusat selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas
dosis terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol,
Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau Haloperidol.

Raden :

BAB IV

Sanksi Administratif

Pasal 6

1. Selain dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Kepala Badan ini dapat dikenai sanksi administratif.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Peringatan;
b. Peringatan keras;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Pembatalan persetujuan izin edar;
e. Rekomendasi pencabutan pengakuan; dan/atau
f. Rekomendasi pencabutan izin.

Pasal 7
1. Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik yang
tidak melaksanakan pengelolaan Obat-Obat Tertentu sebagaimana diatur
dalam Peraturan Kepala Badan ini dapat dikenai sanksi administrative berupa
rekomendasi:
a. Peringatan;
b. Peringatan keras;
c. Penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. Pencabutan izin.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf d ditujukan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau satuan kerja perangkat daerah penerbit izin.

Vera :

BAB III

Pengelolaan

Pasal 3

Pengelolaan Obat-Obat Tertentu meliputi kegiatan:

a. pengadaan;
b. penyimpanan;
c. pembuatan;
d. penyaluran;
e. penyerahan;
f. penanganan obat kembalian;
g. penarikan kembali obat (recall);
h. pemusnahan; dan
i. pencatatan dan pelaporan.
Pasal 4

Pengelolaan Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3


dilaksanakan sesuai dengan Pedoman yang tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 5

Obat-Obat Tertentu yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi, PBF, Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik wajib dikelola sesuai
dengan Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan aturan tentang precursor


Jawab :
Anugrah :
Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 2010
Tentang Prekursor
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
Pasal 3
1. Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:
a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor;
b. Mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor;
c. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan
d. Menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industry non
farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bab II
Penggolongan dan Jenis Prekursor
Pasal 4
1. Prekursor digolongkan dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II.
2. Jenis Prekursor Tabel I dan jenis Prekursor Tabel II sebagaimana tercantum
dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
3. Penambahan dan perubahan jenis Prekursor Tabel I dan Tabel II dalam
Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
Agus :
Risma :

Bagian II

Penyaluran

Pasal 9

1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Framasi hanya dapat


dilakukan berdasarkan :
a. Surat Pesanan ,
b. Laporan pemakaian, dan lembar permintaan obat untuk pesanan dari
Puskesmas.

Pasal 14

1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Framasi dalma bentuk obat


jadi hanya dapat dilakukan oleh :
a. Industri Framasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik , Instalasi Farmasi Pemerintahan dan lembaga Ilmu
Pengetahuan
c. PBF milik negara yang memiliki izni khusus impor narkotika kepada Industri
farmasi untuk penyaluran Narkotika.
d. Instalasi farmasi pemerintah pusat kepada instalasi farmasi pemerintah
daerah, instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan instalasi
Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau kepolisian.
e. Instalasi farmasi pemerintahan daerah, kepada instalasi farmasi rumah sakit
milik pemerintah daerah, instalasi farmasi Klinik milik pemerintah daerah, dan
puskesmas.

Pasal 22

1. penyerahan precursor farmasi hanya dapat dilakukan oleh :


a. Apotek
b. Puskesmas
c. Instalasi farmasi Rumah Sakit
d. Instalasi farmasi Klinik
e. Dokter
f. Toko obat
2. Apotek hanya bisa menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat keras kepada
:
a. Apotek lainnya,
b. Puskesmas
c. Instalasi Farmasi Rumah sakit
d. Instalasi farmasi Klinik
e. Dokter
f. Pasien

Vera :

Penyimpanan prekus tempat aman , penandaan hrus tepat.

Hardi :

BAB IV

Sanksi Administratif

Pasal 6

Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Apotek,
dan Toko Obat Berizin yang tidak melaksanakan pengelolaan Prekursor Farmasi
dan/atau Obat mengandung Prekursor Farmasi sebagaimana diatur dalam
Peraturan ini dapat dikenai sanksi administratif.
Raden :

BAB III

Pengelolaan

Pasal 3

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat mengandung Prekursor Farmasi


meliputi kegiatan:

a) Pengadaan;
b) Penyimpanan;
c) Pembuatan;
d) Penyaluran;
e) Penyerahan;
f) Penanganan obat kembalian;
g) Penarikan kembali obat (recall);
h) Pemusnahan;
i) Pencatatan dan pelaporan; dan
j) Inspeksi diri.

