Bab IV
Peredaran
Bagian Pertama
Umum
Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 9
1. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
2. Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang
berupa obat
Pasal 10
Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi dengan
dokumen pengankutan psikotropika.
Anugrah :
Bab III
Produksi
Pasal 5
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi.
Harira :
1. Gol 1 : Hanya untuk iptek dan ketergantungan sangat kuat. Contohnya
brolamfetamin, LSD, mekatinona, dan tenamfetamine.
2. Gol 2 : Untuk iptek dan mengobatan , ketergantungan kuat. Contohnya
Amfetamine, deksamfetamine, dan metakualon.
3. Gol 3 : Pengetahuan dan pengobatan, ketergantungan sedang. Contohnya
siklobarbital, pentobarbital, dan pentazosina.
4. Gol 4 : Untuk pengobatan dengan ketergantungan ringan. Contohnya
Alprazolam, diazepam, zolpidem, dan fenazepam.
Surat pesana harus jenis obat bisa lebih dari 1 macam obat, harus jelas nama
penanggung jawab apoteker , serta jelaskan obat yng ingin di salurkan
Renita :
No 3 tahun 2013
Pasal 24
Penyimpanan pada harus pada gudang farmasi . dinding terbuat dari kayu dan
beton , kunci di pegang oleh apoteker bertanggung jawab .
Lemarinya hrus kuat .
5 thn 1997
- Harus sesuai penggunaannya
- Mencegah penyalahgunaan
- Penggelapan obat psikotropika
Hardi :
7 tahun 2016
Bab IV
Sanki : tindak pidana
Peringant biasa , keras , pembatalan izin edar , rekomendasikan untuk izin produksi
Risma :
5 tahun 1997
Bab 14
Yang melakukan penyalahgunaan akan di tindak pidana 4 tahun dan 150 juta .
kelompok yang melalkukan pidana maka akang dilalukan hukuman mati dan 350
juta
Kesimpulan :
Dila :
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1997
Tentang
Psikotropika
Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
BAB II
Ruang Lingkup dan Tujuan
Pasal 2
Ayat 2 :
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan menjadi :
a. Psikotropika golongan I; yang hanya dapat digunakan untuk tujuan Ilmu
Pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
b. Psikotropika golongan II; yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan sera mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
c. Psikotropika golongan III ; psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalamterapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
d. Psikotropika golongan IV : psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Ayat 3 :
Jenis psikotropika golongan I, psikotropika golongan II, psikotropika golongan III,
psikotropika golongan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pertamakali
ditetapkan dan dilampirkan dalam undang-undang ini, yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan.
Ayat 4 :
Ketentuan lebih lanjut untuk penetapan dan perubahan jenis-jenis psikotropika
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
d. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan;
e. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
f. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Bab III
Produksi
Pasal 5
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi.
Bab IV
Peredaran
Bagian Pertama
Umum
Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 9
3. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
4. Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran psikotropika yang
berupa obat
Pasal 10
Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi dengan
dokumen pengankutan psikotropika.
Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 12
Pasal 13
Bagian Ketiga
Penyerahan
Pasal 14
Ayat 2 :
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada
pengguna/pasien.
Ayat 4 :
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai
pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasrkan resep dokter.
Ayat 5 :
Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dalam hal :
a. Menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek
Bab VII
Pasal 32
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 50
a. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika, baik yang dilakukan oleh Pemerintah
maupun oleh masyarakat.
b. Dalam rangka pengawasan, Pemerintah berwenang :
a. Melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau pengambilan contoh pada
sarana produksi, penyaluran, pengangkutan, penyimpanan, sarana
pelayanan kesehatan dan fasilitas rehabilitasi;
b. Memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan di
bidang psikotropika;
c. Melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan; dan
d. Melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.
c. Pelaksanaan pengawasan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dilengkapi
dengan surat tugas
Pasal 51
a. Dalam rangka, Menteri berwenang mengambil tindakan administrative
terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,
dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas
rehabilitasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
ini.
b. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Denda administratif;
e. Pencabutan izin praktek.