Dila :

Bab IV
Pemusnahan
Pasal 39
Pemusnahan narkotika, psikotropika, dan precursor farmasi dilakukan dengan :
a. Tidak mencemari lingkungan, dengan
b. Tidak membahayakan kesehatan masyarakat

Harira :

Inspeksi diri dilakukan 1 tahun sekali tujuan untuk mendeteksi atau memantau
kebocoran peredaran.
Kesimpulan :
Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 2010
Tentang Prekursor
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

2. Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
Pasal 3
2. Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:
e. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor;
f. Mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor;
g. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan
h. Menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industry non
farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bab II
Penggolongan dan Jenis Prekursor
Pasal 4
4. Prekursor digolongkan dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II.
5. Jenis Prekursor Tabel I dan jenis Prekursor Tabel II sebagaimana tercantum
dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
6. Penambahan dan perubahan jenis Prekursor Tabel I dan Tabel II dalam
Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2015

Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahaan, dan Pelaporan Narkotika,


Psikotropika, dan Prekursor
Bab II
Peredaran

Bagian I

Umum

Pasal 4

Narkotika, Psikotropoika, dan Prekursor Farmasi yang di edarkan harus memenuhi


persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.

Pasal 5

1. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya
dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
2. Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor dalam
benuk obat jadi sebgaimana dimaksud padaayat (1) harus me;a;ui pendaftaran
pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Bagian II

Penyaluran

Pasal 9

2. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Framasi hanya dapat


dilakukan berdasarkan :
c. Surat Pesanan ,
d. Laporan pemakaian, dan lembar permintaan obat untuk pesanan dari
Puskesmas.

Pasal 14

2. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Framasi dalma bentuk obat


jadi hanya dapat dilakukan oleh :
f. Industri Framasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah
g. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik , Instalasi Farmasi Pemerintahan dan lembaga Ilmu
Pengetahuan
h. PBF milik negara yang memiliki izni khusus impor narkotika kepada Industri
farmasi untuk penyaluran Narkotika.
i. Instalasi farmasi pemerintah pusat kepada instalasi farmasi pemerintah
daerah, instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan instalasi
Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau kepolisian.
j. Instalasi farmasi pemerintahan daerah, kepada instalasi farmasi rumah sakit
milik pemerintah daerah, instalasi farmasi Klinik milik pemerintah daerah, dan
puskesmas.

Pasal 22

3. penyerahan precursor farmasi hanya dapat dilakukan oleh :


g. Apotek
h. Puskesmas
i. Instalasi farmasi Rumah Sakit
j. Instalasi farmasi Klinik
k. Dokter
l. Toko obat
4. Apotek hanya bisa menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat keras kepada
:
g. Apotek lainnya,
h. Puskesmas
i. Instalasi Farmasi Rumah sakit
j. Instalasi farmasi Klinik
k. Dokter
l. Pasien
4. Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan Peran apoteker dalam KIE sesuai
skenario
Jawab :
Sari :
Pedoman konseling :
1 perkenalkandiri
2. pastikan pasien atau keluarga yg dtng
3. menanyakan waktu
4. three prime
5. menanyakan riwayat alegi ,
6. jelaskan tentang obat meliputi indikasi , efksmping, penyimpanan , interaksi obat ,
7. jadwal minum obat
8. pastikan apakah pasien mengerti ttg penjelasan

Raden :
Amlodipin : Antihipertensi . efsmping , edema , gangguan tdr
Dosis 5 – 10 mg per ahri
Simvastatin : Hiperkolesterol , Peringatang , efeksmping sakit kpla , fungsi gnjal ,
dosis 10 mg / hari dimimun malam hari tiap 24 jam
Isosorbit : untuk jantung 5 mg , gjantung
Asetil salisilat : nyeri ringan-sedang , kontr : anak dibawah 16thn , ef iritasi saluran
cerna .
Fenoterol : utk asma akut , digunakan hati” , efek smaping reseptor b2 , ketegangan
, kram otot .

Risma :
Pedoman 2007
Hal yang hrusdiberitahukan pd pasien yaitu salah satu penyimpanan . disimpan
pada ruangan yang tdk terkenal matahari langsung , hindarkan dr jangkauan anak” ,
beritahukan edukasi pada pasien . ada hal-hal yang hrus di hindari , efek samping
kepd pasien serta memberikan solusi .

Renita :
2017
KIE : memberikan penjelasa ttg obat .
Ada obat khusus sublingual : isosorbit , cara penggunaan di bawa lidah 3-
Pionas
inhaler : buka ttp inhales , jika menggunakan powder dihirup perlahan”.

Ranitidine dan Alprazolame : ranitidine hnya bisa di berikan 10 biji tidak untuk
alprazplam karena tdk bisa diberikan tanpa resep dari dokter.

Tramadol golongan obt keras dan efedrin : skrining resep , lihat nama dokter dan no
telepon dokter kemudian hubungi untuk menanyakan apakah betul ini resep dri
dokter. Apabila bukan harus berikan edukasi pada pasien .

Anugrah :
Pasien yang emosional : jangan ikuti suasana pasien , empati , beritahukan pasien
apabila habis obat periksakan kembali hasil lab .

Kesimpulan
Agus :
Menurut Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian
Disarana Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2007

Berikut uraian informasi dan konseling yang dapat diberikan kepada pasien:

1. Apoteker memperkenalkan diri (memberi batasan tentang konseling yang akan


diberikan)
2. Identifikasi : apakah yang datang pasien sendiri atau bukan
3. Menanyaakan kepasien apakah dia mempunyai waktu untuk diberi penjelasan
dan menjelaskan kegunaan konseling.
4. Menanyakan kepada pasien apakah dokter telah menjelaskan tentang obat yang
diberikan.
5. Dengarkan semua keterangan pasien dengan baik dan empati.
6. Menanyakan ada atau tidaknya riwayat alergi
7. Jelaskan kepada pasien nama obat, indikasi, cara pemakaian.
8. Jelaskan kepada pasien tentang dosis, frekuensi dan lama penggunaan obat.
9. Buat jadwal minum obat yang disesuaikan dengan kegiatan harian pasien, dan
tanyakan apakah pasien kesulitan mengikuti jadwal tersebut.
10. Menjelaskan tindakan yang perlu jika lupa minum obat
11. Menjelaskan hal-hal yang perlu dihindari selama minum obat
12. Menjelaskan kemungkinan interaksi obat-obat, atau obat-makanan dan cara
mengatasinya
13. Menjelaskan efek samping dan cara menanggulangi efek samping
14. Menjelaskan cara penyimpanan yang benar
15. Memastikan pasien memahami semua informasi yang diberikan dengan meminta
pasien mengulang kembali.
16. Mendokumentasikan semua informasi penting.

Informasi yang perlu disampaikan terkait obat:

a. Amlodipin (Pusat Informasi Obat Nasional)

Indikasi : Hipertensi dan profilaksis angina.