Bab XI
Pemusnahan
Pasal 53
a. Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal :
1. Berhubungan dengan tindak pidana;
2. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika;
3. Kadaluarsa;
4. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau
untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
b. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemusnahan psikotropika ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Selain itu Indonesia telah meratifikasi Konvensi
Psikotropika 1971, Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban memperlakukan
dan mengendalikan psikotropika secara khusus sesuai dengan konvensi
tersebut.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Tentang
Pasal 1
Mengubah Daftar Psikotropika Golongan IV dalam Lampiran Undang-undang Nomor 5
tahun 1997 tentang Psikotropika dengan menambahkan satu jenis psikotropika
golongan IV yaitu zolpidem sehingga golongan IV psikotropika seluruhnya menjadi
sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkah dari
Peraturan Menteri ini.
Tentang
1. Zolpidem
2. Fenazepam
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan aturan obat yang sering disalah
gunakan
Jawab :
Sari :
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2016
Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Yang Sering
Disalahgunakan
Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Raden :
BAB IV
Sanksi Administratif
Pasal 6
Pasal 7
1. Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik yang
tidak melaksanakan pengelolaan Obat-Obat Tertentu sebagaimana diatur
dalam Peraturan Kepala Badan ini dapat dikenai sanksi administrative berupa
rekomendasi:
a. Peringatan;
b. Peringatan keras;
c. Penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. Pencabutan izin.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf d ditujukan kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau satuan kerja perangkat daerah penerbit izin.
Vera :
BAB III
Pengelolaan
Pasal 3
a. pengadaan;
b. penyimpanan;
c. pembuatan;
d. penyaluran;
e. penyerahan;
f. penanganan obat kembalian;
g. penarikan kembali obat (recall);
h. pemusnahan; dan
i. pencatatan dan pelaporan.
Pasal 4
Pasal 5
Obat-Obat Tertentu yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi, PBF, Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik wajib dikelola sesuai
dengan Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
1. Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
Pasal 3
1. Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:
a. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor;
b. Mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor;
c. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan
d. Menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industry non
farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bab II
Penggolongan dan Jenis Prekursor
Pasal 4
1. Prekursor digolongkan dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II.
2. Jenis Prekursor Tabel I dan jenis Prekursor Tabel II sebagaimana tercantum
dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
3. Penambahan dan perubahan jenis Prekursor Tabel I dan Tabel II dalam
Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
Agus :
Risma :
Bagian II
Penyaluran
Pasal 9
Pasal 14
Pasal 22
Vera :
Hardi :
BAB IV
Sanksi Administratif
Pasal 6
Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Apotek,
dan Toko Obat Berizin yang tidak melaksanakan pengelolaan Prekursor Farmasi
dan/atau Obat mengandung Prekursor Farmasi sebagaimana diatur dalam
Peraturan ini dapat dikenai sanksi administratif.
Raden :
BAB III
Pengelolaan
Pasal 3
a) Pengadaan;
b) Penyimpanan;
c) Pembuatan;
d) Penyaluran;
e) Penyerahan;
f) Penanganan obat kembalian;
g) Penarikan kembali obat (recall);
h) Pemusnahan;
i) Pencatatan dan pelaporan; dan
j) Inspeksi diri.
Dila :
Bab IV
Pemusnahan
Pasal 39
Pemusnahan narkotika, psikotropika, dan precursor farmasi dilakukan dengan :
a. Tidak mencemari lingkungan, dengan
b. Tidak membahayakan kesehatan masyarakat
Harira :
Inspeksi diri dilakukan 1 tahun sekali tujuan untuk mendeteksi atau memantau
kebocoran peredaran.
Kesimpulan :
Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia
Nomor 44 tahun 2010
Tentang Prekursor
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
2. Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
Pasal 3
2. Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:
e. Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor;
f. Mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor;
g. Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan
h. Menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industry non
farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bab II
Penggolongan dan Jenis Prekursor
Pasal 4
4. Prekursor digolongkan dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II.
5. Jenis Prekursor Tabel I dan jenis Prekursor Tabel II sebagaimana tercantum
dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
6. Penambahan dan perubahan jenis Prekursor Tabel I dan Tabel II dalam
Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri
setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Bagian I
Umum
Pasal 4
Pasal 5
1. Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya
dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
2. Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor dalam
benuk obat jadi sebgaimana dimaksud padaayat (1) harus me;a;ui pendaftaran
pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Bagian II
Penyaluran
Pasal 9
Pasal 14
Pasal 22
Raden :
Amlodipin : Antihipertensi . efsmping , edema , gangguan tdr
Dosis 5 – 10 mg per ahri
Simvastatin : Hiperkolesterol , Peringatang , efeksmping sakit kpla , fungsi gnjal ,
dosis 10 mg / hari dimimun malam hari tiap 24 jam
Isosorbit : untuk jantung 5 mg , gjantung
Asetil salisilat : nyeri ringan-sedang , kontr : anak dibawah 16thn , ef iritasi saluran
cerna .