Peringatan : Gangguan hati.
Kontraindikasi : Syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta yang
signifikan, dan menyusui.
Efek Samping : Nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah edema,
gangguan tidur, sakit kepala, pusing, dan letih.
Dosis : Hipertensi atau angina, dosis awal 5 mg sekali sehari, maksimal 10 mg
sekali sehari.
b. Simvastatin (Pusat Informasi Obat Nasional)
Indikasi : Hiperkolesteromia primer (hiperlipidemia tipe IIA) pada pasien yang
tidak cukup memberikan respon terhadap diet dan tindakan- tindakan lain yang
sesuai, untuk mengurangi insiden kejadian koroner klinis dan memperlambat
progresi aterosklerosis koroner pada pasien dengan penyakit jantung koroner dn
kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih.
Peringatan : Statin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
riwayat penyakit hati atau peminum alcohol (hindari penggunaan pada penyakit
hati aktif). Hipotiroidisme harus diatasi secara memadai sebelum memulai
pengobatan dengan statin. Kontraindikasi : Pasien dengan penyakit hati yang
aktif dan pada kehamilan (karena itu diperlukan kontrasepsi yang memadai
selama pengobatan dan selama 1 bulan setelahnya) dan menyusui.
Efek Samping : Miositis yang bersifat sementara merupakan efek samping yang
jarang tetapi bermakna. Statin juga menyebabkan sakit kepala, perubahan fungsi
ginjal, dan efek saluran cerna (nyeri lambung, mual, dan muntah).
Dosis : Hiperkolesterolemia, 10mg sehari malam hari, disesuaikan dengan
interval tidak kurang dari 4 minggu, kisaran lazim 10-40 mg sekali sehari malam
hari. Penyakit jantung koroner, awalnya 20 mg sekali sehari malam hari.
c. Isosorbit Dinitrat (Pusat Informasi Obat Nasional)
Indikasi : Profilaksis dan pengobatan angina, gagal jantung kiri.
Peringatan : Gangguan hepar atau ginjal berat, hipotiroidisme, malnutrisi, atau
hipotermia, infark miokard yang masih baru, system transdermal yang
mengandung logam harus diambil sebelum kardioversi atau diatermi, toleransi.
Kontraindikasi:Hipersensitivitas terhadap nitrat, hipotensi atau hipovolemia,
kardiopati obstruktif hipertropik, stenosis aorta, tamponade jantung, perikarditis
konstruktif, stenosis mitral, anemia berat, trauma kepala, pendarahan otak
galukoma sudut sempit.
Efek Samping:Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi posturnal,
takikardia (dapat terjadi bradikardia paradoksikal).
Dosis:Sublingual, 5-10 mg, Oral,sehari dalam dosis terbagi, angina 30-120 mg,
gagal jantung kiri 40-160 mg, sampai 240 mg bila diperlukan. Infus Intravena, 2-
10 mg/jam, dosis lebih tinggi sampai 20 mg/jam mungkin diperlukan.
d. Asetosal (Asam asetil Salisilat) (Pusat Informasi Obat Nasional)
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang, demam.
Peringatan : Penyakit alergi, gangguan fungsi ginjal, menurunnya fungsi hati,
dehidrasi, sebaiknya dihindari penggunaan pada demam atau infeksi virus pada
remaja (risiko sindrom Reye), pasien lansia.
Kontraindikasi : Anak dan remaja di bawah usia 16 tahun dan ibu menyusui,
riwayat maupun sedang menderita tukak saluran cerna, hemophilia, tidak untuk
pengobatan gout. Hipersensitivitas. Asetosal dan AINS lainnya tidak boleh
diberikan kepada penderita dengan riwayat hipersensitivitas terhadap asetosal
atau AINS lain.
Efek Samping : Biasanya ringan dan tidak sering, tetapi kejadiaanya tinggi untuk
terjadinya iritasi saluran cerna dengan pendarahan ringan yang asimtomatis,
memanjangnya bleeding time, bronkospasme, dan reaksi kulit pada pasien
hipersensitif.
Dosis : 300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan, maksimum 4 g per hari. Anak
dan remaj tidak dianjurkan.
e. Fenoterol Inhaler (Pusat Informasi Obat Nasional)
Indikasi : Sebagai pengobatan gejala episode asma akut, sebagai profilaksis
asma yang dipicu olahraga, sebagai pengobatan gejala asma bronchial dan
kondisi lainnya dengan penyempitan jalan napas yang reversible seperti obstruksi
bronchitis kronis, pengobatan bersama.
Peringatan : Agonis adrenoseptor beta-2 harus digunakan dengan hati-hati pada
keadaan hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular, aritmia, kepekaan terhadap
perpanjangan interval QT, dan hipertensi. Jika diperlukan pada dosis kehamilan,
harus diberikan secara inhalasi, karena penggunaan parenteral dapat
mempengaruhi miometrium dan mungkin menyebabkan masalah jantung. Agonis
adrenoseptor beta-2 digunakan dengan hati-hati pada diabetes mellitus, perlu
dilakukan pemantauan kadar glukosa darah (risiko ketoasidosis terutama pada
penggunaan secara intravena).
Efek Samping : Efek samping dari agonis adrenoseptor beta-2 termasuk tremor
(terutama di tangan) ketegangan, sakit kepala, kram otot, dan palpitasi. Efek
samping lain termasuk takikardia, aritmia, vasodilatasi perifer, gangguan tidur dan
tingkah laku.
Dosis : Dewasa termasuk lansia dan anak 6-14 tahun, Episode asma akut: 1 vial
unit dosis (0,5 mg fenoterol hidrobromida) pada banyak kasus cukup untuk
meringankan gejala. Pada kasus parah, jika serangan belum dapat diringankan
dengan satu vial unit dosis, maka 2 vial unit dosis mungkin diperlukan.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan polifarmasi
Jawab :
Suci :
Jurnal Farmasi komunikasi
Penggunaan obat dengan jumlah yang lebih dri 5 jenis , biasanya pasien yang tdk
patuh dalam penggunaan obat .

Risma :
Peresepan Polifarmasi 2016
Polifarmasi merupakan peresepan yang dimana ada 5 atau diatas jenis obat . suaru
masalah serius yng dihdpi apoteker . hal yang mngakibatkan adanya interaksi obat ,
diasa utk pasien lanjut usia kemungkinan pengalami penyakit kronik.

Anugrah :
Semakin meningkat umur maka menurun fungsi normal tubuh yang akan
meningkatkan reaksi yg merugikan. Peran apoteker yaitu pharmaceutical care
melakukan MESO .

Agus :
Berdasarkan artikel istilah polifarmasi melebihi indikasi klinik , pengobatan yang ada
DRP , 5 obat atau lebih . Meningkatkan IO meningkat.

Kesimpulan :
Harira :
Polifarmasi : resep diberikan terdapoat 5 atau lebih jenis obat . biasanya indikasi
diberikan lebih, harus perhatikan obatnya , serta memantau efek obatnya.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan aturan tentang kriteria obat tanpa
resep
Jawab :
Suci :
No 919 tahun 1993
1. Tdk Kontraindikasikan pd wanita hamil , anak <2 thun , lansia
2. Tdk dibantu tenaga kesehatan maupun penggunaan obat khusus.
3. Tdk mengakibatkat penyakit yang berkelanjuta
4. Yang relefalinnya tinggi d Indonesia
5. Khasiat dan keamanan yang dpt d pertanggung jwbkan

Harira :

Yang masuk dalam jenis-jenis obat bebas, bebas terbatas, suplemen makanan, dan
OWA.

- Penyakit yang sering yaitu batuk, demam, flu dll.

Hardi :
Dimasukkan dlm formularium nasional

Kesimpulan :
Renita :
1. Tdk kontraindikasi ibu hmil ,
2. Tdk untuk menggunaan khusus , dan tanpa bantuan tenaga medis
3. Penyakit yang sering timbul / umum
4. Tidak memberikan penyakit berlanjut : obat bebas, bebas terbata
5. Khasiat yang dpt dipertanggung jawabkan

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penggunaan obat khusus


Jawab :
Dila :
Dalam scenario ada 2 yaitu sublingual dan inhaler yaitu :
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2007
a. Cara Menggunakan Inhaler Dengan Benar
 Buka tutup inhaler dan hadapkan keatas
 Kocok dahulu
 Miringkan kepala kebelakang
 Tekan inhaler untuk mengeluarkan obat
 Bernafaslah perlahan-lahan ( 3-5 detik )
 Tahan nafas sekitar 10 detik untuk membiarkan obat mencapai paruparu
 Ulangi menekan inhaler sesuai aturan pakai, beri jarak 1 menit antara dosis
pertama dan kedua untuk membiarkan penetrasi ke paru-paru sempurna.
 Jika menggunakan inhaler bentuk powder, tutup mulut rapat-rapat pada
daerah pemasukan inhaler dan hirup perlahan-lahan
b. Cara Menggunakan Sublingual dengan benar :
 Diletakkan dibawah lidah
Raden :

Sublingual dibawah lidah 3-10 menit

Risma :

Efek samping feno yaitu menyebabkan sakit kepala , kram otot, ketegangan pada
tangan , takikardia, aritmia , dan gangguan tidur.

Kesimpulan :

Menurut Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian


Disarana Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2007
Cara Menggunakan Inhaler Dengan Benar :
 Buka tutup inhaler dan hadapkan keatas
 Kocok dahulu
 Miringkan kepala kebelakang
 Tekan inhaler untuk mengeluarkan obat
 Bernafaslah perlahan-lahan ( 3-5 detik )
 Tahan nafas sekitar 10 detik untuk membiarkan obat mencapai paru-paru
 Ulangi menekan inhaler sesuai aturan pakai, beri jarak 1 menit antara dosis
pertama dan kedua untuk membiarkan penetrasi ke paru-paru sempurna
 Jika menggunakan inhaler bentuk powder, tutup mulut rapat-rapat pada daerah
pemasukan inhaler dan hirup perlahan-lahan

Cara Menggunakan Inhaler dengan Benar :

- Diletakkan dibawah lidah 3-10 menit


- Efek samping feno yaitu menyebabkan sakit kepala , kram otot, ketegangan
pada tangan , takikardia, aritmia , dan gangguan tidur.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LO SKENARIO III

OLEH :

KELOMPOK : V (LIMA)

TUTOR : RAIS RAZAK S.Farm., M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2018

Anda mungkin juga menyukai