Fenoterol : utk asma akut , digunakan hati” , efek smaping reseptor b2 , ketegangan
, kram otot .
Risma :
Pedoman 2007
Hal yang hrusdiberitahukan pd pasien yaitu salah satu penyimpanan . disimpan
pada ruangan yang tdk terkenal matahari langsung , hindarkan dr jangkauan anak” ,
beritahukan edukasi pada pasien . ada hal-hal yang hrus di hindari , efek samping
kepd pasien serta memberikan solusi .
Renita :
2017
KIE : memberikan penjelasa ttg obat .
Ada obat khusus sublingual : isosorbit , cara penggunaan di bawa lidah 3-
Pionas
inhaler : buka ttp inhales , jika menggunakan powder dihirup perlahan”.
Ranitidine dan Alprazolame : ranitidine hnya bisa di berikan 10 biji tidak untuk
alprazplam karena tdk bisa diberikan tanpa resep dari dokter.
Tramadol golongan obt keras dan efedrin : skrining resep , lihat nama dokter dan no
telepon dokter kemudian hubungi untuk menanyakan apakah betul ini resep dri
dokter. Apabila bukan harus berikan edukasi pada pasien .
Anugrah :
Pasien yang emosional : jangan ikuti suasana pasien , empati , beritahukan pasien
apabila habis obat periksakan kembali hasil lab .
Kesimpulan
Agus :
Menurut Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian
Disarana Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2007
Berikut uraian informasi dan konseling yang dapat diberikan kepada pasien:
Risma :
Peresepan Polifarmasi 2016
Polifarmasi merupakan peresepan yang dimana ada 5 atau diatas jenis obat . suaru
masalah serius yng dihdpi apoteker . hal yang mngakibatkan adanya interaksi obat ,
diasa utk pasien lanjut usia kemungkinan pengalami penyakit kronik.
Anugrah :
Semakin meningkat umur maka menurun fungsi normal tubuh yang akan
meningkatkan reaksi yg merugikan. Peran apoteker yaitu pharmaceutical care
melakukan MESO .
Agus :
Berdasarkan artikel istilah polifarmasi melebihi indikasi klinik , pengobatan yang ada
DRP , 5 obat atau lebih . Meningkatkan IO meningkat.
Kesimpulan :
Harira :
Polifarmasi : resep diberikan terdapoat 5 atau lebih jenis obat . biasanya indikasi
diberikan lebih, harus perhatikan obatnya , serta memantau efek obatnya.
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan aturan tentang kriteria obat tanpa
resep
Jawab :
Suci :
No 919 tahun 1993
1. Tdk Kontraindikasikan pd wanita hamil , anak <2 thun , lansia
2. Tdk dibantu tenaga kesehatan maupun penggunaan obat khusus.
3. Tdk mengakibatkat penyakit yang berkelanjuta
4. Yang relefalinnya tinggi d Indonesia
5. Khasiat dan keamanan yang dpt d pertanggung jwbkan
Harira :
Yang masuk dalam jenis-jenis obat bebas, bebas terbatas, suplemen makanan, dan
OWA.
Hardi :
Dimasukkan dlm formularium nasional
Kesimpulan :
Renita :
1. Tdk kontraindikasi ibu hmil ,
2. Tdk untuk menggunaan khusus , dan tanpa bantuan tenaga medis
3. Penyakit yang sering timbul / umum
4. Tidak memberikan penyakit berlanjut : obat bebas, bebas terbata
5. Khasiat yang dpt dipertanggung jawabkan
Risma :
Efek samping feno yaitu menyebabkan sakit kepala , kram otot, ketegangan pada
tangan , takikardia, aritmia , dan gangguan tidur.
Kesimpulan :
FAKULTAS FARMASI
LO SKENARIO III
OLEH :
KELOMPOK : V (LIMA)
FAKULTAS FARMASI
MAKASSAR
2018